• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Permasalahan Pengelolaan Sumber (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Permasalahan Pengelolaan Sumber (5)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

“Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)”

(Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air)

Kelas B

Oleh :

Septi Putri (122110101005)

Dwi Betari K. (122110101065)

Diana Putri A. (122110101118)

Jodi Wirlan (122110101177)

Maulidya Puji Aryani (132110101049) Miranda Natasya (132110101190)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan anugerah dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)”. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada Ibu Ellyke S,KM, M.Kes., selaku dosen Pengelolaan Sumber Daya Air Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.

Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna mendapatkan hasil yang lebih sempurna dan bermanfaat untuk masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jember, September 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

BAB 1. PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan...3

1.4 Manfaat...3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Permasalahan Sumber Daya Air...5

2.1.1 Kekeringan...5

2.1.2 Banjir...7

2.1.3 Tanah Longsor...8

2.1.4 Erosi...10

2.1.5 Sedimen...11

2.1.6 Intrusi Air Laut...12

2.1.7 Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan...15

2.1.8 Pencemaran Air...16

2.1.9 Konflik Antar Pengguna...18

2.1.10 Permasalahan Lingkungan Sungai...20

BAB 3. PEMBAHASAN...23

3.1 Kasus...23

3.2 Pembahasan...24

3.2.1 Sumber Masalah...24

(4)

3.2.3 Dampak...28

3.2.4 Penanganan yang Pernah Dilakukan...29

3.2.5 Solusi yang Ditawarkan...29

BAB 4. PENUTUP...33

4.1 Kesimpulan...33

4.2 Saran...33

(5)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air meupakan bagian paling penting yang membuat kehidupan di bumi . semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metabolik mengambil tempat di larutan air (Enger dan Smith,2000). Air bersifat sumber daya alam yang terbarukan dan dinamis yang artinya, sumber utama air yang berupa air hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun.

Mengingat keberadaan air disetiap wilayah dan tempat yang didudukinya tidak selalu tetap, maka harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu dan menyeluruh. Terpadu dngan mencerminkan berbagai aspek, berbagai pihak (stakeholders) dan berbagai disiplin ilmu. Sedangkan menyeluruh mencakup yang sangat luas, melintas batas antar sumber daya, antar lokasi, antar banyak aspek, antar para pihak hulu dan hilir, antara multi disiplin, dan berbagai jenis tata guna lahan.

Dalam jumlah tertentu air dapat menyebabkan bencana alam dan beberapa kerugian. Maka dari itu diperlukan suatu upaya pengelolaan air. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Mengingat di Indonesia sendiri terdapat dua musim yaitu, musim penghujan dan kemarau. Pada saat musim penghujan sering terjadi bencana alam seperti banjir serta tanah longsor dan pada saat musim kemarau terjadi kekeringan.

(6)

musim kemarau dan sangat berlebihan pada musim penghujan yang menimbulkan keruakan yang sangat hebat (Robert dan Roestam,2008).

Di Indonesia, banyak bencana yang terjadi akibat permasalahan pengelolaan sumber daya air . Pada tahun 2014 jumlah kejadian bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian bencana tersebut menimbulkan jumlah korban sebanyak 1.699.247 orang, terdiri dari 957 orang korban meninggal, 1.932 orang luka berat/dirawat inap, 694.305 orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang hilang dan 1.001.662 pengungsi (Depkes RI, 2015).

Banjir merupakan bencana alam yang paling umum selama periode Januari-Maret 2014 dan dengan dampak tertinggi. Banjir menyebabkan lebih dari satu pertiga (41,3 persen) dari jumlah kejadian bencana, 75,7 persen orang yang terkena dampak dan/atau mengungsi akibat bencana alam dan 2,4 persen kerusakan rumah(BNPB dan OCHA,2014).

Bencana yang terjadi jika banjir datang adalah Tanah Longsor. Aktivitas longsor selama periode pelaporan juga meningkat dibandingkan dengan periode yang sama di bulan Januari-Maret 2013: dari total 60 kejadian longsor menjadi 138. Pada bulan Maret 2014, jumlah longsor menurun menjadi 33 kejadian dengan tujuh kematian dan 131 rumah rusak. Pada Februari 2014, BNPB melaporkan bahwa 47 kejadian longsor mengakibatkan sembilan orang tewas, 9.954 orang terdampak dan mengungsi serta 1.605 rumah dan bangunan publik atau masyarakat rusak. Hujan lebat pada Januari 2014 menyebabkan 53 kejadian longsor yang mengakibatkan 45 kematian, 852 rumah rusak dan 3.881 terdampak dan mengungsi (BNPB dan OCHA,2014).

(7)

defisit, dan 2 dalam kondisi kering.Untuk waduk atau bendungan yang yang defisit adalah Situ Patok dan Situ Sedok (Jawa Barat), Bendung Plumbon (Jawa Tengah), Pacal, Prijetan, Gondang, Pondok, Notopuro, Saradan, dan Kedungbendo (Jawa Timur), Palasari, Gerokgak, dan Benel (Bali), serta Bili-Bili (Sulawesi Selatan). Sedangkan untuk waduk atau bendungan yang kering berada di Bendungan Krisak dan Cengklik di Jawa Tengah.

