• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDY SOME MEDICINAL PLANTS WHICH USED IN MALARIAL TREATMENT BY TRADITIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDY SOME MEDICINAL PLANTS WHICH USED IN MALARIAL TREATMENT BY TRADITIONAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

28

KAJIAN BEBERAPA TUMBUHAN OBAT YANG DIGUNAKAN

DALAM

PENGOBATAN MALARIA SECARA TRADISIONAL

Ira Indriaty Paskalita Bule Sopi1*, Mefi Mariana Tallan1

1

Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Waikabubak Jl. Basuki Rahmat Km 5. Puweri, Waikabubak-Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Abstract

Malaria is one of community health problems that could be fatal especially to high risk group. Malaria treatment with some antimalarial drugs have shown resistance so there is need to use medicinal plants into traditional antimalarial treatment that have been tested scientifically. Many people still rely on traditional treatment for healing the diseases, showing that there’s still strong of community tradition about looking for treatment, and malaria is one of concrete example. This review aimed to describe medicinal plants that used on traditional antimalarial treatment. Review of the literature with search and date collection from various references about medicinal plants which used in traditional antimalarial treatment. The methods used in this study is reviewing literature with search references related with medicinal plants used in traditional medicine for malaria. Collected data then described to be an information about kind of medicinal plants and its use. There are some plants that is those are lime tree (Harmsiopanax aculeatus

Harms), red fruit (Pandanus conoideus Lam.), bark of jack fruit (Artocarpus champedem), fruit betel (Piper betle (L.) R. Br.), bark of mundu (Garcinia dulcis Kurz), benalu (Dendrophthoe pentandra), mangosteen (Garcinia mangostanaLinn.), fruit of Morinda citrifolia L, and sunflower

(Helianthus annuus L.). From the result show that active compound from medicinal plants can treat and cure malaria.

Keywords: Plant, medicinal, traditional, malaria

STUDY SOME MEDICINAL PLANTS WHICH USED IN MALARIAL

TREATMENT BY TRADITIONAL

Abstrak

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok berisiko tinggi. Pengobatan malaria dengan penggunaan beberapa obat anti malaria sudah mengalami resistensi sehingga perlu adanya pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan tradisional anti malaria yang teruji secara ilmiah. Masih banyaknya masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional untuk penyembuhan penyakit, menunjukkan masih kuatnya tradisi masyarakat dalam hal pencaharian pengobatan. Tujuan penulisan adalah untuk menggambarkan tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional anti malaria. Metode dilakukan melalui tinjauan literatur dengan penelusuran dan pengumpulan data dari berbagai referensi mengenai tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional anti malaria. Data yang telah terkumpul kemudian dideskripsikan menjadi suatu informasi yang menggambarkan jenis tumbuhan obat tradisional dan hasil uji tumbuhan obat. Terdapat beberapa tanaman yang diuji yaitu daun pohon kapur (Harmsiopanax aculeatus Harms), buah merah (Pandanus conoideus Lam.), benalu mangga (Dendrophthoe pentandra), manggis (Garcinia mangostana Linn.), cempedak (Artocarpus champedem), buah sirih (Piper betle (L.) R. Br), mundu (Garcinia dulcis Kurz), dan bunga matahari (Helianthus annuus L.). Dari hasil yang diperoleh menunjukan kandungan senyawa

*

(2)

29 aktif yang terdapat pada jenis tumbuhan obat tersebut telah teruji dalam pengobatan tradisional anti malaria.

