• Tidak ada hasil yang ditemukan

Difusi Kultural dan Konsekuensi Media Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Difusi Kultural dan Konsekuensi Media Ma"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Difusi Kultural dan Konsekuensi Media Massa

dalam Mempengaruhi Identitas Kolektif

Masyarakat Informasi

Diansasi Proborini

_________________________________________________

Tidak sedikit akademisi yang menyerukan pendapatnya mengenai eksistensi masyarakat informasi di era yang kian terglobalisasi. Salah satunya adalah Imma Tubella yang mengungkapkan dalam tulisannya, berjudul Television, the Internet, and the Construction of Identity, bahwa keberadaan media komunikasi dalam situasi masyarakat informasi memiliki peran yang sangat besar dalam turut mengubah tatanan kehidupan manusia. Ia menekankan bahwa perkembangan media informasi dan komunikasi telah mengubah identitas kolektif yang dibawa oleh manusia. Pun dalam proses pembentukan identitas saat ini sangat bergantung dengan bentuk-bentuk interaksi yang melibatkan produk-produk media seperti televisi, majalah, buku, film, dan internet (2004: 397-8). Pembahasan Tubella difokuskan pada tiga pokok pembahasan yakni difusi budaya global melalui media komunikasi, apropriasi lokal dari bentuk budaya tersebut, dan dampak dari proses globalisasi dan lokalisasi atas identitas kolektif.

(2)

kebudayaan kelompok masyarakat lain. Untuk memahami penjelasan Tubella, mula-mula perlu dimengerti dahulu definisi dari identitas kolektif itu sendiri. Identitas kolektif merujuk pada sense of oneself atau perasaan dalam diri sebagai bagian dari kelompok sosial atau kolektivitas (2004: 397). Proses pembentukan identitas yang dibicarakan oleh Tubella cenderung bersifat integratif dan bukan eksklusi (2004: 387). Keinginan dan kesungguhan hidup bersama menjadi kunci utama untuk membentuk konsensus kolektif yang diperharui setiap harinya. Identitas kultural memberikan perasaan berbeda (secara) bersama yang diperkuat melalui rutinitas sehari-hari, maupun tradisi dan nilai-nilai mereka (Tubella, 2004: 388).

Dalam masyarakat informasi, karakter simbolik dari identitas kultural kian muncul, yang direpresentasikan, dan dipromosikan oleh media, menstimulasi level keterlibatan emosional yang berkontribusi pada kelangsungan hidup masyarakat negara (Tubella, 2004: 388). Atas dasar itulah negara kerap mengerahkan yang terbaik untuk mengontrol konten yang diusung oleh media massa, mengingat media berperan penting dalam menggiring opini publik hingga pembentukan identitas. Sebagaimana sesuai dengan pernyataan Conrad Kottak bahwa tayangan-tayangan televisi maupun film Amerika menyebabkan nilai-nilai Brazil kian terkikis (1990). Peristiwa kematian Putri Diana atau pengeboman gedung WTC pada 11 September mengkonstitusikan tampilan simbolik dari perasaan dan tujuan bersama. Masyarakat yang menyaksikan tayangan tersebut turut bersimpati dan berduka atas kejadian yang begitu memilukan. Bersama-sama pula masyarakat dunia melancarkan kecaman terhadap aksi terorisme yang tidak berperikemanusiaan, sehingga presiden Bush memunculkan gagasan War on Terror (WOT) atau perang melawan terorisme.

