• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya

Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus

di RSUP H. Adam Malik Medan

Lia Mardiah

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Lia Mardiah NIM : 101121089

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

ABSTRAK

Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive

sampling.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.

(4)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat Allah S.W.T karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada

Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan”. Skripsi ini dibuat

sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapan banyak terima kasih kepada dr.

Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara Medan, Erniyati, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku pembantu dekan II Fakultas

Keperawatan, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku pembantu

Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan

dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen pembimbing yang

senantiasa menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan,

pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Ibu Yesi

Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku penguji I, dan Bapak Asrizal, S.Kep, Ns,

(5)

Ucapan terima kasih yang paling dalam peneliti sampaikan juga

teristimewa kepada Ayahanda Muhammad Thamrin dan Ibunda Nurlela, yang

menjadi motivator dalam hidupku, dan seluruh keluarga yang telah memberi

dukungan baik moril maupun doa restu, serta rekan-rekan mahasiswa/i dan

teman-teman sejawat yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu peneliti yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu,

harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan

khususnya profesi keperawatan.

Medan, Januari 2012

Peneliti

(6)
(7)

4.5. Instrumen Penelitian ... 24

4.6. Validitas dan Reliabilitas ... 24

4.6. Pengumpulan Data ... 25

4.7. Analisa Data ... 26

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Karakteristik Responden ... 27

5.1.2. Gambaran Lama Hari pemasangan Infus ... 29

5.2. Pembahasan ... 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Rekomendasi ... 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Surat izin penelitian dari Fakultas keperawatan

2. Surat izin pengambilan data dari RSUP Haji Adam Malik Medan 3. Surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

5. Instrumen penelitian 6. Data Mentah

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Kerangka Operasional Penelitian ... 21

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi menurut usia, jenis kelamin, cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP

Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober

2011 ... 28

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun

2011 ... 29

Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standar Deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis Berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis Score) .... 8

Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam

(10)

Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Lia Mardiah NIM : 101121089

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

ABSTRAK

Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive

sampling.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat

intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan,

pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal

(Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena di rumah sakit

mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaffer,

dkk, 2000).

Penggunaan alat intravaskuler banyak menimbulkan komplikasi lokal

maupun sistemik (Smeltzer & Bare, 2001). Kondisi yang sering ditemukan adalah

flebitis. Flebitis merupakan daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada

kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang yang terjadi pada kulit bagian

luar (Tietjen, dkk, 2004). Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik

oleh iritasi kimia maupu n mekanik (Smeltzer & Bare, 2001) . Insiden flebitis

banyak dijumpai seiring banyaknya pasien yang mendapatkan terapi cairan

intravena (Schaffer, dkk, 2000).

Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi flebitis pada

pasien yang mendapat terapi intravena, angka standar flebitis yang

direkomendasikan oleh INS (Infusion Nurses Society) adalah 5% (INS, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Masiyati (2000) didapatkan angka kejadian flebitis

(12)

Pujasari (2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam,

ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena,

dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan dan area pemasangan di vena

metacarpal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria (2007), angka kejadian

flebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada tahun 2006 mencapai 42,4%. Penelitian

Pasaribu (2006), angka kejadian flebitis di Rumah Sakit Haji Medan didapatkan

52 orang (52%) mengalami flebitis dari 100 orang sampel yang diteliti.

Smeltzer dan Bare (2001) mengatakan, insiden flebitis meningkat sesuai

dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang

diinfuskan terutama pH dan tonisitasnya. Banyak faktor yang mempengaruhi

terjadinya flebitis, antara lain faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan,

faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen

infeksius (Darmawan, 2008). Tietjen, dkk (2004) mengatakan, rotasi tempat setiap

72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan set infus harus diganti jika rusak atau

secara rutin tiap 72 jam.

Kejadian flebitis bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak

sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya

biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit serta pemenuhan

kebutuhan cairan dan elektrolit menjadi terhambat. Fungsi cairan intravena

diberikan untuk menyediakan air, elektrolit dan nutrien untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit

(13)

(Smeltzer dan Bare, 2001). Flebitis juga berakibat dapat memperlambat proses

penyembuhan pasien terhadap penyakit yang diderita pasien (Schaffer, 1996).

Flebitis dapat dicegah dengan menggunakan teknik aseptik selama

pemasangan, menggunakan ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai untuk

vena, mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih daerah

penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap jam, dan menempatkan kateter

atau jarum dengan baik (Smeltzer dan Bare, 2001).

Informasi yang didapat penulis dari bagian Pusat Pengendalian Infeksi

(PPI) berdasarkan pelaporan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik

Medan pada tahun 2010, angka kejadian flebitis di RSUP Haji Adam Malik

Medan adalah sebanyak 146 pasien terjadi flebitis dari 38.803 pasien.

Melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada

pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2Pertanyaan Penelitian

Berapa rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada

pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata lama hari pemasangan

infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji

(14)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi

institusi pendidikan keperawatan di bidang keperawatan medikal bedah.