Selain tiga bencana yang terjadi akibat permasalahan pengelolaan sumber daya air masih banyak bencana dan masalah lain yaitu, sedimentasi, erosi, kerusakan daerah tangkapan air, intrusi air lanut, pencemaran air, konflik antar pengguna, serta lingkungan di sekitar sungai yang menyebabkan kapasitas/ daya tampung sungai menurun. Melihat tiga contoh bencana di atas bisa kita bayangkan seberapa banyak kerugian material bahkan kematian yang menjadi korban. Permasalahan pengelolaan sumber daya air yang lainnya juga sangat merugikan. Oleh karena itu, penulis menuliskan makalah tentang permasalahan pengelolaan sumber daya air yang terjadi khususnya di Indonesia beserta saran agar tidak terjadi lagi bencana dan kerugian material maupun jiwa yang banyak.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah permasalah pengelolaan sumber daya air?

b. Apa saja yang menjadi permasalahan pengelolaan sumber daya air?

c. Bagaimana cara menanggulangi permasalahan pengelolaan sumber daya air?

1.3 Tujuan

a. Menjelaskan bagaimana permasalahan pengelolaan sumber daya air. b. Menjelaskan apa saja permasalahan pengelolaan sumber daya air.

(8)

1.4 Manfaat

a. Dapat mengetahui bagaimana permasalahan pengelolaan sumber daya air. b. Dapat mengetahui apa saja permasalahan pengelolaan sumber daya air.

c. Dapat mengetahui bagaimana cara menanggulangi permasalahan pengelolaan sumber daya alam.

(9)

2.1 Permasalahan Sumber Daya Air 2.1.1 Kekeringan

Kekeringan dapat didefinisikan sebagai periode tanpa air hujan yang cukup atau suatu periode kelangkaan air. Periode tanpa air hujan disebut juga sebagai kekeringan secara meteorologis atau klimatologis, sedangkan untuk periode kelangkaan air disebut juga kekeringan secara hidrologis, pertanian dan sosial ekonomi (Anonim, 2011). Kekeringan adalah kondisi ketersediaan air yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Dengan kata lain kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Kekeringan merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman ataupun penyimpangan iklim global seperti El Nino dan osilasi Selatan (Setiawan).

Proses terjadinya kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan dibawah normal pada satu musim, kejadian ini adalah kekeringan meteorologis yang merupakan tanda awal dari terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya adalah berkurangnya berkurangnya kondisi air tanah yang menyebabkan terjadinya stress pada tanaman (terjadinya kekeringan pertanian), Tahapan selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah yang ditandai menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau (terjadinya kekeringan hidrologis). Untuk lebih memudahkan dalam pemahaman mengenai kekeringan, maka pengertian kekeringan tersebut dibagi lagi secara lebih spesifik sebagai berikut:

a. Kekeringan Meteorologis

Kekeringan ini berkaitan dengan besaran curah hujan yang terjadi berada dibawah kondisi normalnya pada suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut: 1) Kering: apabila curah hujan antara 70% - 85% dari kondisi normal (curah

(10)

2) Sangat kering: apabila curah hujan antara 50% - 70% dari kondisi normal (curah hujan jauh dibawah normal)

3) Amat sangat kering : apabila curah hujan < 50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh dibawah normal).

b. Kekeringan Pertanian

Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi pertanian adalah sebagai berikut:

1) Kering: apabila ¼ daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena ringan s/d sedang)

2) Sangat kering: apabila 1/4 - 2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena berat)

3) Amat sangat kering: apabila seluruh daun kering (terkena puso).

c. Kekeringan Hidrologis

Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut :

1) Kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah periode 5 tahunan

2) Sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh dibawah periode 25 tahunan

3) Amat sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh dibawah periode 50 tahunan.

(11)

Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan komoditi yang bernilai ekonomi dari kebutuhan normal sebagai akibat dari dari terjadinya kekeringan meteorologis, pertanian dan hidrologis.

2.1.2 Banjir

Banjir adalah merupakan suatu keadaan sungai dimana aliran airnya tidak tertampung oleh palung sungai, karena debit banjir lebih besar dari kapasitas sungai yang ada. Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu karena sebab-sebab alami dan karena tindakan manusia. Adapun sebabnya antara lain sebagai berikut:

a. Curah hujan

Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan timbul banjir atau genangan .

b. Pengaruh fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, dan kemiringan. Daerah Pengaliran Sungai (DPS), kemiringan sungai, geometri hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai

c. Erosi dan sedimentasi

Erosi di DPS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena tanah yang tererosi pada DPS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas sungai dapat menyebabkan banjir.

