• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Negeri Yogyakarta Program Pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Universitas Negeri Yogyakarta Program Pa"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Negeri Yogyakarta

Program Pascasarjana

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

JALAN PANJANG MENUJU ACTIVE CITIZEN : KONTRUKSI DAN PARADIGMA PENDIDIKAN POLITIK 1

RINI SETIYOWATI 15730251025

PENDAHULUAN

Peradaban bangsa di era globalisai abad ke-21 dimulai dari perkembangan serta

peran dari warga negara. Warga negara merupakan orang-orang yang secara resmi ikut

menjadi bagian dari penduduk dimana mereka menjadi salah satu unsur negara. Secara

idealisme warga negara seharusnya menjadi ujung tombang terjadinya perubahan banga.

Perubahan ini hanya akan terjadi apabila masing-masing warga negara memiliki

kesadaran untuk ikut serta dalam penyelenggaran negara menjadi good citizen and

active citizen.

Sebagaimana yang tertulis dalam Handbook of active citizenship and community

learning:

Active citizens have therefore become a central element of government attempts to build community cohesion, devolve power to a community level, engage people in democratic processes, and help identify and meet local needs. Individuals may be active in a number of ways, as you would have identified through the above task. On an individual level this may be involvement in political processes through voting and by helping as a volunteer. Individuals can also participate through existing, formed structures, such as serving as school governors or on management committees of voluntary organizations. They may also participate in natural groups, such as campaigning groups at a local, national and global level, ‘actively challenging unequal relations of power,

(2)

promoting social solidarity and social justice, both locally and beyond, taking account of the global context’ (Take Part, 2006, p.13). ( Carol Packham, 2008:5)

Dalam Handbook of active citizenship and community learning , Carol packham

menyatakan bahwa warga negara yang aktif merupakan elemen dari upaya pemerintah

untuk membangun kohesi masyarakat, mengalihkan kekuasaan dari pusat hingga tingkat

masyarakat, melibatkan warga negara dalam proses demokrasi, serta warga negara yang

aktif akan membantu mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan individu. Dengan

demikian akan ada kesinambungan antara pemerintah dengan warga negaranya.

Keterlibatan warga negara dalam sistem demokrasi dapat berupa berpartisipasi aktif

dalam proses pemilihan umum, menjadi sukarelawan, serta individu dapat mengambil

bagian dalam sistem pemerintahan seperti menjadi gubernur, walikota, kepala desa

bahkan tidak menutup kemungkinan dalam sistem demokrasi warga negara dapat

menjadi Presiden

Warga negara sebagai ujung tombak komunikasi antara pemerintah yang berkuasa

dengan segala sesuatu yang diperlukan oleh rakyat, hendaknya harus diwujudkan warga

negara yang ‘melek politik’ di negara demokrasi. Untuk mewujudkan ini harus ada

sebuah education yang baik pada warga negar. “Good education to citizen will be a

good citizen and becoming active citizen” ungkapan tersebut dirasa bisa mewakili

bagaima cara untuk mewujudkan active citizen. Salah satu caranya melalui dunia

pendidikan. Pendidikan formal disekolah dewasa ini tidak hanya mengajarkan tentang

materi-materi pokok tentang mata pelajaran induk sepeti : Matematika, Ipa, Bahasa.

Namun, pendidian dewasa ini harus berkembang menjadi pendidikan yang bersifat

dinamis dan bisa menjadi solusi bagi permasalahan real yang ada di tengah masyrakat.

(3)

penting dalam sistem sosial politik di setiap negara untuk mewujudkan active citizen

sehingga bisa terjalin koherensi antara warga negara dengan pemerintahan yang

berkuasa. Pendidikan dan politik sering dilihat sebagai bagian yang terpisah dan tidak

memiliki hubungan apa-apa, tetapi keduanya saling menunjang dan saling mengisi.

Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membenbentuk

perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya,

lembaga-lembaga dan proses politik disuatu negara membawa dampak besar pada karakteristik

pendidikan disuatu negara (Eka Wahyuningsih, 2013).

Indonesia sebagai negara demokrasi memberikan kesempatan bagi genegarasi

muda untuk berkarya dan memberikan perananya dalam hal pendidikan politik. Hal ini

terlihat dari impres No.12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda.

