• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut

BAB III. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

3.1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian

3.1.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut

Berdasarkan hasil Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha

Pertanian sebagai kelanjutan dari Sensus Pertanian 2013,

menunjukkan sub sektor perkebunan dan tanaman pangan memberikan sumbangan terbesar terhadap total pendapatan dari rumah tangga di sektor pertanian, yaitu masing-masing sebesar 33,49% dan 32,15%. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan sebesar Rp. 4,16 juta per tahun dan sub sektor tanaman pangan sebesar Rp. 3,99 juta per tahun. Untuk sub sektor lainnya (hortikultura, peternakan, kehutanan dan lainnya) memberikan sumbangan yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan dan tanaman pangan merupakan sub sektor andalan, khususnya dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga pertanian (Gambar 3.1 dan Tabel 3.2) .

32.15 9.93 33.49 12.00 7.39 3.80 1.25

Tan. Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Lainnya

Gambar 3.1. Proporsi pendapatan utama rumah tangga pertanian menurut sub sektor, SPP-ST 2013

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

Tabel 3.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan usaha di sektor pertanian, 2013

Sub Sektor Rata-rata Pendapatan

(000 Rp) Share (%) Tanaman Pangan 3,991 32.15 Hortikultura 1,232 9.93 Perkebunan 4,157 33.49 Peternakan 1,489 12.00 Perikanan 918 7.39 Kehutanan 471 3.80 Lainnya 155 1.25 Pertanian 12,414

Sumber : Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian, 2013 - BPS

3.1.3. Sumber Penghasilan/Pendapatan Terbesar

Sejalan dengan hasil Survei Pendapatan RTUP - Sensus Pertanian 2013 tersebut diatas, dalam Susenas yang dilaksankan setiap tahun juga dilakukan pendataan mengenai sumber penghasilan rumah tangga pertanian, dimana diantaranya menurut sumber penghasilan terbesar dalam RTP. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber penghasilan terbesar dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.3. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber

penghasilan terbesar di Jawa – Luar Jawa, 2011 – 2013

(%) 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 Tanaman Pangan 59.20 61.17 58.84 38.29 36.98 37.12 47.75 47.85 46.88 Hortikultura 5.47 5.34 6.67 3.98 4.34 4.53 4.66 4.79 5.49 Perkebunan 3.01 3.39 2.96 38.82 40.73 39.29 22.62 23.96 22.96 Peternakan 5.03 4.26 5.28 1.35 1.43 1.36 3.02 2.70 3.12 Penerima Pendapatan 2.91 3.22 2.15 1.28 1.16 1.13 2.02 2.09 1.59 Lainnya 24.37 22.62 24.10 16.28 15.36 16.57 19.94 18.62 19.96 Sumber : Susenas, BPS

Jawa Luar Jawa Indonesia

Sumber Penghasilan terbesar

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 52

Sumber penghasilan terbesar pada RTP di Indonesia selama

tahun 2011 – 2013 juga didominasi oleh RTP sub sektor tanaman

pangan (48%), disusul RTP sub sektor perkebunan (23%), hortikultura (5%) dan peternakan (3%). Di Jawa, sumber penghasilan terbesar RTP berasal dari sub sektor tanaman pangan, terlihat pada tahun 2011 sebesar 59,20 persen, tahun 2012 sebesar 61,17 persen dan tahun 2013 sebesar 58,84 persen. Sementara untuk di luar Jawa sumber penghasilan terbesar pada subsektor perkebunan, walaupun hanya berbeda sedikit terhadap subsektor tanaman pangan. Terlihat pada tahun 2011, untuk subsektor perkebunan di luar Jawa sebesar 38,82 persen, tahun 2012 sebesar 40,73 persen dan tahun 2013 sebesar 39,29 persen.

Tiga Provinsi tertinggi dengan sumber penghasilan terbesar dari sub sektor tanaman pangan berada di luar Jawa, yaitu Papua, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan masing-masing persentase sumber penghasilan tahun 2011 sebesar 78,62 persen, 73,55 persen dan 71,09 persen. Untuk tahun 2012 dan 2013 persentase sumber penghasilan ketiga provinsi tersebut juga tidak berbeda jauh.

3.1.4. Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian

Pengeluaran rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Susenas secara umum dibagi dalam pengeluaran untuk makanan dan non makanan.

Proporsi Pengeluaran Untuk Makanan

Dalam ilmu ekonomi, hukum Engel menyatakan bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

makanan meningkat. Dalam kata lain, elastisitas pendapatan makanan selalu di antara 0 dan 1.

Menurut Engel, bila persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80%, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut sangat rendah. Pola pengeluaran rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Susenas yang ditunjukkan pada proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan dapat dilihat pada gambar 3.2. Secara umum persentase pengeluaran untuk makanan masih mendominasi pola pengeluaran rumah tangga pertanian di Indonesia, meskipun masih berada pada proporsi sekitar 60%.