1.4.2 Bagi Praktik Keperawatan

Sebagai bahan informasi tentang rata-rata lama hari pemasangan infus

dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus sehingga perawat dapat

melakukan perawatan terhadap pemasangan alat intravaskular sehingga tidak

menyebabkan flebitis.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan

penelitian yang terkait dengan rata-rata lama hari pemasangan infus terhadap

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Flebitis

2.1.1 Definisi Flebitis

Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit

sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demam dan pus yang keluar dari

tempat tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi klinis bagian luar (Tietjen, dkk,

2004).

Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir

diikuti bekuan darah, atau thrombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian

dikenal sebagai tromboflebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, flebitis

mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan,

eritema, dan hangat. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau

thrombosis (Darmawan, 2008).

2.1.2 Etiologi Flebitis

Menurut Francombe (1998) dalam Brooker dan Gould (2003) mengatakan,

flebitis (peradangan vena), merupakan penyulit tersering yang berkaitan dengan

terapi intravaskular, biasanya terjadi akibat iritasi kimiawi atau mekanis. Faktor

predisposisi utama adalah infus larutan hipertonik dan adanya benda berbentuk

partikel yang berasal dari obat yang belum larut sempurna, potongan karet atau

(16)

tempat pungsi vena, disertai nyeri. Flebitis jarang disebabkan oleh bakteri, tetapi

septikemia lebih sering dijumpai pada pasien yang mengalami flebitis.

Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara

lain:

a) Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan

b) Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi

c) Agen infeksius

Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia,

jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni: diabetes mellitus, infeksi, luka bakar).

Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam

larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter (Darmawan, 2008).

Flebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas:

1. Flebitis Kimia

a) pH dan osmolaritas cairan infus yang tinggi selalu diikuti risiko flebitis

tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, dimana keasaman

diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses

sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino

dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih

flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa

menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida,

vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam, midazolam dan

(17)

b) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna

selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis.

Jadi, kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan

penggunaan filter 1 sampai 5 µ m.

c) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat

dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500 mOsm/L.

hindarkan vena pada punggung tangan bila anda memberikan: Asam

amino+glukosa; Glukosa+elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampurkan

dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain.

d) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi

dibanding politetrafluoroetilen (Teflon) karena permukaan lebih halus,

lebih thermoplastic dan lentur. Risiko tinggi untuk flebitis dimiliki kateter

yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.

e) Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi

daripada pemberian cepat.

2. Flebitis Mekanis

Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang

dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis.

Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan

baik.

3. Flebitis Bakterial

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:

(18)

b.Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau

robek mengundang bakteri

c. Teknik aseptik tidak baik

d. Teknik pemasangan kanula yang buruk

e. Kanula dipasang terlalu lama

f. Tempat suntik jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008).

Berikut merupakan skor visual flebitis untuk menentukan derajat

keparahan flebitis:

Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis score) Tempat suntikan tampak sehat

0

Tak ada tanda flebitis Observasi kanula Salah satu dari berikut jelas:

1. Nyeri pada tempat suntikan 2. Eritema pada tempat suntikan

Dua dari berikut jelas: 1. Nyeri 2. Eritema 3. pembengkakan

Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi

Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi 4. Venous cord teraba

Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi

4.Venous cord teraba 5. Demam

1

2

Mungkin tanda dini flebitis Observasi kanula

Stadium dini flebitis Ganti tempat kanula

Stadium moderat flebitis 1.Ganti kanula

2.Pikirkan terapi

3

(19)

2.1.3 Mencegah dan Mengatasi Flebitis

a. Mencegah flebitis bakterial

Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan

daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan

chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa

digunakan.

b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.

Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian

infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman

yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan

terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.

c. Rotasi kanula

May, dkk (2005) dalam Darmawan (2008) melaporkan hasil 4 teknik

pemberian nutrisi parenteral perifer (PPN), di mana mengga nti tempat (rotasi)

kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas

flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi oleh Webster dkk

(1996) disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih

dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control

and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk

membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti

(20)

d. Aseptic dressing

Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti

setiap 24 jam.

e. Laju pemberian

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik

diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk

pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh

mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya

kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif

dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 –

330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan

sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan,

dengan filter 0.45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri

atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus

juga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi

parenteral.

f. Titrable acidity

Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan

dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang

dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan

infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri.

(21)

karena titrable acidity-nya sangat rendah (0.16 mEq/L). Dengan demikian

makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.

g. Heparin & hidrokortison

Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1

unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko

flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium

klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian

aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien

penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan

flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial. Pada

dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah

mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang

mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.

h. In-line filter

In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang

mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat

intravaskular dan sistem infus (Darmawan, 2008).

