• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TRANSFORMASI PENGETAHUAN YANG doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN TRANSFORMASI PENGETAHUAN YANG doc"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

Makalah

Dipresentasikan pada Seminar Internasional tentang current issues of research and teaching in science education,

Program Pascasarjana UPI, 18 Oktober 2008

Harry Firman

Jurusan Pendidikan Kimia UPI

ABSTRACT

This study examined the difference between novice and expert chemistry teachers in their modes of knowledge transformation exhibited when they were teaching the topic of chemical equilibrium for second grade students of senior secondary school. The participants of this study were two experienced chemistry teachers viewed by their peers as expert teachers and two chemistry student teachers who were in final stage of student teaching program in secondary schools. Two to three teaching episodes on chemical equilibrium conducted by each participant were observed and audiotaped. The data analysis was focused on qualitative comparison of the way novice and expert teachers representing the target concepts as inferred from transcriptions of classroom teaching and observation fieldnotes. It is revealed that Novice teachers employed less transformative approach compared to expert teachers in representing the target concepts. Novice teachers tended to transmit the target concepts instead of stimulate the students to construct the target concepts by themselves. Moreover more limited demonstration, analogy, and illustration are utilized by novice teachers in representing the target concepts. The findings of this study suggest teacher education program to equip prospective chemistry teachers with more pedagogical content knowledge as an important professional knowledge needed to transform content knowledge in teaching.

PENDAHULUAN

(2)

dalam menerapkan basis pengetahuan untuk mengajar, serta menunjukkan keintuitifan dalam melakukan tindakan mengajar (Berliner, 2005).

Temuan penelitian-penelitian komparatif pemula/pakar dalam konteks pembelajaran mempertegas karakteristik guru pemula dan guru pakar, serta membuka pemahaman tentang bagaimana kepakaran dalam mengajar diperoleh. Namun demikian penelitian serupa dalam konteks pembelajaran kimia sangatlah jarang, apalagi yang berfokus pada isu sentral pembelajaran kimia ke depan, yakni mentrasformasikan pengetahuan kimia untuk kepentingan mengajar (Bucat, 2004). Oleh karena itu sangatlah penting untuk melakukan penelitian tentang kontras guru pemula dan guru pakar dalam isu sentral mengajar kimia tersebut. Temuan-temuan penelitian tersebut diperlukan dalam membangun rangka (framework) untuk pengembangan kepakaran guru kimia, baik melalui program pendidikan dan pelatihan guru.

Mengajar tidak semata-mata mentransmisikan pengetahuan konten yang dimiliki guru kepada siswanya, melainkan lebih dari itu. Shulman (1987) konseptualisasikan tugas mengajar dengan model penalaran dan tindakan pedagogik, yang dapat diilustrasikan dalam bentuk siklus yang diawali dengan pemahaman pada materi yang diajarkan, kemudian mentransformasikan materi tersebut ke dalam bentuk yang “teachable” dan “accessible”, pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta refleksi dari hasil belajar. Dalam model tersebut transformasi pengetahuan dipandang sebagai salah satu elemen penting dalam tugas mengajar yang menentukan efektivitas pembelajaran.

(3)

Terdapat berbagai basis pengetahuan professional guru yang terlibat dalam proses transformasi mengetahuan, antara lain pengetahuan tentang konten, pengetahun tentang kurikukulum, pengetahuan tentang karaktersitik siswa, dan yang dipandang mempunyai kedudukan sentral yakni pengetahuan konten pedagogis (pedagogical content knowledge) (van Driel, Verloop, & de Vos, 1998). Kategori pengetahuan yang disebut terakhir merupakan amalgam khusus konten dan pedagogi, yang mencakup persoalan-persoalan apa yang membuat suatu topik mudah dan sukar dimengerti siswa, strategi efektif membangun pemahaman siswa, serta cara efektif menyajikan ide-ide dalam topik, seperti analogi, ilustrasi, contoh, eksplanasi, dan demonstrasi (Geddis, 1993).

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap tindakan mengajar, baik guru pemula maupun guru pakar, untuk memperbandingkan pola transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula dan guru pakar ketika mengajarkan kimia di sekolah menengah atas, khususnya topik kesetimbangan kimia. Topik kesetimbangan kimia dipilih sebagi konteks penelitian berhubung dengan karakteristik konten materi pelajarannya yang abstrak sehingga transformasi pengetahuan menjadi kebutuhan guru. Sejalan dengan fokus penelitian yang dipaparkan di atas, pertanyaan penelitian yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Modus-modus trasformasi apakah yang digunakan guru pemula dan guru pakar dalam mengajarkan topik kesetimbangan kimia?; serta (2) Pada aspek-aspek apakah transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula berbeda dari yang dilakukan guru pakar?