(12)

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan, karena tidak adanya vegetasi penutup.

e. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai

Perubahan DPS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena berkurangnya daerah resapan air dan sediment yang terbawa ke sungai akan memperkecil kapasitas sungai yang mengakibatkan meningkatnya aliran banjir.

f. Kawasan kumuh

Perumahan kumuh yang terdapat di bantaran sungai merupakan penghambat aliran sungai.

g. Sampah

Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.

2.1.3 Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran dari material tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: Air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah tersebut akan menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Penyebab terjadinya tanah longsor dan upaya pencegahannya sangat perlu kita ketahui sehingga dapat meminimalisir terjadinya tanah longsor maupun akibat-akibat yang ditimbulkannya.

(13)

pendorong biasanya dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung terhadap kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, tapi faktor penyebabnya secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan faktor manusia:

a. Faktor alam

1) Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, strukutur sesar dan kekar, gempa bumi, stragrafi dan gunung berapi.

2) Iklim: curah hujan yang tinggi di daerah tersebut. 3) Keadaan topografi: lereng yang curam.

4) Keadaan air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.

5) Tutup lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis.

6) Getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, atau getaran lalu lintas kendaraan di sekitarnya.

b. Faktor manusia

1) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal. 2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah. 4) Penggundulan hutan.

5) Budidaya kolam ikan diatas lereng.

6) Sistem pertanian yang kurang memperhatikan keamanan irigasi.

7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.

8) Sistem drainase daerah lereng yang kurang baik.

(14)

a. Terjadinya kerusakan lahan. b. Hilangnya vegetasi penutup lahan. c. Terganggunya keseimbangan ekosistem.

d. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis.

e. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah, kebun dan lahan produktif lainnya.

2.1.4 Erosi

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:

a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah

b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angina

c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut partikel.

(15)

terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap.

Besarnya erosi tergantung pada kuantitas suplai material yang terlepas dan kapasitas media pengangkut. Jika media pengangkut mempunyai kapasitas lebih besar dari suplai material yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan (detachment limited). Sebaliknya jika kuantitas suplai materi melebihi kapasitas, proses erosi dibatasi oleh kapasitas (capacity limited) (Candra, 2010).

2.1.5 Sedimen

Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia (Asdak, 2007).

(16)

baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi (Soemarto, 1995).

2.1.6 Intrusi Air Laut

Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut kedalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung didalamnya, Proses masuknya air laut mengganti air tawar disebut sebagai intrusi air laut. Masuknya air laut ke sistem akuifer melalui dua proses, yaitu intrusi air laut dan upconning. Intrusi air laut telah terjadi di beberapa tempat, terutama daerah pantai.

Air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada air tawar akibatnya air laut akan mudah mendesak airtanah semakin masuk. Secara alamiah air laut tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab airtanah memiliki piezometric yang menekan lebih kuat dari pada air laut, sehingga terbentuklah interface sebagai batas antara airtanah dengan air laut. Keadaan tersebut merupakan keadaan kesetimbangan antara air laut dan air tanah.

Intrusi air laut terjadi bila keseimbangan terganggu. Aktivitas yang menyebabkan intrusi air laut diantaranya pemompaan yang berlebihan, karakteristik pantai dan batuan penyusun, kekuatan air tanah ke laut, serta fluktuasi air tanah di daerah pantai. Proses intrusi makin panjang bisa dilakukan pengambilan air tanah dalam jumlah berlebihan. Bila intrusi sudah masuk pada sumur, maka sumur akan menjadi asing sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan sehari-hari.

Intrusi air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Aktivitas manusia

(17)

sumberdaya air terutama intrusi air laut adalah pemompaan air tanah (pumping well) yang berlebihan dan keberadaannya dekat dengan pantai.

b. Faktor batuan

Batuan penyusun akuifer pada suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain, apabila batuan penyusun berupa pasir akan menyebabkan air laut lebih mudah masuk ke dalam air tanah. Kondisi ini diimbangai dengan kemudahan pengendalian intrusi air laut dengan banyak metode. Sifat yang sulit untuk melepas air adalah lempung sehingga intrusi air laut yang telah terjadi akan sulit untuk dikendalikan atau diatasi

c. Karakteristik pantai

1) Pantai berbatu memiliki pori-pori antar batuan yang lebih besar dan bervariatif sehingga mempermudah air laut masuk ke dalam air tanah. Pengendalian air laut membutuhkan biaya yang besar sebab beberapa metode sulit dilakukan pada pantai berbatu. Metode yang mungkin dilakukan hanya Injection Well pada pesisir yang letaknya agak jauh dari pantai, dan tentunya materialnya berupa pasiran.

2) Pantai bergisik/berpasir memiliki tekstur pasir yang sifatnya lebih porus. Pengendalian intrusi air laut lebih mudah dilakukan sebab segala metode pengendalian memungkinkan untuk dilakukan.

(18)

d. Fluktuasi airtanah di daerah pantai

Apabila fluktuasi air tanah tinggi maka kemungkinan intrusi air laut lebih mudah terjadi pada kondisi air tanah berkurang. Rongga yang terbentuk akibat air tanah rendah maka air laut akan mudah untuk menekan airtanah dan mengisi cekungan/rongga air tanah. Apabila fluktuasinya tetap maka secara alami akan membentuk interface yang keberadaannya tetap.