Dalam Impres tersebut disebutkan tujuan pendidikan politik merupakan pedoman

kepada generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa

dan bernegara. Sednagkan tujuan pendidika politik lainya adalah menciptakan generasi

muda Indoensia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan

Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun

manusia Indonesia.

Adapun yang menjadi target pendidikan politik adalah menyamakan visi dan

persepsi berbangsa dan bernegara, kesadaran sebagai warga negara yang baik, persatuan

dan kesatuan sesama generasi muda. Untuk mencapai target tersebut, materi yang

dikembangkan dalam proses pendidikan politik meliputi wawasan nusantara, UUD NRI

Tahun 1945, UU keormasan dan keorolan, sistem pemilu dan lain-lain. Melalui materi

ini, diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai budaya politik dan berdemokrasi,

(4)

Pendidikan poltik dapat dan sering dipergunakan sebagai alat untuk melegitimasi

atau unmelanggengkan sitem dan struktur sosial politik yang ada. Namun sebaliknya

pendidikan politik juga dapat memainkan peran yang penting untuk suatu perubahan

atau transformasi sosial politik menuju ke sistem yang lebih demokratis dan adil.

Dengan demikian posisi peran pendiidkan politik tergantung pada paradigma atau pun

ideologi pendidikan yang dianut dan mendasari suatu kegiatan pendidikan politik.

Berangkat dari dilema adanya pendidikan politik inilah, harus dilakukan

pembahasan-pembahasan untuk dapat mengkonstruksi pendidikan olitik yang tepat bagi warga

negara pada negara demokrasi khususnya Indonesia. Pendidikan politik akan menjadi

pisau dengan dua mata pisaunya, dalam satu sisi pendidikan politik akan mengantarkan

warga negara yang ‘melek politik’ atau active citizen sehingga akan membantu

membantu dalam meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Namun, disisi lain

pendidikan politik yang tidak memiliki konstruksi yang jelas akan membuat warga

negara buta serta dijadikan alat bagi oknum-oknum penguasa untuk melakukan Korupsi

Kolusi dan Nepotisme demi kesejahteraan golongan tertentu.

PEMBAHASAN

Untuk mengantarkan pembahasan Jalan Panjang Menuju Active Citizen :

Kontruksi Dan Paradigman Pendidikan Politik akan terlebih dahulu diuaraikan pada

letak strategis pendidikan politik untuk membangun active citizen di negara demokrasi.

Sistem pemerintahan yang di anut oleh negara akan memberikan pengaruh pada

paradigma pendidikan politik yang dibangun. Sehingga hal ini akan berpengaruh pula

(5)

A. Posisi Strategis Demokrasi Dalam Pendidikan Politik.

Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas

dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam

pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan

diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Henry B. Mayo, 1960:

70). Dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dibentuk melalui

pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama berdasar aturan hukum yang

berpihak pada rakyat banyak. Harris G. Warrant dalam Our Democracy at Work (1963:

2), memberikan rumusan pengertian demokrasi sebagai, “a government of the people,

by the people, for the people”. Bryan A. Garner dalam Black’s Law Dictionary (1999:

444), memberikan arti demokrasi sebagai “government by the people, either directly or

through representatives”.

Dari pemahaman mengenai demokrasi di atas, maka pilihan terhadap negara

demokrasi akan mempunyai konsekuensi demokrasi yang harus diperhatikan, yakni

memberikan kesempatan kepada rakyat selaku warga negara untuk menjalankan hak

dan kewajiban politiknya dalam bernegara. Dikemukakan oleh Robert A. Dahl dalam

On Democracy (1998: 38), bahwa “democracy provides opportunities for effective

participation; equality in voting; gaining enlightened understanding; exercising final

control over the agenda; inclusion of adults”. Artinya, bahwa dengan demokrasi akan

memberikan kesempatan kepada rakyat untuk partisipasi yang efektif; persamaan dalam

memberikan suara, mendapatkan pemahaman yang jernih; melaksanakan pengawasan

akhir terhadap agenda; dan pencakupan warga dewasa. Konsekuensi demokrasi tersebut

akan memberikan standar ukuran umum dalam melihat suatu negara sebagai negara

(6)

konsekuensi dari standar ukuran umum negara demokrasi tersebut tidak dijalankan,

maka negara tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai negara demokratis.