Kata Kunci : Tumbuhan, obat, tradisional, malaria

Naskah masuk: tanggal 11 Agustus 2015; Review I: tanggal 11 Agustus 2015; Review II: tanggal 7 Desember 2015; Layak terbit: tanggal 31 Desember 2015

PENDAHULUAN

Sumber pengobatan di Indonesia mencakup tiga sektor yang saling berhubungan, yaitu pengobatan rumah tangga atau pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan pengobatan tradisional. Upaya pencarian pengobatan umumnya dimulai dari pengobatan sendiri, kemudian apabila tidak sembuh dilanjutkan kepada pengobatan medis atau pengobatan tradisional. Demikian juga dari pengobatan medis dapat dilanjutkan ke pengobatan tradisional atau sebaliknya. Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah upaya yang

dilakukan orang awam untuk

menanggulangi sendiri keluhan sakitnya menggunakan obat, obat tradisional, atau cara lain tanpa petunjuk tenaga kesehatan. Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Alasan pengobatan sendiri adalah kepaktisan waktu, kepercayaan pada obat tradisional, masalah privasi, biaya, jarak, dan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan.1

Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada Pasal 1 antara lain dinyatakan “Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat ditetapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat”. Dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas baik

untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat atau digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.2

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/II/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS) antara lain disebutkan penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu. Mengingat hal tersebut dan menyadari bahwa Indonesia sebagai mega senter tumbuhan obat dunia, maka ditetapkan KOTRANAS sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait didalamnya. Tujuan KOTRANAS antara lain adalah mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan yang digunakan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan.3 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 30,4% rumah tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional yang diantaranya

terdapat 77,8% rumah tangga

memanfaatkan jenis pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa alat dan 49,0% rumah tangga memanfaatkan ramuan.4

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi.5 Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia dilaporkan peringkat ketiga tertinggi jumlah kasus malaria, sebesar 229.819 kasus, dengan jumlah kematian sebesar 432 jiwa.6 Berdasarkan data Balitbangkes RI (2013), prevalensi malaria di Indonesia adalah 6,0 persen dan 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional yang sebagian besar berada di Indonesia Timur.4

(3)

30 sudah mengalami resistensi terhadap

kloroquin.7 Keterbatasan obat anti malaria dapat meningkatkan intensitas penggunaannya sehingga menyebabkan resistensi.8 Adanya kasus resistensi terhadap kloroquin disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak terkontrol oleh masyarakat sehingga mengakibatkan perubahan pada jalur metabolik kloroquin.

Selain itu epidemik dan penyebaran malaria ke daerah-daerah baru salah satunya disebabkan karena resistensi obat anti malaria.9

Penggunaan obat anti malaria baru telah beralih dengan menggunakan

Artemisinin Combination Treatment (ACT) dengan efek samping obat ACT bersifat

probable dan telah mengalami resistensi.10 Mengingat akan resistensi obat malaria tersebut khususnya di daerah endemik malaria, maka diperlukan pula adanya tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan tradisonal anti malaria. Tumbuhan obat tersebut tersebar di wilayah Indonesia, mudah diperoleh oleh masyarakat setempat, telah teruji secara ilmiah melalui beberapa penelitian dan umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat lokal setempat dalam pengobatan tradisional anti malaria. Adapun salah satu strategi yang digunakan dengan melakukan eksplorasi tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional anti malaria. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu adanya kajian untuk menggambarkan jenis tumbuhan obat tersebut dalam pengobatan tradisional anti malaria. Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat terutama bagi masyarakat sebagai salah satu informasi tumbuhan obat yang dapat digunakan dalam upaya pengobatan malaria secara tradisional ilmiah.

METODE

Tulisan ini disusun berdasarkan studi kepustakaan jurnal cetak maupun online (internet). Bahan atau artikel diperoleh melalui studi kepustakaan terkait tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam pengobatan anti malaria secara tradisional berupa artikel ilmiah hasil penelitian, artikel ilmiah populer

yang ditulis dalam majalah, jurnal ilmiah atau ilmiah populer, dan laporan hasil penelitian. Bahan yang diperoleh dari hasil studi kepusakaan dilakukan kajian melalui metode meta analisis. Meta analisis merupakan suatu metode penggabungan berbagai hasil studi sejenis yang diperoleh dari berbagai artikel dan publikasi ilmiah lainnya, sehingga dari kajian ini akan diperoleh suatu paduan data dan informasi yang menggambarkan jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan dalam pengobatan anti malaria secara tradisional.

