Analisis Data Kesejahteraan
Petani
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii
Analisis Data Kesejahteraan
Petani
Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5)
Jumlah Halaman : 85 halaman
Penasehat : Ir. M. Tassim Billah, MSc
Penyunting :
Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM.
Naskah :
Ir. Sabarella, MSi.
Ir. Wieta B. Komalasari, M.Si. Ir. Efi Respati,MSi
Ir. Noviati, M.Si Sri Wahyuningsih, S.Si Metha Herwulan Ningrum Sehusman, SP
Design dan Layout : Heri Dwi Martono
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian
2014
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga publikasi “Analisis Data Kesejahteraan Petani Tahun 2014” telah diselesaikan. Publikasi ini merupakan salah satu output dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam mengemban visi dan misinya dalam mempublikasikan baik data sektor pertanian maupun hasil analisis datanya.
Publikasi Analisis Data Kesejahteraan Petani Tahun 2014memuat
informasi
tentang tingkat kesejahteraan petani berdasarkan data dan informasi yang tersedia
diantaranya data hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional(Susenas) dan NTP yang
bersumber dari BPS.
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang kesejahteraan petani di Indonesia. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
Jakarta, Desember 2014 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii
BAB II. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA ... 7
2.1. Gambaran Umum Rumah Tangga ... 7
2.2. Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian ... 8
2.3. Karakteristik Perumahan ... 19
BAB III. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN ... 49
3.1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian ... 49
3.1.1. Pendapatan Perkapita dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian berdasarkan Produk Domestik Bruto ... 49
3.1.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan utama/terbesar ... 50
3.1.3. Sumber Penghasilan/Pendapatan Terbesar ... 51
3.1.4. Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian .. ... 52
viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.2. Nilai Tukar Petani ... 62
Diagram Timbang ... 62
Nilai Tukar Petani Nasional ... 65
Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian menurut Sub sektor ... 69
IT, IB, NTP dan NTUP menurut provinsi ... 75
KESIMPULAN ... 82
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian dan rumah tangga non
pertanian di Indonesia, 2011 – 2013. ... 7 Tabel 2.2. Persentase rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor,
2011 - 2013 ... 9 Tabel 2.3. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor tanaman
pangan, hortikultura dan peternakan di 3 provinsi terbesar, 2011 - 2013 ... 10 Tabel 2.4. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan di 4
provinsi terbesar, 2011 - 2013 ... 10 Tabel 2.5. Rata-rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Pertanian, ART
Buruh Tani dan ART rumah tangga lainnya di Indonesia, 2011 - 2013 ... 11 Tabel 2.6. Rata-rata banyaknya anak yang lahir hidup dari anggota RTP
perempuan berumur 10 tahun ke atas di Indonesia 2011 - 2013 ... 12 Tabel 2.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian menurut
Kelompok Umur dan Dependency Ratio Per Subsektor, 2011-2013 ... 13 Tabel 2.8. Rata- rata umur kepala rumah tangga menurut jenis rumah
tangga, 2011 – 2013 ... 13 Tabel 2.9. Persentase anak berumur 7-15 tahun menurut partisipasi
bersekolah, 2013 ... 15 Tabel 2.10. Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan yang
digunakan, 2011 – 2013 ... 17 Tabel 2.11. Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan modern
dan tradisional di provinsi terbesar, 2011 – 2013 ... 17 Tabel 2.12. Persentase perempuan berumur 15-49 th berstatus kawin
menurut partisipasi Keluarga Berencana pada RTP, 2011 – 2013 ... 18 Tabel 2.13. Persentase status penguasaan bangunan tempat tinggal di
Jawa dan Luar Jawa pada RTP, 2011 – 2013 ... 19 Tabel 2.14. Persentase jenis atap terluas pada rumah tangga pertanian
di Jawa dan luar Jawa, 2011 - 2013 ……….21 Tabel 2.15. Persentase jenis dinding terluas pada rumah tangga di Jawa
dan Luar Jawa, 2011 - 2013 ... 22 Tabel 2.16. Persentase jenis lantai terluas pada rumah tangga pertanian di
x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 2.17. Persentase sumber penerangan di RTP Jawa dan Luar Jawa, 2011 – 2013 ... 24 Tabel 2.18. Persentase Bahan bakar/energi utama untuk memasak di RTP
Jawa dan Luar Jawa, 2011 – 2013 ... 25 Tabel 2.19. Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin,
2011-2013 ... 26 Tabel 2.20. Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin > 70%
menurut provinsi, 2011-2013 ... 27 Tabel 2.21. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki
Jaminan Kesehatan (Jamkes), 2013 ... 28 Tabel 2.22. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki
jamkes menurut sub sektor pertanian, 2013 ... 29 Tabel 2.23. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki
jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan wilayah, 2013 ... 30 Tabel 2.24. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki
jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor
pertanian, 2013 ... 32 Tabel 2.25. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
jaminan beasiswa, 2013 ... 33 Tabel 2.26. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
jaminan beasiswa menurut sub sektor pertanian dan wilayah, 2013 ... 35 Tabel 2.27. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
jaminan beasiswa > 10% menurut provinsi, 2013 ... 35 Tabel 2.28. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
bea siswa menurut jenis bea siswa dan sub sektor pertanian,
2013 ... 37 Tabel 2.29. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
jaminan bea siswa miskin SD > 50% , 2013 ... 38 Tabel 2.30. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
kredit usaha menurut jenis kredit usaha, 2011-2013 ... 40 Tabel 2.31. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
kredit usaha jenis PNPM Mandiri, 2011-2013 ... 41 Tabel 2.32. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
kredit usaha PNPM Mandiri menurut provinsi, 2011-2013 ... 41 Tabel 2.33. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
kredit usaha KUR menurut wilayah, 2011-2013 ... 43 Tabel 2.34. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi
Tabel 3.1. Perkembangan PDB Per kapita secara nominal dan riil pada
penduduk dan rumah tangga petani, 2011 - 2013 ... 49 Tabel 3.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut
sumber pendapatan usaha di sektor pertanian, 2013 ... 51 Tabel 3.3. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber
penghasilan terbesar di Jawa – Luar Jawa, 2011 - 2013 ... 51 Tabel 3.4. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan di
RTP Jawa – Luar Jawa, 2011 – 2013 ... 54 Tabel 3.5. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan non
makanan dalam sebulan di Jawa – Luar Jawa, 2011 – 2013 ... 54 Tabel 3.6. Nilai Indeks Gini, tahun 2011 – 2013 ... 57 Tabel 3.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, 2011
– 2013 ... 59 Tabel 3.8. Jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan menurut
sub sector, 2011 - 2013 ... 60 Tabel 3.9. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian
dibandingkan garis kemiskinan, 2011 -2013 ... 61 Tabel 3.10. Persentase Konsumsi dan Biaya produksi dan Penambahan
Barang Modal (BPPBM), SPDT 2007 dan 2012 ... 62 Tabel 3.11. Persentase Komponen Konsumsi Makanan dan Non Makanan
per Sub Sektor Pertanian, 2007 dan 2012 ... 64 Tabel 3.12. Persentase Komponen Biaya produksi dan Penambahan Barang
Modal (BPPBM) per Sub Sektor Pertanian , 2007 dan 2012 ... 65 Tabel 3.13. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Nasional (Tahun dasar
2007=100), 2011– 2013 ... 67 Tabel 3.14. Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Tanaman Pangan (Tahun dasar 2007=100), 2011–2013 ……….70 Tabel 3.18. Perkembangan IT Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100),
2011– 2013 ... 76 Tabel 3.19. Perkembangan IB Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100),
2011– 2013 ... 77 Tabel 3.20. Perkembangan NTP Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100),
xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Persentase RTP Indonesia menurut sub sektor,