2.2Terapi Cairan Intravena (Infus)

2.2.1 Definisi

Terapi cairan intravena merupakan pemberian cairan untuk penggantian

cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan

(22)

2.2.2 Tujuan

Umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau lebih

tujuan berikut ini:

a. Untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari

b. Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit

c. Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena

2.2.3 Jenis-jenis larutan Intravena

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya

(anion ditambah kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan dianggap hipotonik jika

kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika

kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L. Perawat juga harus

mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah

kira-kira 300 mOsm/L.

a. Cairan isotonis: cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas

total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah

merah mengkerut atau membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium

klorida), larutan ringer lactate.

b. Cairan hipotonik: tujuannya adalah untuk menggantikan cairan seluler, karena

larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya

adalah untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada

(23)

hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin

berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%).

c. Cairan hipertonik: dekstrosa 5% dalam air diberikan untuk membantu

memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia dalam konsentrasi

osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan ini menarik air dari

kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan menyebabkan sel-sel

mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat

menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan

cairan sirkulatori dan dehidrasi.

2.2.4 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien yang mendapat Terapi

Intravena

a. Pungsi vena

Kemampuan untuk mendapat akses ke sistem vena guna memberikan cairan

dan obat.

1) Pemilihan tempat: vena yang sering digunakan adalah vena ekstremitas

atas karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki. Vena ekstremitas

bawah lebih berisiko mengalami tromboflebitis. Vena sentral yang sering

digunakan dokter termasuk vena subclavia dan vena jugularis interna tapi

mengalami risiko yang tinggi terhadap infeksi. Fosa antekubital

dihindari. Berikut pertimbangan yang harus diperhatikan untuk memilih

(24)

diinfuskan; lamanya terapi; usia dan ukuran pasien; riwayat kesehatan

dan status kesehatan sekarang serta keterampilan tenaga kesehatan.

2) Perlengkapan pungsi vena: jalur akses PICC (Peripherally Inserted

Central Catheter) dan Midline Catheter (MLC). PICC merupakan terapi

parenteral jangka menengah sampai jangka panjang sering kali harus

dipasang kateter sentral yang terpasang secara perifer. MLC digunakan

untuk pasien yang tidak mempunyai akses perifer tetapi membutuhkan

antibiotika IV, darah dan nutrisi parenteral

3) Menginformasikan pasien tentang lamanya infus yang diperkirakan, dan

pembatasan aktivitas.

4) Persiapan letak infus meliputi tindakan aseptik sebelum melakukan

pungsi vena.

5) Entri vena: dilakukan berdasarkan keterampilan yang dipunyai seorang

perawat.

b. Pemantauan terapi intravena

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran gravitasi IV: (1) aliran

berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan; (2) aliran

berbanding langsung dengan diameter selang; (3) aliran berbanding

terbalik dengan panjang selang; dan (4) aliran berbanding terbalik dengan

viskositas cairan.

2) Memantau aliran: menggunakan rumus:

(25)

c. Penghentian infus

Pelepasan kateter intravena berkaitan dengan dua kemungkinan bahaya

perdarahan dan emboli kateter (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.5 Memasang Infus Intravena

Persiapan

1. Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label larutan dan identifikasi

pasien

2. Jelaskan prosedur pada pasien

3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai

4. Pasang turniket dan identifikasi vena yang sesuai

5. Pilih letak insersi

6. Pilih kanula IV

7. Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang

untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang

8. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang

nyaman, atur pencahayaan. Posisikan lengan pasien di bawah ketinggian

jantung untuk meningkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung di

atas tempat tidur di bawah lengan pasien.

Prosedur

1. Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1% (tanpa

(26)

2. Pasang turniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15

sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal

turniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa

kali atau menggantungkan lengan pasien untuk melebarkan vena.

3. Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan

membersihkan menggunakan tiga swab betadine selama 2-3 menit dalam

gerakan memutar bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering,

kemudian bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat dengan jelas vena

profunda.

a.Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut (periksa

kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini).

b.Jika pasien alergi dengan providon-yodium, maka dapat digunakan alkohol

70% saja.

4. Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan

pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas

pembuluh darah.

5. Pegang jarum dengan bagian bevel ke atas dan pada sudut 25-45 derajat,

tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena

6. Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau sampai hampir sejajar

dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas atau dari

samping dengan satu gerakan cepat

(27)

8. Lepaskan turniket dan sambungkan selang infus, buka klem sehingga

memungkinkan tetesan

9. Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi di bawah ujung kateter

10.Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester

11.Tempat penusukan kemudian ditutup dengan kasa steril, rekatkan pada plester

nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstremitas

12.Plesterkan sedikit lengkungan selang IV ke atas balutan

13.Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai kebijakan prosedur rumah

sakit

14.Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal dan inisial

15.Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus

16.Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu, larutan, kecepatan

IV dan respon pasien terhadap prosedur (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.6 Komplikasi

a. Komplikasi sistemik meliputi: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan

septikemia.

b. Komplikasi lokal meliputi: infiltrasi, flebitis, tromboflebitis dan hematoma.

2.2.7 Lama Hari Pemasangan Infus

Menurut Brooker (2003) lamanya penggunaan jarum intravena harus

diganti paling sedikit setiap 24 jam, ganti lokasi vena yang ditusuk jarum

(28)

judul “waktu yang efektif untuk pemasangan infus agar tidak flebitis”, didapatkan

angka kejadian flebitis paling besar dalam waktu pemasangan infus 96-120 jam

sebesar 60%.

