Lampiran 3 Kode* : LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bernama Lia Mardiah, NIM 101121089 adalah mahasiswi S1
Ekstensi Fakultas Kerperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
melakukan penelitan mengenai “Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam
Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik
Medan”.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana penelitian ini tidak akan memberi
dampak yang membahayakan. Jika Bapak/Ibu bersedia, selanjutnya saya mohon
kesediaan Bapak/Ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika
bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelaan Bapak/Ibu.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga
berhak untuk membebaskan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas
pribadi dan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan, hanya
digunakan untuk keperluan penelitian ini.
Terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penilitian ini.
Peneliti,
( Lia Mardiah )
Medan, September 2011
Responden,
( )
Lampiran 4 Kode* : Tanggal :
INSTRUMEN PENELITIAN
Petunjuk Pengisian
1. Isilah data dibawah ini sesuai keadaan Anda.
2. Semua pertanyaan harus di jawab.
3. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti.
A. Data Demografi
Usia : Tahun
Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
Tanggal Masuk RS :
Cairan infus* :
Jenis Perawatan Pasien* :
B. Format Evaluasi Lama Hari Pemasangan Infus dan Kejadian Flebitis
Isilah data di bawah ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan
pada tempat yang disediakan dengan memberi tanda check list (√).
Pemantauan Flebitis
Indikator flebitis Flebitis Nyeri Eritema Pembengkakan Indurasi
Terjadi Tidak Terjadi
Hari ke-1 di pasang infus
Hari ke-2
pemasangan infus Hari ke-3
pemasangan infus Hari ke-4
pemasangan infus Hari ke-5
pemasangan infus Hari ke-6
pemasangan infus Hari ke-7
Lampiran 5
DATA MENTAH
5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-7
No USIA JK CAIRAN Skor Flebitis Jns Pasien
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 5 Total care = 0
4 orang responden muncul flebitis pada hari KE-6
No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien
1 44 L NaCl 0,9% 2 Partial care
2 67 P RL 2 Total care
3 41 P R.Sol 2 Total care
RL = 2 Dextrose 5% = 0
NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 2 Total care = 2
5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-5
No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 5 Total care = 0
6 orang responden muncul flebitis pada hari KE-4
Keterangan
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 4 Total care = 2
16 orang responden muncul flebitis pada hari KE-3
RL = 0 Dextrose 5% = 0
NaCl 3% + NaCl 0,9% = 1 R.Sol + Metro fls = 0
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 14 Total care = 2
1 orang responden muncul flebitis pada hari KE-2
No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien
Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0
Partial care = 1 Total care = 0
Metro fls
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
JENIS PASIEN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Self care 1 1.7 1.7 1.7
Partial care 50 83.3 83.3 85.0
Total care 9 15.0 15.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
DIAGNOSA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sistem Pencernaan 3 5.0 5.0 5.0
Sistem Kardiovaskuler 2 3.3 3.3 8.3
Sistem Perkemihan 3 5.0 5.0 13.3
Sistem Endokrin 1 1.7 1.7 15.0
Sistem Pernapasan 22 36.7 36.7 51.7
Sistem Muskuloskeletal 5 8.3 8.3 60.0
Sistem Kranial 19 31.7 31.7 91.7
Mata & THT 5 8.3 8.3 100.0
Statistics
KEJADIAN FLEBITIS
N Valid 60
Missing 0
Mean 2.63
Median 3.00
Mode 3
Std. Deviation 2.407
Variance 5.795
Range 7
Minimum 2
Maximum 3
HARI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid h2 1 1.7 1.7 1.7
h3 16 26.7 26.7 28.3
h4 6 10.0 10.0 38.3
h5 5 8.3 8.3 46.7
h6 4 6.7 6.7 53.3
h7 5 8.3 8.3 61.7
Absent 23 38.3 38.3 100.0
Lampiran 6 1 Mengajukan judul
penelitian 2 Penyusunan
proposal 3 Penyusunan
instrument 4 Sidang proposal 5 Perbaikan 10 Revisi skripsi 11 Mengumpulkan
skripsi
Lampiran 7
RINCIAN BIAYA PENELITIAN 1. Persiapan Proposal
- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 54.000,-
- Fotokopi sumber-sumber tinjauan Rp. 20.000,-
- Perbanyak proposal Rp. 50.000,-
- Biaya internet Rp. 100.000,-
- Izin survey Rp. 84.000,-
- Konsumsi saat sidang proposal Rp. 120.000,-
2. Pengumpulan Data
- Izin Penelitian Rp. 150.000,-
- Penggandaan Kuesioner Rp. 20.000,-
- Biaya Hadiah untuk Responden Rp. 200.000,-
- Biaya transportasi Rp. 50.000,-
3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan
- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-
- Penjilidan Rp. 60.000,-
- Penggandaan Rp. 50.000,-
- Konsumsi sidang skripsi Rp. 150.000,-
- Biaya tak terduga Rp.