Intrusi air laut merupakan bentuk degradasi sumberdaya air terutama oleh aktivitas manusia pada kawasan pantai. Hal ini perlu diperhatikan sehingga segala bentuk aktivitas manusia pada daerah tersebut perlu dibatasi dan dikendalikan sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.

Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air laut, terutama dampak negatif atau yang merugikan seperti, terjadinya penurunan kualitas air tanah untuk kebutuhan manusia, amblesnya tanah karena pengekploitasian air tanah secara berlebihan, sedang bagi tanaman ada yang toleran terhadap kandungan garam atau air asin yang tinggi seperti, tanaman daerah rawa pantai, yaitu pohon bakau. Bagi tanaman yang tumbuh di tanah dengan kandungan garam yang rendah atau tumbuh pada tanah biasa, umumnya respon terhadap peningkatan kadar garam antara lain:

a. Penurunan jumlah air yang diantarkan ke daun yang diperkirakan akibat perubahan tekanan osmosis. Akibat menurunnya perbedaaan konsentrasi antara air sel dengan air ftanah yang bergaram, diperkirakan akan menurun perbedaan tekanan osmosis relatif antara lain berfungsi menghisap air ke daun.

b. Menyebabkan daun menjadi layu dan perubahan metabolisme akar.

(19)

2.1.7 Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan

Daerah Tangkapan Air (DTA) merupakan satu kesatuan fisik yang tidak terikat dengan batasan politik dan administrasi. Ia merupakan daerah yang banyak kegunaan (multiple use) oleh beragam pengguna (multi user), bersifat lintas sektoral dan lintas daerah dari hulu sampai ke hilir. Dengan demikian DTA meliputi banyak jurisdiksi pemeritahan dari pusat sampai ke daerah dengan regulasi yang kompleks. Seiring dengan itu setiap tingkatan pemerintahan ini juga memiliki dinas dan instansi sendiri-sendiri sehingga secara keseluruhan organisasi pengelolah DTA sangat gemuk dan masing-masingnya hanya berwewenang dan bertanggung jawab secara sektoral. Kompleksitas ini menjadi penyebab tidak efektifnya pengelolaan DTA selama ini sehingga membutuhkan pemikiran-pemikiran baru guna mencapai pengelolaan DTA yang berkelanjutan (Sustainable Watershed Management).

(20)

2.1.8 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dan-lain juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran.

Pencemaran air saat ini semakin memprihatinkan. Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air bawah tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih yang tidak tercemar bukan hal yang mudah lagi. Bahkan pada sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun.

(21)

penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya yang akibat pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. Dampak lainnya yang tidak kalah merugikan dari pencemaran air adalah terganggunya lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman hayati. Air yang tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air.

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya penyebab pencemaran air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah (sampah) pemukiman atau limbah rumah tangga. Limbah pemukiman mengandung limbah domestik yang berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri contoh: sisa sayuran, buah-buahan dan daun-daunan. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable) contoh: kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet dan kulit. Selain sampah organik dan anorganik, deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Kenyatannya pada saat ini hampir semua rumah tangga menggunakan deterjen.

(22)

Air limbah tersebut memiliki harga BOD yang tinggi, sehingga dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar limbah berat. Selain diakibatkan oleh limbah pemukiman (rumah tangga) sumber atau penyebab pencemaran air juga disebabkan oleh limbah pertanian dan di beberapa tempat tertentu diakibatkan oleh limbah pertambangan. Akibat dari pencemaran air yaitu kekurangan sumberdaya air, menjadi sumber penyakit terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati.

Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin tercemar dan akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air yang tercemar akan meresap ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan sumber dari air sumur di rumah masyarakat dan apabila masyarakat mengkonsumsi air tersebut akan mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar tidak hanya masuk dalam tanah, tetapi juga mengalir pada sungai bahkan laut dan mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman hayati.

2.1.9 Konflik Antar Pengguna

(23)

Konflik sumberdaya air didefinisikan sebagai situasi sosial yang sedikitnya dua pengguna air dalam waktu bersamaan berusaha memperoleh akses terhadap sejumlah sumberdaya air tertentu. Konflik sumberdaya air selain memberikan dampak negatif yang berupa kebringasan massa juga memberikan ruang artikulasi, sehingga kepentingan satu pihak akan diketahui pihak lain, dicarikan kompromi dan pemecahannya.

Konflik sumberdaya air tidak hanya terjadi di daerah kering. Konflik air bahkan bisa juga merambah daerah basah. Secara umum, sektor sumber daya air diindonesia menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi, yang akan mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya keamanan pangan, kesehatan makanan dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan, mengenai sumber daya air terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Ketidak seimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam prespektif ruang dan waktu

b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah.