2011 – 2013 ... 9 Gambar 2.2. Persentase anggota rumah tangga petani menurut kelompok
umur per sub sektor, 2013 ... 12 Gambar 2.3. Persentase kepala rumah tangga pertanian menurut tingkat
pendidikan, 2011 - 2013 ... 14 Gambar 2.4. Persentase anggota RTP berumur 5 tahun ke atas menurut
tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, 2011- 2013 ... 15 Gambar 2.5. Persentase kepala rumah tangga pertanian berdasarkan
gender, 2011 - 2013 ... 16 Gambar 2.6. Persentase perempuan berumur 15-49 th berstatus kawin yang
sedang menggunakan alat kontrasepsi di beberapa provinsi,
2011 – 2013 ... 18 Gambar 2.7. Perkembangan Persentase Rumah Tangga Pertanian Pembeli
Raskin di Jawa dan Luar Jawa, 2011-2013...26 Gambar 2.8. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki
Jaminan Kesehatan Menurut Wilayah, 2013………...28 Gambar 2.9. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki
Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan,
2013 ……….30 Gambar 2.10. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki
Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan
dan Wilayah, 2013 ... 31 Gambar 2.11. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki
Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan Sub Sektor Pertanian, 2013 ... 32 Gambar 2.12. Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan
Beasiswa, 2013 ... 33 Gambar 2.13. Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan
Beasiswa Menurut Sub Sektor Pertanian, 2013 ... 34 Gambar 2.14. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima
Jaminan Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Wilayah,
2013 ... 36 Gambar 2.15. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima Bea
Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Sub Sektor Pertanian, 2013... ... ...37 Gambar 2.16. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima
xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 2.17. Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis PNPM Mandiri Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, 2011 - 2013 ... 40 Gambar 2.18. Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis KUR Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, 2011-2013...42 Gambar 3.1. Proporsi pendapatan utama rumah tangga pertanian menurut
sub sektor, SPP-ST 2013 ... 50 Gambar 3.2. Proporsi pengeluaran RTP untuk makanan dan non makanan,
2013 ... 53 Gambar 3.3. Rata-rata pengeluaran nominal untuk makanan dan non
makanan per kapita selama sebulan, 2011 – 2013 ... 55 Gambar 3.4. Rata-rata pengeluaran untuk makanan dan non makanan per
kapita selama setahun, 2011 - 2013 ... 56 Gambar 3.5. Nilai Indeks Gini/ketimpangan pengeluaran, 2011 –2013 ... 58 Gambar 3.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin,
2011 – 2013 ... 59 Gambar 3.7. Jumlah penduduk miskin pada RTP per sub sektor pertanian,
2011 – 2013 ... 60 Gambar 3.8. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian
dibandingkan garis kemiskinan, 2011 -2013 ... 61 Gambar 3.9. Perkembangan NTP dan NTUP bulanan, 2008 – 2013
(Tahun dasar 2007 = 100) ... 69 Gambar 3.10. Perkembangan NTP Menurut Sub Sektor, 2011 – 2013
(Tahun dasar 2007 = 100)………74 Gambar 3.11 Perkembangan NTUP Menurut Sub Sektor, 2011 – 2013
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Status
Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal, 2011 - 2013 ... 44 Lampiran 2.2. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Atap
Terluas, 2011 – 2013 ... 45 Lampiran 2.3. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Lantai
Terluas, 2011 - 2013 ... 46 Lampiran 2.4. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Sumber
Penerangan, 2011 – 2013... 47 Lampiran 2.5. Persentase Rumah Tangga Pertanian Yang Menggunakan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari
empat sukses pembangunan pertanian, namun selama ini
kesejahteraan petani baru diukur dari besaran Nilai Tukar Petani (NTP).
Konsep Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara indeks yang
diterima petani (It) dengan indeks yang dibayar petani (Ib), serta Nilai
Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang merupakan ukuran kemampuan
rumah tangga pertanian dalam memenuhi kebutuhan usaha
pertaniannya, karena keterbatasan dari penghiutungan dengan asumsi
produksi tetap yang berubah hanya harga, maka dianggap kurang
dapat mencerminkan kesejahteraan petani.
Selain NTP, banyak indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kesejahteraan petani, diantaranya adalah data konsumsi dan
pengeluaran rumah tangga pertanian yang diolah dari data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yaitu melalui proporsi pengeluaran
untuk makanan dan non makanan pada rumah tangga dengan sumber
utama pendapatannya dari pertanian. Ernest Engel (1857) dalam
Susenas, 2012 bahwa apabila tidak terdapat perbedaan selera, maka
persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan
meningkatnya pendapatan. Oleh karena itu komposisi pengeluaran
rumah tangga pertanian dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat
kesejahteraan petani, dimana semakin rendah persentase pengeluaran
untuk makanan terhadap total pengeluaran, maka semakin baik tingkat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2
Pada kondisi pendapatan yang terbatas akan lebih
mendahulukan untuk kebutuhan konsumsi makanan, sehingga dapat
dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah,
sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
makanan. Namun demikian seiring dengan pergeseran peningkatan
pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makanan akan menurun
dan pengeluaran non makanan meningkat. Kondisi tersebut digunakan
sebagai salah satu ukuran dalam analisis kesejahteraan petani. Selain
indikator diatas, analisis juga dilakukan terhadap pendapatan yang
didekati dengan besarnya pengeluaran pada RTP hasil Susenas, PDB
pertanian sempit per kapita, pendapatan hasil Sensus Pertanian 2013
yang kesemuanya dibandingkan dengan garis kemiskinan .
Untuk itu, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian sebagai
instansi penyedia data dan informasi di lingkup Kemeterian Pertanian,
pada tahun 2014 telah melakukan kajian analisis kesejahteraan petani
menggunakan berbagai indikator tersebut.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari analisis ini adalah melakukan kompilasi serta analisis
kesejahteraan petani berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) dan Nilai Tukar Petani (NTP).
Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya data dan informasi serta
hasil analisis kesejahteraan petani berdasarkan data hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) , Nilai Tukar Petani (NTP) dan data
pendukung lainnya.
1.3. Ruang Lingkup
Data yang digunakan dalam analisis kesejahteraan petani ini
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3
a. Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor Pertanian
b. Pendapatan RTP-Survei Pendapatan Usaha Pertanian-Sensus
Pertanian, 2013 yang bersumber dari BPS
c. Survei Sosial Ekomomi Nasional (Susenas) triwulan I yang
diselenggarakan pada bulan Maret dengan tingkat penyajian sampai
dengan provinsi.
d. Nilai Tukar Petani (NTP) yang bersumber dari BPS. NTP merupakan
rasio antara indeks yang diterima petani (It) dengan indeks yang
dibayar petani (Ib), serta Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang
merupakan ukuran kemampuan rumah tangga pertanian dalam
memenuhi kebutuhan usaha pertaniannya.
e. Cakupan rumah tangga dalam analisis ini adalah rumah tangga
pertanian, meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan.
1.4. Metode analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk
beberapa indikator, yaitu:
a. Karakteristik Rumah Tangga Pertanian (RTP), meliputi RTP
berdasarkan sub sektor, jumlah anggota rumah tangga, kelompok
umur, gender, pendidikan, kesehatan, perumahan dan perlindungan
sosial.
b. Kesejahteraan rumah tangga pertanian, meliputi pendapatan
perkapita pada rumah tangga pertanian, pengeluaran RTP, gini
ratio, anggota rumah tangga pertanian dibawah garis kemiskinan,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 4
Pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dihitung
berdasarkan data PDB pertanian sempit dibagi dengan jumlah
anggota RTP hasil Susenas (PDB yang digunakan PDB atas
harga berlaku dan harga konstan 2000).
Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian hasil Survei
Pendapatan Usaha Pertanian- Sensus Pertanian, 2013.
Rata-rata pengeluaran perkapita RTP bersumber dari Susenas
merupakan proksi pendapatan perkapita RTP serta melihat
proporsi pengeluaran makanan dan non makanan pada rumah
tangga pertanian, dimana melalui pola pengeluaran rumah
tangga pertanian tersebut digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan. Menurut hukum Engel, bila persentase
pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari
80%, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut sangat
rendah.
Gini ratio adalah besaran untuk melihat ketimpangan
pengeluaran sebagai proksi pendapatan pada rumah tangga
pertanian, dengan formula sebagai berikut :
Qi : Persentase kumulatif total pengeluaran sampai kelas ke-i
Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika:
G < 0,4 → ketimpangan rendah
0,4 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang
G > 0,5 → ketimpangan tinggi
Tingkat kemiskinan di sektor pertanian atau tingkat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
Perkembangan persentase rumah tangga pertanian yang
berada di bawah garis kemiskinan (Susenas).
Membandingkan garis kemiskinan dengan hasil analisis
PDB pertanian sempit per kapita, Rata-rata pendapatan
petani (Sensus Pertanian 2013) dan rata-rata pengeluaran
Ib = Indeks harga yang dibayar petani
- NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga
produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya; dengan demikian tingkat kesejahteraan
petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani
sebelumnya.
- NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even.
Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya.
Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.
- NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga
barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan
petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
anggota rumah tangga tersebut melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya untuk dijual/ditukar untuk memperoleh
pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri. Kegiatan dimaksud
meliputi usaha tanaman padi dan palawija, tanaman hortikultura,
tanaman perkebunan dan peternakan. Sementara rumah tangga non
pertanian adalah rumah tangga buruh tani dan rumah tangga lainnya
yang meliputi rumah tangga perikanan, kehutanan dan pertanian
lainnya, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan,
perdagangan, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan lain-lain.
Tabel 2.1. Persentase rumah tangga pertanian dan rumah tangga non
pertanian di Indonesia, 2011 – 2013
(%)
2011 2012 2013 Pertmbh.(%) 2011 2012 2013 Pertmbh.(%)
Jawa 21.23 21.05 20.92 -0.74 78.77 78.95 79.08 0.20
Luar Jawa 38.38 37.98 37.50 -1.15 61.62 62.02 62.50 0.71
Indonesia 28.11 27.90 27.65 -0.82 71.89 72.10 72.35 0.32
Sumber : Susenas - BPS
Rumah Tangga Pertanian
Wilayah Rumah Tangga Non Pertanian
Hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) – BPS tahun
2011 sampai dengan 2013 menunjukkan rumah tangga pertanian
mengalami penurunan sebesar 0,82%, sementara rumah tangga non
pertanian meningkat sebesar 0,32%. Rata-rata persentase rumah
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 8
sebesar 72% dari total rumah tangga Indonesia . Selanjutnya bila dilihat
menurut wilayah, di luar Jawa persentase rumah tangga pertanian lebih
besar dibandingkan persentase di Jawa yaitu dengan perbandingan
38% di Luar Jawa dan 21% di Jawa (Tabel 2.1.).
Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga pertanian
tahun 2013 tiga terbesar terdapat di Provinsi NTT (64,66%), Papua
(60,27%) dan Kalbar (50,52%). Sedangkan persentase rumah tangga
pertanian terkecil terdapat di Provinsi DKI (0,21%), Kepri (7,03%),
Banten (13,40%) dan Jawa Barat (14,16%). Secara rinci disajikan pada
Lampiran 2.1.
2.2. Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian
Karakteristik yang akan dianalisis meliputi kepala dan anggota
rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor, umur, pendidikan,
gender dan kesehatan.
Berdasarkan Sub Sektor
Apabila dirinci per sub sektor pada tahun 2011 - 2013, persentase
rumah tangga pertanian didominasi oleh rumah tangga pertanian sub
sektor tanaman pangan mencapai 60%, disusul rumah tangga sub
sektor perkebunan sebesar 25-27%, sub sektor peternakan sebesar
8-10% dan sub sektor hortikultura sekitar 6% (Gambar 2.1). Dari Tabel
2.2. menunjukkan di Pulau Jawa didominasi oleh rumah tangga
tanaman pangan dan peternakan, sementara di luar Jawa adalah
rumah tangga tanaman pangan dan perkebunan yang relatif seimbang.
Persentase RTP di Jawa untuk sub sektor tanaman pangan tahun 2011
– 2013 berkisar antara 73,53 persen sampai 77,52 persen. Sementara
di luar Jawa pada tahun 2011 sebesar 47,06 persen dan mengalami
penurunan sampai dengan tahun 2013 menjadi sebesar 45,89 persen.
Untuk sub sektor perkebunan, persentase RTP di wilayah luar Jawa
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
persen di tahun 2012 namun kembali menurun menjadi 43,81 persen di
tahun 2013. Sementara untuk di wilayah Jawa, persentase RTP sub
sektor perkebunan tahun 2011 hanya 3,28 persen dan meningkat
menjadi 3,97 persen pada tahun 2013 (Tabel 2.2.).
0.00
Tabel 2.2. Persentase rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 74,45 77,52 73,53 6,73 6,33 8,04 3,28 4,19 3,97 15,54 11,96 14,46
Luar Jawa 47,06 45,21 45,89 4,99 5,10 5,96 42,71 45,35 43,81 5,24 4,35 4,34
Indonesia 59,45 59,72 58,32 5,78 5,65 6,90 24,87 26,86 25,90 9,90 7,77 8,89
Sumber : Susenas - BPS
Peternakan Wilayah
Pertanian Tanaman
Padi & Palawija Hortikultura Perkebunan
Tiga provinsi terbesar persentase rumah tangga pertanian untuk
sub sektor tanaman pangan,hortikultura dan peternakan tahun 2011 –
2013 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat.Pada sub
sektor tanaman pangan, terlihat di Jawa Timur memiliki persentase
tertinggi dengan rata-rata pada periode tersebut sebesar 22,10%.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 10
tertinggi yaitu di Jawa Tengah dengan rata-rata sekitar 24%. Dan untuk
sub sektor peternakan terlihat persentase rumah tangga pertanian di
Jawa Timur cukup tinggi yaitu sebesar 43,14% pada tahun 2013,
jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya (Tabel 2.3).
Pada RTP Perkebunan terlhat pada tabel 2.4, empat provinsi
dengan persentase terbesar berasal dari luar Jawa yaitu provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat
dengan masing-masing sebesar 13,02 persen, 13,09 persen, 8,15
persen, dan 8,22 persen pada tahun 2011. Terlihat pada tahun 2012
dan 2013 persentase RTP sub sektor perkebunan di keempat provinsi
tersebut tidak jauh berbeda.
Tabel 2.3. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan di 3 provinsi terbesar, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa Timur 21.61 23.93 20.75 18.41 14.77 15.18 40.31 37.21 43.14
Jawa Tengah 18.61 18.95 17.17 23.97 25.11 23.98 18.47 17.34 14.73
Jawa Barat 11.66 10.34 13.39 8.35 8.65 10.58 8.75 8.46 10.81
Sumber : Susenas, BPS
Wilayah Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan
Tabel 2.4. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan di 4 provinsi terbesar, 2011 - 2013
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11
Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART)
Rata-rata jumlah anggota rumah tangga menunjukkan bahwa
jumlah ART baik di rumah tangga pertanian, rumah tangga buruh tani
dan rumah tangga lainnya adalah berjumlah 4 orang (Tabel 2.5).