100.000,-Jumlah : Rp.1.308.000,-
Lampiran 8
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Lia Mardiah
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/20 Desember 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Garu 2A Gg. Lilydwina No. 33E Medan
Amplas
Riwayat Pendidikan :
1. 1994 – 2000 : SD Negeri 060820 Medan 2. 2000 – 2003 : SMP Negeri 3 Medan 3. 2003 – 2006 : SMA Negeri 5 Medan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Brooker, C. & Gould, D. (2003). Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Darmawan, I. (2008). Flebitis, Apa Penyebabnya dan Bagaimana Cara Mengatasinya. Diambil tanggal 19 Maret 2011 dari http://www.otsuka.co.id
Depkes, RI. (2002). Menuju Sehat 2010. Diambil tanggal 21 Maret 2011 dari http://www.depkes.go.id
Fitria. (2007). Tindakan Pencegahan Plebitis Terhadap Pasien yang Terpasang
Infus di RSU Mokopido Tolitoli. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari
http://www.scrib.com.
INS. (2002). Setting the Standard for Infusion Care. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari http://www.ins1.org.
Masiyati (2000). Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan Infus Agar Tidak Flebitis. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari http://www.library.upnvj.ac.id
Ningsih, A. (2002). Hubungan Mobilisasi Dengan Kejadian Flebitis Pada Klien
Yang Terpasang Infus. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari
http://www.library.upnvj.ac.id
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pasaribu, M. (2006). Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan. Unpublished Magister Tesis. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari http://www.repository.usu.ac.id.
Pierce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia.
Pujasari. (2002). Angka Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Penyakit Dalam.
Schaffer, dkk. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Jakarta: EGC
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, S. & Bare, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Tietjen, dkk. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama
hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.
Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel rata-rata lama hari
pemasangan infus dalam terjadinya flebitis.
Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis Pada Pasien yang Dipasang Infus.
Keterangan :
Diteliti :
Yang tidak diteliti :
Hubungan yang mempengaruhi : Pemantauan
lama hari
pemasangan infus
(7 hari perawatan)
Faktor penyebab :
1.Flebitis Kimia
2.Flebitis Mekanis
3.Flebitis Bakterial
Pasien yang baru
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
oleh orang lain (Nursalam, 2008).
Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis
pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang dipasang infus di
ruangan rawat inap RA RSUP Haji Adam Malik Medan yang berjumlah ±300
orang setiap harinya. Data tersebut diperoleh dari Rekam Medik RSUP Haji
Adam Malik Medan bulan Maret tahun 2011.
4.2.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dimana
pengambilan sampel dilakukan dengan kebetulan bertemu. Penentuan jumlah
sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Arikunto (2006) yang
menyatakan bahwa bila subjeknya lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10 –
20%. Maka peneliti mengambil 20% dari 300 orang sehingga jumlah sampel
dalam penelitian ini 60 orang.
Sampel yang diambil mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
a. Pasien yang memakai infus
b. Pasien yang baru dipasang infus
c. Pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit.
d. Bersedia menjadi responden penelitian.
4.3. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rindu A RSUP Haji Adam
Malik dari RA1 s/d RA5 pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober 2011 dengan
penyakit mulai dari sistem pencernaan, kardiovaskuler, perkemihan, endokrin,
pernapasan, muskuloskeletal, sistem kranial, mata dan THT. Adapun
pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena RSUP Haji Adam Malik
merupakan rumah sakit pendidikan, lokasi rumah sakit yang strategis dan jumlah
pasien yang tinggi sehingga akan didapat subjek penelitian yang mencukupi untuk
diteliti.
4.4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi
penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur
disebarluaskan dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian.
4.5. Instrumen Penelitian
Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan
alat pengumpulan data berupa wawancara dan observasi dengan menggunakan
format yang berisi data demografi dan lembar format evaluasi flebitis. Kuesioner
data demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, cairan infus, jenis
perawatan pasien dan diagnosa medis. Data demografi ini digunakan untuk
mengetahui karakteristik responden dan sebagai data pendukung untuk variabel
penelitian. Format evaluasi ini berisikan evaluasi lama hari pemasangan infus
pada pasien yang dipasang infus dengan indikator flebitis. Hal yang dipantau yaitu
apakah terjadi atau tidak tanda-tanda flebitis dengan nilai:
0 : tidak ada tanda flebitis
1 : ada tanda flebitis
4.6. Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan oleh
peneliti karena alat pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
observasi non sistematis yaitu untuk melihat berapa rata-rata lama hari
pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.