Secara teknis, lamanya penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap

steril selama 48 sampai dengan 72 jam, disamping itu juga teknik ini lebih

menghemat biaya dan tidak meningkatkan resiko infeksi (Metheny, (1996) dalam

Brooker (2003)). Berikut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

perawatan terapi intravena:

a. Brooker dan Gould mengatakan rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan

setiap 48-72 jam.

b. Menurut Tjetjen, dkk (2004) rotasi tempat kanula setiap 72-96 jam

mengurangi flebitis dan infeksi lokal (teflon atau polikateter lebih baik dari

pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi).

c. Pada pemakaian jangka pendek (<48 jam), jarum lurus atau butterfly kurang

mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih

rendah.

d. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan luka dapat dipertahankan 72

jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera diganti)

e. Daerah tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa tiap hari apakah ada

rasa nyeri.

f. Tempat insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluh nyeri atau demam tanpa

(29)

h. Ganti botol cairan infus atau kantong plastik cairan infus dengan emulsi

lemak dalam 12 jam.

i. Set infus harus diganti jika rusak atau secara rutin tiap 72 jam (apabila saluran

baru disambungkan, usap pusat jarum atau kateter plastik dengan alkohol

60-90% dan sambungkan kembali dengan infus set)

j. Saluran (tubing) yang dipakai untuk memberikan darah, produk darah atau

(30)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama

hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.

Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel rata-rata lama hari

pemasangan infus dalam terjadinya flebitis.

Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis Pada Pasien yang Dipasang Infus.

Keterangan :

Diteliti :

Yang tidak diteliti :

Pemantauan

lama hari

pemasangan infus

(7 hari perawatan)

Faktor penyebab :

1.Flebitis Kimia

2.Flebitis Mekanis

3.Flebitis Bakterial

Pasien yang baru

(31)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama

hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.

Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel rata-rata lama hari

pemasangan infus dalam terjadinya flebitis.

Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis Pada Pasien yang Dipasang Infus.

Keterangan :

Diteliti :

Yang tidak diteliti :

Pemantauan

lama hari

pemasangan infus

(7 hari perawatan)

Faktor penyebab :

1.Flebitis Kimia

2.Flebitis Mekanis

3.Flebitis Bakterial

Pasien yang baru

(33)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk

mengidentifikasi rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis

pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang dipasang infus di

ruangan rawat inap RA RSUP Haji Adam Malik Medan yang berjumlah ±300

orang setiap harinya. Data tersebut diperoleh dari Rekam Medik RSUP Haji

Adam Malik Medan bulan Maret tahun 2011.

4.2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dimana

pengambilan sampel dilakukan dengan kebetulan bertemu. Penentuan jumlah

sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Arikunto (2006) yang

menyatakan bahwa bila subjeknya lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10 –

20%. Maka peneliti mengambil 20% dari 300 orang sehingga jumlah sampel

dalam penelitian ini 60 orang.

(35)

a. Pasien yang memakai infus

b. Pasien yang baru dipasang infus

c. Pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit.

d. Bersedia menjadi responden penelitian.

4.3. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rindu A RSUP Haji Adam

Malik dari RA1 s/d RA5 pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober 2011 dengan

penyakit mulai dari sistem pencernaan, kardiovaskuler, perkemihan, endokrin,

pernapasan, muskuloskeletal, sistem kranial, mata dan THT. Adapun

pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena RSUP Haji Adam Malik

merupakan rumah sakit pendidikan, lokasi rumah sakit yang strategis dan jumlah

pasien yang tinggi sehingga akan didapat subjek penelitian yang mencukupi untuk

diteliti.

4.4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi

penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur

pelaksanaan penelitian. Calon responden yang bersedia, maka dipersilahkan untuk

menandatangani informed consent. Tetapi jika responden tidak bersedia, maka

calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses

berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan risiko bagi individu yang menjadi

(36)

disebarluaskan dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan

untuk kepentingan penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan

alat pengumpulan data berupa wawancara dan observasi dengan menggunakan

format yang berisi data demografi dan lembar format evaluasi flebitis. Kuesioner

data demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, cairan infus, jenis

perawatan pasien dan diagnosa medis. Data demografi ini digunakan untuk

mengetahui karakteristik responden dan sebagai data pendukung untuk variabel

penelitian. Format evaluasi ini berisikan evaluasi lama hari pemasangan infus

pada pasien yang dipasang infus dengan indikator flebitis. Hal yang dipantau yaitu

apakah terjadi atau tidak tanda-tanda flebitis dengan nilai:

0 : tidak ada tanda flebitis

1 : ada tanda flebitis

4.6. Validitas dan Reliabilitas

Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan oleh

peneliti karena alat pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara

observasi non sistematis yaitu untuk melihat berapa rata-rata lama hari

pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.