Konsekuensi logis lain dari sistem demokrasi yang di anut adalah memberikan

kesempatan yang sama kepada setiap warga negara untuk ikut serta dalam ranah politik.

Sebagaimana dalam Handbook Civic and Political Education : School, Curriculum and

Civic Education dipaparkan tentang posisi strategis demokrasi dalam mempengaruhi

partisipasi warga negara:

Democracy can be seen as a powerful tool to make political decisions. In this understanding, democracy is not generally inclusive and is (unfortunately) not necessarily based on democratic values like solidarity, fairness or equity. Such an understanding of democracy would clearly be too modest for Education Democracy Citizenz – and especially the German history provides a cautionary lesson of what can happen if democratic processes are weakened and lead to the handover of power to a party that despises democratic values. (Murray Print, 2012:77).

Murray Print dalam Handbook Civic and Political Edcation:Schools, Curriculum

and Civic Eucation for Buildig Democratic Citizens, menyatakan bahwa demokrasi bisa

menjadi alat yang sangat ampuh untuk membuat serta melegalkan keputusan publik.

Sehingga dengan menggunakan alasan sistem demokrasi para pembuat kebijakan bisa

berlaku sesuai dengan keinginan kelompoknya sebagai ‘tameng’ atas peranya sebagai

warga negara yang aktif dalam pemerintahan sehingga menjadi warga negara yang baik.

Namun dalam hal ini, dapat menyebabkan terjadinya diskriminasi serta menjadi embrio

lahirnya konflik yang mengatas namakan hak asasi manusia. Diskriminasi ini

dikarenakan ada perbedaan dalam hal akses, untuk menyalurkan aspirasi sebagai warga

negara. Mereka yang tinggal di pusat perkotaan akan lebih mudah menyalurkan

aspirasinya, sedangkan yang tinggal di daerah kurang mendapatkan akses untuk itu.

(7)

Pendidikan politik ditengah negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi akan

memberikan implikasi, terbukanya jalan untuk mengenalkan pendidikan politik

ditengahnya.

B. Paradigma-paradigma Pendidikan Politik.

Paradigma dalam pendidikan politik akan memberikan arahan yang jelas apa yang

dicapai dari adanya pendidikan politik. Dalam belajar politik dengan merode pendidikan

politik bersifat dialogis, terbuka, rasional atau penyadaran. Baik dalam kehidupan

praktis maupun dipersekolahan akan menumbuhkan giid citizenship. Kegiatan yang

dilakukan terutama terletak pada berpartisipasi memperoleh informasi-informasi politik

misalnya membaca buku-buku teks, mengikuti perkembangan melalui media massa

elektronik dan non-elektronik, dll.

Pendidikan politik jelas berbeda dengan indoktrinasi politik yang merupakan

belajar politik yang bersifat monolog bukan dialog, lebih mengutamakan pembangkitan

emosi, dan lebih merupakan pengarahan politik untuk dukungan kekuatan (mobilitas

politik) dari pa meningkatkan partisiasi politik indoktrinasi politik ini pada umumnya

dilakukan oleh rezim otoriter atau totaliter untuk mempertahankan status quo, partai

politik juga pada umumnya lebih banyak menggunakan indoktrinasi politik dari pada

endidikan politik (Cholisin, 2000:6).

Pendidikan politik pada hakekatnya merupakan bagian dari pendidikan orang

dewasa sebagai upayya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis untuk

membentuk individu sadar politik dan mampu menjadi pelaku pendidikan politik yang

etis dan bertanggung jawab secara moril dalam menjaai tujuan-tujuan politik (Kartini K,

(8)

bagaimana konstruksi dari paradigma yang digunakan dalam pendidikan politik. Berikut

paradigma-paradigma dalam pendidikan politik:

a. Paradigma Pendidikan Politik Konservatif

Bagi kaum konservatif, ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum

keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah meruakan ketentuan

sejarah atau bahkan takdir Tuhan. Peubahan sosial bagi mereka bukanlah sesuatu yang

harus diperjuangkan, karen aperubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara

saja. Dalam bentuknya yang klasik atau awal aradigma konservatif dibangun

berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan

perubahan atau mempengaruhi peubahan sosial, hanya Tuhan lah yang merencanakan

atau memperngaruhi dab hanya di yang tahu makna dibalik itu smeua. Dengan

pandangan seperti itu, kaum konservatif lama tidak menganggap rakyat memiliki

kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.