Setiadi (2007) mengatakan penggunaan uji validitas dan reliabilitas terutama
berupa pedoman wawancara terbuka dan pedoman observasi tidak dilakukan uji
validitas dan reliabilitas hasil yang diteliti tidak menghasilkan nilai kuantitatif.
4.7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data primer dan data
sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Fakultas Keperawatan USU)
b. Mengirim surat permohonan izin dari institusi pendidikan ketempat penelitian
(RSUP Haji Adam Malik Medan)
c. Peneliti mendatangi ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan untuk
bertemu responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya,
memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan melakukan observasi.
d. Menjelaskan kepada calon responden atau keluarga pasien tentang prosedur
yang akan dilakukan dan manfaat penelitian.
e. Peneliti meminta kesediaan responden atau keluarga pasien untuk
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan mengikuti
prosedur penelitian.
2) Menilai kejadian flebitis pada responden dengan menggunakan format
evaluasi sesuai tanda-tanda terjadinya flebitis.
3) Pengumpulan data dilakukan merata dari RA1 sampai dengan RA5, tetapi
dalam pengumpulan data ada beberapa pasien yang tidak bersedia menjadi
responden. Hal ini mempengaruhi pasien lain, sehingga pasien lain juga
tidak bersedia menjadi responden.
4) Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh seorang asisten untuk
melakukan observasi kepada pasien yang telah bersedia menjadi
responden sehingga pengumpulan data menjadi lebih mudah.
5) Peneliti mengumpulkan data yang diperoleh untuk dianalisa.
8. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data
atau analisa data, yang secara garis besar meliputi tiga langkah yaitu:
a. Persiapan yaitu mengecek kelengkapan identitas dan kelengkapan isian data.
b. Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang
perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.
c. Tabulasi dilakukan sesuai dengan teknik analisa yang digunakan.
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah statistik univariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2005). Pengolahan statistik secara univariat digunakan untuk
dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Hasil penelitian
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan hasil
penelitian mengenai gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya
flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober
2011 di RSUP Haji Adam Malik Medan, dengan jumlah responden sebanyak 60
orang responden, didapat data sebagai berikut:
5.1.1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1. dibawah dapat dilihat bahwa usia terbanyak yang mengalami
flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis kelamin yang
terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang (38,3%),
cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18 (30%),
jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis adalah
partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak yang
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi terjadi flebitis menurut usia, jenis kelamin, jenis cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011 (n= 60)
Karakteristik Flebitis % Tidak
5.1.2 Gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan
Untuk mengetahui gambaran lama hari pemasangan infus dalam
terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus dilakukan dengan cara
mengobservasi responden dengan menggunakan format evaluasi lama hari
pemasangan infus. Dari Tabel 5.2 dibawah dapat dilihat bahwa dari 60 orang
responden, ada sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dan 23 orang (38,3%)
tidak terjadi flebitis.
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011.
Flebitis Frekuensi %
Dari Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) terjadinya flebitis
adalah pada hari ke-2,63 atau digenapkan menjadi hari ke-3, nilai tengahnya
(median) adalah hari ke-3, nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah
nilai 3 yang artinya bahwa kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi
pada hari ke-3, simpangan bakunya (standard deviasi) adalah 2,407, nilai
minimumnya adalah 2 yang artinya bahwa jumlah responden yang paling sedikit
terjadi flebitis adalah pada hari ke-2, dan nilai maksimumnya adalah 3 yang
artinya jumlah responden yang paling banyak terjadi flebitis adalah pada hari
Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standard deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien di RSUP H. Adam Malik Medan.
Hari Mean Median Modus Std. Dev Min Max
H-1 s/d H-7 2,63 3,00 3 2,407 2 3
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dari 60 responden dengan
rata-rata hari dalam terjadinya flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, sedangkan
23 orang (38,3%) tidak mengalami flebitis setelah diobservasi selama 7 hari. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pujasari
(2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam, ditemukan
11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena, dengan rata-rata
kejadian 2 hari setelah pemasangan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rentang usia paling banyak
yang mengalami flebitis pada usia 41 – 60 tahun (dewasa pertengahan) sebanyak
22 orang (36,7%). Berdasarkan rentang usia, usia lansia lebih rentan terhadap
flebitis. Hal ini dikarenakan lansia mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit
seperti turgor kulit menurun dan epitel menipis, akibatnya kulit menjadi lebih
kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yang lebih tinggi daripada perempuan. Minyak
dari kelenjar sebasea dapat mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta
mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
Adanya kelenjar sebasea yang mensekresi minyak ini, bersamaan dengan ekskresi
keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6,5 yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga resiko terjadinya flebitis dalam
pemasangan infus khususnya pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan.
