• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pub"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Publik

Dosen:

DR. Dwi Atty

Oleh:

Rido Nugroho

121151033

MAGISTER EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS

UNIVESITAS TRISAKTI

(2)

BAGIAN I

Latar Belakang Permasalahan a. Deskripsi Permasalahan

Pertumbuhan konsumsi BBM di Indonesia 7-8%/tahun, sedangkan kemampuan produksi minyak bumi nasional mengalami decline 5-6%/tahun dan jumlah cadangan minyak bumi saat ini hanya sebesar 3 miliar barrel saja. Berdasarkan kondisi tersebut membuat cadangan minyak bumi Indonesia akan semakin menipis dan terancam akan segera habis dalam beberapa tahun kedepan, hal ini dikarenakan konsumsi BBM lebih banyak dibandingkan dengan produksi BBM yang dihasilkan Indonesia.

Berdasarkan data paparan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, yang dikutip detikFinance, Kamis (18/6/2015). Selisih antara produksi dengan konsumsi makin melebar.

"Gap produksi-konsumsi yang makin melebar ini terjadi setelah Indonesia menjadi net importer (negara importir) minyak sejak 2004. Pada periode tahun 1975-1995 produksi minyak Indonesia masih di atas 1 juta barel, bahkan pada 1980-an dan 1991-an produksi minyak Indonesia hampir mendekati 2 juta barel.

Sementara konsumsi BBM dalam negeri pada 1975-1985 di bawah 500.000 barel per hari. Namun seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi BBM dalam negeri terus meningkat hingga pada 2004 produksi minyak tidak mencukupi untuk menutupi konsumsi dalam negeri.

Mulai periode 2004 konsumsi BBM dalam negeri sudah berada di level 1 juta barel per hari, sementara produksinya terus turun. Tahun ini saja konsumsi BBM dalam negeri sudah di atas 1,5 juta barel per hari, sementara produksinya di bawah 800.000 barel per hari.

(3)

b. Kebijakan yang Telah Diambil Pemerintah

Dalam rangka penghematan bahan bakar minyak maka pemerintah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, pada hari Jumat, tanggal 4 Mei 2012, mengumumkan akan mengeluarkan kebijakan penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik. Hal ini dilakukan untuk menjaga besaran volume BBM sesuai APBN 2012 dan menindaklanjuti Perpres No. 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak tertentu.

Kebijakan pengendalian BBM dilakukan melalui upaya penghematan BBM yang pada prinsipnya mengatur pelaksanaannya yang diawali dengan :

1. Pentahapan pembatasan penggunaan Jenis BBM bersubsidi untuk transportasi jalan; dan Pengendalian penggunaan BBM untuk penyediaan tenaga listrik.

Pentahapan yang dimaksud pada poin 1 diatas ditujukan untuk Kendaraan Dinas (Instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, BUMN dan BUMD) dilarang menggunakan Bensin (Gasoline) RON 88 atau nama lain yang sejenis untuk wilayah Jabodetabek (Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi) dan selanjutnya untuk wilayah Jawa Bali diluar Jabodetabek.

2. Untuk mobil barang yang digunakan bagi kegiatan perkebunan dan pertambangan, dilarang menggunakan Jenis BBM bersubsidi berupa Minyak Solar (Gas Oil) dan Perusahaan wajib menyediakan tempat penyimpanan BBM (Storage Tank) dengan kapasitas sesuai kebutuhan.

(4)

4. Pengendalian penggunaan BBM untuk penyediaan tenaga listrik, PT PLN (Persero) wajib melakukan pengendalian volume BBM sesuai asumsi dalam APBN.

Badan Pengatur melakukan pengaturan, pengawasan dan verifikasi terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pendistribusian serta penetapan alokasi volume jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna.

5. Mempercepat program konversi BBM ke Bahan Bakar Gas dimulai di Pulau Jawa (Konsumen terbesar), dan juga melakukan kampanye gerakan hemat energi secara masif dimulai dari gedung-gedung pemerintahan.

Diharapkan kebijakan penghematan melalui upaya pengendalian penggunaan BBM, konversi BBM ke Bahan Bakar Gas, dan juga penghematan listrik, dalam jangka panjang dapat membantu mengurangi pemborosan energi di Indonesia.

C. Hasil Sebelum Usaha Pemecahan Masalah

Tingkat konsumsi bahan bakar minyak Indonesia melebihi kapasitas produksi yang bisa dihasilkan oleh Indonesia.

(5)

Produksi bahan bakar minyak terus mengalami penurunan, sedangkan tingkat konsumsi bahan bakar minyak terus mengalami peningkatan, sehingga pada awal tahun 2000an, kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri sudah tidak bisa dipenuhi hanya dengan produksi dalam negeri, hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri harus diimpor sehingga menyebabkan efek negatif pada neraca pembayaran Indonesia. Selain itu dampak yang jauh lebih berbahaya dari kondisi tersebut adalah krisis bahan bakar minyak, bahan bakar minyak merupakan sumber daya yang tidak terbarukan, dengan tingkat konsumsi yang melebihi tingkat produksi, membuat Indonesia hanya tinggal menunggu waktu untuk mengalami krisis bahan bakar minyak. Pada kondisi itu Indonesia tidak lagi memiliki persediaan bahan bakar minyak yang bisa dikonsumsi untuk kebutuhan dalam negeri dan seluruh kebutuhan bahan bakar minyak didalam negeri hanya bisa dipenuhi dengan melakukan impor bahan bakar minyak dari Negara lain yang masih memiliki cadangan minyak yang berlimpah.