(24)

dan pemeliharaan yang rendah sebagai tingkat layanan prasarana sumber daya air menurun semakin tajam

d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, pemukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.

e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi. 2.1.10 Permasalahan Lingkungan Sungai

Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju samudera, danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Adapun jenis-jenis sungan menurut ketersediaan airnya ter diri dari:

a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

(25)

c. Sungai Intermittent atau sungai episodik, yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.

d. Sungai Ephemeral, yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

Permasalahan sungai dapat disebabkan oleh masalah sebagai berikut: a. Limbah Pertanian.

Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau manusia, orang yang memakannya akan mati. Untuk mencegahnya, upayakan memilih insektisida yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradable (dapat terurai secara biologi) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan membuang sisa obat ke sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi), karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal ini akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air terhalang dan tidak dapat masuk ke dalam air, sehingga kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. b. Limbah Rumah Tangga

(26)

c. Limbah Industri

Limbah industri berupa polutan organik yang berbau busuk, polutan anorganik yang berbuih dan berwarna, polutan yang mengandung asam belerang berbau busuk, dan polutan berupa cairan panas. Kebocoran tanker minyak dapat menyebabkan minyak menggenangi lautan sampai jarak ratusan kilometer. Tumpahan minyak mengancam kehidupan ikan, terumbu karang, burung laut, dan organisme laut lainnya untuk mengatasinya, genangan minyak dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian ditaburi dengan zat yang dapat menguraikan minyak.

d. Penangkapan Ikan Menggunakan racun

Sebagian penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari tumbuhan), potas (racun kimia), atau aliran listrk untuk menangkap ikan. Akibatnya, yang mati tidak hanya ikan tangkapan melainkan juga biota air lainnya.

Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air sungai antara lain :

a. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen.

b. Terjadinya ledakan populasi ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi). c. Pendangkalan dasar perairan.

d. Punahnya biota air, misal ikan, yuyu, udang dan serangga air. e. Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah.

(27)

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Kasus

“490 Desa di Jawa Timur Dilanda Kekeringan” Senin, 14 September 2015 | 10:34 WIB

Warga mengambil bantuan air bersih di bak penampungan di Deliksari, Gunungpati, Semarang, 7 Agustus 2015. Pemerintah kota maupun pihak swasta terus memasok air bersih di tiga wilayah terdampak kekeringan di Semarang, yaitu wilayah Rowosari, Deliksari dan Gunung Tugel. TEMPO/Budi Purwanto

TEMPO.CO, Surabaya – Pada September ini, masih banyak desa yang mengalami kekeringan. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, ada 490 desa yang kering kerontang.

"Itu per tanggal 11 September lalu," kata Kepala BPBD Jawa Timur Sudharmawan pada Senin, 14 September 2015. Desa-desa itu tersebar di 24 kota/kabupaten di Jawa Timur.

Menurut dia, 24 daerah yang mengalami kekeringan tersebut antara lain Kabupaten Malang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Situbondo.

Sudharmawan pun menjelaskan, jumlah desa yang mengalami kekeringan naik jika dibanding Juli lalu sebanyak 459 desa. "Tapi 2014 lebih banyak, yakni 640 desa."

(28)

3.2 Pembahasan 3.2.1 Sumber Masalah

Tantangan permasalahan sumberdaya air di Indonesia dirasakan semakin meningkat. Tidak hanya sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumberdaya, tetapi juga dengan penurunan kapasitas sumberdaya alam. Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.

Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air bersih di Indonesia antara lain adalah: masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih rendah, masalah kualitas air baku dan kuantitas air yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau, serta masalah teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun.

Sumber permasalahan pada kasus tersebut adalah terjadinya kekeringan di beberapa desa di Jawa Timur. Kekeringan merupakan berkurangnya ketersediaan air sampai dibawah normal yang bersifat sementara, baik di atmosfer maupun di permukaan tanah. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, terdapat 490 desa yang mengalami kekeringan kerontang. Desa-desa tersebut menyebar di 24 beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur. 24 daerah yang mengalami kekeringan tersebut antara lain Kabupaten Malang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Situbondo.

(29)

Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad.

3.2.2 Penyebab Masalah

Bencana kekeringan dapat disebabkan oleh curah hujan yang jauh di bawah normal pada areal yang airnya telah dimanfaatkan secara maksimal atau pada musim kemarau panjang. Bertambahnya jumlah penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi dan semakin meluas. Kekeringan juga dapat disebabkan oleh ulah manusia. Kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidak taatan penguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air. Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.

Permasalahan sumber daya air di Indonesia terdiri dari 3 sisi yaitu, permasalahan dari sisi pasokan/ ketersediaan, permasalahan dari sisi penggunaan dan permasalahan dari sisi manajemen.

a. Permasalahan sumber daya air dari sisi pasokan/ketersediaan. 1) Pengaruh Global Climate Change

Pengaruh global climate change seperti “efek rumah kaca”, pemanasan global dan sebagainya menyebabkan semakin sering dan semakin besarnya intensitas “extreme climate events” sebagaimana dua kejadian yang berlawanan yang kita alami akhir-akhir ini yaitu La Nina (fenomena/curah hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung lama disuatu tempat) dan El Nino (fenomena sebaliknya/kekeringan)

2) Kerusakan Daerah Aliran Sungai

Semakin meluasnya degradasi DAS dan semakin tingginya sedimentasi akibat pembabatan hutan dan praktek pertanian serta perkebunan yang tidak mengikuti aspek konservasi tanah dan air yang didorong oleh tekanan kependudukan dan meningkatnya kegiatan ekonomi dan tata guna tanah serta tata ruang yang tidak kondusif.