Jumlah ini umumnya merupakan keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu
dan 2 orang anak. Namun bila dibandingkan antara Jawa dan Luar
Jawa, rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian di Luar Jawa
lebih banyak dibandingkan di Jawa.
Tabel 2.5. Rata-rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Pertanian, ART Buruh Tani dan ART rumah tangga lainnya di Indonesia, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jawa 3,77 3,75 3,80 3,71 3,65 3,76 3,68 3,74 3,73
Luar Jawa 4,27 4,31 4,29 3,94 3,92 4,01 4,03 4,02 4,08
Indonesia 4,04 4,06 4,07 3,80 3,75 3,86 3,80 3,84 3,85
Sumber : Susenas - BPS
Selanjutnya, dilihat dari banyaknya anak yang lahir hidup tahun
2011 – 2013 di pulau Jawa menunjukkan bahwa banyaknya anak yang
lahir hidup dari anggota RTP perempuan berumur 10 tahun ke atas
adalah rata-rata 3 orang. Sedangkan untuk di Luar Jawa, rata-ratanya
lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan jumlah
penduduk di Luar Jawa menurun lebih kecil. Umumnya banyaknya
anak yang lahir hidup dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 tidak
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 12
Tabel 2.6. Rata-rata banyaknya anak yang lahir hidup dari anggota RTP perempuan berumur 10 tahun ke atas di Indonesia, 2011 -2013
pertanian yaitu berkisar 64% - 68%, dan sisanya merupakan usia non
produktif (umur 0 – 14 tahun dan >=65 tahun). Kondisi tersebut juga
terjadi di pulau Jawa dan Luar Jawa maupun menurut sub sektor
dengan kecenderungan lebih besar persentase usia produktif di pulau
Jawa ( Gambar 2.2.).
Gambar 2.2. Persentase anggota rumah tangga petani menurut kelompok umur per sub sektor, 2013
Rasio ketergantungan (Dependency ratio) adalah angka yang
menunjukkan beban ketergantungan penduduk usia produktif pada
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
tangga pertanian berkisar 48,45% - 54,74% yang berarti bahwa 2 orang
penduduk produktif menanggung 1 orang penduduk tidak produktif, hal
ini merupakan suatu bonus demografi.
Bonus demografi tersebut belum menggambarkan
kesejahteraan petani karena belum memperhatikan partisipasi
angkatan kerja dan besarnya pendapatan untuk menanggung yang
tidak produktif.
Tabel 2.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian menurut
Kelompok Umur dan Dependency Ratio Per Subsektor,
2011-2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
0 - 14 th
26.50 26.16 26.86 26.61 27.84 27.63 30.23 30.09 30.15 24.60 25.70 25.23 15 - 64 th
66.62 67.09 66.70 67.00 66.16 67.36 65.47 65.68 65.71 66.50 64.62 66.20 >=65 th
6.88 6.75 6.43 6.39 6.00 5.01 4.30 4.23 4.14 8.90 9.67 8.57
Dependency
Ratio (DR) 50.10 49.06 49.92 49.26 51.15 48.45 52.73 52.25 52.18 50.38 54.74 51.05
Sumber: Susenas, BPS Struktur Umur
Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
Rata-rata umur kepala rumah tangga pada semua jenis rumah
tangga berada pada usia produktif, yaitu usia 30 – 50 tahun, di mana di
pulau Jawa untuk rumah tangga pertanian sedikit lebih tua
dibandingkan di luar Jawa, yakni pada kisaran 52 tahun, sedangkan di
luar Jawa kisaran 46 tahun (Tabel 2.8).
Tabel 2.8. Rata- rata umur kepala rumah tangga menurut jenis rumah
tangga, 2011 – 2013
(tahun)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
1 Jawa 56 52 52 40 43 45 45 40 42 2 Luar Jawa 45 42 52 30 30 38 35 42 37 3 Indonesia 45 52 52 40 43 45 35 40 38
Sumber: Susenas, BPS
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 14
Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga pertanian masih
sangat rendah, selama tahun 2011 – 2013 sekitar 33 – 42% hanya
tamat SD dan 38% tidak sekolah/tidak tamat SD. Persentase kepala
rumah tangga yang memiliki pendidikan tinggi (Akademi/perguruan
tinggi) sangat kecil hanya sekitar 1,3%. Bila dibandingakan antara
pulau Jawa dan Luar Jawa menunjukkan persentase kepala rumah
tangga yang mempunyai pendidikan menengah keatas lebih besar di
luar Jawa di banding di Jawa (Gambar 2.3).
-Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa
Tdk sekolah SD SMP SMA Keatas
(%)
2011 2012 2013
Gambar 2.3. Persentase kepala rumah tangga pertanian menurut tingkat pendidikan, 2011 - 2013
Persentase anak usia wajib belajar (berumur 7-15 tahun) tahun
2013 pada rumah tangga pertanian umumnya cukup tinggi yakni
berkisar 91% - 98% dengan status masih bersekolah, gambaran
tersebut terjadi baik di Jawa maupun di Luar Jawa, yang berarti
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15
Tabel 2.9. Persentase anak berumur 7-15 tahun menurut partisipasi bersekolah, 2013
Jawa 1.06 95.47 3.47 0.64 92.09 7.27 0.00 97.60 2.40 1.08 95.13 3.79 Luar Jawa 3.82 91.72 4.46 2.20 93.99 3.81 1.34 94.20 4.46 1.29 93.83 4.88
Indonesia 2.55 93.45 4.00 1.53 93.17 5.30 1.28 94.37 4.36 1.15 94.69 4.16
Sumber: Susenas BPS
Hortikultura Perkebunan Peternakan
Uraian
Tanaman Pangan
Bila dilihat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh anggota
rumah tangga pertanian berumur 5 tahun ke atas selama tahun 2011-
2013 hampir sama dengan pendidikan kepala rumah tangga, yaitu
menunjukkan persentase terbesar adalah tidak sekolah/tidak tamat SD,
disusul tamatan SD dan selanjutnya tamat SMP dan tamat SMA keatas.
Bila dibandingakan antara pulau Jawa dan Luar Jawa menunjukkan
persentase anggota rumah tangga yang mempunyai pendidikan
menengah keatas lebih besar di luar Jawa di banding di Jawa, seperti
tersaji pada Gambar 2.4.
Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa
Tdk sekolah SD SMP SMA Keatas
(%)
2011 2012 2013
Gambar 2.4. Persentase anggota RTP berumur 5 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 16
Berdasarkan Gender
Sebagian besar kepala rumah tangga pertanian adalah laki-laki,
baik di Jawa maupun di Luar Jawa, dengan persentase laki-laki
sebesar 90% dan perempuan sebesar 10% (Gambar 2.5.).
0.00
Gambar 2.5. Persentase kepala rumah tangga pertanian berdasarkan gender, 2011 - 2013
Berdasarkan Kesehatan
Pada umumnya pengobatan yang dilakukan oleh anggota RTP
pada tahun 2011 – 2013 melakukan pengobatan secara modern,
disamping melakukan pengobatan secara tradisional. Di Jawa,
pengobatan yang digunakan secara tradisional berkisar 24 – 27% dan
untuk pengobatan secara modern cukup tinggi berkisar antara 90 –
92%. Begitu pula di luar Jawa, cara pengobatan dengan tradisional
berkisar antara 31 – 34% dan pengobatan dengan cara modern
berkisar antara 86-88% (Tabel 2.10).