HASIL

Tumbuhan obat yang biasanya digunakan dalam pengobatan malaria secara tradisional seperti pohon kapur, buah merah, benalu mangga, manggis, cempedak, sirih buah mundu, bunga matahari. Bagian tanaman yang digunakan antara lain bagian daun, buah, kulit buah dan kulit batang. Kandungan senyawa yang terdapat pada tubuhan tersebut bermanfaat dalam pengobatan malaria secara tradisional. Berikut daftar tumbuhan obat untuk pengobatan malaria terlihat dalam Tabel 1.

BAHASAN

(4)

31 Tabel 1. Daftar tumbuhan obat untuk pengobatan anti malaria secara tradisional

Nama Tanaman Nama Daerah Nama Latin Famili

Bagian yang digunakan

Kandungan

Pohon Kapur

pohon kapur Harmsiopanax aculeatus harms

Araliaceae daun flavanoid,

fenolik,

saponin,

antrakinon

Buah merah

tawi/

sauk ekendi/ kuasu

Pandanus conoideus lam.

Pandanaceae buah karotoid,

betakaroten,

alfa tokoferol,

asam oleat,

asam linoleat

dekanoat

Benalu mangga

api-api/ dalu-dalu/ dedalu/ kemendalu/ akar api-api/ telinga kera

Dendrophthoe pentandra

Loranthaceae daun alkaloida,

saponin,

flavonoid

kuersetin,

meso-inositol,

rutin,

tanin

Manggis

manggu/ manggus/ manggusto/ manggista/ mangih/ mangustang

Garcinia

mangostana linn

Clusiaceae kulit buah xantone,

isoflavon,

tannin,

flavonoid

Sirih

suruh/ seureuh/ sedah/ sireh/suruh/ nahi/kuta/ mota/uwit/ dontile/ gamjeng/ amu/bido

Piper betle Piperaceae buah steroid,

tannin,

terpenoid,

flavonoid

Cempedak

campedak/ chempedak/ bangkong/ baroh/nangka beurit/ nongko cino/ cubadak hutan/tiwadak

Artocarpus champedem

Moroceae kulit batang heterollavanon

C,

Artoindonesiani

R,

heterofilin,

Artoindonesiani

A-2,

Sikloheterofilin

artonin A,

artokarpon A,

artokarpon B,

(5)

32 Nama Tanaman Nama Daerah Nama Latin Famili

Bagian

Asteraceae daun terpenoid,

seskuiterpenoi

triterpen

kandungan senyawa aktif dan khasiat yang terkandung didalamnya.13 Dibandingkan obat-obat modern, memang obat tradisional memiliki beberapa kelebihan antara lain efek samping yang relatif rendah. Dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung dimana pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degenerative.14

Dalam pembangunan nasional peran pengobatan tradisional semakin diperlukan pada aspek kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan aspek ekonomi. Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan perubahan pola pikir dan perilaku budaya, terjadi pula perubahan konsep pada penggunaan obat tradisional. Obat tradisional yang ada saat ini terutama dalam pengobatan malaria harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan efektifitas.15

Hasil pengujian tumbuhan obat sebagai obat tradisional anti malaria antara lain daun pohon kapur merupakan famili

Araliaceae yang banyak tumbuh di hutan terbuka di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Oleh masyarakat Maluku tumbuhan ini dikenal dengan sebutan “pohon kapur”. Pohon kapur banyak

ditemukan di daerah Maluku dan daunnya sudah sejak lama digunakan secara tradisional untuk mengobati malaria. Cara pengobatan dengan menggunakan pucuk muda daun kapur yang diminum oleh penderita malaria. Pada penelitian Turalely (2011), ditemukan bahwa ekstrak metanol daun pohon kapur (Harmsiopanax aculeatus Harms) memiliki aktivitas antiplasmodium paling baik.16 Begitu pula pada penelitian Wijaya, Jusuf dan Jacky (2013) yang membuktikan kandungan ekstrak daun kapur tua mengandung senyawa aktif ekstrak metanol sebagai obat anti malaria.17

(6)

