PEMODELAN
DECISION NETWORK
UNTUK MENENTUKAN
POLA TANAM PERTANIAN DINAMIS
ABDUL RAHMAN HALIM
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMODELAN
DECISION NETWORK
UNTUK MENENTUKAN
POLA TANAM PERTANIAN DINAMIS
ABDUL RAHMAN HALIM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
ABDUL RAHMAN HALIM. Dynamic Cropping Pattern Modelling using Decision Network. Supervised by AGUS BUONO.
Plants require different climatic conditions to grow well. The knowledge of optimum climate for plant to grow is essentially needed. The El Nino and La Nina phenomena affect the climate changes variability in Indonesia. El Nino causes a decrease in agricultural productivity due to the reduction in availability of water for crops. However, the La Nina phenomenon increases agricultural productivity due to the abundant availability of water. The strategy that can be done to solve the problem of climate change are to adjust the shape of cropping patterns and to forecast the season by using a Decision Network. Based on the Decision Network, the decision to select established cropping patterns is done using climate information and other obtained information before the decision is made. In this study, there are four information to be used. They are SOI index in August which can be used as an early possible indicator of rainy season changes, the length of rainy season, the rainfall in dry season, and the land area affected by drought. The objective of this research was to build the information model for agricultural cropping pattern by decision network. The data in this research were from 1965 to 2010. Cropping pattern can be used to produce a proper and accurate decision regarding to possibility of drought in areas. It also can be used to predict the possibility of loss amount that may arise. This study is conducted Indramayu District. The decisions are based on cropping patterns in Indramayu. The result showed that the model accuracy was 61.9% based on the relationship between the possibility of drought and drought data record in Indramayu from 1989 until 2009.
Judul Skripsi : Pemodelan Decision Network untuk Menentukan Pola Tanam Pertanian Dinamis Nama : Abdul Rahman Halim
NRP : G64080063
Menyetujui: Pembimbing
Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom NIP.196607021993021001
Mengetahui:
Ketua Departemen Ilmu Komputer
Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom NIP.196607021993021001
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam serta kepada keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam penelitian ini, yaitu:
1 Ayahanda Sigit Sudjamiko, Ibunda Rosita Arniati, serta Adik Muhammad Husni dan Hilmy Zhafran atas doa, kasih sayang, dukungan, serta motivasi kepada penulis untuk penyelesaian penelitian ini.
2 Bapak Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak ide, saran, bantuan, serta dukungan sampai selesainya penelitian ini.
3 Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific (CCROM-SEAP) Institut Pertanian Bogor sebagai sumber data dalam penelitian ini.
4 Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Effeciency (I-MHERE) Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
5 Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom dan Bapak Mushthofa, S.Kom, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran pada penelitian dan tugas akhir penulis.
6 Ngesti Dyah Sekar Mumpuni yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.
7 Muti Relegi, Panji Cahya Mawarda, Melki Hasali, Wiggo Windi Riswandy, Fatkurrohman, Dewi Citra Sari, Restu Rahmana Putra, Eva Selenia Desi, Nur Amalina Fitria, Fatimah Zachra Fauziah, Sigit Eko Prasetya, dan Larasati Dena Mahardika, sebagai teman seperjuangan, satu tim dan satu keluarga Kementerian Pendidikan BEM KM IPB 2012.
8 Catur Purbo Yuwono, Irvan Ahadi, Putri Dewi Purnamasari, Meriska Defriani, Mohamad Firman, Ryan Satria Nugroho, dan semua rekan-rekan seperjuangan di Ilmu Komputer IPB angkatan 45 atas segala kebersamaan, bantuan, dukungan, serta kenangan bagi penulis selama menjalani masa studi. Semoga kita bisa berjumpa kembali kelak sebagai orang-orang sukses. 9 Teman-teman satu perjuangan BEM KM IPB 2011 Kabinet Bersahabat atas pengalaman dan
persahabatan yang telah diberikan.
10 Muhamad Rifkiaansyah, Wuri Setyani, Galuh Hanifatiha, Diah Rahmi, Dewi Irmawati, dan teman-teman satu perjuangan BEM KM IPB 2012 Kabinet Berkarya atas bantuan dan karya yang telah diciptakan.
11 Rekan-rekan satu bimbingan, Alif Kurniawan, Ahmad Bagus Diponegoro, Nanda Ichsan Pratama, Retno Larasati, dan Wido Aryo Andhika semoga selalu bersemangat dan sukses. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi peneliti Ilmu Komputer dan Institut Pertanian Bogor serta Badan Geofisika Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan Departemen Pertanian pada umumnya.
Bogor, Januari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wellington, Selandia Baru pada tanggal 30 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sigit Sudjatmiko dan Rosita Arniati. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis menjadi anggota Kementerian Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB pada tahun 2011, dan menjadi Menteri Pendidikan BEM KM IPB di tahun berikutnya. Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan,
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Ruang Lingkup ... 2
METODE PENELITIAN Studi Literatur dan Pemahaman Masalah ... 2
Identifikasi Peubah Terkait ... 2
Pengumpulan Data ... 3
Pembagian Data ... 3
Pembuatan Bayesian Network... 3
Pembuatan Decision Network ... 4
Pembuatan Fungsi Utility ... 4
Pengujian Model dan Analisis ... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data ... 4
Penentuan Variabel Bayesian Network ... 4
Pembuatan Struktur Bayesian Network ... 6
Teknik Inferensi... 7
Pembuatan Decision Network ... 8
Evaluasi Model ... 9
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 12
Saran ... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Peluang bersyarat untuk SOI bulan Agustus... 7
2 Peluang bersyarat panjang musim hujan jika diketahui nilai SOI ... 7
3 Peluang bersyarat curah hujan di musim kemarau ... 7
4 Peluang bersyarat luas lahan yang mengalami kekeringan jika diketahui nilai panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau ... 7
5 Nilai fungsi utility berdasarkan peluang luas lahan yang mengalami kekeringan dan kemungkinan keputusan yang bisa diambil ... 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Diagram alir penelitian. ... 32 Lima fase SOI berdasarkan nilai SOI dua bulan yang berurutan (Stone et al. 1996). ... 5
3 Panjang musim hujan di Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010. ... 5
4 Curah hujan di Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010. ... 6
5 Luas lahan kekeringan di Indramayu dari tahun 1989 hingga 2010. ... 6
6 Model Bayesian network. ... 7
7 Struktur decision network. ... 8
8 Peluang kekeringan apabila diberikan input nilai SOI di bulan Agustus. ... 9
9 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input nilai SOI di bulan Agustus. ... 9
10 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan di bawah normal. ... 10
11 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan di atas normal. ... 10
12 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input curah hujan di musim kemarau di bawah normal... 11
13 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input curah hujan di musim kemarau di atas normal... Error! Bookmark not defined. 14 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau di bawah normal. ... 12
15 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau di atas normal. ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Data nilai SOI tahun 1965-2010 ... 152 Data luas lahan kekeringan di Indramayu tahun 1989-2010 ... 16
3 Hasil analisis korelasi sederhana data SOI bulan Agustus dan data panjang musim hujan ... 17
4 Kode pembuatan Bayesian network ... 18
5 Kode penggunaan maximum likelihood ... 19
6 Hasil prediksi dengan prediktor nilai SOI bulan Agustus ... 20
7 Hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan ... 21
8 Hasil prediksi dengan prediktor nilai curah hujan di musim kemarau ... 22
9 Hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan dan nilai curah hujan di musim kemarau ... 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap tanaman membutuhkan kondisi iklim yang berbeda untuk dapat tumbuh dengan baik. Pengetahuan tentang kebutuhan iklim yang optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan. Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menentukan jenis tanaman dan strategi budidaya yang sebaiknya digunakan pada tempat tertentu sesuai dengan kondisi iklimnya.