(37)

berupa pedoman wawancara terbuka dan pedoman observasi tidak dilakukan uji

validitas dan reliabilitas hasil yang diteliti tidak menghasilkan nilai kuantitatif.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data primer dan data

sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

pendidikan (Fakultas Keperawatan USU)

b. Mengirim surat permohonan izin dari institusi pendidikan ketempat penelitian

(RSUP Haji Adam Malik Medan)

c. Peneliti mendatangi ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan untuk

bertemu responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya,

memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan melakukan observasi.

d. Menjelaskan kepada calon responden atau keluarga pasien tentang prosedur

yang akan dilakukan dan manfaat penelitian.

e. Peneliti meminta kesediaan responden atau keluarga pasien untuk

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan mengikuti

prosedur penelitian.

f. Setelah mendapat persetujuan responden, pengumpulan data dimulai yang

meliputi:

1) Pada hari pertama mengisi kuesioner data demografi responden dan

melalukan observasi terhadap responden secara terus-menerus hingga hari

(38)

2) Menilai kejadian flebitis pada responden dengan menggunakan format

evaluasi sesuai tanda-tanda terjadinya flebitis.

3) Pengumpulan data dilakukan merata dari RA1 sampai dengan RA5, tetapi

dalam pengumpulan data ada beberapa pasien yang tidak bersedia menjadi

responden. Hal ini mempengaruhi pasien lain, sehingga pasien lain juga

tidak bersedia menjadi responden.

4) Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh seorang asisten untuk

melakukan observasi kepada pasien yang telah bersedia menjadi

responden sehingga pengumpulan data menjadi lebih mudah.

5) Peneliti mengumpulkan data yang diperoleh untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data

atau analisa data, yang secara garis besar meliputi tiga langkah yaitu:

a. Persiapan yaitu mengecek kelengkapan identitas dan kelengkapan isian data.

b. Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang

perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.

c. Tabulasi dilakukan sesuai dengan teknik analisa yang digunakan.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah statistik univariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu

variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian

(39)

dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Hasil penelitian

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan hasil

penelitian mengenai gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya

flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober

2011 di RSUP Haji Adam Malik Medan, dengan jumlah responden sebanyak 60

orang responden, didapat data sebagai berikut:

5.1.1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1. dibawah dapat dilihat bahwa usia terbanyak yang mengalami

flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis kelamin yang

terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang (38,3%),

cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18 (30%),

jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis adalah

partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak yang

(41)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi terjadi flebitis menurut usia, jenis kelamin, jenis cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011 (n= 60)

Karakteristik Flebitis % Tidak

(42)

5.1.2 Gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada

pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Untuk mengetahui gambaran lama hari pemasangan infus dalam

terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus dilakukan dengan cara

mengobservasi responden dengan menggunakan format evaluasi lama hari

pemasangan infus. Dari Tabel 5.2 dibawah dapat dilihat bahwa dari 60 orang

responden, ada sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dan 23 orang (38,3%)

tidak terjadi flebitis.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011.

Flebitis Frekuensi %

Dari Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) terjadinya flebitis

adalah pada hari ke-2,63 atau digenapkan menjadi hari ke-3, nilai tengahnya

(median) adalah hari ke-3, nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah

nilai 3 yang artinya bahwa kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi

pada hari ke-3, simpangan bakunya (standard deviasi) adalah 2,407, nilai

minimumnya adalah 2 yang artinya bahwa jumlah responden yang paling sedikit

terjadi flebitis adalah pada hari ke-2, dan nilai maksimumnya adalah 3 yang

artinya jumlah responden yang paling banyak terjadi flebitis adalah pada hari

(43)

Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standard deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hari Mean Median Modus Std. Dev Min Max

H-1 s/d H-7 2,63 3,00 3 2,407 2 3

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dari 60 responden dengan

rata-rata hari dalam terjadinya flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, sedangkan

23 orang (38,3%) tidak mengalami flebitis setelah diobservasi selama 7 hari. Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pujasari

(2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam, ditemukan

11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena, dengan rata-rata

kejadian 2 hari setelah pemasangan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rentang usia paling banyak

yang mengalami flebitis pada usia 41 – 60 tahun (dewasa pertengahan) sebanyak

22 orang (36,7%). Berdasarkan rentang usia, usia lansia lebih rentan terhadap

flebitis. Hal ini dikarenakan lansia mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit

seperti turgor kulit menurun dan epitel menipis, akibatnya kulit menjadi lebih

mudah abrasi atau luka (Smeltzer dan Bare, 2001).

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak

mengalami flebitis adalah perempuan yaitu sebesar 23 orang (38,3%) sedangkan

laki-laki yang mengalami flebitis sebesar 14 orang (23,3%). Dalam fisiologi

(44)

kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yang lebih tinggi daripada perempuan. Minyak

dari kelenjar sebasea dapat mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta

mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.

Adanya kelenjar sebasea yang mensekresi minyak ini, bersamaan dengan ekskresi

keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6,5 yang mampu

menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga resiko terjadinya flebitis dalam

pemasangan infus khususnya pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan.