Berdasarkan kondisi yang dapat mengancam ketahanan nasional tersebut, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak, paling tidak hingga Indonesia mampu terbebas dari ketergantungan minyak bumi dengan melakukan alih energy ke sumber energi alternative lain.

BAGIAN II

(6)

Berdasarkan data dari statistik migas, pada tahun 2013 terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi sebesar 1,09 juta kiloliter atau terjadi peningkatan sebesar 2,4 % jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi ditahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan penghematan bahan bakar minyak, utamanya bahan bakar minyak bersubsidi yang telah diambil pemerintah masih perlu dievaluasi.

Salah satu kebijakan tersebut yang secara substansi mampu mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi adalah larangan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi untuk kendaraan pemerintahan, namun hal ini belum bisa efektif mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi, hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor eksternalitas seperti sulitnya pengawasan, penambahan jumlah kendaraan bermotor, dll. Hal ini mengakibatkan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut belum mampu secara signifikan mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi.

(7)

c. Kebutuhan untuk Analisis

(8)

Besarnya konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia disebabkan karena tingginya ketergantungan akan penggunaan bahan bakar minyak, menurut data kementrian ESDM, saat ini ketergantungan penggunaan bahan bakar minyak Indonesia hamper mencapai 50 % dari total bauran energy yang digunakan di Indonesia.

(9)

b. Tujuan dan Sasaran

c. Ukuran Efektifitas

(10)

BAGIAN IV Alternatif Kebijakan a. Definisi Alternatif

b. Perbandingan Konsekuensi Kebijakan

c. Dampak Ganda dan Eksternalitas

d. Hambatan dan Fisibilitas Politik

BAGIAN V Alternatif Kebijakan a. Kriteria Alternatif Rekomendasi

(11)

c. Kerangka Strategi Implementasi

d. Keterbatasan

BAGIAN II

Aktor-aktor Kebijakan

Aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai pembuat kebijakan agar dapat disahkan secara legal saja, namun juga pihak-pihak yang berpengaruh ketika perencanaannya.

i. Inisiator kebijakan : Presiden Indonesia

ii. Pembuat kebijakan dan legislator : Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dewan Energi Nasional)

iii. Pelaksana Kebijakan: Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini bekerjasama dengan pihak Pertamina yaitu pihak yang diberi kewenangan mengatur tata kelola BBM di Indonesia. iv. Kelompok sasaran adalah masyarakat karena kebijakan ini dibuat untuk mengatasi

ancaman kelangkaan bahan bakar minyak yang akan segera habis

(12)

vi. Kelompok Penekan : Dunia usaha dan sebagian kelompok masyarakat yang sangat bergantung dengan konsumsi bahan bakar minyak

Identifikasi Permasalahan dan Hubungan Sebab Akibat

a. Indonesia masih sangat tergantung dengan energi fosil, utamanya minyak bumi

Menurut data dewan energy nasional, penggunaan bahan bakar minyak sebagai sumber energy di Indonesia mencapai 46 % dari total pemenuhan energy nasional. Dengan kata lain bisa diambil kesimpulan bahwa Indonesia masih sangat bergantung terhadap penggunaan bahan bakar minyak

(13)

b. Tingkat konsumsi bahan bakar minyak Indonesia melebihi kapasitas produksi yang bisa dihasilkan

Menurut data BP Statistical Review 2013, penggunaan bahan bakar minyak terus meningkat sedangkan produksi minyak terus mengalami penurunan.

Akibat : Tingkat konsumsi yang melebihi tingkat produksi menyebabkan pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri harus diimpor sehingga menyebabkan efek negatif pada neraca pembayaran Indonesia.

(14)

Menurut data dari Kementrian ESDM, pada tahun 2014 penggunaan bahan bakar minyak didominasi oleh penggunaan Solar dan Premium, hal ini mengindikasikan penggunaan BBM di Indonesia terlalu boros untuk sektor konsumtif, padahal pemerintah mensubsidi BBM jenis premium dan solar.

Akibat : Anggaran untuk subsidi BBM membengkak dan memberatkan APBN Indonesia

(15)

Setelah mengidentifikasi permasalahan, maka hanya ada satu jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tingkat konsumsi BBM di Indonesia, yaitu mengurangi tingkat konsumsi BBM secara perlahan dan terus mengembangkan energy terbarukan dan menuju pada pengalihan energi pengganti bahan bakar minyak. Pengembangan sumber daya terbarukan membutuhkan waktu yang panjang, sehingga pemerintah harus menjaga tingkat cadangan bahan bakar minyak tetap cukup, sampai penggunaan bahan bakar minyak mampu dialihkan secara maksimal.