Salah satu hal mengenai iklim yang menjadi fokus utama pada saat ini di Indonesia adalah anomali iklim. Secara harfiah, anomali iklim adalah pergeseran musim dari rata-rata normalnya. Anomali iklim sendiri terjadi disebabkan oleh beberapa hal, namun fenomena yang sering terjadi dan mempengaruhi daerah di Indonesia ialah El Nino (Irianto & Suciantini 2006). Salah satu faktor dominan terjadinya El Nino ialah Indeks Osilasi Selatan (Southern Oscillation Index).
Gejala El Nino dan La Nina berpengaruh terhadap perubahan variabilitas iklim di Indonesia (Haylock & McBridge 2001). Pada umumnya, El Nino membawa dampak berupa berkurangnya curah hujan bahkan kekeringan, sedangkan La Nina membawa dampak berupa meningkatnya curah hujan yang bisa mengakibatkan banjir (Estiningtyas & Wigena 2011). Kedua gejala tersebut menyebabkan pergeseran pola curah hujan. Perubahan iklim yang tidak menentu akan memengaruhi produktivitas pertanian. Gejala El Nino menyebabkan penurunan produktivitas pertanian karena ketersedian air untuk tanaman berkurang. Sebaliknya, pada gejala La Nina, produktivitas pertanian meningkat akibat melimpahnya ketersediaan air (Irawan 2006). lambat dari biasanya yang berkaitan dengan panjang musim hujan. Ketiga, hujan yang sangat jarang atau berlebih di musim kemarau atau musim hujan yang menjurus pada curah hujan musim kemarau dan curah hujan musim hujan. Awal musim hujan, panjang musim
hujan, curah hujan musim kemarau, dan curah hujan musim hujan saling berhubungan terkait fenomena El Nino dan La Nina.
Berdasarkan data yang ada, menurut Boer (1999), antisipasi lebih diperlukan untuk menghadapi pergeseran musim akibat El Nino, mengingat bencana yang ditimbulkan akibat bencana El Nino lebih serius dari La Nina. Hal itu ditunjukkan dengan data hujan musim kemarau selama 100 tahun, penurunan hujan dari normal akibat kejadian El Nino dapat mencapai 80 mm/bulan, sedangkan peningkatan hujan dari normal akibat terjadi La Nina tidak lebih dari 40 mm/bulan.
Berdasarkan keterkaitan beberapa variabel yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu cara yang dapat dilakukan berdasarkan pengetahuan tersebut ialah mengubah pola penanaman benih berdasarkan kondisi cuaca di Indonesia. Penanaman benih pada musim hujan diharapkan akan menghasilkan produksi pertanian yang optimal sehingga pada saat memasuki masa musim kemarau, ketersediaan pangan untuk konsumsi nasional dapat terjaga. Pengenalan pola tanam benih tersebut berkaitan dengan pengetahuan Departemen Pertanian untuk memprediksi musim hujan (BBSDLP 2008).
Awal musim tanam pada suatu pola tanam biasanya ditetapkan berdasarkan pola hujan. Musim tanam pertama dimulai pada awal musim hujan dan musim tanam kedua dimulai menjelang musim kemarau. Untuk penanaman kedua, keberhasilan panen sangat ditentukan oleh awal masuk musim hujan, lama musim hujan, dan sifat hujan. Kekeringan seringkali terjadi pada tanaman kedua apabila sifat hujan di bawah normal atau awal masuk musim hujan mengalami kemunduran sehingga penanaman kedua juga mengalami kemunduran. Oleh sebab itu, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pada musim tanam kedua tersebut ialah menyesuaikan bentuk pola tanam dengan prakiraan musim menggunakan pendekatan decision network.
Berdasarkan decision network, keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat. Informasi yang dimaksud di antaranya adalah indeks SOI di bulan Agustus, prakiraan panjang musim hujan, dan curah hujan pada musim kemarau.
Ada berbagai penelitian mengenai iklim yang menggunakan Bayesian network. Elfitriadi (2011) melakukan penelitian pemodelan kejadian hujan dengan dynamic Bayesian network. Penelitian ini juga sangat berhubungan dengan penelitian-penelitian lainnya seperti peramalan panjang musim hujan dan peramalan curah hujan musim kemarau di Indonesia. Said (2011) melakukan peramalan panjang musim hujan menggunakan jaringan saraf tiruan resilient backpropagation dengan koefisien determinasi 84%. Agmalaro (2011) melakukan peneltian mengenai prediksi curah hujan bulanan Indramayu menggunakan metode support vector regresion. Beberapa hasil dari penelitian tersebut ke depannya sangat berpengaruh pada penelitian ini yang akan menggunakan data SOI, panjang musim hujan, dan curah hujan musim kemarau. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah membangun model informasi pola tanam pertanian dengan decision network. Pola tanam ini akan digunakan untuk menghasilkan suatu keputusan yang baik dan rasional mengenai peluang suatu daerah mengalami kekeringan beserta jumlah kerugian yang mungkin muncul. Penelitian ini akan dilakukan untuk Kabupaten Indramayu. Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan data SOI bulan Agustus tahun 1965–2010 merujuk pada situs Badan Meteorologi Australia. Selain itu, data yang digunakan ialah data panjang musim hujan beserta data curah hujan di musim kemarau dari tahun 1965–2010 yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data lain yang digunakan ialah data luas lahan yang mengalami kekeringan di daerah Indramayu yang diperoleh dari CCROM IPB. CCROM IPB adalah lembaga penelitian iklim yang berfokus pada perubahan iklim di Asia Tenggara.