33 membuktikan pula bahwa benalu memiliki

aktivitas antiplasmodium yang baik terhadap P. falciparum.20

Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis dan dikenal sebagai pohon hijau abadi dari daerah tropika. Buah manggis dikenal sebagai ratu buah yang mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan yang tinggi di dunia. Ekstrak kulit manggis mengandung xantone yang merupakan bahan aktif antioksidan yang sangat tinggi.21 Menurut Kumar A (2012), ekstrak kulit manggis mengandung 95% xanton, isoflavon, tannin dan flavonoid.22 Pada penelitian Iqbal M, dkk (2013), menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai potensi paling baik sebagai anti malaria. Pada penelitian tersebut membuktikan fraksi etil asetat ekstrak kulit manggis mempunyai potensi paling baik sebagai anti malaria dengan ED50 63,272 mg/Kg BB.23 Penelitian Diana (2012), menyimpulkan bahwa fraksi air kulit manggis berpengaruh pada penurunan kadar ICAM-1 serum. ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) merupakan salah satu contoh reseptor yang berperan dalam patogenesis malaria terutama pada malaria serebral.24

Buah merah merupakan sejenis buah tradisional yang banyak ditemukan di daerah Papua yang oleh masyarakat Wewena disebut Kuansu. Buah merah termasuk tumbuhan keluarga pandan-pandanan dengan pohon menyerupai pandan, tinggi mencapai16 meter dengan tinggi batang bebas cabang setinggi 5-8 meter dengan akar tunjang pada batang sebelah bawah. Antioksidan buah merah dapat mengurangi respons biomolekuler yang berkaitan dengan malaria parah dalam dosis tertentu. Pemberian sari buah merah pada mencit dengan malaria berghei dapat menurunkan persentase parasitemia, kadar serum TNF-a dan ICAM 1. Sari buah merah memiliki potensi dalam pengobatan malaria dan menghambat terjadinya malaria cerebral.25 Begitu pula pada penelitian Okto (2009), menunjukkan sari buah merah pada dosis 0,2 ml/mencit/hari merupakan dosis optimal yang dapat mengurangi jumlah perdarahan pada otak mencit yang diinokulasi P. berghei.26

Cempedak (Artocarpus champeden) adalah tanaman buah-buahan yang merupakan salah satu jenis tanaman asli Indonesia dengan bentuk buah, rasa dan keharumannya seperti nangka. Cempedak banyak tumbuh di daerah Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Pulau Bangka, Pulau Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Cempedak pohonnya selau hijau dan tinggi mencapai 20 meter. Ranting-ranting dan pucuk dengan rambut halus, kaku dan kecoklatan.27 Hasil isolasi tanaman ini pada penelitian Widyawaruyanti, dkk diperoleh kandungan

artoindonesianin E (1), Heterollavanon C (2), Artoindonesianin R (3), heterofilin(4), Artoindonesianin A-2 (6) dan Sikloheterofilin (7) artonin A (9), dua senyawa baru (5)

artokarpon A dan artokarpon B (8). Kesembilan senyawa tersebut memiliki aktivitas anti malaria, kecuali senyawa

artoindonesianin E. Senyawa

Heterollavanon C mempunyai potensi yang paling kuat dibanding senyawa lainnya.28

Sirih merupakan tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sirih digunakan sebagai tumbuhan obat dan dapat dimanfaatkan juga sebagai tanaman hias. Tanaman ini merambat bisa mencapai tinggi 15 meter, buah sirih berbentuk bulat dan berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Pada penelitian Yun (2009), ramuan buah sirih juga efektif menghilangkan parasit malaria dalam darah sebesar 91,4% tidak menunjukkan adanya parasit malaria.15 Selain itu bahwa pemberian ramuan buah sirih dan daun miyana, madu dan kuning telur mempengaruhi aktivitas anti malaria. Ramuan tersebut mengandung beberapa senyawa antiplasmodial.29

(7)

34 meter. Batangnya berwarna coklat dan

bergetah putih. Penelitian Widodo dan Rahayu (2010), dengan menggunakan ekstrak etil asetat kulit batang mundu dengan dosis 50 mg/kgBB menunjukkan aktivitas anti malaria paling tinggi terhadap mencit yang diinduksi P. berghei. Golongan senyawa yang teridentifikasi dalam ekstrak etil asetat dan diduga berperan dalam aktivitas anti malaria adalah flavonoid, saponin, dan tannin.30 Penelitian Rahayu, dkk (2014) dengan pengujian aktivitas antiplasmodium ekstrak etil asetat kulit batang mundu diperoleh dosis ED50 adalah 5,01 mg/kg BB. Berdasarkan data tersebut ekstrak etil asetat kulit batang mundu memiliki aktivitas antiplasmodium.