(30)

Menyempitnya sungai-sungai karena tingginya tingkat kandungan lumpur akibat erosi dan sedimentasi yang disebabkan rusaknya DAS maupun akibat sampah yang dibuang penduduk disekitar sungai. Sungai yang menyempit akan menyebabkan melimpahnya aliran sungai diwaktu banjir. Adanya situ-situ yang dikonversi menjadi daerah pemukiman menyebabkan semakin menurunnya resapan untuk “recharge” air tanah. Tercemarnya sumber-sumber air seperti sungai, danau, dan waduk oleh limbah industri, penduduk maupun pertanian.

4) Krisis Air

Semakin meningkatnya kekurangan air dan konflik antar pemakai tentang penggunaan air yang terjadi terutama pada musim kemarau di daerah-daerah rawan air meskipun siklus curah hujan relatif sama dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena disatu sisi pasokan air alamiah (curah hujan) relatif sama tapi kualitas air yang secara alamiah mengalir di sungai menurun akibat menurunnya fungsi resapan dari DAS serta pencemaran air sungai akibat prilaku bahwa sungai adalah tempat pembuangan segala macam sampah dan limbah yang paling gampang. Disisi lain, kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah terjadi ketidak seimbangan antara pasokan air dan kebutuhan akan air.

5) Pencemaran Air Tanah

Pada beberapa tempat air tanah telah tercemar oleh intrusi air laut dan limbah domestik dan industri. Hal ini akan membahayakan penduduk yang memakainya sebagi air minum.

6) Ancaman hujan asam karena polusi udara telah mencapai ambang yang membahayakan, hal ini terjadi di dan sekitar kota besar

b. Permasalahan dari sisi penggunaan. 1) Dampak pertumbuhan penduduk

(31)

dan industri ) daerah perkotaan s/d tahun 2004 akan menjadi 243.000 liter/detik atau diperlukan penambahan sebesar 152.000 liter/detik dari yang ada sekarang ini.

2) Dampak pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan dalam meningkatnya kegiatan industri, jasa dan perkotaan memerlukan dukungan dari berbagai sektor diantaranya penyediaan air baku. Kebutuhan air baku untuk industri, jasa dan perkotaan diperkirakan akan meningkat sebesar 2 s/d 3 kali dari kebutuhan.

3) Daerah irigasi beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan industri Menurut perkiraan INUDS (Indonesian National Urban Develompment Study) yang dikutip dari World Bank selama kurun waktu 1980-1985, areal perkotaan di Indonesia secara fisik bertambah luas sebanyak 367.500 Hektar atau kira-kira 25.100 ha pertahun, dimana 60% perkembangan terjadi di Jawa, 20% di Sumatera dan 20% lainnya di Kawasan Timur. Perkiraan ini memberikan kecenderungan bahwa wilayah perkotaan di Jawa akan bertambah luas 15.000 Ha pertahun, disamping itu perluasan untuk pembangunan jalan dan industri akan membutuhkan lahan kira-kira 40.000 pertahun. Lebih jauh lagi sampai dengan 2010 di Jawa akan ada 390.000 Ha (13,6%) dari 3,4 juta Ha sawah irigasi yang potensial untuk dikonversi menjadi lahan non-pertanian karena letaknya yang strategis didekat pusat pertumbuhan industri maupun pemukiman

4) Perilaku boros air, tidak peduli dan tidak ramah lingkungan

Perilaku masyarakat yang boros air dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga pembuangan sampah padat dan limbah cair ke air dan sumber air tidak saja menyebabkan penyempitan sungai tetapi juga menebarkan bau tidak sedap disepanjang sungai/kanal.

c. Permasalahan dari sisi manajemen 1) Penanganan yang terfragmentasi

(32)

merencanakan dan membuat aturan. Institusi yang berhubungan dengan kualitas air misalnya, juga bermacam-macam sehingga sampai saat ini masalah lingkungan masih belum terpecahkan.

2) Kelemahan koordinasi

Koordinasi pengelolaan sumber daya air dipusat maupun daerah masih lemah.

a) Lembaga koordinasi di tingkat pusat baru mencakup antar instansi terkait dan belum melibatkan seluruh komponen stakeholder secara lengkap

b) Belum optimalnya fungsi lembaga koordinasi di tingkat Provinsi yaitu Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) dan tingkat satuan wilayah sungai (SWS) yaitu Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) di Jawa dan belum berfungsinya/terbentuk PTPA dan PPTPA di provinsi-provinsi luar Jawa.

c) PTPA dan PPTPA belum mencakup seluruh komponen stakeholder 3) Belum memadainya perangkat peraturan perundang-undangan

Perangkat peraturan perundang-undangan maupun petunjuk perlaksanaan dan petunjuk teknisnya yang melandasi pengelolaan sumberdaya air yang ada telah ketinggalan (kadaluarsa).