Fokus penelitian ini ialah daerah Indramayu. Metode yang digunakan yaitu
pendekatan jejaring pengambil keputusan (decision network). Pengujian akurasi dilakukan dengan mencoba variasi data input dan melihat hasil sesuai dengan kemungkinan fakta yang akan terjadi berdasarkan variasi input tersebut. Data yang digunakan untuk memeriksa akurasi ialah data luas lahan kekeringan di daerah Indramayu.
METODE PENELITIAN
Diagram alir metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan tahapan proses penelitian mulai dari pemahaman permasalahan hingga terbentuknya suatu model decision network yang telah dianalisis dan dievaluasi.
Studi Literatur dan Pemahaman Masalah
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan dan pembelajaran buku dan jurnal yang terkait dengan penelitian ini. Buku dan jurnal yang terkait meliputi karakteristik Bayesian network dan pembuatan model decision network. Selain itu, pembelajaran juga dilakukan mengenai berbagai variabel iklim yang akan digunakan pada penelitian ini. Masalah yang muncul akan diformulasikan untuk mencegah permasalahan yang terlalu luas maupun terlalu sempit.
Identifikasi Peubah Terkait
Penelitian ini berfokus pada perkiraan luas lahan yang mengalami kekeringan beserta tingkat kerugian yang mungkin muncul dari pola tanam tersebut yang akan digunakan untuk musim tanam padi kedua. Peubah yang akan digunakan adalah peubah yang akan berpengaruh pada terjadinya kekeringan di suatu daerah. Penelitian ini khusus untuk daerah Indramayu yang mudah terkena pengaruh iklim global.
Model Decision Network
Gambar 1 Diagram alir penelitian.
Pengumpulan Data
Pada tahapan ini, data SOI diambil berdasarkan situs Badan Meteorologi Australia. Data panjang musim hujan dan data curah hujan di musim kemarau merupakan data yang merujuk pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data yang digunakan untuk evaluasi ialah data luas lahan kekeringan di Indramayu. Semua data tersebut akan diakomodasi oleh peubah dalam Bayesian network yang dibentuk untuk menentukan tingkat kekeringan, dalam hal ini difokuskan di daerah Indramayu.
Pembagian Data
Pembagian data ini bertujuan menentukan data latih dan data uji. Data latih akan digunakan dalam pembuatan struktur bayes dan pembentukan fungsi utility agar didapatkan suatu model lengkap decision network, sedangkan data uji akan digunakan untuk melihat akurasi dari model yang dibuat agar bisa dianalisis dan dievaluasi terkait model yang dibuat. Data yang digunakan adalah data dari tahun 1965 hingga 2009 dari daerah pengamatan Indramayu.
Pembuatan Bayesian Network
Bayesian network merupakan Directed Acyclic Graph (DAG) untuk merepresentasikan secara visual mengenai keterkaitan langsung antar peubah dalam suatu domain permasalahan tertentu (Neapolitan 2004; Russel & Peter 2003). Pada dasarnya, Bayesian network merupakan model visual menggunakan graph dari distribusi bersama sejumlah peubah. Oleh karena itu, bisa diketahui peluang dari suatu peubah tertentu (peubah query) jika diketahui nilai peubah lain (peubah evidence).
Terdapat tiga komponen dalam suatu Bayesian network. Komponen pertama adalah himpunan node yang mewakili setiap peubah. Komponen kedua adalah link antar dua node yang merepresentasikan keterkaitan sebab akibat dari node sumber ke node lainnya. Komponen terakhir adalah tabel peluang bersyarat pada setiap node dengan syarat parent dari node tersebut.
mengalami kekeringan. Keempat peubah tersebut akan menjadi chance node.
Pembuatan Decision Network
Bayesian network hanya bisa digunakan untuk mendapatkan informasi distribusi dari suatu peubah (node) baik ada atau tidaknya informasi dari peubah lain. Pada pengambilan keputusan, ingin diketahui keputusan yang layak diambil yang akan memberikan nilai sesuai dengan harapan yang diinginkan. Model yang bisa mengintegrasikan antara keputusan yang diambil dan kejadian tertentu yang bersifat peluang disebut decision network.
Decision network atau sering disebut juga dengan influenced network merupakan pengembangan dari Bayesian network. Output dari Bayesian network adalah distribusi peubah query, sedangkan pada decision network akan diketahui kaitan dari keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian peubah dalam Bayesian network sehingga bisa diperoleh informasi yang diinginkan.
Decision network merupakan Bayesian network yang dikembangkan dengan dua hal yaitu keputusan yang bisa diambil dan resiko yang mungkin terjadi sehingga decision network terdiri atas tiga jenis node, yaitu chance node, decision node dan utility node. Nilai dari decision node pada penelitian kali ini ialah berupa pilihan pola penanaman. Pembuatan Fungsi Utility
Utility node adalah node yang merepresentasikan nilai resiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, nilai dari node ini adalah semua kemungkinan resiko yang bisa terjadi akibat dari keputusan yang diambil dan ketidakpastian yang ada pada Bayesian network. Utility node pada penelitian kali ini yaitu jumlah lahan padi yang terkena kekeringan pada musim tanam kedua.
Pengujian Model dan Analisis
Proses pengujian model dilakukan dengan memasukkan variasi nilai input. Hasil yang didapatkan berdasarkan berbagai variasi input tersebut akan dibandingkan sesuai dengan fakta yang mungkin terjadi dan sesuai kondisi keilmuan. Hasil dari model yang telah dibentuk juga akan dibandingkan dengan kondisi luas lahan kekeringan yang ada.
Tahap analisis dilakukan untuk melihat tingkat akurasi dari hasil pendugaan utility. Parameter yang digunakan pada tahap analisis ialah kecocokan variasi input dari pengguna di lapangan dengan kemunginan kejadian kekeringan yang terjadi berdasarkan nilai input tersebut. Pada tahapan analisis akan dicoba semua kemungkinan input nilai dari pengguna lalu saling dibandingkan hasil yang diperoleh dan data yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
Data pertama yang digunakan pada penelitian ini ialah data SOI yang diperoleh dari Badan Meteorologi Australia dari tahun 1965 sampai tahun 2012 (BOM 2012). Penelitian ini hanya menggunakan data SOI dari tahun 1965 sampai tahun 2010 seperti terlihat pada Lampiran 1.
