• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK YANG DIBANGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK YANG DIBANGU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK YANG DIBANGUN

Perkembangan emosi merupakan salah satu perkembangan kecerdasan atau kemampuan mengelola perasaan yang harus dibangun ke dalam karakter anak sejak usia dini. Dari beberapa hasil penelitian para ahli tentang perkembangan anak mengatakan bahwa perkembangan emosi anak memberikan kontribusi yang lebih besar untuk keberhasilan masa depan. Penemuan ini telah dibuktikan dengan fakta-fakta perkembangan emosional anak yang awali sejak bayi, masa balita, pra sekolah, tahun-tahun akhir pra sekolah, dan perkembangan manusia dewasa.

Perkembangan emosional dimulai sejak awal kehidupan. Hal ini merupakan aspek penting dari perkembangan otak secara keseluruhan, dan memiliki konsekwensi yang sangat besar seumur hidup. Sejak lahir anak-anak cepat mengembangkan kemampuan mereka untuk mengalami dan mengekspresikan emosi yang berbeda serta kemampuan mereka untuk mengatasi dan mengelola berbagai perasaan. Perkembangan kemampuan ini terjadi pada waktu yang sama dengan berbagai keterampilan lainnya, yang sangat terlihat jelas adalah pada mobilitas (kontrol motor), berpikir (kognisi) dan komunikasi (bahasa).

Namun demikian, masih banyak orang tua yang mengabaikan pentingnya perkembangan emosi anak, hal ini disebabkan oleh pemahaman orang tua terhadap perkembangan emosi anak masih sangat memprihatinkan, para pendidik dan masyarakat pada umumnya juga belum mengetahui urgensi perkembangan emosi anak sehingga perkembangan emosional yang dibangun ke dalam kerangka otak anak masih belum optimal. Keadaan masyarakat kita

(2)

pada umumnya membangun karakter ke dalam kerangka otak anak dengan mengutamakan perkembangan kognitif dan bahasa sebagai pondasi awal kehidupan anak. Bahkan sejak bayi dan balita, anak-anak mendapat perhatian penuh dari orangtuanya hanya pada perkembangan fisik motoriknya semata. Kebanyakan orang tua hapal betul kapan anaknya mulai bisa melakukan gerakan tengkurap, duduk, merangkak, berjalan, hingga mengucapkan satu dua buah kata. Akan tetapi sedikit orang tua yang memperhatikan perkembangan emosional anak.

Kemajuan ilmiah baru-baru ini menunjukkan bahwa perkembangan emosi dan kognisi saling bergantung pada munculnya kematangan dan interkoneksi dari sirkuit saraf yang kompleks di beberapa daerah otak, termasuk prefrontal cortex, limbic cortex, basal forebrain, amygdala, hipotalamus, dan brainstem. Perlu kita ketahui bahwa jaringan otak bersifat platis, mudah di bentuk sesuai dengan stimulasi atau rangsangan yang diberikan, faktor lingkungan berperan aktif dalam memberikan pengaruh positif atau negatif dalam menentukan prilaku seseorang. Orang yang tadinya pemalu pada usia 4 tahun, misalnya pada usia 10 tahun bisa menunjukkan perkembangan emosionalnya sehingga menjadi anak yang pandai bergaul.

Perkembangan emosional terkait erat dengan karakteristik sosial serta dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tinggal. Anak-anak yang memiliki kemampuan mengelola emosi dengan baik adalah anak-anak yang mampu menjalin hubungan dengan orang tua, keluarga, komunitas lainnya dan lingkungannya serta memiliki kesehatan mental yang baik. Perkembangan emosional anak menjadi sangat penting karena tidak hanya menjadi pondasi untuk masa depannya tetapi juga sebagai fungsi sosial saat ini. lingkungan setempat mempunyai pengaruh yang tak terbantahkan dalam pembentukan karakter anak. Kekerasan dan penganiayaan pada masa kanak-kanak, juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam mempengaruhi perkembangan emosional anak.

(3)

kemampuan emosional anak dengan sebaik-baiknya melalui pemberian stimulan atau rangsangan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan usia anak, sehingga perkembangan emosional anak yang dibangun ke dalam kerangka otak mereka dapat dilakukan secara optimal.

2. Tujuan Penulisan Artikel

Tujuan penulisan artikel ini secara umum adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan emosional anak yang dibangun ke dalam kerangka otak mereka. Adapun tujuan penulisan artikel ini secara khusus, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui perkembangan emosional anak menurut hasil penelitian para ahli perkembangan anak.

2) Untuk mengetahui perkembangan emosional anak yang dibangun ke dalam kerangka otak mereka.