(3)

3

teori komunikasi kontemporer dan teori kebudayaan sosiologis secara umum. Walaupun pembentukan identitas kultural melalui proses komunikasi masih diperdebatkan, kebenaran hipotesis tersebut dapat dilihat pada fenomena yang terjadi di Amerika Latin, Eropa, maupun belahan bumi lainnya. Akademisi Amerika Latin tengah memperhatikan peran media dan budaya pop (pop culture) dalam masyarakat dan korelasinya dengan proses pembentukan identitas (Barbero, 1993; Canclini, 2001). Sedangkan akademisi lain di Eropa mengkhawatirkan pengaruh kebudayaan Amerika Utara yang di sebarkan melalui film dan televisi (Mattelart et al., 1984; Thompson, 1995). Menanggapi kekhawatiran tersebut, akademisi asal Amerika, Nye, mengkonsentrasikan bagaimana menyebarkan pengaruh kebudayaan Amerika yang positif melalui media komunikasi (1990). Dengan demikian situasi masyarakat dunia diharapkan bisa lebih mengadopsi nilai-nilai positif daripada negatif.

Salah satu contoh nyata bahwa media komunikasi dan informasi dapat mengubah gaya hidup masyarakat individu maupun kolektif adalah fenomena remaja-remaja yang menjadi selebgram atau artis dunia maya. Salah satu sosok selebgram yang cukup kontroversial di Indonesia adalah Awkarin. Kontroversi Awkarin disebabkan karena ia memiliki serentetan gaya hidup yang tidak pantas menurut sebagian besar orang-orang Indonesia. Awkarin memiliki jutaan pengikut (followers) instagram karena isi unggahan foto-fotonya yang dikemas secara estetis. Ketika ditanya dari mana ia mendapatkan inspirasi foto-fotonya, ia mengaku mendapatkan inspirasi dari foto-foto unggahan

(4)

mudahnya ditiru oleh para remaja di Indonesia—bahkan tidak hanya di Indonesia, di berbagai daerah Timur lainnya pun demikian—yang mana salah satunya adalah Awkarin.

Budaya populer Barat yang mendominasi televisi, film, surat kabar, maupun internet terdifusi ke dalam nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat. Masyarakat Indonesia umunya memiliki adat ketimuran yang cenderung santun, perlahan terkikis oleh kebudayaan Amerika yang lebih berani pada umumnya. Awkarin hanyalah salah satu contoh remaja yang berusaha berkiblat budaya Barat, kenyataannya tidak sedikit orang-orang yang memuja-muja budaya Amerika yang bebas, dan dianggap ‗gaul‘. Sebagaimana merujuk pada beberapa pernyataan akademisi bahwa dominasi Amerika dalam sektor arus informasi dan komunikasi berpotensi menyebabkan kerusakan terhadap identitas kultural. Dalam kata lain hal itu dikenal sebagai imperialisme kultural yang didapatkan dari produk-produk media yang diimpor dari Amerika, sehingga menyebabkan kemunduran nilai-nilai dan gaya hidup tradisional. Mattelart et al. (1984) menyatakan bahwa ―dengan mengimpor suatu produk, maka kita juga mengimpor sebagian bentuk budaya dari masyarakat tersebut‖. Konten kebudayaan yang diimpor sedikit demi sedikit akan melemahkan perasaan cinta tanah air itu sendiri, dan menyebabkan identitas nasional yang dimiliki suatu negara bukan lagi hal yang diikuti oleh mayoritas. Untuk itu ada kalanya diperlukan intervensi pemerintah dalam mengendalikan penetrasi nilai-nilai kebudayaan luar yang berpotensi mengikis tradisi lokal, sehingga seseorang mengalami krisis identitas. Hal itu pun sekiranya dapat diimplementasikan melalui pendidikan karakter di sekolah.

(5)

5

dengan nama masyarakat informasi. Pun tidak semua orang menyetujui ide atau gagasan mengenai eksistensi masyarakat informasi. Beberapa akademisi seperti James Petras memiliki pandangan yang skeptis mengenai globalisasi maupun era masyarakat informasi, yang mana menurutnya globalisasi hanyalah perpanjangan praktek imperialisme zaman dahulu (2003). Namun juga tidak sedikit akademisi yang optimis terhadap keberadaan masyarakat informasi serta dampak globalisasi yang menawarkan kemudahan melalui akses informasi sehingga pengetahuan bisa tersebar secara massal.