(Pierce, 2006).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang (30%)
menggunakan cairan NaCl 0,9% yang mengalami flebitis. Hal ini bertentangan
bila dilihat dari kandungan NaCl 0,9% yang merupakan cairan isotonis yang
osmolaritasnya mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah
merah mengkerut dan membengkak (Smeltzae dan Bare, 2001). Cairan isotonis
seperti NaCl 0,9% sebenarnya kurang berisiko terhadap terjadinya flebitis tetapi
cairan hipertonis seperti glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam
nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik dibandingkan cairan isotonis
(Darmawan, 2008). Hal ini dapat disebabkan karena pemasangan infus pada
pasien tidak menggunakan aseptic dressing seperti penggunaan kasa steril untuk
mencegah flebitis. Faktor lain yang dapat menyebabkan flebitis adalah teknik
aseptik yang tidak baik, tempat insersi kanula jarang diinspeksi visual, dan
sebagainya (Darmawan, 2008).
Pada jenis ketergantungan dalam perawatan pasien yang paling banyak
(51,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afria Ningsih
(2002) menyatakan dari jumlah 20 responden yang terpasang infus menunjukkan
dengan meningkatnya mobilisasi pasien yang terpasang infus pada pasien partial
care, resiko untuk mengalami flebitis juga meningkat yaitu sebanyak 25%, yang
terdiri dari kategori mobilisasi jarang 20% dan mobilisasi sering 80%.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan diagnosa paling banyak
mengalami flebitis yaitu pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).
Berdasarkan faktor penyebab terjadinya flebitis, bahwa salah satunya adalah
faktor pasien yang memiliki kondisi dasar seperti penyakit diabetes mellitus,
adanya infeksi dan luka bakar (Darmawan, 2008). Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Nissaji dan Ghorbani (2007) dalam Darmawan (2008),
bahwa dari 111 penderita Diabetes Melitus, didapatkan 64 responden mengalami
flebitis, dari 3 pasien dengan luka bakar, ditemukan seluruhnya mengalami
flebitis, dan dari 67 pasien dengan penyakit infeksi, sebanyak 50 orang
mengalami flebitis. Hal ini dikarenakan pasien dengan diagnosa pada sistem
kranial seperti apatis, secondary headache, head injury, dan stroke dengan
hemiparese melakukan pergerakan pada ekstremitas yang dipasang infus terutama
pada pasien secondary headache yang gelisah dan memegangi kepala sehingga
Sedangkan jika tanda flebitis diikuti dengan adanya indurasi dan demam, maka
derajat keparahan flebitis berada pada stadium lanjut tromboflebitis dan tindakan
yang harus dilakukan adalah memberikan terapi untuk tromboflebitis dan
mengganti lokasi pemasangan kanula (Darmawan, 2008).
Mayoritas responden mengalami flebitis dengan rata-rata terjadi flebitis
pada hari ke tiga pemasangan infus, nilai tengahnya (median) adalah hari ke-3,
nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah nilai 3 yang artinya bahwa
kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi pada hari ke-3 serta nilai
maksimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-3 yaitu sebanyak
16 orang (26,7%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Masiyati (2000) bahwa angka kejadian flebitis paling banyak dalam waktu
pemasangan infus 4-5 hari sebesar 60%. Rata-rata kejadian flebitis pada hari
ketiga diakibatkan karena seringnya pasien melakukan pergerakan pada daerah
yang terpasang infus. Pasien yang sering melakukan pergerakan seperti fleksi
dengan lokasi pemasangan kateter intravena di daerah lekukan dapat beresiko
mengakibatkan flebitis mekanik (Darmawan, 2008). Faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan flebitis misalnya teknik aseptik yang tidak baik, teknik pemasangan
kateter intravena yang buruk, kateter dipasang terlalu lama dan tempat insersi
kateter yang jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008). Secara teknis lamanya
penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap steril selama 48 sampai dengan 72
jam, disamping itu juga teknik ini lebih menghemat biaya dan tidak meningkatkan
intravena harus diganti paling sedikit setiap 24 jam dan ganti lokasi vena yang
ditusuk jarum intravena setiap 48 jam (Brooker, 2003).