Data pengamatan panjang musim hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang merupakan data numerik dengan satuan dasarian. Data pengamatan curah hujan di musim kemarau juga diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang merupakan data numerik. Data luas lahan yang mengalami kekeringan merupakan data sekunder yang diperoleh dari CCROM IPB seperti terlihat pada Lampiran 2. Penentuan Variabel Bayesian Network
Untuk mendapatkan nilai-nilai batas setiap peubah, dilakukan praproses terhadap variabel-variabel terkait. Variabel pertama yang digunakan ialah Southern Oscilation Index (SOI). Variabel ini adalah indikator yang biasa digunakan untuk menunjukkan berlangsungnya El Nino. Indeks Osilasi Selatan merupakan indeks yang menggambarkan perbedaan tekanan udara dekat permukaan laut di kawasan Tahiti (PTahiti) dan Darwin (Pdarwin) dengan rumus:
I td v P ah t P a w n P ah t P a w n x
1 Konstan negatif (constantly negative). 2 Konstan positif (constantly positive). 3 Menurun cepat (rapidly falling). 4 Meningkat cepat (rapidly rising). 5 Mendekati nol (near zero).
Gambar 2 Lima fase SOI berdasarkan nilai SOI dua bulan yang berurutan (Stone et al. 1996).
Kondisi El Nino biasanya digambarkan oleh fase konstan negatif dan fase menurun cepat (fase 1 dan 3). Kondisi La Nina digambarkan oleh fase konstan positif dan meningkat cepat (2 dan 4). Fase 5 menunjukkan kondisi normal.
Fase SOI pada suatu bulan ditentukan berdasarkan perbedaan nilai SOI di bulan tersebut dengan nilai SOI di bulan sebelumnya. Informasi yang digunakan ialah nilai SOI bulan Agustus karena penelitian ini digunakan untuk musim tanam kedua, yang diasumsikan dimulai pada bulan September. Lampiran 3 menunjukkan korelasi nilai SOI dengan panjang musim hujan. Nilai SOI di bulan Agustus akan menjadi parent dari Bayesian network yang dibentuk karena tidak dipengaruhi oleh variabel yang lain. Berdasarkan informasi tersebut, maka selang untuk parameter nilai SOI di bulan Agustus dibagi tiga, yaitu:
a Konsisten Negatif untuk nilai SOI kurang dari -7.5.
Panjang musim hujan didapatkan dari hasil pengurangan tanggal berakhirnya musim hujan dengan tanggal dimulainya musim hujan dengan rumus:
PLC = PEC - PBC
PL adalah persentil dari panjang musim hujan dan c: 10, 30, 50, 70, dan 90. Panjang PL10 berarti untuk setiap batas yang dicari, 10% di tahun tersebut musim hujan akan lebih panjang dan 90% akan lebih pendek (Aviad et al. 2003).
Nilai yang harus dicari yaitu jumlah sisa dasarian setiap bulan berdasarkan informasi panjang musim hujan. Melalui informasi yang didapatkan dari data seperti terlihat pada Gambar 3, selang untuk parameter panjang musim hujan dibagi tiga, yaitu:
a Jumlah sisa dasarian kurang dari 10 dasarian.
b Jumlah sisa dasarian 10, 11, 12, atau 13 dasarian.
c Jumlah sisa dasarian lebih dari 13 dasarian.
Panjang musim hujan di musim kemarau dipengaruhi oleh nilai SOI di bulan Agustus. Oleh karena itu, panjang musim hujan di musim kemarau akan menjadi child dari nilai SOI di bulan Agustus dalam Bayesian network. Gambar 3 menunjukkan variasi panjang musim hujan di daerah Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010. Dari grafik tersebut terlihat bahwa panjang musim hujan di Indramayu sangat fluktuatif sekitar 10 hingga 18 dasarian setiap tahun.
Gambar 3 Panjang musim hujan di Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010. 0
1965 1968 1971 1974 1977 1980 1983 1986 1989 1992 1995 1998 2001 2004 2007
PMH
1985 Peubah ketiga yang digunakan ialah
curah hujan di musim kemarau. Terdapat nilai curah hujan di musim kemarau yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk daerah Indramayu. Hal yang pertama kali dilakukan ialah menghitung rata-rata tahunan nilai curah hujan untuk setiap bulan.
Menurut ketentuan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, curah hujan di musim kemarau dibagi menjadi tiga, yaitu di bawah normal, normal, dan di atas normal berdasarkan ketentuan nilai rata-ratanya. Oleh karena itu, selang untuk parameter curah hujan di musim kemarau juga akan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a Di bawah normal jika nilai curah hujan kurang dari 0.85 dikali rata-rata tahunan. b Normal jika nilai curah hujan diantara
0.85 dikali rata-rata tahunan dan 1.15 dikali rata-rata tahunan.
c Di atas normal jika nilai curah hujan lebih dari 1.15 dikali rata-rata tahunan.
Curah hujan di musim kemarau langsung didapatkan dari BMKG sesuai ketentuan yang telah dijabarkan sebelumnya. Oleh karena itu, curah hujan di musim kemarau tidak terpengaruh langsung oleh nilai SOI di bulan Agustus dan lama musim hujan pada Bayesian network. Gambar 4 menunjukkan curah hujan di daerah Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010. Curah hujan dimusim kemarau merupakan jumlah curah hujan dari dasarian setelah musim hujan hingga bulan Juli dibagi dengan total dasarian.
Gambar 4 Curah hujan di Indramayu dari tahun 1965 hingga 2010.
Peubah keempat yang digunakan ialah luas lahan yang mengalami kekeringan. Luas
lahan yang mengalami kekeringan ini dipengaruhi oleh panjang musim hujan dan curah hujan dimusim kemarau. Berdasarkan data yang ada seperti terlihat pada Gambar 5, penentuan kode untuk variabel luas lahan kekeringan mengikuti aturan sebagai berikut: a Tidak terjadi kekeringan jika luas lahan
kekeringan kurang dari 15000 Ha. b Terjadi kekeringan jika luas lahan
kekeringan lebih dari 15000 Ha.
Gambar 5 Luas lahan kekeringan di Indramayu dari tahun 1989 hingga 2010.
Penentuan selang diperoleh melalui penelitian dan survey dari tim CCROM IPB terkait luas lahan yang mengalami kekeringan serta melalui data yang diperoleh dari tahun 1989 hingga 2010.