3.2.3 Dampak

Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks, dan juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena air merupakan kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak tergantikan oleh sumber daya lainnya. Dari segi sosial, dampak yang ditimbulkan oleh bencana kekeringan berbeda dengan dampak bencana banjir, tanah longsor, tsunami, ataupun gempa bumi. Pada keempat jenis bencana tersebut, secara sosial dengan cepat dapat menghimpun bantuan dari berbagai pihak, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Berbeda halnya, bencana kekeringan malahan dapat menimbulkan perpecahan dan konflik, baik konflik antar pengguna air dan antar pemerintah.

(33)

pola pengoperasian irigasi serta pengelolaan sumber daya air di permukaan lainnya. Gangguan pola tanam yang serius pada gilirannya akan mengancam keamanan pangan masyarakat. Akibat adanya perubahan musim secara ekstrim, telah menyebabkan terjadinya krisis air yang dirasakan sangat mempengaruhi pembangunan nasional. Pada musim kemarau, sumber air minum mengalami kekeringan, sehingga masyarakat tertentu kekurangan air bersih.

3.2.4 Penanganan yang Pernah Dilakukan

Untuk mengatasi kekeringan itu, BPBD Jawa Timur bekerja sama dengan BPBD daerah dan pemerintah kabupaten dalam pengedropan air. Untuk jangka panjang, akan dikembangkan sistem perpipaan, pembuatan sumur bor dan embung geomembran.

3.2.5 Solusi yang Ditawarkan

Solusi yang dapat kami tawarkan guna menangani permasalahan tersebut, dapat dilakukan diantaranya:

a. Jangka Pendek

Program ini merupakan program yang memiliki jangka waktu berkisar 1-3 tahun, yang dirancang untuk direalisasikan dalam waktu dekat. Kegiatan dalam program ini antara lain:

1) Menggalakkan gerakan hemat air.

Dengan gerakan hemat air, diharapkan masyarakat dapat memiliki persediaan air ketika musim kemarau datang, sehingga tidak ada lagi krisis air.

2) Menggalakkan gerakan menanam pohon, seperti one man one tree.

(34)

begitu saja dari hulu ke hilir dan terbuang sia-sia ke laut, tetapi bisa tertadahi dan dimanfaatkan ketika air mulai sukar didapat.

3) Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai.

4) Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, bendungan dan waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau. Semakin banyak tempat penampungan air, dapat dimungkinkan krisis air bisa dikurangi, bahkan dihilangkan.

5) Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur resapan air atau lubang resapan biopori.

6) Mengurangi pencemaran air, baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian, maupun pertambangan.

Di daerah ini memang merupakan salah satu daerah yang maju pada pengembangan industrinya, tetapi hal ini tidak bisa menjadi salah satu alasan untuk menjadikan sumber air menjadi tercemar. Untuk itu, diperlukan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya pencemaran.

b. Jangka Menengah

Program jangka menengah ini merupakan sebuah program yang dimungkinkan dapat terealisasikan dalam waktu lebih dari 3 tahun.

1) Pengembangan proyek pipa pemompa air tanah

Pengembangan proyek ini berguna ketika air yang tersedia di penampungan air hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan warga ketika musim kemarau.

2) Perluasan penyaluran PDAM di daerah terpencil

(35)

3) Pengembangan teknologi desalinasi untuk mengolah air asin (laut) menjadi air tawar

c. Jangka Panjang

Program jangka panjang ini merupakan program yang dirancang untuk dilakukan melalui serangkaian proses, tidak dapat direalisasikan langsung dalam waktu yang singkat.

1) Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Air.

Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya air melalui kegiatan penguatan sistem informasi yang menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat akan semakin sadar untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya air yang ada dengan sebaik-baiknya. Bukan berlebihan dan bukan merusak atau mencemarinya. 2) Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Air.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang rusak akibat pemanfaatan yang berlebihan, kegiatan industri perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas air yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan.

3) Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.

(36)

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Permasalahan sumberdaya air dirasakan semakin meningkat. Tidak hanya sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumberdaya, tetapi juga dengan penurunan kapasitas sumberdaya alam. Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. b. Permasalahan pengelolaan sumber daya air antara lain yaitu konservasi lahan,

banjir, longsor, kekeringan, sedimentasi, erosi, kerusakan daerah tangkapan air hujan, intrusi air laut, pencemaran air, konflik antar pengguna dan lingkungan sungai menyebabkan kapasitas sungai menurun.

(37)

panjang yang juga disesuaikan dengan permasalahan pengelolaan yang telah terjadi.