Hasi penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum jumlah hari dari
kejadian flebitis adalah pada hari ke-2 yaitu sebanyak 1 orang (1,7%). Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujasari (2002) di RSCM Jakarta,
ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien dengan rata-rata kejadian 2 hari
setelah pemasangan sedangkan pada penelitian ini, dari hari ke-2 pemasangan
infus hanya 1 orang yang mengalami flebitis. Berdasarkan lamanya pemasangan
kateter intravena, bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72
jam jika tidak ada kontraindikasi (Darmawan, 2008). Tindakan merotasi tempat
kanula setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan infeksi lokal (Tjetjen, dkk,
2004).
Flebitis dapat terjadi akibat faktor kimia seperti obat atau cairan yang
iritan, faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta
agen infeksius (Darmawan, 2008). Insiden flebitis juga meningkat akibat lamanya
pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama
pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, dan pemasangan
jalur IV yang tidak sesuai (Smeltzer dan Bare, 2001).
penyebabnya. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi tromboflebitis
maupun septikemia (Tjetjen, dkk, 2004). Oleh karena itu, pemantauan kepada
pasien yang menggunakan infus harus lebih diperhatikan guna mencegah
terjadinya flebitis lebih lanjut (Darmawan, 2008).
Keterbatasan penelitian :
Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak mengidentifikasi obat yang
diberikan melalui intravena yang dapat menyebabkan peradangan pada vena
seperti kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam,
midazolam dan banyak obat khemoterapi sehingga hal tersebut menjadi penyebab
terjadinya flebitis pada pasien yang menggunakan cairan isotonis seperti NaCl
0,9%, Ringer Laktat dan Ringer Solution. Peneliti juga tidak mengobservasi
tindakan pemasangan infus pada pasien, sehingga resiko terjadinya flebitis
bakterial akibat teknik aseptic dan teknik pemasangan kanula yang tidak baik.
Keterbatasan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian terhadap obat yang diberikan melalui
intravena dan teknik pemasangan infus yang tidak baik yang dapat menyebabkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil
kesimpulan dan rekomendasi mengenai gambaran rata-rata lama hari pemasangan
infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji
Adam Malik Medan.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa usia terbanyak yang
mengalami flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis
kelamin yang terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang
(38,3%), cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18
(30%), jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis
adalah partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak
yang mengalami flebitis adalah pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden, dapat
diambil kesimpulan tentang gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam
terjadinya flebitis dimana sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dengan
6.2. Rekomendasi
6.2.1. Rekomendasi terhadap praktek keperawatan
Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai acuan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mendapat terapi
intrevena sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
6.2.2. Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan
Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan kepada mahasiswa
tentang rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien
dan pencegarahannya infus sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya ketika
praktek di lapangan.
6.2.3. Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana
penelitian ini hanya memperoleh gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus
dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Untuk itu, penelitian
berikutnya diharapkan meneliti faktor-faktor dalam terjadinya flebitis, pencegahan
flebitis dan dapat dilakukan di rumah sakit yang lain.
6.2.4. Rekomendasi terhadap Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap Rumah Sakit
sehingga dapat menurunkan angka flebitis dengan meningkatkan teknik
pencegahan flebitis seperti mempertahankan teknik aseptik dalam melakukan
pemasangan infus, melakukan aseptic dressing untuk mencegah flebitis sehingga
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Flebitis
2.1.1 Definisi Flebitis
Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit
sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis
disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demam dan pus yang keluar dari
tempat tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi klinis bagian luar (Tietjen, dkk,
2004).
Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir
diikuti bekuan darah, atau thrombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian
dikenal sebagai tromboflebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, flebitis
mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan,
eritema, dan hangat. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau
thrombosis (Darmawan, 2008).
2.1.2 Etiologi Flebitis
Menurut Francombe (1998) dalam Brooker dan Gould (2003) mengatakan,
tempat pungsi vena, disertai nyeri. Flebitis jarang disebabkan oleh bakteri, tetapi
septikemia lebih sering dijumpai pada pasien yang mengalami flebitis.
Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara
lain:
a) Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan
b) Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi
c) Agen infeksius
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia,
jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni: diabetes mellitus, infeksi, luka bakar).
Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam
larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter (Darmawan, 2008).
Flebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas:
1. Flebitis Kimia
a) pH dan osmolaritas cairan infus yang tinggi selalu diikuti risiko flebitis
tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, dimana keasaman
diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses
sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino
dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih
flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa
menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida,
vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam, midazolam dan
banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas >900 mOsm/L
b) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna
selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis.