Makanan 58.78% Non

Makanan 41.22%

Gambar 3.2. Proporsi pengeluaran RTP untuk makanan dan non makanan, 2013

Tahun 2013, secara nasional persentase pengeluaran RTP untuk makanan adalah sebesar 58,78 persen. Persentase ini sedikit menurun dari tahun sebelumnya, namun masih di atas persentase pengeluaran makanan di tahun 2011. Jika dikaji berdasarkan wilayah Jawa dan Luar Jawa, hasil Susenas menunjukkan persentase pengeluaran untuk makanan oleh RTP di Luar Jawa sedikit berada di atas RTP di Jawa (Tabel 3.4.).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 54

Tabel 3.4. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan

di RTP Jawa – Luar Jawa, 2011 – 2013

Persentase pengeluaran untuk makanan oleh RTP di Luar Jawa tahun 2013 adalah sebesar 60,22 persen. Persentase ini sedikit

meningkat jika dibandingkan dari tahun 2011 – 2012. Sementara untuk

Jawa adalah 56,70 persen di tahun 2013, sedikit menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 57,61 persen di tahun 2012 Pada Tabel 3.4. terlihat belum ada perubahan terhadap kesejahteraan petani dilihat dari proporsi makanan dan non makanan karena persentase yang relatif stagnan dari 2011 ke 2013.

Tabel 3.5. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan

non makanan dalam sebulan di Jawa – Luar Jawa, 2011 –

2013 Uraian 2011 2012 2013 Pertumbuhan (%) - Jawa 220,931 243,725 267,485 10.03 - Luar Jawa 286,219 306,396 331,733 7.66 - Indonesia 256,682 278,242 302,853 8.62 - Jawa 173,121 179,340 204,241 8.74 - Luar Jawa 189,718 203,151 219,101 7.47 - Indonesia 182,210 192,454 212,422 8.00 - Jawa 394,052 423,065 471,726 9.43 - Luar Jawa 475,937 509,547 550,834 7.58 - Indonesia 438,892 470,697 515,275 8.36 Sumber : Susenas, BPS Makanan (Rp/kapita/bulan)

Non Makanan (Rp/kapita/bulan)

Total (Rp/kapita/bulan)

Jika dilihat secara nominal, rata-rata per kapita dalam sebulan pengeluaran RTP untuk makanan di Indonesia tahun 2013 adalah Rp.

(%) 2011 2012 2013 2011 2012 2013 1 Jawa 56.07 57.61 56.70 43.93 42.39 43.30 2 Luar Jawa 60.14 60.13 60.22 39.86 39.87 39.78 3 Indonesia 58.48 59.11 58.78 41.52 40.89 41.22 Sumber : Susenas , BPS

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

302.853,- (Tabel 3.5). Secara umum rata-rata pengeluaran ini meningkat setiap tahunnya, walaupun jika dilihat secara persentase

sedikit berfluktuasi pada periode tahun 2011 – 2013.

Rata-rata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa secara umum lebih tinggi dibandingkan di Jawa. Jika dibandingkan secara nasional, rata-rata pengeluaran di Luar Jawa bahkan berada di atas rata pengeluaran secara nasional (Gambar 3.3). Tahun 2013 rata-rata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa adalah sekitar Rp. 331.733,- perkapita perbulan, sementara di Jawa Rp. 267.485,- per kapita perbulan. Rata-rata pengeluaran untuk makanan ini meningkat setiap tahunnya mengikuti wilayah . Tahun 2011 rata-rata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa sebesar Rp. 286.219,- meningkat menjadi Rp. 306.396,-. Sementara di Jawa tahun 2011 sebesar Rp. 220.931,- dan meningkat di tahun 2012 menjadi sekitar Rp. 243.725,-.

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 2011 2012 2013 2011 2012 2013

Makanan Non Makanan

(R p / k a p it a )

Jawa Luar Jawa Indonesia

Gambar 3.3. Rata-rata pengeluaran nominal untuk makanan dan non

makanan per kapita selama sebulan, 2011 – 2013

Jika data pengeluaran yang bersumber dari Susenas merupakan proksi untuk pendapatan, total pendapatan nominal dan riil,

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 56

2013. Apabila dilihat total pengeluaran untuk makanan dan non makanan secara nominal dan riil, terlihat laju peningkatan nilai secara nominal lebih tinggi dibandingkan secara riil. Hal ini mengindikasikan makin tingginya inflasi pada periode tersebut (Gambar 3.4).