METODE

Pembelajaran materi pokok kesetimbangan kimia di kelas XI sekolah menengah atas dipilih sebagai konteks penelitian ini. Dua alasan bagi pemilihan konteks ini, yakni berisi konsep-konsep penting namun abstrak dan sukar dimengerti (Bucat & Fensham, 1995) serta waktu pembelajarannya di sekolah berimpit dengan pelaksanaan program pengalaman lapangan (PPL) yang memungkinkan dilaksanakannya pengamatan terhadap pembelajaran oleh mahasiswa sebagai guru pemula. Konsep-konsep target pembelajaran ditetapkan sesuai silabus mata pelajaran kimia untuk kelas XI, yang mencakup keadaan setimbang dinamis, pergeseran kesetimbangan, asas Le Chatelier, serta hukum dan tetapan kesetimbangan.

(4)

Partisipan penelitian terdiri atas dua orang mahasiswa program studi pendidikan kimia yang sedang melaksanakan PPL (program pengalaman lapangan) sebagai guru pemula di dua sekolah menengah atas berbeda di kota Bandung, serta dua orang guru pakar mata pelajaran kimia yang juga mengajar di sekolah berbeda. Guru pakar berlatar pendidikan S1 program studi kimia, berpengalaman mengajar lebih dari 13 tahun, pernah mengikuti secara intensif program pengembangan professional guru kimia di lapangan, mendapat pengakuan sejawat atas kepakarannya dalam mengajarkan kimia dalam survey kepada para guru kimia di Kota Bandung.

Observasi dan rekaman audio (dengan persetujuan partisipan) dilakukan terhadap pembelajaran masing-masing partisipan dalam 2-3 episode pembelajaran @ 80 menit. Sementara itu catatan lapangan dibuat untuk merekam moda-moda transformasi pengetahuan yang dilakukan guru melalui interaksi non-verbal, seperti ilustrasi piktorial dan catatan-catatan yang dibuat guru pada papan tulis atau media lainnya.

Data mentah yang terkumpul berupa narasi dalam bentuk transkrip-transkrip observasi pembelajaran serta catatan lapangan pelaksanaan pembelajaran. Reduksi terhadap data yang terkumpul dilakukan untuk menyisakan data yang sangat kuat relevansinya dengan isu-isu pokok yang dipersoalkan dalam penelitian ini. Pengkodean selanjutnya dilakukan terhadap segmen-segmen data berdasarkan partisipan, episode pembelajaran, dan posisi dalam transkripsi pembelajaran. Tahap akhir dari proses analisis data adalah interpretasi data untuk mengungkap jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diketengahkan.

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 1

Dengan menggunakan kasus reaksi pembentukan hirogen iodida guru menjelaskan definisi reaksi setimbang sebagai keadaan dari reaksi dapat balik yang laju reaksi maju sama dengan laju reaksi balik. Untuk memperjelas konsep keadaan setimbang, guru menggunakan analogi verbal keseimbangan pada timbangan (kiloan) yang digunakan di pasar. Sifat dinamis kesetimbangan kimia dijelaskan guru dengan mengatakan bahwa secara maksroskopis tak ada perubahan, sedangkan secara mikroskopis, baik reaksi maju maupun reaksi balik terjadi terus menerus.

(5)

mencapai kesetimbangan baru. Guru selanjutnya mengunakan analogi verbal “jika diberi akan memberi, jika diambil akan mengambil” untuk memahamkan asas Le Chatelier. Berikutnya guru mengajak siswa mendiskusikan kasus penambahan dan pengambilan N2

pada sistem kesetimbangan reaksi pembentukan ammonia, dan menegaskan kembali prinsip jika memberi akan memberi, jika mengambil akan mengambil. Selanjutnya, asas tersebut digunakan guru untuk menerangkan pengaruh temperatur terhadap kesetimbangan. Penyederhanaan asas Le Chatelier ini tidak digunakan ketika guru menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas. Tidak terobservasi upaya guru untuk membangun pemahaman terhadap tetapan kesetimbangan, kecuali menjelaskan bagaimana menuliskan ungkapan tetapan kesetimbangan untuk reaksi kesetimbangan tertentu, baik kesetimbangan homogen maupun kesetimbangan heterogen.