Pembuatan Struktur Bayesian Network
Bayesian network akan dibentuk sesuai dengan keterkaitan antarpeubah terkait. Tujuan yang ingin diketahui ialah prediksi jumlah luas lahan yang mengalami kekeringan. Penelitian ini berfokus pada daerah Indramayu.
Penelitian ini menggunakan empat peubah yang dapat menentukan tingkat kekeringan, yaitu nilai SOI di bulan Agustus, panjang musim hujan (PMH), curah hujan di musim kemarau (CH), dan luas lahan yang mengalami kekeringan (K). Keterkaitan antara keempat peubah tersebut ialah seperti pada Gambar 6. Nilai SOI adalah root. Parent dari lama musim hujan adalah SOI. Parent dari K ialah lama musim hujan dan curah hujan. 0
1965 1968 1971 1974 1977 1980 1983 1986 1989 1992 1995 1998 2001 2004 2007
CHMK
CH
K PMH
SOI
Gambar 6 Model Bayesian network. Setelah diperoleh diagram keterkaitan variabel seperti terlihat pada Gambar 6, dengan menggunakan data sampel maka pada setiap node dihitung tabel peluang bersyaratnya. Tabel peluang bersyarat (Conditional Probability Table) diperoleh dengan mencari maximum likelihood dari variabel di dalam Bayesian network yang dibentuk. Lampiran 4 menunjukkan kode pembuatan Bayesian network dan Lampiran 5 menunjukkan kode penggunaan maximum likelihood.
Tabel 1 merupakan peluang bersyarat untuk SOI bulan Agustus. Tabel 2 merupakan peluang bersyarat panjang musim hujan jika diketahui nilai SOI bulan Agustus. Tabel 3 merupakan peluang bersyarat curah hujan di musim kemarau. Tabel 4 merupakan peluang bersyarat luas lahan yang mengalami kekeringan jika diketahui nilai panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau. Tabel 1 Peluang bersyarat untuk SOI bulan
Agustus
P(X1)
1 2 3
0.43150 0.24658 0.32192
Tabel 2 Peluang bersyarat panjang musim hujan jika diketahui nilai SOI
X1 P(X2|X1) mengalami kekeringan jika diketahui nilai panjang musim hujan dan curah hujan di musim
Proses inferensi akan menggunakan tiga jenis peubah. Peubah yang digunakan yaitu peubah query yaitu peubah yang akan dihitung distribusinya (Q), peubah evidence yaitu peubah yang sudah diketahui (E), dan peubah hidden yaitu peubah selain peubah query dan evidence (Y). Menggunakan kaidah Bayes, maka distribusi dari P(Q | E) ialah:
P P P
Berdasarkan kasus penelitian, akan dihitung semua kemungkinan dari peubah query, sehingga nilai P(E) dalam persamaan di atas hanya sebagai faktor normalisasi saja, sehingga bisa ditulis sebagai:
P | P P
Va ab l α merupakan konstanta normalisasi sehingga jumlahnya adalah satu. Sementara itu, P(Q, E) dihitung sebagai berikut:
P ∑ P y y
Persamaan di atas menunjukkan jumlah kemungkinan berdasarkan peubah query, hidden, dan evidence. Melalui keterkaitan tersebut, untuk mencari nilai dari setiap kemungkinan, rumus di atas dapat dirumuskan menjadi:
P ∏ P | Pa nt
Oleh karena itu, distribusi posterior yang ingin diketahui dihitung sebagai berikut:
P | P P
Bayesian network hanya bisa mengetahui distribusi satu peubah baik diketahui atau tidaknya informasi dari peubah lain tanpa bisa digunakan untuk pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan harus mengintegrasikan keputusan yang akan diambil dengan kejadian yang bersifat peluang untuk memaksimalkan harapan yang disebut dengan decision network.
Pembuatan Decision Network
Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi. Asumsi pertama, tanaman yang akan menjadi objek penelitian ialah padi, sehingga penelitian ini digunakan untuk memperkirakan risiko kekeringan penanaman padi yang kedua, yaitu pada musim kemarau. Berdasarkan diagram keterkaitan Bayesian network yang telah dibentuk, Bayesian network akan diintegrasikan dengan decision node dan utility node sehingga hasilnya adalah seperti terlihat pada Gambar 7. Nilai dari keputusan D adalah berupa pola penanaman
berupa mulainya penanaman pada musim tanam kedua pada musim kemarau dengan kode sebagai berikut:
D1: awal musim hujan.
D2: satu bulan setelah musim hujan.
D3: dua bulan setelah musim hujan.
D4: tiga bulan setelah musim hujan. Node U adalah fungsi utility yang nilainya tergantung keputusan (D) yang diambil berdasarkan nilai node kekeringan (K). Karena node K memiliki dua kemungkinan nilai dan node D memiliki empat kemungkinan tindakan, maka node U terdiri atas delapan kemungkinan. Apabila telah diketahui nilai dari node D dan node K, maka nilai harapan kerugian yang muncul dari setiap keputusan yang diambil dapat dihitung.
Gambar 7 Struktur decision network. Cara menghitung fungsi utility menggunakan alur logika sebagai berikut. Pertama, dihitung proporsi luas tanam pada D1, D2, D3, dan D4 pada bulan berjalan berdasarkan data yang ada, lalu proporsi luas tanam tersebut akan dikalikan dengan total luas lahan kekeringan sehingga akan diperoleh nilai seperti tertera pada Tabel 5. Oleh karena itu, decision network bisa digunakan untuk menentukan keputusan yang paling optimum. Expected utility dihitung berdasarkan rumus berikut:
∑ P
i = kemungkinan luas lahan kekeringan
0 kekeringan dan kemungkinan keputusan yang bisa diambil
D U(X4,D)
Berdasarkan model yang dibuat akan dicoba beberapa data dari data uji lalu dilihat hasil yang didapatkan dari model tersebut. Proses evaluasi ini akan melihat hasil dari model yang telah dibuat mampu merepresentasikan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan logika. Logika yang diambil merupakan logika berdasarkan konsep keilmuan yang ada. Nilai input yang akan digunakan ialah SOI pada bulan Agustus, panjang musim hujan, dan curah hujan di musim kemarau. Percobaan pertama akan menggunakan informasi nilai SOI bulan Agustus. Apabila dimasukkan nilai SOI di bulan Agustus tanpa memasukkan nilai variabel lainnya, hasinya seperti terlihat pada Gambar 8.