Bila dilihat di empat provinsi yang menggunakan pengobatan
secara modern lebih dari 85% terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jabar dan Sumatera Utara. Untuk provinsi di luar Jawa yaitu Bali dan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17
Bali pengobatan secara tradisional cukup tinggi mencapai 54-56%,
demikian pula di Papua, pengobatan secara tradisional lebih dari 60%,
bahkan pada tahun 2012 mencapai 74,05% (Tabel 2.11).
Tabel 2.10. Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan
yang digunakan, 2011 – 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 25.95 26.71 24.92 91.37 90.90 91.06 5.40 5.44 5.79
Luar Jawa 32.27 33.34 31.14 87.63 86.93 86.45 5.50 3.98 5.16 Indonesia 29.67 30.52 28.37 89.17 88.61 88.51 5.46 4.60 5.44
Sumber: SUSENAS, BPS
Cara pengobatan sendiri yang digunakan (%)
Tradisional Modern Lainnya
Wilayah
Tabel 2.11. Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan
modern dan tradisional di provinsi terbesar, 2011 – 2013
(%)
kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana (KB). Bila dilihat
antara wilayah Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa di Jawa
cenderung lebih banyak yang sedang menggunakan alat kontrasepsi.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 18
pada RTP tahun 2011 – 2013 berkisar antara 21,29 – 23,45% (Tabel
2.12). Tujuan diselenggarakannya program KB yaitu meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka terwujudnya kesejahteraan
hidup rumah tangga dengan mengendalikan angka kelahiran dan
menjamin terkendalinya pertambahan jumlah penduduk.
Jika dilihat berdasarkan beberapa provinsi di Indonesia yaitu
provinsi Gorontalo, Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Selatan, pada tahun 2011 – 2013 menunjukkan bahwa persentase
perempuan yang berumur 15 – 49 th berstatus kahwin dan sedang
menggunakan alat kontrasepsi di atas 70%. Sementara di Provinsi
Papua Barat dan Papua hanya berkisar 18 – 27% (Gambar 2.6).
Tabel 2.12. Persentase perempuan berumur 15-49 th berstatus kawin menurut partisipasi Keluarga Berencana pada RTP,
2011 – 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 61.40 62.37 63.40 20.22 19.67 19.84 18.38 17.96 16.76
Luar Jawa 55.45 56.89 56.45 17.09 19.21 18.69 27.46 23.90 24.86
Indonesia 58.08 59.29 59.51 18.47 19.41 19.20 23.45 21.29 21.29
Sumber: Susenas, BPS
Gambar 2.6. Persentase perempuan berumur 15-49 th berstatus kawin yang sedang menggunakan alat kontrasepsi di beberapa provinsi,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19 2.3. Karakteristik Perumahan
Tingkat kesejahteraan rumahtangga pertanian dapat dilihat dari
berbagai sisi, antara lain dari kondisi perumahan dan pemukiman
rumah tangga tersebut. Dalam Analisis Kesejahteraan Petani tahun
2014 diperoleh informasi tentang kondisi perumahan berdasarkan
status penguasaan bangunan, jenis atap, dinding, jenis lantai, sumber
penerangan dan bahan bakar untuk memasak pada rumah tangga
pertanian.
Berdasarkan Status Penguasaan Bangunan
Penguasaan bangunan tempat tinggal pada RTP dengan status
milik sendiri tahun 2011 – 2013 sekitar 93%. Sementara status
penguasaan bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri yang terdiri
dari kontrak, sewa, bebas sewa milik orang lain, bebas sewa milik
orang tua/sanak saudara, dinas dan lainnya sekitar 7%.
Status penguasaan bagunan tempat tinggal milik sendiri wilayah
Jawa sekitar 96% begitu juga status penguasaan bagunan tempat
tinggal milik sendiri wilayah luar Jawa sekitar 90%. Secara rinci status
penguasaan bangunan tempat tinggal dapat dilihat Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Persentase status penguasaan bangunan tempat tinggal di
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 20
Bila dilihat dari rata-rata penguasaan bangunan tempat tinggal
dengan status milik sendiri terdapat 7 provinsi yang memiliki persentase
terbesar lebih dari 95,00% yaitu provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI.
Yogyakarta, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Sulawesi Tenggara
dan Papua.
Sementara provinsi yang penguasaan bangunan tempat tinggal
milik sendiri kurang dari 85,00% terjadi di provinsi Sumatera Barat pada
tahun 2013 mencapai 84,70% dan Sumatera Utara sebesar 80,47%
pada tahun 2013, secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 2.1.
Berdasarkan Jenis Atap Terluas
Jenis atap terluas di Indonesia baik di Jawa maupun Luar Jawa
didominasi oleh genteng dan seng, namun beberapa ada juga asbes
dan ijuk/rumbia. Jenis atap yang digunakan biasanya dipengaruhi oleh
kebiasaan masyarakat setempat.
Pada wilayah Jawa genteng merupakan jenis atap yang biasa
digunakan oleh masyarakat Jawa mencapai 93%. Sementara wilayah
luar Jawa jenis atap terluas menggunakan seng mencapai 61,77%
pada tahun 2013. Jenis atap lainnya meliputi atap beton untuk wilayah
Jawa mencapai 2,06% pada tahun 2013, untuk jenis atap sirap di
dominasi wilayah luar Jawa sebesar 2,68%, untuk jenis atap asbes di
dominasi wilayah luar Jawa mencapai 4,02% pada tahun 2013, untuk
jenis atap ijuk/rumbia di dominasi wilayah luar Jawa mencapai 7,17%
pada tahun 2013 dan jenia atap lainnya masih di dominasi wilayah luar
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
Tabel 2.14. Persentase jenis atap terluas pada rumah tangga pertanian di Jawa dan luar Jawa, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 1.68 0.91 2.06 93.77 93.26 92.67 3.16 3.65 3.41 1.39 2.17 1.86
Luar Jawa 1.35 0.67 1.26 22.34 21.68 20.54 58.58 60.60 61.77 17.74 17.06 16.43
Indonesia 1.49 0.78 1.62 54.65 53.84 52.96 33.51 35.01 35.53 10.34 10.37 9.88 Keterangan : *) Jenis Atap Sirap, Asbes, Ijuk/rumbai dan lainnya
Sumber : Susenas, BPS
Wilayah Beton Genteng Seng Lainnya *) Jenis Atap
Adapun provinsi yang menggunakan jenis atap genteng terbesar
terjadi di Provinsi DI. Yogyakarta pada tahun 2013 mencapai 99,86%
dan terkecil terjadi di Provinsi Papua sebesar 0,40% pada tahun 2013.
Sementara jenis atap seng terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Barat
sebesar 92,35% pada tahun 2013 dan terkecil terjadi di Provinsi Jawa
Barat sebesar 0,09%, secara rinci dapat di lihat pada Lampiran. 2.2.
Berdasarkan Jenis Dinding Terluas
Jenis dinding yang digunakan di wilayah Jawa pada umumnya
adalah tembok mencapai 67,61% pada tahun 2013, disusul jenis kayu
dan bambu. Sedangkan jenis dinding yang dominan digunakan di
wilayah luar Jawa adalah kayu mencapai 48,67%, disusul tembok
sebesar 40,82% dan bambu 6,96%, lainnya sebesar 3,55%.