KESIMPULAN

Dari penjabaran tersebut eksistensi masyarakat informasi pada dasarnya tidak perlu diragukan lagi. Merujuk pada kenyataan adanya efek samping media massa yang dapat mengubah sebagian besar identitas kolektif, memiliki arti bahwa masyarakat yang ada saat ini tengah mendasarkan basis kehidupannya—nilai-nilai, tradisi, maupun perilaku—dari apa yang ia dapatkan di media informasi dan komunikasi. Perkembangan TIK dan jangkauan globalisasi telah mengubah sifat alamiah dan arti dari identitas kultural. Dalam waktu yang bersamaan pula TIK juga telah mengubah gaya hidup manusia secara keseluruhan. Sebagaimana mengutip pernyataan Castell mengenai masyarakat informasi, bahwa ―kekuatan baru berada pada kode informasi dan citra representasi di sekitar masyarakat yang membentuk institusinya, masyarakat yang membangun kehidupannya, dan menentukan perilakunya. Letak dari kekuatan ini adalah pikiran manusia itu sendiri.‖ (1997: 359). Dengan demikian komunikasi benar memiliki peran dalam membangun identitas individual maupun kolektif. Media massa secara umum, maupun internet berperan sebagai instrumen untuk menciptakan gambaran dari identitas kolektif bagi para insider maupun outsider

(6)

REFERENSI

AWKARIN TIPS Bikin Akun Sosmed Kamu Banyak Followers (2016) [video] Jakarta: Hai Magazine. Tersedia di:

https://www.youtube.com/watch?v=4KSxKHdJGeY, diakses 15 Oktober 2016.

Barbero, J. Martin (1993) ―Latin American Cultures in

Communication,‖ Media Journal of Communication, 43(2): 18– 30.

Canclini, N. Garcia (2001) Consumers and Citizens, Globalization and Multicultural Conflicts. Minneapolis, MN: University of Minnesota Press.

Kottak, C. (1990) Prime Time Society: An Anthropological Analysis of Television and Culture. Belmont, CA: Wadsworth

Mattelart, A., Delcourt, X., dan Mattelart, M. (1984) International Image Markets: In Search of an Alternative Perspective. London: Comedia.

Nye, Jr, J. S. (1990) ―Soft Power,‖ Foreign Policy, 80.

Petras, James. (2003) ―The Myth of the Third Scientific-Technological

Revolution,‖ The New Development Politics: the Age of Empire Building and New Social Movements, Aldershot: Ashgate, hlm. 55-67.

Thompson, J. B. (1995) The Media and the Modernity: A Social Theory of the Media. Cambridge: Polity Press.

Tubella, Imma (2004) ―Television, the Internet, and the Construction of

Referensi

Dokumen terkait

Maka secara keseluruhan faktor yang paling dominan mempengaruhi motivasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru adalah faktor pemeliharan,

 Membuat tabel sederhana hasil pengukuran berat dengan 3.3 Mengenal teks buku harian tentang kegiatan anggota keluarga dan dokumen milik keluarga dengan bantuan guru

Nilai sejarah dari didirakannya pabrik sampai dengan berhenti beroperasi menjadi salah satu faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan jika mampu dikemas dengan baik

This research aimed to determine the best land and water management by arrangement of plant spacing, irrigation, and drainage of rubber plantation in order to improve

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum

Warna daun bagian bawah tanaman putri malu berwarna lebih pucat, dengan menunjukkan warna yang pucat, hewan yang tadinya ingin memakan tumbuhan ini akan berpikir

Use case direprentasikan oleh elips horizontal yang digunakan untuk mereprentasikan satu tujuan dari sistem dan menggambarkan urutan aktivitas serta interaksi user

Dengan kata lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang dibutuhkan sebagai pelengkap bahan baku untuk sama-sama membentuk barang jadi, dimana komponen bahan tambahan ini