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) adalah tumbuhan semusim yang popular sebagai tanaman hias dan tanaman penghasil minyak. Bunga tumbuhan besar, berwarna kuning terang dengan kepala bunga diameter mencapai 30 cm. Bunga ini tersusun majemu dan selalu menghadap kearah matahari. Bunga matahari (Helianthus annuus L.) sering juga dijadikan sebagai obat tradisional salah satunya untuk pengobatan malaria. Pada penelitian Hayati (2010) membuktikan bahwa Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

Mengandung senyawa seskuiterpenoid

yang berpotensi sebagai anti malaria.32

Kandungan senyawa aktif yang terdapat berbagai jenis tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai obat anti malaria. Tumbuhan obat sebagai bahan baku obat sangat dibutuhkan di Indonesia dengan perkembangan industri obat tradisional dan meningkatnya pemasaran industri obat tradisional merupakan peluang dalam pengembangan tumbuhan obat khususnya obat anti malaria.11 Dari beberapa penelitian di atas membuktikan bahwa kandungan senyawa aktif pada jenis tumbuhan obat tersebut telah teruji secara ilmiah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya pengobatan tradisional anti malaria. Menurut Abdul dkk (2013) hingga saat ini pengobatan tradisional malaria menjadi pilihan masyarakat, karena berbagai pengalaman dan informasi yang diperoleh masyarakat akan kemanjuran pengobatan tersebut.33

Pengembangan tumbuhan obat yang telah teruji dari beberapa penelitian ilmiah dirasa perlu kiranya upaya lebih lanjut pemberian obat tradisional malaria dimasukkan dalam playanan kesehatan. Salah satu persyaratan agar obat tradisional dapat masuk dalam pelayanan kesehatan tersebut adalah tingkat keamanan dan kemanfaatannya telah dibuktikan secara ilmiah serta bersifat dapat diulang (reproducible) baik dalam bentuk sediaan, keamanan maupun manfaat penggunaan. Agar obat tradisional teruji khasiat, manfaat dan keamanannya maka perlu persiapan-persiapan berupa informasi mengenai kemanfaatan secara empiris, luas jangkauan masyarakat pengguna, tekhnologi farmasi yang digunakan (cara pembuatan, bentuk sediaan, cara pemakaian, bahan yang digunakan, identitas dan cara perolehan serta ketersediaan bahan sumber simplisia).12

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengobatan malaria secara tradisional menggunakan tumbuhan obat relatif lebih aman dan memiliki efek samping yang rendah. Kandungan senyawa aktif pada jenis tumbuhan obat antara lain daun pohon kapur (Harmsiopanax aculeatus Harms),

buah merah (Pandanus conoideus Lam.),

benalu mangga (Dendrophthoe pentandra), manggis (Garcinia mangostana Linn.), cempedak (Artocarpus champedem), buah sirih (Piper betle (L.) R. Br), mundu (Garcinia dulcis Kurz), bunga matahari

(Helianthus annuus L.) telah teruji pada beberapa penelitian dalam pengobatan anti malaria secara tradisional. Selain itu bahwa pengobatan tradisional menjadi pilihan masyarakat, karena berbagai pengalaman dan informasi yang diperoleh masyarakat akan kemanjuran pengobatan tersebut.

SARAN

(8)

35 tradisonal anti malaria. Memasukkan jenis

tumbuhan obat tersebut dalam pengobatan tradisional anti malaria pada pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dianjurkan adanya penelitian mengenai kandungan senyawa aktif jenis tumbuhan obat lainnya yang bermanfaat dalam pengobatan anti malaria dan dibuatkan dalam bentuk ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudibyo Supardi, dkk. The hierarchy of resort to medical care among the Serpong villagers in West Java. Seminar peranan universitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang sistem kesehatan nasional. Buletin Penelitian Kesehatan. 2009; 37(2): 92.

2. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor

131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. 2004.

3. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor

381/Menkes/SK/II/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional. Jakarta. 2007.

4. Badan Litbang Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2013. Jakarta. 2013.

5. Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. Epidemiologi malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan I. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2011.

6. World Health Organization. Disease Burden in SEA Region. [internet] 2012. [disitasi tanggal 23 Januari 2015]

diakses dari http://

ww.searo.who.int/LinkFiles/Malaria_in_t he_SEAR_Map_SEAR_Endemicity_10. pdf.

7. Mustofa. Obat anti malaria baru - antara harapan dan kenyataan. Fakultas Kedokteran. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. 2009.

8. Handayani, D. Identifikasi mutasi gen Pfert pada Plasmodium falciparum yang berhubungan dengan terjadinya resistensi kloroquin di Sumatera Selatan. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2013.

9. Rumagit N.A, Heedy MT, Weny W. Studi penggunaan antimalaria pada penderita malaria di instalasi rawat inap BLU RSUP Dr. RP Kandou Manado periode Januari-Mei 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Agustus 2013; 2(3).

10. Basuki dan Miko H. Evaluasi penggunaan artemisinin (ACT) pada penderita malaria di Puskesmas Sioban Kecamatan Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal Ekologi Kesehatan. Juni 2011;10(2): 14-120.

11. Mutiatikum D, Sukmayati A, Yun A. Standarisasi simplisia dari buah miana (Plectranthus Seutellaroides (L) R.Bth)

yang berasal dari tiga tempat Manado, Kupang dan Papua. Buletin Penelitian Kesehatan. 2010; 38(1):1-16.

12. Pudjiati S, Bambang S, Hayati S. Deskripsi dan manfaat tumbuhan obat di

pedesaan sebagai upaya

pemberdayaan apotik hidup (studi kasus di kecamatan wonokerto). Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2011; 21(1): 20-32.

13. Clarissa Puteri. Balai Penelitian Tumbuhan obat Tawangmangu. [internet]. [disitasi tanggal 9 Januari

2015] diakses dari

http://www.scribd.com/doc/37481110/Ba

lai-Penelitian-Tanaman-Obat-Tawangmangu.

14. Katno S Pramono. Tingkat manfaat dan keamanan tumbuhan obat dan obat tradisional. [internet]. [disitasi tanggal 8 Januari 2015] diakses dari http://cintaialam.tripod.com/keamanan_ obat%20tradisional.pdf.

(9)

36 Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

2009.

16. Turalelly. Fraksi antiplasmodium paling aktif dari daun kapur (Harmsiopanax

aculeatus Harms) dan identifikasi

beberapa kandungan senyawanya menggunakan GC-MS. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. [internet] 2011. [disitasi tanggal 8 Januari 2015] (Harmsiopanax aculeatus, Harms) sebagai obat antimalaria. Prosiding Elektronik PIMNAS. [internet] 2013. [disitasi tanggal 13 Februari 2015]

diakses dari

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/search/search.

18. Wikipedia. Benalu. [internet] 2015. [disitasi tanggal 14 Februari 2015]

diakses dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Benalu.

19. Faiqoh Z, dkk. Uji aktivitas antiplasmodium ekstrak benalu secara in vivo pada mencit galur swiss. Prosiding Elektronik PIMNAS. [internet] 2013. [disitasi tanggal 13 Februari 2015]

diakses dari

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/search/search.

20. Budi DS , Agung ANB, Pramana PP, Zulfa F, Eti NS. Saat parasit membasmi parasit: Uji efektivitas ekstrak benalu sebagai terapi malaria baru. Prosiding Elektronik PIMNAS. [internet] 2013. [disitasi tanggal 13 Februari 2015]

diakses dari

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/article/view/21.