(Pierce, 2006).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang (30%)

menggunakan cairan NaCl 0,9% yang mengalami flebitis. Hal ini bertentangan

bila dilihat dari kandungan NaCl 0,9% yang merupakan cairan isotonis yang

osmolaritasnya mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah

merah mengkerut dan membengkak (Smeltzae dan Bare, 2001). Cairan isotonis

seperti NaCl 0,9% sebenarnya kurang berisiko terhadap terjadinya flebitis tetapi

cairan hipertonis seperti glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam

nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik dibandingkan cairan isotonis

(Darmawan, 2008). Hal ini dapat disebabkan karena pemasangan infus pada

pasien tidak menggunakan aseptic dressing seperti penggunaan kasa steril untuk

mencegah flebitis. Faktor lain yang dapat menyebabkan flebitis adalah teknik

aseptik yang tidak baik, tempat insersi kanula jarang diinspeksi visual, dan

sebagainya (Darmawan, 2008).

(45)

(51,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afria Ningsih

(2002) menyatakan dari jumlah 20 responden yang terpasang infus menunjukkan

dengan meningkatnya mobilisasi pasien yang terpasang infus pada pasien partial

care, resiko untuk mengalami flebitis juga meningkat yaitu sebanyak 25%, yang

terdiri dari kategori mobilisasi jarang 20% dan mobilisasi sering 80%.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan diagnosa paling banyak

mengalami flebitis yaitu pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).

Berdasarkan faktor penyebab terjadinya flebitis, bahwa salah satunya adalah

faktor pasien yang memiliki kondisi dasar seperti penyakit diabetes mellitus,

adanya infeksi dan luka bakar (Darmawan, 2008). Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Nissaji dan Ghorbani (2007) dalam Darmawan (2008),

bahwa dari 111 penderita Diabetes Melitus, didapatkan 64 responden mengalami

flebitis, dari 3 pasien dengan luka bakar, ditemukan seluruhnya mengalami

flebitis, dan dari 67 pasien dengan penyakit infeksi, sebanyak 50 orang

mengalami flebitis. Hal ini dikarenakan pasien dengan diagnosa pada sistem

kranial seperti apatis, secondary headache, head injury, dan stroke dengan

hemiparese melakukan pergerakan pada ekstremitas yang dipasang infus terutama

pada pasien secondary headache yang gelisah dan memegangi kepala sehingga

menyebabkan flebitis.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh pasien yang mengalami

flebitis berada pada skor 2 yaitu stadium dini flebitis dengan tanda-tanda nyeri,

eritema dan pembengkakan. Jika terjadi stadium dini flebitis maka tindakan yang

(46)

Sedangkan jika tanda flebitis diikuti dengan adanya indurasi dan demam, maka

derajat keparahan flebitis berada pada stadium lanjut tromboflebitis dan tindakan

yang harus dilakukan adalah memberikan terapi untuk tromboflebitis dan

mengganti lokasi pemasangan kanula (Darmawan, 2008).

Mayoritas responden mengalami flebitis dengan rata-rata terjadi flebitis

pada hari ke tiga pemasangan infus, nilai tengahnya (median) adalah hari ke-3,

nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah nilai 3 yang artinya bahwa

kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi pada hari ke-3 serta nilai

maksimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-3 yaitu sebanyak

16 orang (26,7%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Masiyati (2000) bahwa angka kejadian flebitis paling banyak dalam waktu

pemasangan infus 4-5 hari sebesar 60%. Rata-rata kejadian flebitis pada hari

ketiga diakibatkan karena seringnya pasien melakukan pergerakan pada daerah

yang terpasang infus. Pasien yang sering melakukan pergerakan seperti fleksi

dengan lokasi pemasangan kateter intravena di daerah lekukan dapat beresiko

mengakibatkan flebitis mekanik (Darmawan, 2008). Faktor-faktor lain yang dapat

menyebabkan flebitis misalnya teknik aseptik yang tidak baik, teknik pemasangan

kateter intravena yang buruk, kateter dipasang terlalu lama dan tempat insersi

kateter yang jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008). Secara teknis lamanya

penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap steril selama 48 sampai dengan 72

jam, disamping itu juga teknik ini lebih menghemat biaya dan tidak meningkatkan

(47)

intravena harus diganti paling sedikit setiap 24 jam dan ganti lokasi vena yang

ditusuk jarum intravena setiap 48 jam (Brooker, 2003).

Hasi penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum jumlah hari dari

kejadian flebitis adalah pada hari ke-2 yaitu sebanyak 1 orang (1,7%). Hal ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujasari (2002) di RSCM Jakarta,

ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien dengan rata-rata kejadian 2 hari

setelah pemasangan sedangkan pada penelitian ini, dari hari ke-2 pemasangan

infus hanya 1 orang yang mengalami flebitis. Berdasarkan lamanya pemasangan

kateter intravena, bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72

jam jika tidak ada kontraindikasi (Darmawan, 2008). Tindakan merotasi tempat

kanula setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan infeksi lokal (Tjetjen, dkk,

2004).

Flebitis dapat terjadi akibat faktor kimia seperti obat atau cairan yang

iritan, faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta

agen infeksius (Darmawan, 2008). Insiden flebitis juga meningkat akibat lamanya

pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama

pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, dan pemasangan

jalur IV yang tidak sesuai (Smeltzer dan Bare, 2001).