3) Untuk memberikan pemahaman kepada para orang tua tentang pentingnya perkembangan emosional anak usia dini.

B. PEMBAHASAN

1. Perkembangan Emosi Anak Usia Dini

Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.Di sini menyangkut adanya

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan

tingkah laku sebagai hasil interaksidengan lingkungannya.

Sedangkan dalam pengertian lain, perkembangan dapat diartikan

sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam

diri individu dari mulai lahirsampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan

adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju

(4)

tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung

secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut

fisik/jasmaniah maupun psikis/rohaniah (Syamsu, 2008).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa perkembangan adalah perubahan-perubahan yang terjadi terus menerus secara teratur dan berkesinambungan.

Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to

stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008).

(5)

lain. Definisi dasar ini diperluas oleh Salovey dan Mayer dalam lima wilayah utama, yakni : Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali orang lain dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain (Baswardono, dkk. 1997). Untuk lebih jelasnya, kelima wilayah kecerdasan emosi dapat penulis gambarkan pada grafik berikut :

Grafik. 1

Lima Wilayah Kecerdasan Emosi

Istilah kecerdasan emosi ini kemudian dipopulerkan oleh Daniel

Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence : “Why It Can Matter More

Than IQ“ (1995). Daniel Goleman (1995) merumuskan emosi sebagai sesuatu yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Emosi adalah “a complex feeling state accompained by characteristic motor

and glandular activities” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjer dan motoris). Yusuf (2000) menyatakan bahwa emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Contohnya : gembira, sedih, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dsb. Sedangkan menurut James and Lange, emosi timbul karena pengaruh

5

Kecerdasan EmosiKecerdasan Emosi

(6)

perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis karena sedih, tertawa karena bahagia.

Sebagaimana diungkapkan Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi

umum. Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk

mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi. Pengaruh emosi terhadap perilaku dan perubahan fisik individu : 1) Memperkuat semangat bila merasa senang atas suatu keberhasilan. 2) Melemahkan semangat apabila timbul rasa kekecewaan karena suatu kegagalan. 3) Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar apabila individu dalam keadaan gugup. 4) Terganggu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :

Bayi hingga 18 bulan

1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di

sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.

2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.

3) Pada bulan ke empat sampai ke delapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut.

(7)

dan meniru reaksi emosi yang di tunjukkan orang-orang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.

18 bulan sampai 3 tahun

1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.

2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.

3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.

Usia antara 3 sampai 5 tahun

1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.

Usia antara 5 sampai 12 tahun

1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu

(8)

menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasi.

2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat memverbalisasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.

3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).

4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

2. Pusat Emosi di Otak

Josep LeDoux, seorang ahli saraf di Centre for Neural Science di New

York University, melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan

peran penting dari amigdala. Amigdala adalah sekelompok sel berbentuk

(9)

Dalam Wikipedia dikatakan bahwa amigdala berasal dari bahasa latin

amygdalae (bahasa Yunani αμυγδαλή, amygdalē, almond, 'amandel') adalah

sekelompok saraf yang berbentuk kacang almond. Pada otak vertebrata

terletak pada bagian medial temporal lobe, secara anatomi amigdala dianggap

sebagai bagian dari basal ganglia. Amigdala dipercayai merupakan bagian

otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi

emosi. Oleh karenanya amigdala juga merupakan bagian dari sistem limbik

yang dipelajari pada ilmu neurosains kognitif. Letak amigdala di dalam otak,

dapat lihat pada gambar berikut ini :

3. Perkembangan Emosional Anak Yang Dibangun Ke Dalam Kerangka Otak Mereka

Perkembangan emosi dan kognisi saling bergantung pada munculnya kematangan dan interkoneksi dari sirkuit saraf yang kompleks di beberapa daerah otak, termasuk prefrontal cortex, limbic cortex, basal forebrain, amygdala, hipotalamus, dan brainstem. (seperti perencanaan, penilaian, dan pengambilan keputusan) yang sangat terlibat erat dalam pengembangan keterampilan memecahkan pemecahan masalah pada masa prasekolah. Dalam hal fungsi otak dasar, emosi mendukung fungsi eksekutif ketika diatur dengan baik, tetapi mengganggu perhatian ketika dikelola dengan buruk.

Perkembangan emosional sebenarnya dibangun ke dalam kerangka otak anak dalam menanggapi pengalaman pribadi masing-masing dan

9

(10)

pengaruh dari lingkungan di mana mereka tinggal. Emosi adalah aspek biologis dari fungsi otak manusia yang disambungkan ke beberapa daerah dari sistem saraf pusat.