Berdasarkan grafik pada Gambar 8, jika nilai SOI pada bulan Agustus masuk ke kelas satu yang berarti fase menurun, grafik menunjukkan peluang terjadinya El Nino lebih tinggi dibandingkan fase lainnya, seperti terlihat pada Lampiran 6. Grafik menunjukkan bahwa peluang kekeringan di kelas satu lebih tinggi dari kelas lainnya.
Informasi selanjutnya yang bisa didapatkan yaitu perkiraan kerugian dari masing-masing pola penanaman. Perkiraan kerugian yang muncul pada masing-masing pola penanaman apabila diberikan informasi nilai SOI di bulan Agustus dapat dilihat pada Gambar 9. Terlihat bahwa kondisi El Nino bisa menyebabkan kerugian paling besar pada masing-masing pola penanaman.
Gambar 8 Peluang kekeringan apabila diberikan input nilai SOI di bulan Agustus.
0
Fase Menaik PMH < Normal
0
Fase Menaik PMH < Normal
PMH > Normal
Gambar 10 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan di bawah normal.
Percobaan selanjutnya ialah menambahkan informasi panjang musim hujan. Lampiran 7 menunjukkan hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan. Apabila panjang musim hujan masuk ke kelas satu atau di bawah normal, maka informasi yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 10.
Grafik pada Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman. Panjang musim hujan di bawah normal akan mengakibatkan peluang kekeringan yang lebih besar sehingga memungkinkan kerugian yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, tanpa mengetahui informasi panjang musim hujan. Percobaan selanjutnya yaitu penambahan panjang musim hujan yang masuk ke kelas ketiga yang berarti di atas normal. Informasinya terlihat pada Gambar 11.
Percobaan selanjutnya ialah menggunakan informasi curah hujan di musim kemarau. Lampiran 8 menunjukkan hasil prediksi dengan prediktor nilai curah hujan di musim kemarau.
Gambar 11 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan di atas normal.
Apabila curah hujan musim kemarau di bawah normal, maka perkiraan kerugiannya akan meningkat seperti terlihat pada Gambar 12. Sebaliknya, apabila curah hujan musim kemarau di atas normal, maka perkiraan kerugiannya akan menurun seperti terlihat pada Gambar 13.
Percobaan selanjutnya menggunakan kombinasi dari ketiga variabel, yaitu nilai SOI di bulan Agustus, panjang musim hujan, dan curah hujan di musim kemarau. Lampiran 9 menunjukkan hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan dan nilai curah hujan di musim kemarau. Hasilnya terlihat pada Gambar 14.
0
Fase Menaik PMH < Normal
PMH > Normal CH < Normal
0
Fase Menaik PMH < Normal
PMH > Normal CH < Normal
CH > Normal menghasilkan peluang kekeringan paling
minimum di daerah Indramayu seperti yang terlihat pada Gambar 15.
Gambar 12 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input curah hujan di musim kemarau di bawah normal.
Setelah melakukan percobaan dengan memasukkan kombinasi dari setiap variabel, akurasi dari model yang telah dibuat akan dilihat berdasarkan grafik keterkaitan antara peluang kekeringan dan luas lahan kekeringan yang terjadi berdasarkan data. Grafik yang didapatkan seperti terlihat pada Lampiran 10.
Grafik pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa bila ditarik garis untuk memisahkan luas lahan kekeringan yang melebihi 15000 Ha yang menandakan terjadinya kekeringan berdasarkan data kekeringan dari tahun 1989 hingga 2009, didapatkan 7 record data yang menandakan terjadinya kejadian kekeringan. Berdasarkan pemodelan decision network yang telah dibuat, terdapat empat record data yang teridentifikasi sebagai kejadian kekeringan, yaitu pada tahun 1994, 1997,
2006, dan 2009. Selain itu, terdapat pula record data yang tidak teridentifikasi sebagai kejadian kekeringan, yaitu pada tahun 1991, 2000, dan 2005.
Adanya data yang tidak teridentifikasi sebagai kejadian kekeringan disebabkan tidak sesuainya informasi dari variabel yang digunakan dengan informasi kekeringan yang didapatkan. Sebagai contoh, pada tahun 1991, panjang musim hujan masuk ke dalam kategori di atas normal dan curah hujan di musim kemarau masuk ke dalam kategori di atas normal. Model akan menghasilkan informasi tidak terjadi kekeringan, sedangkan data menunjukkan kejadian kekeringan. Selain itu, dari 21 data kekeringan diperoleh 9 kejadian tidak terjadi kekeringan dari 14 kejadian. Oleh karena itu, akurasi dari model untuk menentukan kejadian kekeringan berdasarkan data dari tahun 1989 hingga 2009 adalah jumlah kejadian benar dibagi total percobaan, yaitu 61.9% dan batas peluang yang menandakan suatu daerah mengalami kekeringan sebesar 15%.
0
PMH & CH < Normal
PMH & CH > Normal
0
PMH & CH < Normal
Gambar 13 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau di bawah normal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, pembuatan pola tanam dinamis menggunakan Bayesian network dapat digunakan sesuai dengan fenomena yang ada secara rasional. Model yang dibuat juga bisa digunakan untuk pengambilan keputusan strategi pola tanam untuk meminimumkan resiko kekeringan. Akurasi model yang dibuat sebesar 61.9% berdasarkan 21 data dari tahun 1989 hingga 2009.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1 Membangun sistem untuk
mengakomodasi perubahan model decision network karena model decision
network untuk setiap daerah belum tentu sama.
2 Mengembangkan model untuk daerah lain di Indonesia.
3 Melakukan pengecekan terhadap tabel peluang bersyarat dan diusahakan selalu mengikuti data yang tersedia, karena data iklim setiap tahun akan bertambah. 4 Mencoba menggunakan variabel lain di
dalam model, seperti nilai Sea Surface Temperature agar didapatkan model yang lebih baik.
Gambar 14 Perkiraan kerugian masing-masing pola penanaman apabila diberikan input panjang musim hujan dan curah hujan di musim kemarau di atas normal.
DAFTAR PUSTAKA
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Aviad Y, Kutiel H, Lavee H. 2003. Analysis of beginning, end, and length of the rainy season along a Mediterranean-arid climate transect for geomorphic purposes. Journal of Aris Environments 59:189-204.
Boer R. 1999. Perubahan iklim, El Nino dan La Nina. Prosiding pelatihan dosen-Dosen perguruan tinggi negeri Indonesia bagian Barat bidang Agroklimatologi Biotrop. Bogor 1-12 Februari 1999.
Boer R. 26 Jan 2009. Sekolah lapangan iklim antisipasi risiko perubahan iklim. Salam.
[BBSDLP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian, serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2):138-140.