Jadi, kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan
penggunaan filter 1 sampai 5 µ m.
c) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500 mOsm/L.
hindarkan vena pada punggung tangan bila anda memberikan: Asam
amino+glukosa; Glukosa+elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampurkan
dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain.
d) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi
dibanding politetrafluoroetilen (Teflon) karena permukaan lebih halus,
lebih thermoplastic dan lentur. Risiko tinggi untuk flebitis dimiliki kateter
yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
e) Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi
daripada pemberian cepat.
2. Flebitis Mekanis
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang
dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis.
b.Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau
robek mengundang bakteri
c. Teknik aseptik tidak baik
d. Teknik pemasangan kanula yang buruk
e. Kanula dipasang terlalu lama
f. Tempat suntik jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008).
Berikut merupakan skor visual flebitis untuk menentukan derajat
keparahan flebitis:
Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis score) Tempat suntikan tampak sehat
0
Tak ada tanda flebitis Observasi kanulaSalah satu dari berikut jelas: 1. Nyeri pada tempat suntikan 2. Eritema pada tempat suntikan
Dua dari berikut jelas: 1. Nyeri 2. Eritema 3. pembengkakan
Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi
Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi 4. Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi
4.Venous cord teraba 5. Demam
1
2
Mungkin tanda dini flebitis
Observasi kanula
Stadium dini flebitis
Ganti tempat kanula
Stadium moderat flebitis
1.Ganti kanula 2.Pikirkan terapi
3
2.1.3 Mencegah dan Mengatasi Flebitis
a. Mencegah flebitis bakterial
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan
daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan
chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa
digunakan.
b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian
infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman
yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan
terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.
c. Rotasi kanula
May, dkk (2005) dalam Darmawan (2008) melaporkan hasil 4 teknik
pemberian nutrisi parenteral perifer (PPN), di mana mengga nti tempat (rotasi)
kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas
flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi oleh Webster dkk
(1996) disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih
dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti
setiap 24 jam.
e. Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik
diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk
pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh
mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya
kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif
dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 –
330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan
sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan,
dengan filter 0.45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri
atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus
juga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi
parenteral.
f. Titrable acidity
Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan
dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang
dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan
infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri.
karena titrable acidity-nya sangat rendah (0.16 mEq/L). Dengan demikian
makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
g. Heparin & hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1
unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko
flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium
klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian
aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien
penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan
flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial. Pada
dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah
mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang
mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
h. In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang
mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat
intravaskular dan sistem infus (Darmawan, 2008).
2.2.2 Tujuan
Umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau lebih
tujuan berikut ini:
a. Untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari
b. Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit
c. Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena
2.2.3 Jenis-jenis larutan Intravena
Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya
(anion ditambah kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan dianggap hipotonik jika
kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika
kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L. Perawat juga harus
mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah
kira-kira 300 mOsm/L.
a. Cairan isotonis: cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas
total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah
merah mengkerut atau membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium
klorida), larutan ringer lactate.
b. Cairan hipotonik: tujuannya adalah untuk menggantikan cairan seluler, karena
larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya
adalah untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada
hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin
berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%).
c. Cairan hipertonik: dekstrosa 5% dalam air diberikan untuk membantu
memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia dalam konsentrasi
osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan ini menarik air dari
kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan menyebabkan sel-sel
mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat
menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan
cairan sirkulatori dan dehidrasi.
2.2.4 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien yang mendapat Terapi Intravena
a. Pungsi vena
Kemampuan untuk mendapat akses ke sistem vena guna memberikan cairan
dan obat.
1) Pemilihan tempat: vena yang sering digunakan adalah vena ekstremitas
atas karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki. Vena ekstremitas
bawah lebih berisiko mengalami tromboflebitis. Vena sentral yang sering
diinfuskan; lamanya terapi; usia dan ukuran pasien; riwayat kesehatan
dan status kesehatan sekarang serta keterampilan tenaga kesehatan.
2) Perlengkapan pungsi vena: jalur akses PICC (Peripherally Inserted
Central Catheter) dan Midline Catheter (MLC). PICC merupakan terapi
parenteral jangka menengah sampai jangka panjang sering kali harus
dipasang kateter sentral yang terpasang secara perifer. MLC digunakan
untuk pasien yang tidak mempunyai akses perifer tetapi membutuhkan
antibiotika IV, darah dan nutrisi parenteral
3) Menginformasikan pasien tentang lamanya infus yang diperkirakan, dan
pembatasan aktivitas.
4) Persiapan letak infus meliputi tindakan aseptik sebelum melakukan
pungsi vena.