Dapat disimpulkan bahwa guru pemula ini lebih mengutamakan transmisi pengetahuan eksplisitnya melalui penyampaian definisi-definisi. Sementara itu transformasi terhadap pengetahuan dilakukan untuk membuat pengetahuan tadi dimengerti siswa. Moda transformasi yang diandalkan guru ini adalah analogi verbal dan piktorial untuk konsep keadaan kesetimbangan serta pergeseran kesetimbangan. Sementara itu guru pemula ini tidak melakukan mentransformasi pengetahuan ketika mengajarkan konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan.

Transformasi pengetahuan oleh guru pemula 2

Guru mengawali pelajaran dengan menyampaikan definisi reaksi berkesudahan dan reaksi bolak-balik disertai beberapa contohnya. Selanjutnya guru pada memberikan ilustrasi gambar pada papan tulis dua botol berisi air, satu terbuka dan yang lainnya tertutup pada papan tulis, serta mengajukan serangkaian pertanyaan dengan maksud menggiring siswa pada kesimpulan bahwa pada botol tertutup laju penguapan dan laju pengembunan sama, sehingga volum air dalam botol tak berubah, yang diartikan sebagai keadaan setimbang. Berlandaskan model mental itu guru menerangkan bahwa pada keadaan kesetimbangan dalam botol tersebut secara mikroskopis terjadi perubahan, namun secara makroskopis tidak ada perubahan. Guru pun kemudian menyatakan bahwa kesetimbangan bersifat dinamis. Selanjutnya guru menggambarkan tiga grafik hubungan konsentrasi terhadap waktu yang dapat mengilustrasikan secara grafis konsentrasi pereaksi-pereaksi pada keadaan kesetimbangan. Serentetan penjelasan diberikan guru dengan merujuk pada gambar-gambar tersebut, untuk mengilustrasikan bahwa pada keadaan setimbang perubahan makroskopis tidak terjadi, sekalipun perubahan mikroskopis terjadi secara terus menerus.

(6)

Fe3+(aq) + SCN- (aq) ═ Fe(SCN)2+(aq) yang dikatakan guru kepada kelas sebagai contoh

reaksi kesetimbangan. Melalui lembar pengamatan yang dibagikan guru siswa mencatat pengamatan apa yang terjadi ketika ke dalam sistem kesetimbangan tersebut di tambahkan larutan FeCl3, KSCN, dan Na2HPO4. Guru kemudian mengatakan bunyi asas Le Chatelier,

“Jika pada sistem kesetimbangan diberikan suatu aksi maka sistem akan mengadakan reaksi sehingga pengaruh aksi diperkecil”, dan menerapkannya untuk melakukan eksplanasi terhadap fenomena pergeseran kesetimbangan yang diobservasi siswa. Demonstrasi efek peningkatan dan penurunan suhu pada reaksi kesetimbangan

2NO2(g) ═ N2O4(g) selanjutnya dilakukan guru untuk memperlihatkan pengaruh temperatur

terhadap kesetimbangan. Sebagai rangkuman guru mengatakan, “Jika suhu diturunkan kesetimbangan bergeser ke arah eksoterm dan bila suhu dinaikkan kesetimbangan bergeser ke arah endoterm”. Tidak terobservasi guru menggunakan asas Le Chatelier dalam konteks pengaruh temperatur terhadap kesetimbangan.

Dalam menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan guru menayangkan melalui OHP ilustrasi gambar percobaan, yakni tiga siring (syringe) berisi

sistem kesetimbangan gas 2NO2(g) ═ N2O4(g) yang mengilustrasikan bahwa jika volum

diperbesar ternyata pengamatan menunjukkan warna gas dalam siring bertambah tua sebagai bukti kesetimbangan bergeser kearah NO2, yakni yang jumlah molnya lebih

banyak. Sementara itu bila volum diperekecil warna gas memucat sebagai bukti kesetimbangan bergeser kea rah N2O4, yakni yang jumlah molnya lebih sedikit. Dengan

ilustrasi ini guru mengemukakan kesimpulan bahwa volum dikurangi kesetimbangan bergeser ke arah yang jumnlah molnya lebih sedikit, dan sebaliknya jika tekanan dikurangi atau volum diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molnya lebih banyak. Selanjutnya guru melatih siswa menerapkan prinsip ini pada kasus reaksi kesetimbangan lainnya. Tidak terobservasi penggunaan asas Le Chatelier oleh guru dalam menjelaskan pengaruh tekanan/volum terhadap kesetimbangan gas.