Jenis dinding tembok terbesar terdapat di provinsi Bali mencapai
96,31% pada tahun 2013 dan terkecil terdapat di provinsi Kalimantan
Tengah sebesar 7,79%. Sementara jenis dinding kayu terbesar
terdapat di provinsi Kalimantan Tengah mencapai 94,78% dan terkecil
terdapat di provinsi Bali mencapai 0,41%, secara rinci dapat dilihat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 22
Tabel 2.15. Persentase jenis dinding terluas pada rumah tangga di Jawa dan Luar Jawa, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 65.60 65.73 67.61 20.73 21.10 18.68 12.58 12.13 12.64 1.09 1.03 1.07
marmer/keramik/granit sebesar 36,55%, diikuti oleh jenis lantai semen
(26,64%). Sementara di wilayah Luar Jawa penggunaan jenis lantai
dominan menggunakan semen sebesar 43,85% diikuti jenis kayu
sebesar 29,86% pada tahun 2013 (Tabel 2.16).
Provinsi terbesar yang menggunakan jenis lantai
marmer/kerami/granit pada tahun 2013 terjadi di provinsi Bali sebesar
56,53%, sedangkan provinsi terkecil yang menggunakan jenis lantai
marmer/kerami/granit terjadi di provinsi Papua sebesar 1,24% pada
tahun 2013.
Jenis lantai semen terbesar terjadi di Provinsi Gorontalo pada
tahun 2013 mencapai 73,29% pada tahun 2012, sedangkan provinsi
terkecil yang menggunakan semen sebagai jenis lantainya terjadi di
provinsi Kalimatan Tengah sebesar 4,25% pada tahun 2011.
Jenis lantai yang menggunakan kayu terbesar terjadi di provinsi
Kalimantan Tengah sebesar 91,91% pada tahun 2012, sedangkan jenis
lantai terkecil yang menggunakan kayu terjadi di provinsi Bali sebesar
0,28% pada tahun 2012.
Sementara jenis lantai tanah dominan terdapat di provinsi Nusa
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23
terkecil terdapat pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar
0,49% pada tahun 2013, secara rinci jenis lantai dapat dilihat pada
Lampiran 2.3.
Tabel 2.16. Persentase jenis lantai terluas pada rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dan Luar Jawa, 2011 - 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Marmer/ keramik /granit 31.16 31.65 36.55 9.42 9.98 12.14 19.26 19.72 23.11
Tegel/teraso 11.32 12.86 10.61 2.44 2.11 2.34 6.46 6.94 6.06
Semen 29.35 26.53 26.64 44.42 43.44 43.85 37.60 35.84 36.11
Kayu 4.41 4.66 5.58 31.46 32.68 29.86 19.22 20.10 18.95
Tanah 22.43 22.72 18.89 9.61 9.47 9.40 15.41 15.42 13.66
Lainnya 1.33 1.57 1.72 2.65 2.32 2.41 2.05 1.98 2.10
Sumber : Susenas, BPS
Jawa Luar Jawa
Jenis Lantai Indonesia
Berdasarkan Sumber Penerangan
Sumber penerangan di wilayah Jawa, Luar Jawa pada umumnya
bersumber dari listrik PLN. Untuk wilayah Jawa pada tahun 2011 yang
menggunakan sumber PLN mencapai 97,86 meningkat sebesar
98,28% pada tahun 2013, sedangkan di wilayah Luar Jawa yang
menggunakan sumber penerangan PLN sebesar 65,58% pada tahun
2011 meningkat menjadi 71,48% pada tahun 2013 (Tabel 2.17).
Provinsi terbesar yang menggunakan penerangan listrik PLN terdapat
pada provinsi Jawa Tengah 99,70% pada tahun 2013, sementara
provinsi terkecil yang menggunakan listrik PLN terdapat di provinsi
Papua sebesar 13,11% pada tahun 2013, namun dominan
menggunakan listrik lainnya mencapai 86,89%. Secara rinci dapat di
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 24
Keterangan : *) Listrik non PLN, Petromak/aladin, pelita/sentir/obor, lainnya
Wilayah Listrik PLN Lainnya *)
Sumber Penerangan
Berdasarkan Penggunaan Bahan Bakar/Energi
Jenis bahan bakar/energi utama untuk memasak yang digunakan
pada RTP di Jawa pada umumnya masih menggunakan kayu dengan
persentase 69,40% pada tahun 2011 cenderung menurun pada tahun
2013 menjadi 60,96%, demikian pula di luar Jawa juga masih
menggunakan kayu sebesar 76,02% tahun 2011 menurun pada tahun
2013 menjadi 67,12% (Tabel 2.18.). Penurunan penggunaan bahan
bakar kayu, minyak tanah dan lainnya untuk keperluan memasak pada
RTP umumnya beralih ke penggunaan bahan bakar listrik dan gas kota
serta gas elpiji.
Provinsi terbesar yang menggunakan jenis bahan bakar gas elpiji
untuk memasak pada tahun 2013 terdapat pada provinsi Jawa Barat
mencapai 52,53%, sementara provinsi terbesar yang masih
menggunakan jenis bahan bakar minyak tanah untuk memasak
terdapat di provinsi Kepulauan Riau mencapai 43,03% pada tahun
2013, begitu juga untuk jenis bahan bakar kayu masih digunakan untuk
memasak terbesar terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 97,28% pada tahun 2013, secara rinci dapat dilihat pada
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
Tabel 2.18. Persentase Bahan bakar/energi utama untuk memasak di
RTP Jawa dan Luar Jawa, 2011 – 2013
(%)
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Jawa 29.55 31.76 38.30 28.90 30.88 37.74 0.62 0.29 0.06 69.40 67.56 60.96 0.42 0.35 0.63
Luar Jawa 12.77 20.22 26.37 12.24 19.79 25.83 9.48 5.76 5.30 76.02 72.31 67.12 1.72 1.67 1.11
Indonesia 20.36 25.40 31.73 19.78 24.77 31.18 5.47 3.30 2.95 73.03 70.17 64.35 1.13 1.08 0.89 Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) bahan bakar Arang, briket, tidak pernah memasak dan lainnya
Bahan bakar/energi utama untuk memasak
Wilayah Listrik + Gas Kota Gas/Elpiji Minyak tanah Kayu Lainnya *)
2.4. Perlindungan Sosial
Salah satu cara dalam mensejahterakan rumah tangga adalah
dengan melakukan perlindungan sosial melalui beberapa kebijakan
seperti penyediaan raskin, jaminan kesehatan, beasiswa dan
kemudahan kredit usaha. Seberapa besar perlindungan sosial
dimanfaatkan oleh rumah tangga pertanian akan tampak dalam
pembahasan di bawah ini.
2.4.1. Pembelian Raskin
Berdasarkan data Susenas 2011-2013, persentase
pembelian raskin oleh rumah tangga pertanian cukup tinggi
rata-rata selama 3 tahun sebesar 64,29%, artinya rumah tangga
pertanian masih banyak yang membeli raskin dibanding yang
tidak, sementara beras raskin memiliki kualitas yang rendah tetapi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 26
Tabel 2.19. Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin, 2011-2013
2011 2012 2013
Jawa 75.97 78.73 76.29
Luar Jawa 52.23 53.81 55.59
Indonesia 62.97 65.00 64.90
Sumber: Susenas - BPS
Wilayah Rumah tangga pertanian
Lebih jauh berdasarkan wilayah Jawa dan Luar Jawa,
persentase rumah tangga pertanian yang membeli raskin di
wilayah Jawa menunjukkan lebih tinggi (77%) dibandingkan
rumah tangga pertanian yang ada di luar Jawa (53%).
Hal ini tampaknya dikarenakan jumlah penduduk yang
padat di wilayah Jawa (Gambar 2.7).
Gambar 2.7. Perkembangan Persentase Rumah Tangga Pertanian Pembeli Raskin di Jawa dan
Luar Jawa, 2011-2013
Dari sisi wilayah provinsi, proporsi pembelian raskin oleh
rumah tangga pertanian yang lebih besar dari 70%, terdapat di 6
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27
Tabel 2.20. Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin > 70% menurut provinsi, 2011-2013
2011 2012 2013
Nusa Tenggara Barat 92.56 91.54 89.43
Aceh 88.65 86.48 80.03
Jawa Tengah 81.92 84.30 84.67
Banten 83.52 82.61 76.21
Jawa Timur 76.46 77.75 73.52
Sulawesi Tenggara 70.52 75.53 73.23
Sumber: Sesenas, BPS
Provinsi Rumah tangga pertanian
Dari Tabel 2.20 menunjukkan bahwa Nusa Tenggara
Barat merupakan provinsi dengan persentase terbanyak rumah
tangga pertaniannya yang membeli raskin, diikuti kemudian
provinsi Aceh di urutan ke-2 dan Jawa Tengah di urutan ke-3. Bila
dikaitkan dengan indeks kedalaman kemisikinan memang tiga
provinsi tersebut pada tahun 2012 memiliki indeks kedalaman
kemiskinan cukup tinggi yaitu sekitar 2,3 – 3,20.
2.4.2. Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan belum dimanfaatkan optimal oleh
rumah tangga pertanian yang diperlihatkan dari persentase tidak
memiliki jaminan kesehatan lebih tinggi dibanding yang memiliki
jaminan kesehatan pada tahun 2013 (Gambar 2.8).
Rumah tangga pertanian yang tidak memilki jaminan
kesehatan di Indonesia tahun 2013 lebih dari 50 persen, tepatnya
53,96%. Bila dilihat antara wilayah Jawa dan Luar Jawa
menunjukkan bahwa wilayah luar Jawa lebih banyak yang
memanfaatkannya yaitu sebesar 47,83% dan di Jawa hanya
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 28
tangga pertanian pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 2.21 dan
Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Wilayah, 2013
Tabel 2.21. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan (Jamkes), 2013
(%)
Tidak Memiliki
Jawa 43.89 56.11
Luar Jawa 47.83 52.17
Indonesia 46.06 53.94
Sumber: Susenas, BPS
Wilayah Memiliki
Dilihat kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah tangga
pertanian antar sub sektor pertanian dan wilayah menunjukkan
persentase yang bervariasi. Pada sub sektor tanaman pangan
kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah tangga pertanian
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29
berkebalikan yaitu kepemilikan jaminan kesehatan lebih besar di
wilayah luar Jawa. Hal ini dapat dimengerti karena dominan
usaha tani sub sektor tanaman pangan ada di Jawa dan usaha
tani perkebunan di luar Jawa. Sementara pada sub sektor
peternakan menunjukkan kepemilikan jaminan kesehatan lebih
banyak di Jawa dan pada sub sektor hortikultura relatif seimbang
antara di Jawa dan luar Jawa (Tabel 2.22).
Tabel 2.22. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut sub sektor pertanian, 2013
(%)
Jawa 33.06 3.22 1.11 6.49
L. Jawa 24.09 3.16 17.50 3.07
Indonesia 28.12 3.19 10.13 4.61
Sumber: Susenas, BPS
Subsektor
Wilayah Tanaman
Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
Cukup beragam jenis jaminan kesehatan yang tersedia,
berdasarkan data susenas tahun 2013 ada 6 jenis jaminan
kesehatan yaitu Jamkesmas, Jamkesda, jampersal, JPK
PNS/Veteran/Pensiunan, JPK Jamsostek dan Jamkes lainnya.
Dari beragam jenis jaminan kesehatan tersebut yang banyak
dimiliki rumah tangga pertanian adalah jenis Jamkesmas diikuti
Jamkesda dan terendah adalah Jampersal (Gambar 2.9.)
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 30
Gambar 2.9. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan, 2013
Besarnya persentase kepemilikan jaminan kesehatan jenis
Jamkesmas yang terbanyak dimiliki oleh rumah tangga pertanian
di Indonesia adalah 71,15%, urutan berikutnya adalah Jamkesda
sebesar 17,88%. Besarnya persentase jenis lainnya disajikan
pada Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan wilayah, 2013
(%)
Jawa Luar Jawa Indonesia
Jamkesmas 81.34 63.51 71.15
Jamkesda 6.06 26.74 17.88
Jampersal 2.72 2.05 2.34
JPK PNS/Vet./Pens. 5.06 5.78 5.47
JPK Jamsostek 4.89 1.97 3.22
Jamkes lainnya 7.55 9.43 8.62
Sumber: Susenas, BPS
Jenis Jaminan Kesehatan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31
Dari kedua jenis jaminan kesehatan yang cukup tinggi
dimiliki rumah tangga pertanian (Jamkesmas dan Jamkesda), bila
dilihat berdasarkan wilayah maka menunjukkan berkebalikan
dimana Jamkesmas lebih diminati di wilayah Jawa sementara
Jamkesda di wilayah luar Jawa (Gambar 2.10.).
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
Jawa Luar Jawa
(%)
Jamkesmas Jamkesda JPK Jamsostek
Gambar 2.10. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan
dan Wilayah, 2013
Melihat lebih jauh kepemilikan jaminan kesehatan oleh
rumah tangga pertanian menurut jenis jaminan kesehatan dan
sub sektor pertanian menunjukkan bahwa jamkesmas terbanyak
dimiliki oleh rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan
diikuti rumah tangga pertanian di sub sektor hortikukltura,
peternakan dan terendah di sub sektor perkebunan.
Sementara pada jenis jaminan kesehatan jamkesda yang
merupakan urutan kedua dilimilki rumah tangga pertanian
berdasarkan sub sektor pertanian menunjukkan lebih diminati
oleh rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan
dibandingkan sub sektor lainnya yaitu sebesar 30,03%, dan ini
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 32
Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki
jaminan kesehatan menurut jenis jaminan kesehatan dan sub
sektor pertanian disajikan pada Tabel 2.24. dan Gambar 2.11.
Tabel 2.24. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor pertanian, 2013
(%)
Jamkesmas 76.20 73.17 56.56 70.98
Jamkesda 13.50 16.73 30.06 18.63
Jampersal 2.30 1.27 2.66 2.58
JPK PNS/Vet./Pens. 4.80 5.34 6.68 7.01
JPK Jamsostek 3.31 2.73 2.69 4.15
Jamkes lainnya 8.75 9.50 9.58 5.11
Sumber: Susenas, BPS
Janis Jaminan Kesehatan
Subsektor
Tan.
Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
Gambar 2.11. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33 2.4.3. Jaminan Beasiswa
Jaminan beasiswa disini adalah jaminan beasiswa miskin
hingga beasiswa dari perorangan dan sekolah yang diterima
anggota rumah tangga pertanian. Persentase yang menerima
beasiswa ini masih sangat kecil yaitu masih dibawah 10%
terhadap seluruh rumah tangga pertanian (Gambar 2.12.).
Gambar 2.12. Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan Beasiswa, 2013
Anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan
beasiswa berdasarkan wilayah Jawa dan luar Jawa menunjukkan
bahwa persentase yang menerima beasiswa lebih besar di luar
Jawa dibanding Jawa (Tabel 2.25)
Tabel 2.25. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang
menerima jaminan beasiswa, 2013
(%)
Tidak
Menerima
Jawa 6.17 93.83
Luar Jawa 9.01 90.99
Indonesia 7.74 92.26
Sumber: Susenas, BPS
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 34
Anggota rumah tangga pertanian yang menerina beasiswa
menurut sub sektor pertanian dan wilayah bervariasi. Pada sub
sektor tanaman pangan menunjukkan persentase teringgi
dibanding sub sektor pertanian lainnya, diikuti berikutnya sub
sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan sub sektor
hortikultura (Gambar 2.13.).