Kebijakan Untuk Pengalihan Energi :

a. Kebijakan Ketersediaan Energi

Mengatur jaminan pasokan energi nasional, melalui peningkatan cadangan terbukti energi fosil, rasionalisasi ekspor gas dan batubara, optimalisasi sistem produksi,transportasi dan distribusi energi;

b. Kebijakan Prioritas Penyediaan Energi

Mengatur penggunaan energi terbarukan, meminimalkan minyak bumi,mengoptimalkan gas bumi dan energi baru, batubara sebagai andalan dan pengaman pasokan energi nasional, dan pemanfaatan energi nuklir untuk mendukung keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar dengan mempertimbangkan factor keamanan secara ketat;

c. Kebijakan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional

Mengatur tentang pemanfaatan sumber daya energi berdasarkan pertimbangan kapasitas; keberlanjutan, keekonomian, dan dampak lingkungan hidup;

d. Kebijakan Cadangan Energi Nasional

Mengatur tentang jaminan ketahanan energi nasional guna mengatasi terjadinya

kondisi krisis dan darurat energi baik yang disebabkan oleh alam ataupun stabilitas kondisi geopolitik dunia;

(16)

Mengatur tentang pemanfaatan sumber daya energi dengan tetap menjaga konservasi sumberdaya energi, meningkatkan kualitas nilai dan keaneragaman sumber daya energi;

f. Kebijakan Lingkungan dan Keselamatan

Mengatur keselarasan pengelolaan energi nasional dengan arah pembangunan nasional berkelanjutan, pelestarian sumbedaya alam, dan pengendalian lingkungan;

g. Kebijakan Harga, Subsidi dan Insentif Energi

Mengatur tentang harga, subsidi dan insentif energi dalam rangka menjamin penyediaan dan pengusahaan energi dengan tetap memperhatikan kemampuan

masyarakat;

h. Kebijakan Infrastruktur dan Industri Energi

Mengatur peningkatan infrastruktur energi dan mendorong penguatan industri energy nasional;

i. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Energi

Mengatur peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha dalam meningkatkan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi energi sampai tahap komersial;

j. Kebijakan Kelembagaan dan Pendanaan

Mengatur penguatan sistem kelembagaan dan birokrasi dalam pengelolaan energy oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya;

(17)

Dalam teori ekonomi, untuk mengurangi tingkat konsumsi suatu komoditas maka pengambil kebijakan bisa menggunakan hokum permintaan dan penawaran dengan menaikkan harga BBM atau mengurangi subsidi BBM, namun cara ini bukanlah cara yang bijak, karena BBM merupakan komoditas yang memiliki karakteristik unik, yaitu ketika harganya dinaikkan tidak menyebabkan konsumsinya turun secara signifikan, hal ini dikarenakan BBM adalah komoditas primer yang sulit dihindari penggunannya, selain itu penulis juga berpandangan bahwa BBM merupakan barang public yang berhak dikonsumsi secara bebas oleh masyarakat, hal ini berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, pemanfaatan sumber daya energi untuk kepentingan Nasional, secara jelas telah di jabarkan pada pasar 33, ayat 3 : ” bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat ” masyarakat seminimal mungkin menggunakan bahan bakar minyak.

Salah satu caranya adalah membuat dasar hukum yang memaksa para pekerja pemerintah seperti PNS, Pegawai BUMN, Pegawai Kementrian untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi ketika bekerja, mereka disediakan sarana antar jemput pulang dan pergi bekerja. Sektor transportasi merupakan sektor pengguna energy final komersil terbesar kedua setelah sektor industri. Saat ini hampir seluruh konsumsi energi di sektor transportasi berupa BBM dan sekitar 89% konsumsi BBM di sektor transportasi merupakan konsumsi sub sektor transportasi darat.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM MAKLUMAT SISTEM SOKONGAN PENGURUSAN SISTEM SOKONGAN OPERASI - Sistem Maklumat Pengeluaran - Sistem Maklumat Pemasaran - Sistem Maklumat Kewangan - Sistem Maklumat Perakaunan

Dalam pengembangan geometri Eucclides itu postulat disebut postulat kesejajaran yang diartikan menjadi melalui suatu titik di luar garis dapat dibuat tepat satu gris yang

Karena itulah dapat disimpulkan bahwa dengan kenaikan nilai temperature sintering akan memperkecil nilai koersivitas (Hc). Dari Gambar 4.31 dapat diketahui bahwa secara umum

kandungan etilen yang cukup tinggi dalam meningkatkan produksi lateks pada.

masuk ke dalam toko dengan pencahayaan yang terang tentu lebih baik dari pada yang remang –.. remang, dan juga penataan toko sangatlah penting karena pengunjung sudah

Dengan mengerucutkan pada aspek medium, dapat diindikasikan terjadi interaksi antara seni rupa mainstream dan alternatif, dibuktikan dari mulai dikoleksinya karaya- karya media

ini dapat dilakukan dengan rnengintegrasikan data sistem pendeteksi gempa bumi yang di dari.. sensorfllisgate ke Personal Conlpziter