[BOM] Bureau of Meteorology. 2012. Monthly Southern Oscillation Index. ftp://ftp.
bom.gov.au/anon/home/ncc/www/sc o/soi/soiplaintext.html [2 Oktober 2012].
Elfitriadi E. 2011. Pemodelan kejadian hujan dengan dynamic Bayesian network [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Estiningtyas W, Wigena AH. 2011. Teknik statistical downscaling dengan regresi komponen utama dan regresi kuadrat terkecil parsial untuk prediksi curah hujan pada kondisi El Nino, La Nina, dan normal. Jurnal Meteorologi dan Geofisika 12(1):65-72.
Haylock M, McBridge J. 2001. Spatial coherence and predictability of Indonesian wet season rainfall. Journal of Climate 14:3882-3887.
Irawan B. 2006. Fenomena anomali iklim El Nino dan La Nina: kecenderungan jangka panjang dan pengaruhnya terhadap produksi pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 24(1): 28-45.
Irianto G, Suciantini. 2006. Anomali iklim: faktor penyebab, karakteristik, dan antisipasinya. Iptek Tanaman Pangan 2:102.
Neapolitan RE. 2004. Learning Bayesian Network. New Jersey: Prentice Hall.
Russel S, Peter N. 2003. Artificial Intelligence: A Modern Approach. Ed ke-2. New Jersey: Prentice Hall. Said MM. 2011. Peramalan panjang musim
hujan Resilient Backpropagation [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Stone RC, Hammer GL, Marcussen T. 1996.
Lampiran 1 Data nilai SOI tahun 1965-2010
Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des 1965 -4.6 1.2 2.1 -10.4 -0.4 -10.9 -21.0 -10.1 -13.5 -11.0 -16.7 0.3 1966 -4.6 -4.7 -12.8 -6.0 -7.8 0.3 -0.4 4.5 -1.8 -2.2 0.4 -4.8 1967 14.1 12.6 6.5 -3.8 -2.6 4.5 0.8 5.7 5.8 -0.3 -4.6 -6.8 1968 3.6 9.1 -3.6 -3.0 14.3 10.0 6.3 0.3 -2.4 -1.6 -3.4 0.3 1969 -14.2 -7.6 -0.7 -8.2 -5.6 -1.1 -6.4 -4.0 -10.0 -11.6 -0.2 2.3
1970 -10.8 -12.1 0.7 -4.5 2.5 8.6 -5.2 3.9 12.8 11.0 18.8 16.1 1971 2.1 15.5 16.1 19.6 9.2 1.7 1.4 14.2 15.8 18.6 6.8 0.8 1972 3.1 7.2 1.2 -5.2 -24.0 -10.9 -17.3 -8.2 -14.1 -11.0 -3.4 -13.4
1973 -3.6 -15.0 -0.3 -2.3 3.3 10.0 5.7 11.8 13.4 10.4 31.5 15.6 1974 20.3 16.0 17.0 9.4 10.6 1.7 11.1 6.3 12.2 9.2 -1.5 0.3 1975 -6.0 4.7 9.4 12.3 6.2 12.8 19.6 19.7 22.2 18.6 13.1 17.6 1976 11.2 12.6 10.8 0.6 2.5 0.3 -11.9 -11.3 -12.4 3.5 9.3 -20.0 1977 -4.1 8.6 -9.4 -8.2 -9.3 -15.8 -13.7 -11.3 -8.8 -12.9 -14.2 -11.4 1978 -3.6 -26.9 -6.0 -7.4 15.8 4.5 5.1 2.1 1.1 -5.3 -2.1 -2.2 1979 -4.6 6.2 -3.6 -5.2 4.0 4.5 13.6 -4.6 1.7 -2.2 -4.6 -8.3 1980 2.6 0.3 -8.4 -11.8 -2.6 -3.9 -1.6 1.5 -4.7 -0.9 -3.4 -2.2 1981 2.1 -4.2 -15.6 -5.2 8.4 12.1 8.1 5.1 6.4 -5.3 2.3 3.4 1982 8.8 -0.2 0.7 -2.3 -7.1 -17.2 -17.9 -22.2 -20.0 -20.5 -30.0 -22.6 1983 -31.4 -35.7 -25.7 -15.5 5.5 -3.2 -7.0 0.9 9.9 4.7 -0.8 -1.2 1984 0.7 5.2 -6.5 1.3 0.3 -8.1 0.8 2.1 2.3 -4.7 3.6 -2.7 1985 -4.6 6.2 -2.7 12.3 3.3 -8.8 -2.2 8.2 0.5 -5.3 -1.5 0.8 1986 7.4 -12.1 -0.3 0.6 -5.6 8.6 2.0 -7.0 -4.7 6.6 -13.5 -15.0 1987 -7.0 -14.0 -16.1 -23.5 -19.6 -17.9 -17.3 -13.1 -10.6 -5.3 -1.5 -5.8 1988 -1.5 -6.2 1.2 -3.0 9.9 -3.9 10.5 14.2 18.7 15.5 22.0 9.5 1989 12.7 8.5 5.5 18.1 15.1 6.1 8.5 -5.6 5.8 7.8 -1.8 -5.3 1990 -1.9 -18.4 -8.2 -0.7 13.6 0.0 5.2 -4.4 -7.3 -1.2 -5.0 -3.7 1991 4.2 -0.2 -10.1 -11.5 -17.9 -5.5 -1.5 -6.8 -16.2 -13.5 -6.9 -18.3 1992 -26.0 -10.3 -22.1 -16.5 0.4 -11.9 -6.5 0.8 0.7 -18.0 -6.9 -6.6 1993 -9.2 -8.7 -8.8 -18.5 -7.3 -14.4 -10.1 -13.0 -7.0 -13.0 0.4 0.7 1994 -2.1 0.3 -10.0 -19.9 -11.6 -9.4 -16.7 -15.7 -16.2 -13.5 -7.3 -13.1 1995 -5.8 -3.3 2.8 -14.4 -8.6 -2.2 4.0 1.2 3.4 -0.6 1.7 -7.8 1996 7.7 0.6 5.2 5.3 1.7 10.5 6.6 4.8 6.9 5.2 -0.1 7.3 1997 3.5 14.0 -7.0 -14.3 -19.0 -24.3 -9.0 -18.0 -14.1 -16.7 -13.9 -10.8 1998 -22.9 -22.2 -26.1 -22.4 -0.3 8.2 12.8 9.7 12.1 11.2 13.2 11.7 1999 14.7 7.1 7.6 16.8 0.9 -0.5 4.4 3.3 0.2 9.5 11.6 12.4 2000 3.2 13.0 7.6 15.4 6.0 -6.5 -4.0 4.5 10.1 11.6 20.7 7.7 2001 7.4 12.0 4.9 1.4 -9.9 2.4 -3.3 -8.3 1.7 -3.0 9.0 -11.2
2002 2.5 7.1 -5.6 -3.4 -13.8 -6.8 -7.1 -14.3 -7.3 -7.6 -4.1 -13.4 2003 -2.0 -9.3 -6.6 -5.9 -5.0 -13.2 3.2 -1.2 -1.6 -2.9 -2.4 9.0 2004 -12.8 9.0 0.9 -16.2 13.0 -13.9 -6.4 -6.7 -3.2 -3.0 -7.7 -10.1