Pencegahan pada flebitis dapat dilakukan dengan menekankan kebersihan

tangan dan teknik aseptik (Darmawan, 2008). Pemantauan pada pasien yang

dipasang infus juga harus diperhatikan terutama pada daerah tertanamnya kateter

harus diperiksa tiap hari apakah ada rasa nyeri, bengkak dan merah. Tempat

(48)

penyebabnya. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi tromboflebitis

maupun septikemia (Tjetjen, dkk, 2004). Oleh karena itu, pemantauan kepada

pasien yang menggunakan infus harus lebih diperhatikan guna mencegah

terjadinya flebitis lebih lanjut (Darmawan, 2008).

Keterbatasan penelitian :

Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak mengidentifikasi obat yang

diberikan melalui intravena yang dapat menyebabkan peradangan pada vena

seperti kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam,

midazolam dan banyak obat khemoterapi sehingga hal tersebut menjadi penyebab

terjadinya flebitis pada pasien yang menggunakan cairan isotonis seperti NaCl

0,9%, Ringer Laktat dan Ringer Solution. Peneliti juga tidak mengobservasi

tindakan pemasangan infus pada pasien, sehingga resiko terjadinya flebitis

bakterial akibat teknik aseptic dan teknik pemasangan kanula yang tidak baik.

Keterbatasan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian terhadap obat yang diberikan melalui

intravena dan teknik pemasangan infus yang tidak baik yang dapat menyebabkan

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil

kesimpulan dan rekomendasi mengenai gambaran rata-rata lama hari pemasangan

infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji

Adam Malik Medan.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa usia terbanyak yang

mengalami flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis

kelamin yang terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang

(38,3%), cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18

(30%), jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis

adalah partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak

yang mengalami flebitis adalah pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden, dapat

diambil kesimpulan tentang gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam

terjadinya flebitis dimana sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dengan

rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke-tiga.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi

perawat dan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

yang mendapatkan terapi intravena dengan melakukan teknik aseptik pada

(50)

6.2. Rekomendasi

6.2.1. Rekomendasi terhadap praktek keperawatan

Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai acuan bagi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mendapat terapi

intrevena sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

6.2.2. Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan kepada mahasiswa

tentang rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien

dan pencegarahannya infus sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya ketika

praktek di lapangan.

6.2.3. Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana

penelitian ini hanya memperoleh gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus

dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Untuk itu, penelitian

berikutnya diharapkan meneliti faktor-faktor dalam terjadinya flebitis, pencegahan

flebitis dan dapat dilakukan di rumah sakit yang lain.

6.2.4. Rekomendasi terhadap Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap Rumah Sakit

sehingga dapat menurunkan angka flebitis dengan meningkatkan teknik

pencegahan flebitis seperti mempertahankan teknik aseptik dalam melakukan

pemasangan infus, melakukan aseptic dressing untuk mencegah flebitis sehingga

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Brooker, C. & Gould, D. (2003). Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Darmawan, I. (2008). Flebitis, Apa Penyebabnya dan Bagaimana Cara

Mengatasinya. Diambil tanggal 19 Maret 2011 dari http://www.otsuka.co.id

Depkes, RI. (2002). Menuju Sehat 2010. Diambil tanggal 21 Maret 2011 dari http://www.depkes.go.id

Fitria. (2007). Tindakan Pencegahan Plebitis Terhadap Pasien yang Terpasang

Infus di RSU Mokopido Tolitoli. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari

http://www.scrib.com.

INS. (2002). Setting the Standard for Infusion Care. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari http://www.ins1.org.

Masiyati (2000). Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan Infus Agar Tidak

Flebitis. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari http://www.library.upnvj.ac.id

Ningsih, A. (2002). Hubungan Mobilisasi Dengan Kejadian Flebitis Pada Klien

Yang Terpasang Infus. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari

http://www.library.upnvj.ac.id

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Pasaribu, M. (2006). Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur

Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan. Unpublished Magister Tesis. Diambil tanggal 2 Mei 2011

dari http://www.repository.usu.ac.id.

Pierce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia.

(52)

Schaffer, dkk. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Jakarta: EGC

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, S. & Bare, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. Jakarta: EGC.

Tietjen, dkk. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

(53)
(54)
(55)
(56)
(57)

Lampiran 3 Kode* :

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Lia Mardiah, NIM 101121089 adalah mahasiswi S1

Ekstensi Fakultas Kerperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya

melakukan penelitan mengenai “Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam

Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik

Medan”.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana penelitian ini tidak akan memberi

dampak yang membahayakan. Jika Bapak/Ibu bersedia, selanjutnya saya mohon

kesediaan Bapak/Ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika

bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti

kesukarelaan Bapak/Ibu.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga

berhak untuk membebaskan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas

pribadi dan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan, hanya

digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penilitian ini.

Peneliti,

( Lia Mardiah )

Medan, September 2011

Responden,

( )

(58)

Lampiran 4 Kode* :

Tanggal :

INSTRUMEN PENELITIAN

Petunjuk Pengisian

1. Isilah data dibawah ini sesuai keadaan Anda.

2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti.