5) Entri vena: dilakukan berdasarkan keterampilan yang dipunyai seorang
perawat.
b. Pemantauan terapi intravena
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran gravitasi IV: (1) aliran
berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan; (2) aliran
berbanding langsung dengan diameter selang; (3) aliran berbanding
terbalik dengan panjang selang; dan (4) aliran berbanding terbalik dengan
viskositas cairan.
2) Memantau aliran: menggunakan rumus:
Gtt/ml dari set yang ditentukan/60 (menit dalam jam) x volume total per
c. Penghentian infus
Pelepasan kateter intravena berkaitan dengan dua kemungkinan bahaya
perdarahan dan emboli kateter (Smeltzer & Bare, 2001).
2.2.5 Memasang Infus Intravena
Persiapan
1. Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label larutan dan identifikasi
pasien
2. Jelaskan prosedur pada pasien
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai
4. Pasang turniket dan identifikasi vena yang sesuai
5. Pilih letak insersi
6. Pilih kanula IV
7. Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang
untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang
8. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang
nyaman, atur pencahayaan. Posisikan lengan pasien di bawah ketinggian
jantung untuk meningkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung di
2. Pasang turniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15
sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal
turniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa
kali atau menggantungkan lengan pasien untuk melebarkan vena.
3. Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan
membersihkan menggunakan tiga swab betadine selama 2-3 menit dalam
gerakan memutar bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering,
kemudian bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat dengan jelas vena
profunda.
a.Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut (periksa
kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini).
b.Jika pasien alergi dengan providon-yodium, maka dapat digunakan alkohol
70% saja.
4. Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan
pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas
pembuluh darah.
5. Pegang jarum dengan bagian bevel ke atas dan pada sudut 25-45 derajat,
tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena
6. Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau sampai hampir sejajar
dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas atau dari
samping dengan satu gerakan cepat
8. Lepaskan turniket dan sambungkan selang infus, buka klem sehingga
memungkinkan tetesan
9. Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi di bawah ujung kateter
10.Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester
11.Tempat penusukan kemudian ditutup dengan kasa steril, rekatkan pada plester
nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstremitas
12.Plesterkan sedikit lengkungan selang IV ke atas balutan
13.Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai kebijakan prosedur rumah
sakit
14.Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal dan inisial
15.Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus
16.Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu, larutan, kecepatan
IV dan respon pasien terhadap prosedur (Smeltzer & Bare, 2001).
2.2.6 Komplikasi
a. Komplikasi sistemik meliputi: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan
septikemia.
judul “waktu yang efektif untuk pemasangan infus agar tidak flebitis”, didapatkan
angka kejadian flebitis paling besar dalam waktu pemasangan infus 96-120 jam
sebesar 60%.
Secara teknis, lamanya penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap
steril selama 48 sampai dengan 72 jam, disamping itu juga teknik ini lebih
menghemat biaya dan tidak meningkatkan resiko infeksi (Metheny, (1996) dalam
Brooker (2003)). Berikut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan terapi intravena:
a. Brooker dan Gould mengatakan rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan
setiap 48-72 jam.
b. Menurut Tjetjen, dkk (2004) rotasi tempat kanula setiap 72-96 jam
mengurangi flebitis dan infeksi lokal (teflon atau polikateter lebih baik dari
pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi).
c. Pada pemakaian jangka pendek (<48 jam), jarum lurus atau butterfly kurang
mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih
rendah.
d. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan luka dapat dipertahankan 72
jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera diganti)
e. Daerah tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa tiap hari apakah ada
rasa nyeri.
f. Tempat insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluh nyeri atau demam tanpa
diketahui penyebabnya.
h. Ganti botol cairan infus atau kantong plastik cairan infus dengan emulsi
lemak dalam 12 jam.
i. Set infus harus diganti jika rusak atau secara rutin tiap 72 jam (apabila saluran
baru disambungkan, usap pusat jarum atau kateter plastik dengan alkohol
60-90% dan sambungkan kembali dengan infus set)
j. Saluran (tubing) yang dipakai untuk memberikan darah, produk darah atau
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat
intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan,
pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal
(Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena di rumah sakit
mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaffer,
dkk, 2000).
Penggunaan alat intravaskuler banyak menimbulkan komplikasi lokal
maupun sistemik (Smeltzer & Bare, 2001). Kondisi yang sering ditemukan adalah
flebitis. Flebitis merupakan daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada
kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang yang terjadi pada kulit bagian
luar (Tietjen, dkk, 2004). Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik
oleh iritasi kimia maupu n mekanik (Smeltzer & Bare, 2001) . Insiden flebitis
banyak dijumpai seiring banyaknya pasien yang mendapatkan terapi cairan
intravena (Schaffer, dkk, 2000).
Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi flebitis pada
pasien yang mendapat terapi intravena, angka standar flebitis yang
direkomendasikan oleh INS (Infusion Nurses Society) adalah 5% (INS, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Masiyati (2000) didapatkan angka kejadian flebitis
Pujasari (2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam,
ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena,
dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan dan area pemasangan di vena
metacarpal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria (2007), angka kejadian
flebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada tahun 2006 mencapai 42,4%. Penelitian
Pasaribu (2006), angka kejadian flebitis di Rumah Sakit Haji Medan didapatkan
52 orang (52%) mengalami flebitis dari 100 orang sampel yang diteliti.
Smeltzer dan Bare (2001) mengatakan, insiden flebitis meningkat sesuai
dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang
diinfuskan terutama pH dan tonisitasnya. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya flebitis, antara lain faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan,
faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen
infeksius (Darmawan, 2008). Tietjen, dkk (2004) mengatakan, rotasi tempat setiap
72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan set infus harus diganti jika rusak atau
secara rutin tiap 72 jam.
Kejadian flebitis bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak
sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya
biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit serta pemenuhan
(Smeltzer dan Bare, 2001). Flebitis juga berakibat dapat memperlambat proses
penyembuhan pasien terhadap penyakit yang diderita pasien (Schaffer, 1996).
Flebitis dapat dicegah dengan menggunakan teknik aseptik selama
pemasangan, menggunakan ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai untuk
vena, mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih daerah
penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap jam, dan menempatkan kateter
atau jarum dengan baik (Smeltzer dan Bare, 2001).
Informasi yang didapat penulis dari bagian Pusat Pengendalian Infeksi
(PPI) berdasarkan pelaporan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik
Medan pada tahun 2010, angka kejadian flebitis di RSUP Haji Adam Malik
Medan adalah sebanyak 146 pasien terjadi flebitis dari 38.803 pasien.
Melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada
pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.2Pertanyaan Penelitian
Berapa rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada
pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata lama hari pemasangan
infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi
institusi pendidikan keperawatan di bidang keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Bagi Praktik Keperawatan
Sebagai bahan informasi tentang rata-rata lama hari pemasangan infus
dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus sehingga perawat dapat
melakukan perawatan terhadap pemasangan alat intravaskular sehingga tidak
menyebabkan flebitis.
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan
penelitian yang terkait dengan rata-rata lama hari pemasangan infus terhadap
Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan
Peneliti : Lia Mardiah
NIM : 101121089
Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
ABSTRAK
Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.
Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya
Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus
di RSUP H. Adam Malik Medan
Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan
Peneliti : Lia Mardiah
NIM : 101121089
Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
ABSTRAK
Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat Allah S.W.T karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul ”Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada
Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan”. Skripsi ini dibuat
sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapan banyak terima kasih kepada dr.
Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara Medan, Erniyati, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas
Keperawatan, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku pembantu dekan II Fakultas
Keperawatan, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku pembantu
Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen pembimbing yang
senantiasa menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan,
pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Ibu Yesi
Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku penguji I, dan Bapak Asrizal, S.Kep, Ns,
WOC(ET)N, selaku penguji II, serta kepada seluruh staf pengajar dan administrasi
Ucapan terima kasih yang paling dalam peneliti sampaikan juga
teristimewa kepada Ayahanda Muhammad Thamrin dan Ibunda Nurlela, yang
menjadi motivator dalam hidupku, dan seluruh keluarga yang telah memberi
dukungan baik moril maupun doa restu, serta rekan-rekan mahasiswa/i dan
teman-teman sejawat yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu peneliti yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu,
harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya profesi keperawatan.
Medan, Januari 2012
Peneliti
4.5. Instrumen Penelitian ... 24
4.6. Validitas dan Reliabilitas ... 24
4.6. Pengumpulan Data ... 25
4.7. Analisa Data ... 26
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27
5.1. Hasil Penelitian ... 27
5.1.1. Karakteristik Responden ... 27
5.1.2. Gambaran Lama Hari pemasangan Infus ... 29
5.2. Pembahasan ... 30
BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 35
6.1. Kesimpulan ... 35
6.2. Rekomendasi ... 36
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Surat izin penelitian dari Fakultas keperawatan
2. Surat izin pengambilan data dari RSUP Haji Adam Malik Medan 3. Surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
5. Instrumen penelitian 6. Data Mentah
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Kerangka Operasional Penelitian ... 21
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi menurut usia, jenis kelamin, cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP
Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober
2011 ... 28
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun
2011 ... 29
Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standar Deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis Berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis Score) .... 8 Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam