• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENUTUPAN TPA DI KAB. SIDOARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PENUTUPAN TPA DI KAB. SIDOARJO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENUTUPAN TPA DI KAB. SIDOARJO

DITINJAU DARI ASPEK TATA RUANG DAN REGULASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Oleh

VIVI RAHMATUL LAILI

A. PENDAHULUAN

Meningkatnya pembangunan akhir – akhir ini baik pembangunan perumahan maupun industri perdagangan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang ada. Konsekuensi dari kondisi ini adalah meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan. Jika masalah sampah tidak dikelola dengan baik, maka secara tidak langsung akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dampak selanjutnya adalah menurunnya kesehatan masyarakat. Masalah persampahan yang dihadapi saat ini pada umumnya adalah pengelolaan yang kurang optimal dan keterbatasan lahan. Sebagai contoh adalah pengurangan volume sampah melalui program 3R ( Reduse, Reuse, Recycle) belum berjalan secara optimal dan akibatnya sampah-sampah yang ada tetap berakhir ke TPA tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu.

Permasalahan sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang mampu menimbulkan konflik. Lebih parah lagi hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil , tidak mempunyai penanganan sampah yang baik. Umumnya kota di Indonesia memiliki manajemen sampah yang sama, yaitu dengan metode kumpul-angkut-buang. Sebuah metode manajemen persampahan klasik yang akhirnya berubah menjadi praktek pembuangan sampah secara sembarangan tanpa mengikuti ketentuan teknis dilokasi yang sudah ditentukan (open dumping). Hal ini mengakibatkan daya tampung TPA semakin berkurang dan dapat memperpendek umur TPA yang ada.

(2)

Tahun 2013 sebesar 2.090.619 jiwa sedangkan pada Tahun 2012 sebesar 2.053.467 jiwa (Kab. Sidoarjo dalam angka 2013). Hal ini menunjukkan adanya kenaikan 37.152 jiwa atau sebesar 1,81 persen. Tentunya kondisi ini akan berdampak pada jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Sidoarjo. Jumlah sampah yang dihasilkan pada tahun 2012 sebesar 6.674 m3/hari dengan komposisi sampah yang tidak terangkut ke TPS = 5817 m³/hari atau 87,15 % dimana dari jumlah ini sampah yang dibakar sebesar 40 %, dibuang kesungai 3,45 %, dibuang ke lahan kosong 4,88 % serta ditimbun sebesar 50,36 %. Sedangkan untuk sampah yang terangkut ke TPS sebesar 857 m³/hari = 12, 8 % dimana sampah yang dibakar di TPS sebesar 23,3 % dan sampah yang dibuang ke TPA sebesar 76,6 % (Masterplan pengelolaan sampah Kab. Sidoarjo Tahun 2013).

Dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA hampir 80 % tentu ini akan semakin menambah beban dari TPA yang ada, sehingga dari 7 TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo, 6 diantaranya telah ditutup yaitu TPA Barengkrajan - Krian, TPA Tambak Kalisogo - Jabon, TPA Bulu Sidokare - Sidoarjo, TPA Bluru Kidul - Sidoarjo, TPA Ngelom - Taman, TPA Candi Pari – Porong. Dari kondisi diatas, penulis ingin mengkaji tentang penutupan TPA yang ada ditinjau dari aspek regulasi dan kesesuaian teori lokasi.

B. KONSEP DASAR TEORI DAN KONSEP KEBIJAKAN SPASIAL DAN PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN

1. Struktur Ruang Kota

a. Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929) Bahwa wilayah kota dibagi enam zona, yaitu :

• Zona Pusat Wilayah Kegiatan (Central Bussines Districts) -->didalamnya terdapat pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, hotel, restoran, dan sebagainya

• Zona Peralihan atau zona transisi --> zone peralihan merupakan konsentrasi penduduk miskin. Sering ditemui wilayah kumuh (slum area)

• Zona Pemukiman Kelas Proletar--> didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah. Ditandai oleh adanya rumah susun sederhana.

• Zona Pemukiman Kelas Menengah (Residental Zone) -->merupakan kompleks perumahan karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.

(3)

• Zona Penglaju (Commuters) -->merupakan wilayah yang memasuki wilayah belakang (Hinterland) atau merupakan wilayah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota tetapi tinggal di pinggiran kota.

Gambar:

Keterangan model teori konsentrik menurut Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929),

1. Zona pusat wilayah kegiatan 2. Zona peralihan

3. Zona permukiman kelas proletar. 4. Zona permukiman kelas menengah. 5. Zona penglaju.

• • • •

b. Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt Bahwa kota tersusun sebagai berikut :

• Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri dari atas bangunan kantor, hotel, bank, dan pusat perbelanjaan

• Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan Dekat pusat kota dan dekat sektor pada nomor 2, terdapat sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum buruh

• Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor madyawisma, yaitu permukiman golongan menengah

• Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas

(4)

Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan.

Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur. Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.

Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.

c. Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945) Struktur ruang kota meliputi:

1. Pusat kota (CBD)

2. Kawasan niaga dan industri ringan

3. Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah 4. Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah 5. Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi

6. Pusat niaga berat

7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran

8. Upakota (suburban), untuk kawasan madyawisma dan adiwisma 9. Upakota (suburban), untuk kawasan industri

Gambar : Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Keterangan:

• Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan.

• Zona 2: Zona wilayah terdapat para grossier dan manufactur. • Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.

• Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. • Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi. • Zona 6: Zona manufactur berat

• Zona 7: Zona wilayah di luar pusat wilayah Kegiatan (PWK) • Zona 8: Zona wilayah permukiman suburb

(5)

2. Teori Lokasi • Teori Christaller

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara. Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan dan penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan transportasi seperti yang telah dikemukakan oleh Christaller dalam “ Central Place Theory ” . Suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Christaller menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain. Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penyusunan teori tersebut, seperti : 1. Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.

2. Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu. 3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.

4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.

5. Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar secara merata.

3. Penataan Ruang

(6)

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: • penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; • penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

• pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; • mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

• penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan • penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Pemanfaatan Ruang Wilayah

Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: • perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan

rencana tata ruang kawasan strategis;

• perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan

• pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sesuai dengan: • standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;

• standar kualitas lingkungan; dan

• daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui : • penetapan peraturan zonasi,

• perizinan,

• pemberian insentif dan disinsentif, serta • pengenaan sanksi.

4. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)

(7)

a. Kriteria Regional dalam Pemilihan Lokasi TPA

Untuk mendapatkan lokasi TPA sampah yang memenuhi persyaratan perlu ditetapkan beberapa kriteria teknis. Pendekatan kriteria teknis untuk penentuan lokasi sampah telah diatur dalam persyaratan teknis yang dimuat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan Nomor SNI 03-3241-1994. Berdasarkan SNI 03-3241-1994. Lokasi TPA Sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

• Kondisi Geologi

– Tidak terletak di zona Holocene fault – Tidak boleh di daerah berbahaya geologi • Kondisi Hidrogeologi

– Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter – Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 106 cm/detik – Jarak terhadap sumber air minum harus > 100 m di hilir

– Bila tidak ada zona yang memenuhi kriteria, maka harus ada masukan teknologi Kemiringan zona harus kurang dari 20%

Jarak dari lapangan terbang (>3.000 meter untuk turbo jet atau 1.500 m untuk jenis lain).

Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam, dan daerah banjir (periode ulang 25 tahun).

Agar keberadaan TPA tidak mencemari lingkungan, maka jarak TPA ke badan air penerima > 100m, ke perumahan terdekat > 500 m, ke airport 1500 m (untuk pesawat propeler) dan 3000 m (untuk pesawat jet). Selain itu muka air tanah harus > 4 m, jenis tanah lempung dengan nilai K < 10-6 cm/det.

Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled landfill (untuk kota sedang dan kecil) dan sanitary landfill (untuk kota besar dan metropolitan) dengan “sistem sel”

Prasarana dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk, drainase keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer zone)

Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan meliputi lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pengolahan lindi dan ventilasi gas / flaring atau landfill gas extraction untuk mngurangi emisi gas.

Fasilitas operasional yang harus disediakan berupa alat berat (buldozer, excavator, loader dan atau landfill compactor) dan stok tanah penutup

(8)

Selain itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang sebagai berikut (dardak, 2007):

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong pengembangannya (Urban Promotion Area)

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju perkotaan/daerah padat.

4. Penentuan lokasi TPA sampah harus mengacu pada RTR dan ketentuan lainnya yang terkait.

Berdasarkan UU RI Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 9 Ayat 2 Menyatakan Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23 dijelaskan bahwa :

1) Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan dan mengoperasikan TPA.

2) Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah kabupaten/kota:

a. melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota;

b. menyusun analisis biaya dan teknologi; dan c. menyusun rancangan teknis.

3) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit memenuhi aspek:

a. geologi; b. hidrogeologi; c. kemiringan zona;

d. jarak dari lapangan terbang; e. jarak dari permukiman;

f. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau

g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun.

4) TPA yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi:

(9)

b. fasilitas perlindungan lingkungan; c. fasilitas operasi; dan

d. fasilitas penunjang.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 61 ayat 1 Penutupan TPA dapat dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:

a. TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas;

b. keberadaan TPA sudah tidak sesuai lagi dengan RTRW/RTRK kota/kabupaten; dan/atau

c. dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka.

b. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Jenis pengolahan sampah di TPA perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi lokasi, pembiayaan, teknologi, dan keamanannya. Berbagai cara pengelolaan sampah di TPA, diantaranya dengan cara Open Dumping, Controlled Landfill dan Sanitary Landfill ( Buku Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi) :

1. TPA Open Dumping sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan

akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah.

2. TPA Controlled Landfill merupakan sarana pengurugan sampah yang bersifat antara,

sebelum mampu melaksanakan operasi sanitary landill. Penutupan tanah sel

sampah dengan tanahpenutup dilakukan setiap 7 hari sekali.

3. TPA Sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang

disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Dengan penyebaran dan pemadatan

sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel

sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari

C. ALASAN PEMILIHAN JUDUL DAN LOKASI

(10)

Pola perkembangan di Gerbangkertasusila plus terjadi terutama pada koridor antar kota dan pada beberapa bagian berfungsi sebagai suatu pusat ( nodal ). Pada dasarnya antara Surabaya–Sidoarjo bukan lagi Menunjukkan pola koridor akan tetapi sudah merupakan penyatuan dua kawasan dalam skala besar. Sedangkan ke arah selatan Kota Surabaya memiliki perkembangan yang pesat, terutama berkembang kegiatan jasa perdagangan, industri, dan sebagian perumahan. Mengingat koridor ini sudah sangat padat, maka perkembangan sepanjang jalan utama kota harus dibatasi, membentuk kawasan industry di luar jalan utama kota. (RTRW Propinsi Jawa Timur 2020).

Dengan adanya perkembangan kearah selatan Surabaya dengan kata lain adalah Kabupaten Sidoarjo maka dipastikan perkembangan baik industri, perumahan/permukiman, perdagangan dan jasa , pergudangan dan sebagainya akan berdampak terhadap pertambahan jumlah penduduk yang ada. Baik penduduk yang berasal dari Kab.Sidoarjo sendiri maupun kaum urban dari daerah lain. Akibatnya adalah semakin bertambahnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Sidoarjo setiap tahunnya. Jumlah sampah yang semakin banyak ini akan berdampak pula pada kondisi TPA yang ada, terutama daya tampung dari TPA. Dengan adanya kelebihan daya tampung ini, bisa dipastikan lama kelamaan akan menyebabkan TPA ditutup apabila tidak ada teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah.

D. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

Faktor-faktor pendukung dalam penutupan TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo ( TPA Barengkrajan - Krian, TPA Tambak Kalisogo - Jabon, TPA Bulu Sidokare - Sidoarjo, TPA Bluru Kidul - Sidoarjo, TPA Ngelom - Taman, TPA Candi Pari – Porong) sebagai berikut :

1. Lokasi TPA tidak berada dijalur utama transportasi/jalan arteri sehingga kendaraan pengangkut sampah agak mengalami kesulitan untuk keluar masuk.

2. Volume sampah yang ada di TPA tidak sebanding dengan daya tampung TPA yang ada.

3. Belum ada teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah, sehingga sampah yang ada hanya dibiarkan saja/open dumping. Akibatnya akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

(11)

E. IMPLIKASI TEORI KEBIJAKAN SPASIAL TERHADAP PENGELOLAAN SANITASI YANG DIPILIH

Berdasarkan data yang ada di Masterplan Pengelolaan Sampah kabupaten Sidoarjo Tahun 2013, terdapat 6 TPA yang telah ditutup dari 7 TPA yang dimiliki, berikut adalah nama-nama TPA yang sudah ditutup :

Lokasi Bekas Lahan TPA

NO. LOKASI TPA YANG TIDAK DIMANFAATKAN LUAS (M²)

1. Ds. Barengkrajan, Krian 24.625

2. Ds. Tambak kalisogo, Jabon 22.635

3. Ds. Bulu Sidokare, Sidoarjo 23.000

4. Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo 20.000

5. Ds. Ngelom, Taman 20.064

6. Ds Candi Pari, Porong 20.000

Luas 130.324

Sumber : Masterplan pengelolaan sampah, 2013

Berdasarkan RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029, Ds. Barengkrajan, Krian terletak di SSWP IV dengan fungsi utama konservasi pertanian teknis, peternakan, zona industry ditunjang dengan kegiatan permukiman kepadatan rendah. Ds. Tambak kalisogo, Jabon terletak di SSWP III dengan fungsi utama sebagai Kawasan Permukiman, Konservasi Geologi, industri, pertanian,dan perdagangan skala regional. Ds. Bulu Sidokare dan Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo terletak di SSWP II dengan fungsi utama permukiman, pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa. Ds. Ngelom, Taman terletak di SSWP I dengan fungsi utama Permukiman, Industri dan Perdagangan skala lokal, regional, dan internasional. Ds Candi Pari, Porong terletak di SSWP V dengan fungsi utama kawasan budidaya perikanan dan pariwisata.

(12)

permukiman kelas menengah. Sedangkan untuk TPA yang berada di Kecamatan Sidoarjo terletak di zona pusat wilayah kegiatan. Berdasarkan Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945) TPA dikawasan porong termasuk dalam Kawasan Zona wilayah permukiman suburb, sedangkan untuk TPA yang terletak di kawasan sidoarjo kota termasuk kedalam zona pusat kegiatan wilayah. Untuk TPA yang terletak dikawasan krian, jabon dan taman termasuk dalam wilayah industry suburb.

Berdasarkan Teori Lokasi Christaller (1933) , pusat pelayanan cenderung berada didalam wilayah dengan syarat yang pertama topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer. Dalam “ Central Place Theory ” christaller dijelaskan suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Christaller menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain. Pusat pelayanan persampahan berupa TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo tentunya mempunyai topografi yang berbeda tidak sesuai dengan teori christaller yang menyatakan suatu daerah mempunyai keseragaman topografi. Berdasarkan data BPS (Kab. Sidoarjo dalam angka) tahun 2014, topografi kawasan krian terletak 12 m diatas permukaan laut, kawasan taman 9 m diatas permukaan laut,, sidoarjo dan porong 4 m diatas permukaan laut,, jabon 2 diatas permukaan laut. Kondisi yang ada ini jelas berbeda dengan pendapat christaller yang menyatakan topografi daerah memiliki keseragaman. Untuk central place theory seluruh lokasi TPA di Kabupaten Sidoarjo yang sudah ditutup bisa dikatakan teori ini dapat diterapkan karena 1 TPA yang ada melayani beberapa kecamatan disekitarnya. Untuk TPA barengkrajan krian melayani wilayah di Kabupaten Sidoarjo bagian barat, diantaranya krian, balongbendo, tarik, wonoayu, prambon. TPA Ds.ngelom Taman melayani Wilayah Sidoarjo bagian utara diantaranya sukodono, taman, waru. TPA Ds. Tambak kalisogo, Jabon melayani Sidoarjo bagian timur diantaranya tanggulangin dan jabon . Ds. Bulu Sidokare, Sidoarjo melayani wilayah gedangan, sedati, buduran. Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo melayani candi dan kecamatan sidoarjo. Ds Candi Pari, Porong melayani wilayah Sidoarjo bagian selatan diantaranya tulangan, krembung, porong. (Hasil analisa, 2015).

(13)

Lokasi TPA tidak berada dicagar alam. Sedangkan untuk Kawasan yang sering mengalami banjir atau genangan terbanyak adalah di wilayah Kota Sidoarjo dan Kecamatan Waru, Di samping itu pada daerah hilir sungai atau sebelah Timur Jalan Raya Surabaya Sidorjo Porong dan antara Jalan Tol dengan Jalan Raya sering terjadi genangan. Beberapa daerah yang rawan dan sering terkena banjir/genangan antara lain: Kawasan perkotaan Bluru Kidul, Rangka, Gebang, Kemiri, Suko dan daerah lainya di luar kota Sidoarjo. Sehingga dari 6 TPA yang telah ditutup ada 1 TPA yang lokasinya rawan banjir yakni TPA bluru kidul, sidoarjo.

Secara garis besar TPA di Kabupaten Sidoarjo yang sudah

mengalami penutupan ini masih banyak yang belum sesuai dengan SNI.

Diantaranya metode pembuangan akhir yang masih menggunakan open

dumping, dimana sampah-sampah yang ada hanya ditumpuk di TPA tanpa

adanya pengolahan lebih lanjut. Metode open dumping ini menyebabkan

kerusakan pada lingkungan. Di peraturan pemerintah tentang pengelolaan

sampah, metode ini sudah seharusnya ditinggalkan mulai tahun 2003, tetapi

kenyataannya metode ini masih tetap digunakan. TPA yang ada juga seharusnya

dilengkapi oleh zona penyangga (buffer zone) dan kolam leachate serta

penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara berkala dengan ketebalan 20 - 30 cm. Tetapi pada kenyataannya hal ini pun tidak dilakukan di TPA yang sudah di tutup.

(14)

Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 61 ayat 1 menyatakan bahwa Penutupan TPA dapat dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:

1. TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas;

2. keberadaan TPA sudah tidak sesuai lagi dengan RTRW/RTRK kota/kabupaten; dan/atau

3. dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka.

(15)

Lokasi TPA yang sudah ditutup :

F. Lesson Learned 1. Kesimpulan

(16)

open dumping dan tidak terdapat zona penyangga serta kolam leachet (lindi) untuk masing-masing TPA sesuai dengan yang dipersyaratkan di SNI 03-3241-1994 . Sehingga kesimpulannya penutupan lokasi TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo secara garis besar sudah tepat/sesuai untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

2. Lesson Learned Bagi Pemerintah

Penetapan Lokasi pelayanan sampah terutama TPA harus mengacu pada Regulasi perencanaan tata ruang yang ada (RTRW Kabupaten Sidoarjo).

Membentuk tim teknis untuk mengawasi pengelolaan TPA di Kabupaten Sidoarjo.

Penerapan metode control landfill/sanitary landfill harus dijalankan di TPA untuk mengurangi pencemaran lingkungan

Untuk merencanakan TPA, tidak hanya memperhatikan lokasi saja tetapi juga persyaratan teknis yang sesuai dengan SNI juga harus diterapkan.

Bagi Swasta

Swasta dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan pengelolaan sampah dengan menggunakan kesepakatan bagi hasil. Ini dikarenakan dana yang digunakan untuk pengelolaan sampah sangat besar.

Bagi bidang sanitasi

Ahli sanitasi bisa membantu pemerintah untuk penerapan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

Gambar

Gambar: Keterangan model teori konsentrik menurut Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929),
Gambar : Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi bahwa surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk

Subjek dalam penelitian adalah ibu-ibu rumah tangga pengusaha salon kecantikan di kecamatan panggul, yang sengaja dipilih dan memiliki rutinitas dalam menggunakan

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah usaha pemberian bantuan dalam rangka mencari solusi atas permasalahan

Skala Pengukuran untuk semua indikator pada masing-masing variabel dengan menggunakan skala Likert (skala 1 sampai dengan 5) dimulai dari Sangat Tidak Setuju (STS) sampai

satu strategi pemasaran karena dapat meningkatkan awareness konsumen. Selain dapat meningkatkan awareness, melalui sponsorship juga dapat meningkatkan persepsi konsumen atas

Sebaran Angka Partisipasi Murni (APM) Jenjang SMP Tahun 2014/2015.. 7 Pada tingkat SMP sebaran APM secara umum, belum mencapai angka yang memuaskan, tercatat rata – rata

Jumlah masing-masing logam Ni dan Mo yang terimpregnasi meningkat dengan meningkatnya rasio logam precursor, tetapi total logam yang terimpregnasi menurun karena peluang

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kubur adalah lubang tanah sebagai tempat yang digunakan untuk memendam mayat. Makna kubur pada kegiatan dakwah dalam kubur