Pertumbuhan dan perkembangan otak sebenarnya ditentukan oleh sel syaraf panjang yang mengantarkan pesan-pesan listrik lewat sistim syaraf dan otak yang disebut dengan neuron. Otak yang telah terbentuk itu menghasilkan neuron yang jumlahnya kurang lebih 100 milyar yang mana jumlah ini jauh melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Neuron-neuron yang telah terbentuk ini terus tumbuh dan berkembang dengan mengeluarkan sambungan transmisi jarak jauh sistim syaraf yang dinamakan akson. Di setiap ujungnya, akson-akson ini mengeluarkan cabang-cabang sebagai penghubung sementara dengan banyak sasaran. Kegiatan inilah yang sebenarnya merupakan kerja sel-sel otak dalam mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dari sejak terjadinya konsepsi sampai menjelang ajalnya (Nash, 1997:2-3).

Potensi-potensi yang terbentuk pada saat terjadinya konsepsi adalah potensi fisik dan potensi psikis. Potensi fisik berkenaan deangan aspek-aspek

fisik dan kerja organ-organ fisik (physically aspect and physically organs

(11)

(Psychologically aspects). Melalui kegiatan-kegiatan pertumbuhan dan perkembangan otak inilah yang menyebabkan seorang anak manusia memiliki potensi yang unggul yang nantinya akan menjadi kemampuan anak secara fisik maupun psikisnya. Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak ini terus berlangsung sampai janin itu lahirkan ke dunia. Di dalam pertumbuhan dan perkembangannya sel-sel otak menghadapi hambatan-hambatan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Sujiono, 2009).

Sebagaimana dikutip dari buku Konsep Dasar Penddikan Anak Usia

Dini, bahwaSetelah anak dilahirkan, tahun-tahun awal kehidupan merupakan saat yang paling kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Lonjakan pertumbuhan dan perkembangan otak ini terus berlangsung dimana neuron melalui aksonnya sebagai pengirim signal terus mengadakan sambungan (sinapsis) baru dengan dendrit sebagai penerima signal. Kegiatan ini disebabkan oleh berbagai pengalaman seorang bayi melalui panca inderanya. Semakin banyak pengalaman indera yang dialami seorang bayi, semakin banyak sambungan yang diperoleh yang berarti semakin banyak pula potensi bawaan itu berkembang. Seperti yang telah diuraikan pada halaman sebelumnya bahwa sel-sel otak itu tumbuh dan berkembang melebihi kebutuhan yang sebenarnya, namun begitu sambungan-sambungan yang telah diciptakannya akan dengan sendirinya dimusnahkan apabila jarang atau tidak pernah digunakan. Melalui perkataan lain, sel-sel otak yang telah siap untuk menjadi kemampuan apa saja itu apabila jarang atau tidak pernah mendapatkan latihan (rangsangan) secara perlahan pasti akan dimusnahkannya (Sujiono, 2009).

Pengalaman emosional bayi yang baru lahir mengalami aktivitas emosional paling sering selama periode interaksi dengan pengasuh (seperti makan, menghibur, dan memegang). Bayi menunjukkan perasaan tertekan dan menangis ketika mereka merasa lapar, dingin, basah, atau dengan cara lain apabila tidak nyaman dan mereka mengalami emosi positif ketika mereka makan, ditenangkan, dan dipegang. Selama periode awal ini, anak-anak tidak

(12)

mampu memodulasi ekspresi perasaan yang luar biasa, dan mereka memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengendalikan emosi mereka.

Keadaan emosional balita dan anak prasekolah jauh lebih kompleks. Mereka bergantung pada pengalaman pribadi mereka sendiri dalam memahami apa yang orang lain lakukan dan pikirkan, mereka (dan otak mereka) membangun landasan yang dibentuk sebelumnya, mereka berkembang dan memperolah pemahaman yang lebih baik dari berbagai emosi. Mereka juga lebih mampu mengelola perasaan mereka. Anak-anak yang telah memperoleh landasan emosional yang kuat memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, berbicara, dan menggunakan kesadaran mereka sendiri dan perasaan orang lain untuk mengelola interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih baik.

Pengalaman buruk yang dialami oleh anak pada masa kecilnya, juga akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya. Tekanan emosi yang berkepanjangan bisa mempengaruhi kerangka otak anak. Dengan demikian, hal ini harus menjadi prioritas perhatian para orang tua dalam mengenal dan memahami perkembangan emosi anak. Diharapkan para orang tua memperhatikan perkembangan emosi dan sosial anak-anak, termasuk neurologi yang mendasarinya, disebabkan orang tua saat ini pada umumnya lebih berfokus pada perkembangan kognitif, bahasa dan motorik.