21. Penelitian ilmiah kulit manggis. [internet] 2013. [disitasi tanggal 10 Februari 2015]

diakses dari

http://ahliherbal.com/jurnal/penelitian-ilmiah-kulit-manggis-293.html.

22. Kumar A. Review on hepatoprotective herbal drugs. International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry. 2012; 2(1): 94.

23. Iqbal M, Zulham E, Yaum A, Suryawati S. Uji aktivitas antimalaria in vivo dari beberapa fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia manggostana Linn) pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei. Prosiding Elektronik PIMNAS. [internet] 2013. [disitasi tanggal 13 Februari 2015]

diakses dari

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/article/view/55.

24. Diana LL. Pengaruh fraksi air kulit manggis (Garcinia mangostana L) dan kombinasi dengan artemisinin terhadap kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei. [internet] 2012. [disitasi tanggal 14 Februari 2015] diakses dari http://repository.maranatha.edu/2627/1/ 0910054_Abstract_TOC.pdf.

25. Tjahjani S, Khie K. Potensi buah merah sebagai antioksidan dalam mengatasi malaria berghei pada mencit strain Balb/C. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(12): 571-5.

26. Okto R. Pengaruh sari buah merah (Pandanus conoideus Lam) terhadap gambaran histopatologi otak mencit galur Balb/C jantan yang diinokulasi

Plasmodium berghei. [internet] 2009. [disitasi tanggal 12 Februari 2015]

diakses dari

http://repository.maranatha.edu/2123/1/ 0610115_Abstract_TOC.pdf.

27. Arif AB, Wahyu D, Enrico S, Suyanti dan Setyadjit. Optimalisasi cara pemeraman

buah cempedak (Artocarpus

champeden). Jurnal Informatika Pertanian. 2014; 23(1):35-46.

28. Widyawaruyanti A, Zaini NC, dan Syafruddin. Mekanisme dan aktivitas antimalaria dari senyawa flavonoid yang diisolasi dari cempedak (Artocarpus champeden). Jurnal Berkala Akutansi dan Bisnis Universitas Airlangga. 2011; 13(2): 67-77.

(10)

37 Plasmodium berghei. Buletin Penelitian

Kesehatan. 2011; 39(3):129-37.

30. Widodo GP dan Rahayu MP. Aktivitas antimalaria ekstrak etil asetat kulit batang mundu (Garcinia dulcis Kurz). Majalah Farmasi Indonesia. 2010. 21(4):238-42.

31. Rahayu MP, Reslely H, dan Gunawan. Aktivitas penurunan parasitemia ekstrak kulit batang mundu sebagai antiplasmodium secar in vivo dengan parameter Ed50. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan. 2014; 7(1).

32. Hayati EK dan Muti’ah R. Potensi senyawa seskuiterpenoid ekstrak daun bunga matahari (Helianthus annuus L.)

sebagai anti malaria pada mencit jantan dan mencit bunting galur balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Laporan Penelitian. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. 2010

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara ragam bahan tanam stek dengan lama simpan urin sapi menunjukkan terjadi

Klik “Data View” (letaknya di sebelah kiri bawah), kemudian masukkanlah data sesuai dengan kolomnya. Contoh data

Merujuk dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, bahwa pengaruh, faktor dan penyebab kecemasan belajar berbahasa asing ( Second Language Anxiety/FLA ) tiga aspek, yaitu

Keterkaitan variabel peningkatan market share ini didapatkan dari jurnal Tabucannon (1998) dan disesuaikan dengan kondisi riil sistem industri marmer dan

[r]

Karakteristik terapi kognitif dan perilaku menurut Workshop Keperawatan Jiwa ke-IX, (2015) adalah : empirically based (berbasis empiris) ada penelitian sebelumnya

Transit rates in the canine upper small intestine were significantly different after oral administration of hyperosmotic glucose solution (20%, 200 mL) compared to the same volume

Pada tabel 4 Tekanan darah sistol, Hasil yang didapatkan, sesuai dengan hipo- tesis Penulis, yang menyatakan terjadi per- ubahan tekanan darah yang menurun secara bermakna pada