Namun dalam perjalanan selanjutnya, paradigma konservatif cenderung lebih

menyalahkan subjeknya. Bagi kaum konservatif , mereka yang cenderung menderita

yakni orang miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang dipenjara, menjadi

demikian karena salah mereka sendiri. Karena toh banyak orang lain yang ternyta bisa

saja bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang ke sekolah dan belajar

untuk berprilaku baik dan oleh karenanya tidak dipenjara. Kaum miskin haruslah sabar

dan belajar untuk menunggu sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya kelak

semua orang akan mencapai kebebasan dan kebahagian. Kaum konservatif sangat

melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat.

(9)

Golongan kedua yakni kaum Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa memang

ada masalah di masyarakat tetapi bagi merek apendidikan tidak ada kaitanya dengan

persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu tugas

endidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Kaum

liberal selalu menyesuaikan pendidikan dnegan keadaan ekonomi dan politik di luar

dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai maslah yang ada dalam

pendidikan dengan reformasi “kosmetik”. Umunya yang dilakukan adalah seperti:

perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan peralatan sekolah dengan

pengadaan komputer yang canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk

menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan

metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif, seperti

dinamika kelompok (group dynamics), “learning by doing” , “experimental learning

ataupun bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan sebagainya. Usaha peningkatan

tersebut terisolasi dengan sistem dan struktur ketidakadilan kelas dan gender, dominasi

budaya dan represi politik yang ada dalam masyarakat.

Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi

melalui proses persaingan antar murid. Pembuatan ranking untuk menentukan murid

terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan liberal juga

dapat dilihat dari berbagai peendekatan “andragogy” seperti dalam pelatihan

manajemen kewirausahaan dan amanjemen lainya. Achievement Motivation Training

(AMT) yang diciptakan oleh David McClelland adalah control terbaik pendekatan

liberal. McClelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga

karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakan “N Ach”. Oleh karena syarat

(10)

individu agrsif dan rasional (McClelland,1961). Berbagai pelatihan pengembangan

masyarakat (community develoment) seperti usaha bersama, intensifikasi pertanian dan

lain sebagainya umumnya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini.

3. Paradigma Pendidikan Kritis

Pendidikan bagi mereka merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi kaum

konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum

liberal untuk perubahan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan

stuktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan

berada. Bagi mereka kelas dan sikriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula

dalam dunia pendidikan. Paham ini bertentangan dengan pandangan kaum liberal di

mana pendidikan dianggap terlepas dari persoalan kelas dan gender yang ada dalam

masyarakat.

Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis,

terhadap “teh dominant ideology” ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan

menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta

melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan

tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersikap objektif maupun berjarak dengan

masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme. Visi pendidikan adalah melakukan

kritik terhadap sistem dominan sebagai pernikahan terhadap rakyat kecil dan yang

tertindas pendidikan harus mampu mencitakan ruang untuk mengidentiikasi dan

menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tujuan

tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami

(11)

Dalam kaitanya dengan pendidikan politik, dengan analisis kritis terhadap posisi

pendidikan dan pelatihan dalam struktur sosial kapitalisme saat ini, pendidikan telah

menjadi bagian yang mereproduksi sistem dan sruktur yang ada, sehingga pendidikan

dan pelatihan lebih menjadi masalah ketimbang pemecahan. Posisi pendidikan dan

pelatihan lebih pada menyiapakan “sumber daya manusia” untuk mereproduksi sistem

tersebut. Dnegan posisi seperti itu pada dasarnya setiap usaha pendidikan dan pelatihan

ikut melanggengkan ketidakadilan dari sistem tersebut, serta tidak mampu memainkan