3,500,000 4,000,000 4,500,000 5,000,000 5,500,000 6,000,000 6,500,000 2011 2012 2013 (R p / ta h u n )

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 3.4. Rata-rata pengeluaran nominal dan riil untuk makanan

dan non makanan per kapita selama setahun, 2011 – 2013

Nilai Indeks Gini

Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan atau kemerataan pendapatan adalah dengan Indeks Gini (G). Indeks Gini (juga dikenal sebagai Gini Ratio atau Koefisien Gini) adalah ukuran dispersi statistik untuk mewakili distribusi pendapatan suatu populasi. Ini adalah ukuran ketimpangan yang paling umum digunakan. Indeks Gini mengukur ketimpangan antara nilai-nilai dari suatu distribusi frekuensi (misalnya untuk tingkat pendapatan).

Nilai G berkisar antara 0 sampai 1 dimana dapat dikatakan terjadi ketimpangan yang rendah jika nilai G < 0,4; ketimpangan sedang

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

Koefisien bervariasi antara 0 sampai 1. Nilai G = 0 mencerminkan kesetaraan lengkap di mana semua nilai sama (di mana setiap orang memiliki pendapatan yang sama); dan G = 1 menunjukkan ketimpangan lengkap, dimana satu orang memiliki semua pendapatan atau konsumsi dan semua orang lain tidak memilikinya.

Nilai Indeks Gini (G) yang dihitung berdasarkan hasil Susenas dalam analisis ini adalah menggunakan pendekatan pengeluaran. Secara umum interpretasinya tidak berbeda dengan nilai G yang

dihitung menggunakan pendekatan pendapatan. Tahun 2011 – 2013

nilai G di wilayah Jawa, Luar Jawa dan Indonesia baik untuk RTP maupun non RTP dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6. Nilai Indeks Gini, tahun 2011 – 2013

2011 2012 2013 2011 2012 2013

Jawa 0.312 0.316 0.313 0.433 0.428 0.429

Luar Jawa 0.332 0.330 0.325 0.385 0.395 0.402

Indonesia 0.328 0.328 0.323 0.416 0.416 0.419

Sumber : Data Susenas 2011 - 2013

Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian Wilayah

Secara umum nilai G di Indonesia sedikit berbeda untuk RTP dan rumah tangga non pertanian, dimana ketimpangan yang lebih tinggi terjadi antar rumah tangga non pertanian. Distribusi pendapatan di RTP relatif lebih merata dibandingkan pendapatan di rumah tangga non pertanian. Nilai G untuk rumah tangga non pertanian berkisar

antara 0,416 di tahun 2011 – 2012 dan 0,419 di tahun 2013. Nilai G ini

yang berada pada kisaran 0,4 ≤ G ≤ 0,5 artinya termasuk dalam

kategori ketimpangan sedang. Sementara nilai G untuk RTP sedikit

lebih rendah yaitu 0,328 di tahun 2011 – 2012 dan 0,323 di tahun 2013,

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 58 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 2011 2012 2013 2011 2012 2013

Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian

Jawa Luar Jawa Indonesia

Gambar 3.5. Nilai Indeks Gini/ketimpangan pengeluaran, 2011 – 2013

Pada Gambar 3.5 dapat dilihat nilai G untuk rumah tangga non pertanian di Jawa cenderung sedikit lebih tinggi dibandingkan Luar Jawa maupun secara nasional. Sebaliknya jika dicermati ada fenomena yang menarik dimana nilai G untuk RTP di Jawa sebaliknya cenderung lebih rendah dari nilai G untuk RTP di Luar Jawa maupun secara nasional.

3.1.5. Kemiskinan dalam Rumah Tangga Pertanian

Tingkat kemiskinan pertanian yang dianalisis ini menggunakan data jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan pada Rumah Tangga Pertanian (RTP) hasil Susenas. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 28,07 juta jiwa atau 11,28% dari total

penduduk. Persentase ini pada periode 2011 – 2013 secara rata-rata

menurun sebesar 4,64% setiap tahunnya. Dari total penduduk miskin yang ada pada tahun 2013, sekitar 59,36% atau 16,66 juta jiwa merupakan anggota RTP. Seperti halnya persentase terhadap total penduduk, persentase anggota RTP miskin terhadap jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan 0,5% setiap tahunnya.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

Jika dilihat dalam sektor pertanian sendiri, jumlah penduduk atau anggota RTP miskin tahun 2013 adalah sebesar 16,66 juta jiwa. Secara persentase, banyaknya anggota RTP miskin terhadap jumlah anggota RTP secara keseluruhan adalah sekitar 23,46%. Pada periode

2011 – 2013, jumlah anggota RTP miskin mengalami penurunan

rata-rata 4,06% (Tabel 3.7)

Tabel 3.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, 2011 - 2013

(Jiwa)

Uraian 2011 2012 2013 Pertumb. (%)

Penduduk Indonesia 241,991,000 245,425,000 248,818,000 1.40 Total Penduduk Miskin 30,020,000 29,130,000 28,066,550 -3.31 Total Anggota RTP 70,622,018 70,887,586 71,020,357 0.28 Total anggota RTP Miskin 18,003,468 17,606,414 16,660,386 -3.79