A. Data Demografi

Usia : Tahun

Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

Tanggal Masuk RS :

Cairan infus* :

Jenis Perawatan Pasien* :

(59)

B. Format Evaluasi Lama Hari Pemasangan Infus dan Kejadian Flebitis Isilah data di bawah ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan

pada tempat yang disediakan dengan memberi tanda check list (√).

Pemantauan Flebitis

Indikator flebitis Flebitis

Nyeri Eritema Pembengkakan Indurasi

Terjadi Tidak Terjadi Hari ke-1 di pasang

infus Hari ke-2

pemasangan infus Hari ke-3

pemasangan infus Hari ke-4

pemasangan infus Hari ke-5

pemasangan infus Hari ke-6

pemasangan infus Hari ke-7

(60)

Lampiran 5

DATA MENTAH

5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-7

No USIA JK CAIRAN Skor Flebitis Jns Pasien

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 5 Total care = 0

4 orang responden muncul flebitis pada hari KE-6

(61)

RL = 2 Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 2 Total care = 2

5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-5

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 5 Total care = 0

6 orang responden muncul flebitis pada hari KE-4

(62)

Keterangan

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 4 Total care = 2

16 orang responden muncul flebitis pada hari KE-3

(63)

RL = 0 Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 1 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 14 Total care = 2

1 orang responden muncul flebitis pada hari KE-2

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 1 Total care = 0

23 orang responden TIDAK MUNCUL flebitis SAMPAI HARI KE-7

(64)
(65)

Metro fls

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(66)

JENIS PASIEN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Self care 1 1.7 1.7 1.7

Partial care 50 83.3 83.3 85.0

Total care 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

DIAGNOSA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sistem Pencernaan 3 5.0 5.0 5.0

Sistem Kardiovaskuler 2 3.3 3.3 8.3

Sistem Perkemihan 3 5.0 5.0 13.3

Sistem Endokrin 1 1.7 1.7 15.0

Sistem Pernapasan 22 36.7 36.7 51.7

Sistem Muskuloskeletal 5 8.3 8.3 60.0

Sistem Kranial 19 31.7 31.7 91.7

Mata & THT 5 8.3 8.3 100.0

(67)

Statistics

KEJADIAN FLEBITIS

N Valid 60

Missing 0

Mean 2.63

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation 2.407

Variance 5.795

Range 7

Minimum 2

Maximum 3

HARI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid h2 1 1.7 1.7 1.7

h3 16 26.7 26.7 28.3

h4 6 10.0 10.0 38.3

h5 5 8.3 8.3 46.7

h6 4 6.7 6.7 53.3

h7 5 8.3 8.3 61.7

Absent 23 38.3 38.3 100.0

(68)

Lampiran 6 1 Mengajukan judul

penelitian 2 Penyusunan

proposal 3 Penyusunan

instrument 4 Sidang proposal 5 Perbaikan 10 Revisi skripsi 11 Mengumpulkan

skripsi

(69)

Lampiran 7

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

1. Persiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 54.000,-

- Fotokopi sumber-sumber tinjauan Rp. 20.000,-

- Perbanyak proposal Rp. 50.000,-

- Biaya internet Rp. 100.000,-

- Izin survey Rp. 84.000,-

- Konsumsi saat sidang proposal Rp. 120.000,-

2. Pengumpulan Data

- Izin Penelitian Rp. 150.000,-

- Penggandaan Kuesioner Rp. 20.000,-

- Biaya Hadiah untuk Responden Rp. 200.000,-

- Biaya transportasi Rp. 50.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan

- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-

- Penjilidan Rp. 60.000,-

- Penggandaan Rp. 50.000,-

- Konsumsi sidang skripsi Rp. 150.000,-

- Biaya tak terduga Rp.

100.000,-Jumlah : Rp.1.308.000,-

(70)

Lampiran 8

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Lia Mardiah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/20 Desember 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Garu 2A Gg. Lilydwina No. 33E Medan Amplas

Riwayat Pendidikan :

1. 1994 – 2000 : SD Negeri 060820 Medan 2. 2000 – 2003 : SMP Negeri 3 Medan 3. 2003 – 2006 : SMA Negeri 5 Medan

Gambar

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi terjadi flebitis menurut usia, jenis kelamin, jenis cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011 (n= 60)
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya untuk diketahui oleh seluruh calon peserta lelang pekerjaan Pengadaan Inventaris Asrama tahun anggaran 2016.. Batam, 15

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Yamin Martinis dan Bansu I Ansari, Taktik Mengembangkan

Harapan peneliti selanjutnya adalah dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca baik itu pengetahuan tentang adat dan kebudayaan yang ada di Kecamatan Paloh

Atribut yang digunakan dalam klasifikasi produksi jagung terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung, seperti suhu, curah hujan, luas panen, dan tinggi

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan

Penelitian ini untuk mengetahui perbandingan produksi seroma antara pasien yang dilakukan modified radical mastectomy (MRM) dengan fiksasi flap kulit dan tanpa

Arsip faktur di pelihara dengan cara di ikat menggunakan karet dan di beri label bulan sesuai dengan volume arsip faktur yang didapat oleh Apotek Hasil, sedangkan