peran dalam demokratisasi dan keadilan serta penegakan HAM. Dengan kata lain

pendidikan dan pelatihan telah gagal memerankan visi utamanya yakni “ memanusiaka

manusia” untuk menjadi subjek transformasi sosial. Transformasi yang dimaksudkan

adalah suatu proses penciptaan hubungan yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Atas dasar itu diperlukan pertanyaan mendasar tentang fungsi dan peran setiap

usaha pendidikan politik sebelum dilaksanakan. Dalam kaitanya dengan kritis bagi

penghormatan atas hak asasi manusia termasuk hak perempuan, hak anak-anak, hak

kultural dan politik kaum minoritas, hak-hak penyandang cacat dan hak manusia lainya.

Memang terdapat koreksi dan saling ketergantungan antara sikap penghormatan atas

HAM dan sistem politik yang demokratis. Pendidikan kritis mendorong lingkungan

sistem politik yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang menghargai HAM.

Namun masyakarat dmeokratis sulit diwujudkan oleh model pendidikan yang otoriter

totaliter yang merendahkan HAM. Oleh karena itu membangun sistem sosial politik

demokratis hanya bisa diwujudkan oleh distem endidikan politik kritis. Dengan kata

lain untuk menciptakan sistem politik yang demokratis dierlukan pendidikan politik

(12)

C. Implikasi Praktis pendidikan politik untuk membentuk Active citizen

Pendidikan politik dianggap penting oleh hampur semua masyarakat dan

dianggap sebagai penentu perilaku politik seseorang. Penelitian ini didasarkan pada

maksud pendidikan politik sebagai alat untuk mempertahankan sikap norma politik dan

meneruskanya dari satu generasi ke generasi berikutnya, baik melalui alkuturasi

informal maupun mellaui pendiidkan politik yang direncakan untuk menunjang

stabilitas sitem politi. Brownhill dan Smart (1989), menarik sebuah proposisi bahwa

pendidikan politik adalah proses pendidikan untuk membina siswa agar mampu

memahami, menilai, dan mengambil keputusan tentang berbagai permasalahan dnegan

cara-cara yang tepat dan rasional, termasuk dalam menghadapi maslaah yang bias

maupun isu yang controversial.

Keberhasilan pendidikan politik tentunya akan melahirkan masyarakat yang

melek politik (political literacy ) dan masyarakat yang melek olitik akan mampu

berpartisipasi secara berkualitas. Untuk berhasilnya politik dalam hal endidikan maka

pemerintah seyogyanya melakukan pendidikan politik. Pendidikan persekolahan sebagai

ujung tombak keberhasilan sistem pendididkan sevara nasional bisa dijadikan alat untuk

mencapai tujuan mulia pendidikan politik. Pendididkan politik dapat dilakukan melalui

pembelajaran di sekolah atau sosialisasi politik. Sosialisasi politik dapat dilakukan lebih

luas dengan melibatkan banyak orang dan dilaksanakan secara dialogis-interaktif bukan

indoktrinatif.

Pendidikan politik melalui pengajaran merupakan sesuatu yang menyangkut

pemberian informasi dan keahlian (keterampilan). Para pendidik politik harus

menentukan berbagai pengeetahuan yang sesuai bagi pendidikan politik dan berbagai

(13)

erserta didik diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara sukses dalam olitik bukan

hanya menyangkut tentang kekuatan saja, tetapi juga menyangkut tentang nilai-nilai,

bukan hanya dalam meraih beberapa tujuan nilai tertentu tapi juga dalam meraihnya

dengan cara menghormati martabat manusia.

Bagi para pendidik politik, salah satu cara dalam mengambil keputusan yaitu

dengan menganggap bahwa pengetahuan yang mendidik seseorang secara politik

dibutuhkan untuk meraih kesempatan dalam melaksanakanya dengan penuh

keberhasilan dalam debuah konteks politik. Pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan

seseorang dalam suatu organisasi agar dapat meraih suatu kesematan sukses. Seseorang

yang juga perlu dilibatkan dalam politik-politik (politik konsensu) dari politik konflik

dan terkadanng ahli dalam menggerakkan orang dalam direksi-direksi tertentu, dalam

hal ini disebut sebagai individu yang melek politik (Briwnhill, 1989).