2005 1.2 -29.5 -1.3 -10.8 -11.7 0.5 1.6 -6.5 3.4 11.5 -2.2 -1.4 2006 11.8 -0.6 11.4 13.0 -7.7 -6.7 -8.6 -14.1 -4.6 -16.4 -0.7 -5.3 2007 -8.9 -2.8 -1.2 -4.2 -2.5 5.4 -4.8 1.8 2.2 6.1 9.9 13.3
Lampiran 2 Data luas lahan kekeringan di Indramayu tahun 1989-2010
Tahun Kekeringan
1989 0
1990 0
1991 92277
1992 0
1993 2000
1994 28774
1995 0
1996 7336
1997 28393.5
1998 0
1999 7336
2000 28393.5
2001 0
2002 227
2003 2747.5
2004 645
2005 23622
2006 42795.5
2007 1867.5
2008 3977
2009 34149.5
Lampiran 3 Hasil analisis korelasi sederhana data SOI bulan Agustus dan data panjang musim hujan
No Bulan R
1 Januari 0.18258
2 Februari 0.34514
3 Maret 0.30117
4 April 0.24698
5 Mei -0.00734
6 Juni 0.11592
7 Juli -0.13536
8 Agustus 0.45041
9 September 0.44926
10 Oktober 0.38838
11 November 0.32303
Lampiran 4 Kode pembuatan Bayesian network
%jumlah variabel
N = 4;
%keterkaitan variabel
dag = zeros(N, N);
%inisialisasi variabel
S = 1; P = 2; C = 3; K = 4;
dag(S, P) = 1; dag(P, K) = 1; dag(C, K) = 1;
%kelas tiap variabel
node_sizes = [3 3 3 2];
bnet = mk_bnet(dag, node_sizes);
%inisialisasi nilai tiap variabel
bnet.CPD{S} = tabular_CPD(bnet, S,[0.43151 0.24658 0.32192]); bnet.CPD{P} = tabular_CPD(bnet, P,[0.66667 0.68254 0.61702 0.19444 0.09524 0.10638 0.13889 0.22222 0.27660]);
bnet.CPD{C} = tabular_CPD(bnet, C,[0.4136 0.1629 0.4245]);
bnet.CPD{K} = tabular_CPD(bnet, K,[0.6 0.8182 0.8462 1 1 1 0.875 0.8333 1 0.4 0.1818 0.1538 0 0 0 0.125 0.1667 0]);
Lampiran 5 Kode penggunaan maximum likelihood
nsamples = 45;
samples = cell(N, nsamples);
for i = 1:nsamples
samples(:, i) = sample_bnet(bnet);
end
data = cell2num(samples);
bnet2 = mk_bnet(dag, node_sizes);
seed = 0; rand(seed);
bnet2.CPD{S} = tabular_CPD(bnet2, S); bnet2.CPD{P} = tabular_CPD(bnet2, P); bnet2.CPD{C} = tabular_CPD(bnet2, C); bnet2.CPD{K} = tabular_CPD(bnet2, K);
bnet3 = learn_params(bnet2, samples); CPT3 = cell(1, N);
for i = 1:N
s = struct(bnet3.CPD{i}); CPT3{i} = s.CPT;
Lampiran 6 Hasil prediksi dengan prediktor nilai SOI bulan Agustus
Peluang Peluang Kekeringan
SOI di bawah normal SOI normal SOI di atas normal
Kekeringan < 15000 Ha 0.81398 0.821351 0.830494
Kekeringan > 15000 Ha 0.18602 0.178649 0.169506
Pola Penanaman Padi Rata-Rata Terkena Kekeringan
SOI di bawah normal SOI normal SOI di atas normal
Pola Tanam 1 12.69399 12.19097 11.56706
Pola Tanam 2 27.01012 25.93979 24.61224
Pola Tanam 3 188.5459 181.0744 171.8073
Lampiran 7 Hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan
Peluang Peluang Kekeringan
PMH di bawah normal PMH normal PMH di atas normal
Kekeringan < 15000 Ha 0.781498 0.840186 0.936388
Kekeringan > 15000 Ha 0.218503 0.159814 0.063612
Pola Penanaman Padi Rata-Rata Terkena Kekeringan
PMH di bawah normal PMH normal PMH di atas normal
Pola Tanam 1 14.91059 10.90567 4.340855
Pola Tanam 2 31.72656 23.20495 9.236416
Pola Tanam 3 221.4693 161.9836 64.4754
Lampiran 8 Hasil prediksi dengan prediktor nilai curah hujan di musim kemarau
Peluang Peluang Kekeringan
CHMK di bawah normal CHMK normal CHMK di atas normal
Kekeringan < 15000 Ha 0.689078 1 0.894565
Kekeringan > 15000 Ha 0.310922 0 0.105435
Pola Penanaman Padi Rata-Rata Terkena Kekeringan
CHMK di bawah normal CHMK normal CHMK di atas normal
Pola Tanam 1 21.21731 0 7.194865
Pola Tanam 2 45.14593 0 15.30914
Pola Tanam 3 315.1441 0 106.8665
Lampiran 9 Hasil prediksi dengan prediktor nilai panjang musim hujan dan nilai curah hujan di musim kemarau
Peluang Peluang Kekeringan
PMH dan CHMK di bawah normal PMH dan CHMK di atas normal
Kekeringan < 15000 Ha 0.6 1
Kekeringan > 15000 Ha 0.4 0
Pola Penanaman Padi Rata-Rata Terkena Kekeringan
PMH dan CHMK di bawah normal PMH dan CHMK di atas normal
Pola Tanam 1 27.29596 0
Pola Tanam 2 58.08 0
Pola Tanam 3 405.4312 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
persen Ha (per 100)
Tahun
Kekeringan Peluang kekeringan