Ketika mengembangkan konsep hukum kesetimbangan pada benak siswa, guru mengawalinya dengan mengingatkan siswa bahwa ada hubungan antara konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan kesetimbangan, dan hubungan ini telah diselidiki oleh ahli kimia dengan mengukur konsentrasi-konsentrasi zat pada kesetimbangan. Guru kemudian menyampaikan hukum kesetimbangan untuk mengungkapkan hubungan matematis konsentrasi-konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan setimbang, serta menjelaskan arti tetapan keseimbangan K.

(7)

konsep-konsep tersebut. Namun demikian, guru pemula ini tidak melakukan upaya memfasilitasi pengembangan konsep konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan, kecuali mengatakan rumusan pengetahuan eksplisitnya.

Transformasi pengetahuan oleh guru pakar 1

Dalam memperkenalkan fenomena reaksi bolak-balik, guru meminta siswa melakukan percobaan di depan kelas untuk memperlihatkan reaksi zink dengan larutan CuSO4 sebagai

contoh reaksi berkesudahan karena reaksi sebaliknya tak berlangsung. Guru pun meminta siswa mengamati reaksi antara PbSO4 dan larutan NaI, mendekantasi endapan PbI2 yang

berwarna kuning, dan kemudian mereaksikan padatan itu dengan larutan natrium sulfat menghasilkan endapan putih PbSO4, sebagai bukti reaksi dapat balik. Kemudian guru

menjelaskan bagaimana menulis notasi untuk reaksi bolak-balik.

Selanjutnya guru meminta siswa mengamati percobaan yang dilakukan dua orang temannya di depan kelas, yakni penambahan KSCN dan FeCl3, yang kemudian ke dalam

sebagian larutan hasil reaksi ditambahkan lagi KSCN, sedangkan ke dalam sebagian lainnya ditambahkan larutan FeCl3. Masih dapat bereaksinya larutan, baik dengan KSCN

maupun FeCl3, yang teramati siswa dari bertambah tuanya warna larutan, digunakan guru

sebagai landasan empiris untuk mengatakan bahwa pada keadaan kesetimbangan komponen-komponen pereaksi masih tetap ada. Sebagai kesimpulan, guru mengatakan bahwa kesetimbangan kimia bersifat dinamis, perubahan secara mikroskoskopis berjalan terus tetapi secara makro tidak kelihatan.

Untuk mendemonstrsikan keadaan kesetimbangan di atas, guru menyediakan dua gelas ukur 250 mL di atas meja guru dan mengisi salah satunya dengan sekitar 200 mL air, kemudian meminta seorang siswa memindahkan air dengan pipet ukur dari satu gelas ukur ke gelas ukur lainnya. Sementara itu siswa lain dengan cara yang sama memindahkan kembali air ke gelas ukur pertama. Kegiatan pemindahan air dari dua gelas ukur ini dilakukan berulang-ulang, dan terobservasi siswa bahwa pada semakin lama volum air di kedua gelas ukur itu sama. Ilustrasi lain diberikan guru dalam bentuk grafik-grafik konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi terhadap waktu pada reaksi kesetimbangan, yang intinya pada keadaan kesetimbangan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi tetap.

Dengan menyelenggarakan praktikum berkelompok, siswa mengamati pengaruh penambahan KSCN, FeCl3, dan Na2HPO4 terhadap sistem kesetimbangan Fe3+

(aq) + SCN-(aq) ═ Fe(SCN)2+(aq) guru membimbing siswa untuk sampai pada

(8)

Guru memperlihatkan ilustrasi gambar melalui tayangan OHP yang memperlihatkan

pengaruh kenaikan suhu pada reaksi kesetimbangan gas 2NO2(g) ═ N2O4(g). Siswa

dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan pengarah untuk sampai pada kesimpulan bahwa kenaikan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang endoterm, serta sebaliknya penurunan suhu menggeser kesetimbangan ke arah reaksi yang eksoterm. Selanjutnya, dengan ilustrasi gambar dan tabel data eksperimen hipotetik yang ditayangkan melalui OHP, guru memperlihatkan pengaruh tekanan terhadap kesetimbangan gas, serta membimbing siswa untuk sampai pada kesimpulan bahwa kenaikan tekanan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas dengan jumlah molekul lebih sedikit. Sebaliknya, penurunan tekanan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah ruas yang jumlah molekul lebih banyak.

Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru membagi kelas ke dalam kelompok 5-6 orang dan meminta masing-masing kelompok menghitung bersama-sama hasil perkalian dan pembagian konsentrasi-konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan (diberikan pada LKS). Selanjutnya guru meminta kelompok siswa mengemukakan formula mana yang memberikan hasil yang bernilai konstan. Semua kelompok siswa menemukan bahwa formula yang memberikan nilai konstan untuk reaksi

kesetimbangan H2(g) + I2(g) ═ 2HI(g) adalah “hasil bagi konsentrasi-konsentrasi pereaksi

dipangkatkan koefisennya terhadap konsentrasi-konsentrasi pereaksi dipangkatkan koefisiennya”. Menindaklanjuti temuan siswa ini guru memperkenalkan pengertian hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan. Selanjutnya guru memperikan informasi bahwa nilai K dipengaruhi temperatur. Selain itu guru juga memberikan contoh dan melatih penulisan hukum kesetimbangan untuk reaksi kesetimbangan heterogen.

Guru pakar ini sangat mengandalkan moda demonstrasi dan kegiatan lab untuk memberikan landasan empiris bagi siswa untuk menemukan konsep reaksi bolak-balik, reaksi kesetimbangan, keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, dan pengaruh konsentrasi pada kesetimbangan. Dalam kasus percobaan sukar ditangani dan berbahaya, guru menggunakan moda ilustrasi piktorial untuk memberikan landasan empiris bagi siswa untuk memahami pengaruh temperatur pada kesetimbangan, serta tabel data hasil eksperimen untuk memahami pengaruh volum/tekanan pada kesetimbangan gas. Sementara itu moda eksplorasi terhadap data eksperimen kembali dipakai guru dalam mengembangkan pemahaman siswa terhadap hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan. Proses transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar ini seluruhnya dilakukan mengawali pengembangan konsep-konsep target pada benak siswa.

(9)

Dalam mengembangkan memahamkan keadaan setimbang, guru mengawali pembelajaran dengan menjelaskan adanya perubahan tak dapat balik yang dicontohkan dengan pembakaran kayu dan perubahan dapat balik dengan contoh yakni pembekuan dan pencairan es. Selanjutnya, dengan menggunakan carta yang memperlihatkan reduksi oksida besi oleh gas hidrogen, guru memperkenalkan cara menyatakan reaksi dapat balik dengan dua tanda panah berlawanan, serta menjelaskan reaksi yang dapat balik dapat mencapai keadaan setimbang. Untuk lebih menjelaskan konsentrasi zat-zat pada keadaan setimbang, guru menggunakan ilustrasi grafik konsentrasi komponen kesetimbangan yang dialurkan terhadap waktu. Selain itu guru mendemonstrasikan analogi air dalam selang plastik transparan untuk mengkongkritkan perubahan menuju kesetimbangan. Sebagai tambahan guru menjelaskan syarat terjadi kesetimbangan, yakni reaksi dapat balik, sistem tertutup, kecepatan reaksi maju sama dengan kecepatan reaksi balik.

Dalam mengembangkan konsep pergeseran kesetimbangan, guru meminta dua orang siswa melakukan percobaan di depan kelas untuk dilihat teman-temannya, yaitu penambahan dan pengurangan konsentrasi pereaksi terhadap kesetimbangan

Fe3+(aq) + SCN-(aq) ═ Fe(SCN)2+(aq). Siswa diminta mengamati perubahan warna yang

terjadi untuk menjadi landasan penarikan kesimpulan ke arah mana kesetimbangan bergeser. Guru memandu siswa menarik kesimpulan umum secara bersama-sama, yakni bila pada suatu kesetimbangan konsentrasi suatu zat diperbesar, maka kesetimbangan bergeser ke arah lawannya, sedangkan bila konsentrasi suatu zat dikurangi kesetimbangan bergeser ke arah zat tersebut.

Dalam mengembangkan konsep hukum kesetimbangan, guru terlebih dahulu memperlihatkan tabel berisi data eksperimen hipotetik pengukuran konsentrasi

komponen-komponen reaksi kesetimbangan pembentukan ammonia, N2(g) + 3H2(g) ═ 2NH3(g). Guru

meminta siswa menghitung hasil bagi konsentrasi hasil reaksi terhadap konsentrasi pereaksi untuk beberapa set data eksperimen. Siswa menemukan bahwa nilainya tidak sama dari satu eksperimen ke eksperimen lainnya. Selanjutnya guru meminta siswa melakukan perhitungan serupa tetapi dengan formula berbeda, yakni konsentrasi-konsentrasi zat dipangkatkan koefisiennya pada persamaan reaksi. Siswa menemukan nilai-nilai yang sama. Guru selanjutnya meminta siswa melakukan penelaahan terhadap kasus reaksi lain untuk menemukan formula yang memberikan nilai pembagian yang konstan. Dengan merujuk pada kasus-kasus tersebut guru memperkenalkan pengertian tetapan kesetimbangan, serta menuliskan persamaan umum untuk ungkapan K. Guru memberikan penjelasan tambahan bahwa nilai K tetap untuk suatu reaksi asalkan suhunya tetap.