Gambar 2.13. Persentase RTP Penerima Jaminan Beasiswa Menurut Sub Sektor Pertanian, 2013
Lebih jauh dilihat menurut wilayah, anggota rumah tangga
pertanian yang menerima beasiswa di sub sektor tanaman
pangan dan sub sektor perkebunan persentasenya lebih besar di
wilayah luar Jawa sementara di sub sektor peternakan dan sub
sektor hortikultura kebalikannya lebih banyak di wilayah Jawa
(Tabel 2.26).
Telah disebutkan di atas bahwa di Indonesia rata-rata
persentase rumah tangga pertanian yang menerima jaminan
beasiswa kurang dari 5%, namun ada beberapa provinsi yang
anggota rumah tangga pertaniannya menerima jaminan beasiswa
lebih dari 5% yaitu sebanyak 10 provinsi, yaitu Povinsi Kepulauan
Riau sebesar 19,64% diikuti Nusa Tenggara Barat sebesar
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35
sebesar 15,87% dan Sulawesi Tenggara sebesar 15,38%.
Provinsi lainnya secara rinci tersaji pada Tabel 2.27.
Tabel 2.26. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa menurut sub sektor pertanian dan wilayah, 2013
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 36
Dua jenis beasiswa yang cukup tinggi diterima anggota
rumah tangga pertanian yaitu Bea Siswa Miskin SD dan Bea
Siswa Miskin SMP, berdasarkan wilayah menunjukkan pada Bea
Siswa SD lebih banyak yang menerima di wilayah luar Jawa dan
untuk Bea Siswa Miskin SMP lebih banyak di wilayah Jawa
(Gambar 2.14.).
Gambar 2.14. Persentase ART Pertanian Yang Menerima Jaminan Bea Siswa
Menurut Jenis Bea Siswa dan Wilayah, 2013
Jenis jaminan bea siswa yang banyak diterima oleh anggota
rumah tangga pertanian telah disebutkan di atas adalah Bea
Siswa Miskin SD. Bila dilihat berdasarkan sub sektor pertanian
maka dari jenis Bea Siswa Miskin SD tersebut terbanyak diterima
di sub sektor hortikultura, diikuti sub sektor perkebunan, sub
sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan. Sementara
dari jenis Bea Siswa Miskin SMP yang merupakan urutan kedua
terbanyak diterima anggota rumah tangga pertanian, di sub sektor
peternakan.yang terbanyak menerima bea siswa jenis ini dan
terendah di sub sektor perkebunan.
Besarnya persentase anggota rumah tangga pertanian yang
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37
sampai SMA pada sub sektor pertanian disajikan pada Tabel 2.28
dan Gambar 2.15.
Tabel 2.28. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima bea siswa menurut jenis bea siswa dan
Gambar 2.15. Persentase ART Pertanian Yang Menerima Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Sub Sektor Pertanian, 2013
Bea Siswa Miskin SD yang terbanyak diterima anggota
rumah tangga pertanian, beberapa provinsi yang anggota rumah
tangga pertaniannya menerima bea siswa miskin SD > 50%
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 38
Nusa Tenggara Timur. Besarnya persentase tersaji pada Tabel
2.29.
Tabel 2.29. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan bea siswa miskin SD > 50% , 2013
(%)
Tidak Menerima
Kalimantan Barat 59.97 40.03
Riau 57.86 42.14
Maluku 54.46 45.54
Papua Barat 54.25 45.75
Nusa Tenggara Timur 53.99 46.01
Sumber: Susenas, BPS
Provinsi Menerima
2.4.4. Kredit Usaha
Berdasarkan data Susenas 2011-2013, kredit usaha yang
diterima oleh anggota rumah tangga pertanian masih sangat kecil
yaitu kurang dari 5%, artinya rumah tangga pertanian masih
banyak yang tidak menerima atau dapat memanfaatkan kredit
usaha yang ada. Jenis kredit usaha yang dimaksud meliputi
PNPM Mandiri, Program Pemerintah Lainnya, KUR, Program
Bank selain KUR, Program Koperasi, Perorangan dan Lainnya.
Dari jenis-jenis usaha kredit yang terbanyak diterima anggota
rumah tangga pertanian adalah PNPM Mandiri, rata-rata tahun
2011-2013 sebesar 3,36% dan terendah diterima adalah jenis
kredit usaha program pemerintah lainnya sebesar 0,73%
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 (%)
PNPM Mandiri Program Pem.Lainnya
KUR Program Bank selain KUR
Program Koperasi Perorangan
Lainnya
Gambar 2.16. Persentase ARTangga Pertanian Yang Menerima Kredit Usaha Menurut Jenis Kredit Usaha, 2011-2013
Dari sisi pertumbuhan jenis kredit usaha yang diterima,
jenis kredit usaha lainnya yang memberikan pertumbuhan
tertinggi selama tahun 2011-2013 yaitu 100,40% per tahun, diikuti
kemudian pada urutan kedua adalah jenis KUR yang tumbuh
meningkat sebesar 26,92% per tahun, jenis PNPM Mandiri pada
urutan ketiga yang tumbuh sebesar 3,34% per tahun. Sementara
selain tiga jenis kredit usaha tersebut pertumbuhannya menurun
dengan kisaran 12-34% per tahun (Tabel 2.30).
Selama tahun 2011-2013, jenis kredit usaha yang diterima
anggota rumah tangga pertanian denga rata-rata penerimaan
tertinggi adalah jenis PNPM Mandiri yaitu sebesar 3,34%.
Perkembangan penerimaan kredit usaha jenis PNPM Mandiri
oleh anggota rumah tangga pertanian pada tahun 2011 lebih
banyak diterima rumah tangga pertanian di luar Jawa, pada tahun
2012 relatif seimbang dan pada tahun 2013 lebih tinggi diterima
oleh anggota rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dibanding
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 40
Tabel 2.30. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha menurut jenis kredit usaha, 2011-2013
(%)
2011 2012 2013 Rerata % Pertb.
PNPM Mandiri 3,58 2,86 3,63 3,36 3,34
Program Pemerintah Lainnya 0,91 0,63 0,64 0,73 -14,66
KUR 0,82 1,01 1,32 1,05 26,92
Program Bank selain KUR 2,54 1,66 1,81 2,00 -12,88
Program Koperasi 2,54 1,66 1,81 2,00 -12,88
Perorangan 2,83 2,06 1,24 2,04 -33,50
Lainnya 0,47 1,44 1,36 1,09 100,40
Janis Kredit Usaha Rumah Tangga Pertanian
Sumber : Susenas, BPS
Gambar 2.17. Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis PNPM Mandiri Oleh Anggota Rumah Tangga
Pertanian, 2011-2013
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan jenis kredit PNPM Mandiri
diterima anggota rumah tangga pertanian menunjukkan
pertumbuhan yang meningkat di wilayah Jawa yaitu sebesar
11,37% per tahun dan pertumbuhan menurun di luar Jawa yaitu
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41
Tabel 2.31. Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha jenis PNPM Mandiri, 2011-2013
(%)
Sumber : Susenas, BPS
Provinsi-provinsi dengan persentase penerimaan kredit
usaha jenis PNPM Mandiri oleh anggota rumah tangga pertanian
> 6% sebanyak 6 provinsi seperti yang disajikan pada Tabel 2.32.
berikut ini.