Hal ini berarti melalui kegiatan pendidikan politik diharapkan terbentuk warag

negara yang berkepribadian untuh, berketerampilan, sekaligus juga berkesadaran yang

tinggi sebagai warga negara yang baik, sadar akan hak dan kewajiban serta memiliki

rasa tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan

berbangsa dan berngara. Proses pencapaian tujuan pendidikan politik berhubungan

dengan aspek sikap dan perilaku seseorang. Untuk mewujudkan pendidikan politik yang

dapat membentuk active citizen maka harus dilakukan pengajaran yang memberikan

contoh setrta mendidik.

Untuk menjadi active citizen haruslah menjadi good citizen terlebih dahulu,

Good citizen tidak hanya ditandai dari aspek politik saja namun harus secara holistik,

dan aspek pendidikan tidak boleh dilupakan sebagaimana pernyataan Alexander

(14)

A good citizen should possess a knowledge of the minimum essentials of a common-schooel ducationa s representedb y the curriculum of the first six grades. If he is to take a leading part in the affairs of the community state, or nation, he should possess at least the equivalent of a six-year secondary education-i. e., the junior and senior high school. Having achieved this much of formal education, other things being acceptable, a person should be entitled to the franchise of the ballot, on the ground that he is, by virtue of this training, as well qualified to exercise this right as he would be at the age of twenty-one, if then without the experiences represented by the high-school course. It should, however, be required, on the ground of maturity, that the high-school graduate be at least eighteen years of age in order to be entitled to the right of the ballot Alexander Cummins (1924).

Dari pendapat Alexander dapat diuraikan bahwa, Good citizen merupakan

warga negara yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya pendidikan untuk masa

depanya. Pendidikan formal disekolah dengan sistem kurikulumnya akan mengantarkan

warga negara pada kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki agar ia

dapat melakukan perananya sebagai warga negara. Pendidikan minimal yang harus

dimiliki oleh warga negara adalah setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Sekolah Menengah Atas (SMA), namun agar lebih relevan warga negara harus berada

di level minimal pendidikan setara dengan SMA/ SMK/ Sederajat. Hal ini untuk

memudahkan ketika seorang warga negara akan mengambil bagian dalam urusan

bernegara. Setelah menempuh pendidikan formal akan banyak hak yang didapatkan

oleh warga negara, antara lain: warga negara berhak untuk mengikuti pemungutan

suara, dengan alasan ketika dia sudah lulus SMA maka usia minimalnya adalah 18

tahun. Disamping itu dengan bekal pendidikan formal seseorang diberbolehkan untuk

ikut serta dalam pengambilan posisi di birokrasi sesuai dengan kemampuanya.

Disamping tentang pentingnya pendidikan formal, sebagai good citizen untuk

mewujudkan active citizen juga harus mengetahui kondisi terkini, seperti hubungan

(15)

agar warga negara mengetahui apa yang harus dilakukakan. Hal ini senada dengan

pernyataan Alexander Cummins (1924):

A good citizen should be reasonably well informed on matters of current events, particularly such matters as national relations, important public improvements, and all propositions coming before the people for decision at the polls.

Pengetahuan ini penting agar warga negara mengetahui dengan pasti

identitasnya, sehingga tidak terombang – ambing oleh pesatnya arus globalisasi yang

bisa mengancam integritas negara. Sebagaimana uraian Alexander Cummins (1924)

dalam jurnal Civic education :A good citizen should have special knowledge of at least

one vocation and at least two avocations. Pengetahuan yang diperoleh baik dari

lingkungan sosial maupun bangku pendidikan formal harus digunakan agar dapat

memecahkan masalah yang ada di lingkunganya. Good citizen tidak hanya harus

memiliki kecakapan namun harus bisa memberikan manfaat bagi negaranya. Hal ini

juga senada dengan pendapat Alexander Cummins (1924) yaitu : A good citizen should

be fairly well informed as to social usages, such as ordinary courtesies in traveling and

at home, as to certain justifiable social distinctions, and as to a few of the more

common rules of etiquette. Warga negara yang baik harus memberikan manfaat bagi

negaranya.