Kebanyakan para orang tua lebih khawatir jika anak-anak mereka tidak mempunyai keterampilan membaca atau berhitung. Memang, perkembangan bahasa, motorik dan kognitif juga perlu mendapat perhatian, tetapi karena besarnya perhatian orang tua terhadap kemampuan tersebut, membuat orang tua sedikit mengabaikan perkembangan emosi anak.

Emosi Berkembang Sejak Anak Dilahirkan. Sejak lahir, seorang bayi sudah dapat menunjukkan perasaannya, apakah ia cenderung merasa tenang/tentram atau sulit diatur. Sejak lahir anak-anak cepat mengembangkan kemampuan mereka untuk mengalami dan mengekspresikan emosi yang berbeda serta kemampuan mereka untuk mengatasi dan mengelola berbagai perasaan.

(13)

sehari-harilah yang lebih menentukan bagaimana ia akan bertingkah laku. Oleh karena itu perlu kiranya orang tua meninjau kembali cara-cara pengasuhan yang selama ini dilakukan. Jika selama ini orang tua lebih suka melindungi anaknya, cobalah untuk membiarkan anak mengalami hal-hal yang mengecewakan dirinya, beri anak kesempatan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Tetapi bukan berarti orang tua lepas tangan, tetapi sebaiknya orang tua lebih mendukung anak untuk mengatasi masalahnya dengan menunjukkan sikap empati pada apa yang dihadapinya. Cara-cara pengasuhan yang dilakukan orang tua di rumah akan sangat mempengaruhi perkembangan emosi anak. Orang tua hendaknya melatih dan membiasakan anak-anaknya untuk bertingkah laku (Baswardono, dkk. 1997).

Di sekolah, guru adalah panutan dan model bagi anak-anak. Guru tidak cukup hanya mengembangkan aspek kognitif dan bahasa saja, akan tetapi guru juga harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan berperilaku seperti berterima kasih ketika mendapat pemberian, meminta maaf ketika melakukan kesalahan, berempati pada teman yang sedang mengalami kesulitan, meningkatkan motivasi belajar, menumbuhkan rasa percaya diri, mengajarkan berinfaq atau membantu teman yang mengalami musibah dan lain-lain. Hal ini tentu harus ditanamkan pada anak sejak mereka masih kecil sehingga diharapkan menjadi perilaku pembiasaan ketika anak sudah dewasa.

C. PENUTUP

Dari Pembahasan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,

sebagai hasil dari proses pematangan, termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksidengan lingkungannya.

2. kecerdasan emosi merupakan keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri dan orang lain, serta kemampuan

(14)

mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan kehidupan.

3. Jaringan otak bersifat plastis, mudah di bentuk sesuai dengan stimulasi yang didapat. Pengalaman yang dialami oleh anak dimasa kecilnya dan apa dipelajari oleh anak dalam kehidupan sehari-harinya itulah yang membangun perkembangan emosi anak, baik positif maupun negatif.

(15)

Baswardono, dkk. Perkembangan Kecerdasan Emosi Anak. Majalah. Seri Ayah Bunda. Jakarta:PT. Dian Rakyat.1997.

National Scientific Council on the Developing Child, Children’s Emotional

Development is Built into the Architectureof their Brains.2005.

Panitia Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 110 UPI, Bahan Ajar Pendidikan

Anak Usia Dini.UPI. Bandung. 2012.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-jumiatig2a-5475-3-babii.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Amigdala

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194412051967 101-KOKO_DARKUSNO_A/ASPEK-ASPEK_PERKEMBANGAN.pdf

https://www.facebook.com/notes/ioanes-rakhmat-full/pengalaman-pengalaman-spiritual-ditinjau-dari-neurosains www.developingchild.harvard.edu.

Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT. Indeks: Jakarta. 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan dan saudara/i sekalian untuk menjawab dan mengisi kuesioner ini sesuai dengan petunjuk yang sudah ada2. Semua informasi yang saudara/i

Daerah proyek yang keadaan lapanganya atau pada tempat – tempat lokasi bangunan yang masih berupa hutan, maka sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai, agar terlebih

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk dapat memeperoleh

digunakan dalam proses penanganan keluhan. Bengkel Clink perlu meningkatkan.. upaya sosialisasi prosedur pelayanan, meningkatkan kecepatan dan memberi kemudahan dalam

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Dalam hal ini SIG mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk menganalisis dalam proses penentuan lokasi bandara yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan, yaitu