4.2 Saran

a. Untuk Pemerintah, hendaknya pengelolaan sumber daya air menjadi salah satu fokus permasalahan negara untuk segera diatasi dengan melihat sisi mana yang harus diperbaiki terlebih dahulu.

b. Pemerintah hendaknya juga memberi sanksi tegas bagi masyarakat yang menyalahgunakan pengelolaan sumber daya air sehingga menyebabkan kerugian bagi khalayak.

c. Untuk masyarakat, hendaknya menjaga, melestarikan dan menggunakan sebaik-baiknya sumber daya air yang ada.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Rahardjanto, Studi Pendahuluan Model Pengelolaan Sumber Daya Air Partisifatif Akomodatif Guna Antisipasi Konflik Pembagian Air (kasus sumberawan Kecamatan Singosari Malang). Jurnal, Universitas Indonesia, 2010.

Ade Saptono, Pengelolaan Sumber Daya Alam Antar Pemerintah Daerah dan Implikasi Hukumnya, Studi kasus Konflik Sumber Daya Air Sungai Tanang Sumatra Barat. Jurnal Ilmu Hukum, fakultas Hukum dan Pasca Sarjana, Universita Andalas Padang, 2006.

Anneahira. 2010. Cara Mencegah Penemaran Air, (Online), (www.anneahira.com/cara-mencegah-pencemaran-air.html) diakses pada tanggal 19 September 2015.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bandung.

Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

(39)

Candra, B. (2010). Penanganan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Cacaban Bangunan Check Dam. Semarang: Universitas Diponegoro.

Edukasi. 2010. Macam-macam Penceemaran Lingkungan, (Online), (http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/macam-macam-pencemaran-lingkungan-upaya.html) diakses pada tanggal 19 September 2015.

Hidayat, Wahyu. 1Januari, 2008. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Majari. hlm. 5.

Irnad. (n.d.). Menuju Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Berkelanjutan : Integrasi Ekonomi dan Kelembagaan. Riau: Universitas Andalas.

Purnama, S. 2000. Bahan Ajar Geohidrologi. Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014. (http://www.bnpb.go.id/uploads/renas/1/BUKU %20RENAS%20PB.pdf) diakses pada tanggal 18 September 2015

Redwood, Jason. – . Pump / Recharge Rate Affect Saltwater Intrusion. Groundwater Management, Monitoring and Conservation Keep Intrusion Undercontrol, (http://www.solinst.com) diakses pada tanggal 19 September 2015.

Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi 2). Jakarta: Index.Sentra

Setiawan, I. (n.d.). Bencana Alam dan Peran Manusia. Direktori FPIPS Jurusan Pendidikan Geografi.

Soemarto, C. (1995). Hidrologi Thenik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Slamet Prawirohartono. 2000. Biologi – 1b Untuk SMU Kelas 1 Tengah TahunKedua. Bandung: Bumi Aksara.

(40)

Sutardi, 2002, Pengelolaan Sumber Daya Air yang Paling Efektif, (http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/pDf_51.pdf) diakses pada tanggal 18 September 2015

Undang - undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air

USGS. 2007. Geological Interpretation of Bathymetric and Backscatter Imagery of the Sea Floor Off Eastern Cape Cod, Massachusetts, diakses dari http://www.usgs,gov, diakses tanggal 19 September 2015.

http://duniabaca.com/jenis-jenis-banjir-serta-berbagai-faktor-penyebab-banjir.html, diakses pada tanggal 18 September 2015

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/660/jbptunikompp-gdl-yuniretnan-32988-10-unikom_y-i.pdf diakses pada tanggal 19 September 2015

http://eprints.undip.ac.id/42838/3/BAB_II.pdf diakses pada tanggal 18 September 2015

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196006151988031-JUPRI/LAHAN.pdf diakses pada tanggal 19 September 2015

https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi diakses pada tanggal 18 September 2015

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/09/14/058700333/490-desa-di-jawa-timur-dilanda-kekeringan, diakses pada tanggal 18 September 2015 https://www.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/produkhukum/UU%20Nomor

%2037%20Tahun%202014.pdf, diakses pada tanggal 19 September 2015 http://www.sigana.web.id/index.php/kekeringan.html, diakses pada tanggal 19

September 2015

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan laporan akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik

(4) Kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan publikasi dari lembaga non kementerian

meneruskan dokumen hasil pengawasan Bawaslu terhadap Verifikasi Administrasi Partai Politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c kepada

Permasalahan mitra dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah minimnya pemahaman anggota Federasi Serikat Pekerja KAHUTINDO Kota Pekanbaru mengenai

Selain konflik yang terjadi di Surakarta, di Sidobunder juga terjadi pertempuran, antara pihak Indonesia melawan pasukan Belanda.. Berbeda dengan konflik di

Semua ini menunjukkan bahwa tidak mungkin iman orang dewasa bisa menghasilkan kesembuhan orang dewasa lain jika orang dewasa yang sakit tidak memiliki iman sendiri. Ya, seorang

Segenap dosen Prodi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis

 korosi sumuran pada bagian yang tidak tertutup oleh oksida aluminium  bocor Untuk tube SS 316L. defleksi + tegangan akibat tekanan