Masih menurut Alexander Cummins (1924): Last, but not least, a good citizen

should know how to control himself under various circumstances that he is likely to

meet, and to discriminate carefully between the duties and obligations which he owes to

home, church, state, and.natio, yang dapat diuraikan bahwa pada akhirnya good

citizenship bukan hanya sekedar tentang pendidikan formal, agar dapat melaksanakan

(16)

tentang kondisi kenegaraan yang harus dipahami warga negara, namun bagaimana

mengaplikasikan semua pengetahuanya.

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Sistem demokrasi yang dianut Indonesia sebagai negara yang multikultur

haruslah dijalankan dengan baik dan benar. Keberagaman yang tinggi, jumlah penduduk

yang sangat besar memberikan implikasi permasalahn-ermaslaahn yang kompleks bagi

negara. Permasalah yang kompleks ini dapat diberikan solusi jika warga negara aktif

dalam berpartisipasi pelaksanaan urusan negara.

Keaktifan ini akan menjadi hubungan yang balance anatara penguasa dan warga

negara. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya partisipasi dalam urusan

kenegaraan, hadirlah pendidika politik yang muali dikenalkan, dilaksanakan dan

dikembangkan. Pendidikan politik ini akan menjadi sarana bagai generasi enerus bangsa

untuk dapat mempersiapkan diri agara dapat berpartisipasi dengan baik.

Dunia pendidikan sebagai ujung tombak dalam menyetak generasi penerus yang

siap bersaing dapat dijaladikan alternatif untuk melakukan pendidikan politik.

Pendidikan politik tidak harus dijadikan saru mata pelajaran tersendiri karena kana

menambah beban dari peserta didik. Pendidikan politik dalam dunia persekolahan dapat

melalui habituasi lingkungan sekolah serta integrasi dengan mata pelajaran. Mata

pelajaran yang dapat diintegrasikan dnegan pendidikan politik salah satunya adalah

Pendidikan Kewarganegaraan.

PKn sebagai pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi olitik.

Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik

(17)

reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik yng ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi

dan kebudayaan dimana individu berada. Dengan demikian pendidikan politik yang

baik untuk mewujudkan active citizen dimulai dengan mengintegrasikanya di sekolah.

Hal ini berfungsi sebagai ivestasi dalam menanamkan nilai-nilai artisipasi politik sejak

dini. Sehingga akan membentuk warga negara yang melek politik.

DAFTAR PUSTAKA

Eka Wahyuningsih. 2013. Konstruksi Pendidikan Politik Pada Sekolah Menengah Atas Di Kota Pangkalpinang. Tesis : Universitas Pendidikan Indonesia. tidak dipublikasikan

Garner, Bryan A., (eds.), 1999, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, St. Paul, Minn.: West Group

Mansyur Fakih, dkk. (1999). Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat. Yogyakara : Insist

Mayo, Henry B,. 1960. An Introduction to Democratic Theory. New York: Oxford University Press

Packham, Charol. 2008. Active Citizenship and Community Learning. Southernhay East: Learning Matters Ltd.

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini data yang penulis dapatkan adalah proses produksi,.. flowchart, dan permasalahan yang terjadi

Berdasarkan masalah tersebut, pembahasan yang akan diulas yaitu mengenai standar akuntansi, karakteristik kualitatif informasi laporan keuangan, pengakuan unsur-unsur

Apakah terdapat pengaruh langsung Loyalty Programs (Timming of reward) pada Value Perception: High Involvement sebagai variabel moderasic. Apakah terdapat

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta (FEB UMJ) didirikan pada tanggal 18 Juni 1963 bersamaan dengan beberapa fakultas lain diantaranya fakultas Hukum

Ketentuan mengenai pembagian harta warisan untuk keluarga yang menganut agama yang berbeda yaitu orang yang non-Islam tidak akan mendapat bagian warisan dari

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan Penerapan metode eksperimen. Dari

F Saya tebang pilih wooo ini setuju ini, waaa, sehingga itu sudah rekan kesepakatan di rapat anggota tahunan gitu kan ya, sesuai tujuan anggota infaq diberikan setara