% Pddk miskin indonesia 12.41 11.87 11.28 -4.64

% Anggota RTP Miskin thd pddk miskin 59.97 60.44 59.36 -0.50 % Anggota RTP Miskin thd total anggota RTP 25.49 24.84 23.46 -4.06 Sumber : BPS, diolah Pusdatin

87.59% 59.97% 12.41%

2011

Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin

88.13% 11.87% 60.44%

2012

Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin

88.72% 11.28% 59,36%

2013

Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin

Gambar 3.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin,

2011 – 2013

Pada Gambar 3.7 menunjukkan bahwa sub sektor tanaman pangan merupakan sub sektor dengan jumlah penduduk miskin yang paling besar. Pada Tahun 2011 terdapat 12 juta jiwa penduduk miskin yang bekerja pada sub sektor tanaman pangan, namun pada tahun-tahun berikutnya jumlah penduduk miskin di sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan menjadi 11,06 juta jiwa di tahun 2013.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 60

Begitupula di sektor peternakan mengalami penurunan dari 1,96 juta jiwa di tahun 2011 menjadi 1,4 juta jiwa tahun 2013. Sementara pada sub sektor hortikultura, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan dari 962 ribu jiwa di tahun 2011 menjadi 1,03 juta jiwa di tahun 2013. Untuk sub sektor perkebunan, jumlah penduduk miskin juga mengalami peningkatan.

Tabel 3.8. Jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan menurut sub sektor, 2011 - 2013

2011 2012 2013 Tanaman Pangan 12,002,199 11,939,718 11,064,401 -3.93 Hortikultura 962,844 1,073,095 1,025,389 3.50 Perkebunan 3,077,338 3,170,577 3,163,195 1.40 Peternakan 1,961,086 1,423,025 1,407,401 -14.27 Total Pertanian 18,003,468 17,606,414 16,660,386 -3.79 Sumber: Susenas, BPS

Sub Sektor Tahun (jiwa) Pertumbuhan

(%) -2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan (Jiwa)

2011 2012 2013

Gambar 3.7. Jumlah penduduk miskin pada RTP per sub sektor

pertanian, 2011 – 2013

Rata-rata pendapatan perkapita pada RTP berdasarkan PDB pertanian sempit dan pendapatan Susenas selama 2011-2013 bila dibandingkan dengan garis kemiskinan perbulan secara umum lebih

tinggi sementara hasil survei pendapatan usaha pertanian – ST tahun

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

Tabel 3.9. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, 2011 -2013

(Rp 000) Tahun Garis Kemiskinan Perkapita/ tahun Perkapita/ bulan Perkapita/ tahun Perkapita/ bulan Usaha pertanian/RTP/ tahun Perkapita/ bulan Total Usaha/RTP/ tahun Perkapita/ bulan Perkapita/ bulan 2011 11.512 959 5.267 438,89 233,74 2012 12.459 1.038 5.648 470,70 248,71 2013 13.549 1.129 6.183 515,28 12.414 258,62 26.561,08 553,36 271,63 Sumber : BPS diolah Pusdatin

Keterangan : *) proksi pengeluaran, Susenas **) asumsi 1 RTP beranggotakan 4 orang

PDB Pert Sempit/kapita Pendapatan per kapita

(Susenas) *) Pendapatan RTP Sensus Pertanian **)

0 200 400 600 800 1,000 1,200 2011 2012 2013 (0 0 0 R p / k a p / b ln ) PDB Pert Sempit/kapita Pendapatan per kapita (Susenas) *) Pendapatan RTP Sensus Pertanian **) Garis Kemiskinan

Gambar 3.8. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, 2011 -2013

Pada gambar 3.8 menunjukkan bahwa orang yg bekerja di sektor pertanian memiliki potensi untuk tidak miskin, hal ini terlihat dari rata-rata pengeluaran rumah tangga pertanian lebih dari 2 kali lipat dari garis kemiskinan, meskipun di tahun 2013 masih terdapat sekitar 16,66 juta petani yang miskin atau pengeluaran di bawah garis kemiskinan.

Jika rata-rata total pengeluaran RTP baik untuk makanan dan

non makanan per kapita dalam sebulan hasil Susenas diasumsikan setara dengan pendapatan, maka secara nasional jika dibandingkan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 62

dengan garis kemiskinan adalah seperti yang dapat dilihat pada

gambar 3.8. Kenaikan pendapatan pada periode 2011 – 2013 terlihat

seiring juga dengan meningkatnya batas garis kemiskinan. Pada periode waktu tersebut pendapatan dengan pendekatan total pengeluaran berdasarkan hasil Susenas berada di atas batas garis

kemiskinan pada tahun yang sama.

Dokumen terkait