(10)

ilustrasi grafis untuk memahamkan konsentrasi komponen kesetimbangan dalam keadaan setimbang. Moda percobaan digunakan juga oleh guru untuk memberikan kejelasan fenomena pergeseran kesetimbangan secara makroskopis, sementara analogi benda nyata digunakan guru untuk memahamkan peristiwa pergeseran kesetimbangan secara mikroskopis. Guru pakar ini juga mengandalkan data eksperimen hipotetik untuk menjali ilustrasi bagi konsep hukum kesetimbangan dan tetapak kesetimbangan.

Perbedaan transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar

Dari fakta tentang transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pemula dan guru pakar, tampak bahwa terdapat kesamaan fokus transformasi semua guru, yakni terhadap konsep-konsep target keadaan setimbang, pergeseran kesetimbangan, serta hukum kesetimbangan. Hal ini merefleksikan pemahaman yang sama tentang pentingya konsep-konsep kunci ini untuk dimengerti siswa. Di sisi lain fakta tersebut melukiskan pula kesadaran guru, baik guru pakar maupun guru pemula, terhadap pentingnya melakukan transformasi terhadap pengetahuan ketika mengajar, supaya potongan pengetahuan yang diajarkan mejadi mudah dimengerti siswa pada umumnya. Namun demikian, teramati keunikan masing-masing guru dalam memilih moda transformasi, menggunakan representasi-representasi konsep sebagai hasil transformasi dalam kerangka strategi pembelajaran yang dikembangkannya dalam mengajarkan materi pokok kesetimbangan kimia. Keunikan-keunikan ini tentu berhubungan dengan basis pengetahuan praktis mengajar yang dimiliki, keyakinan-keyakinan yang dipegang masing-masing guru dalam konteks pembelajaran, serta kondisi siswa yang dihadapinya. Keunikan-keunikan tersebut melahirkan perbedaan intensitas transformasi dan moda-moda yang dipilih guru-guru dalam melakukan transformasi pengetahuan demi kepentingan siswa yang dihadapinya.

(11)

demonstrasi dan eksperimen, serta ilustrasi dan analogi verbal dan piktorial, maka hanya seorang guru pemula yang memanfaatkan moda-moda transformasi pengetahuan tersebut.

Kerumitan menciptakan pengalaman belajar yang mengeksplorasi dan memanipulasi data eksperimen hipotetik dengan alternatif-alternatif formula matematis yang menggambarkan hubungan kuantitatif konsentrasi hasil reaksi dan pereaksi, menyebabkan guru pemua cenderung menyampaikan secara transmitif konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan. Sementara dalam konteks serupa kedua guru pakar mengembangkan konsep hukum kesetimbangan dan tetapan kesetimbangan secara induktif, yang di dalamnya siswa sendiri melakukan eksplorasi data untuk kemudian “menemukan” konsep tersebut. Keterbatasan guru pemula dalam pengetahuan konten pedagogis (pedagogical content knowledge) terkait topik yang diajarkan sebagai akibat dari kemiskinan pengalaman mengajar dan kurang efektifnya program pendidikan guru sangat boleh jadi turut menyumbang pada inferioritas guru pemula dari guru pakar dalam melakukan transformasi pengetahuan dalam mengajar. Implikasinya adalah program pendidikan guru kimia perlu membekali secara intensif calon guru dengan dengan pengetahuan konten pedagogis, sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan transformasi pengetahuan, yang untuk bidang kimia dinamakan pengetahuan kimia pedagogis (pedagogical chemical knowledge atau PChK) (Bond-Robinson, 2005). Basis pengetahuan profesional guru kimia tersebut bersama dengan pengalaman langsung dalam pembelajaran akan membuat guru pemula pada tingkat kepakaran yang lebih baik dan lebih cepat berkembang.

KESIMPULAN

Temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas mengarahkan penulis untuk menyimpulkan bahwa: (1) Transformasi pengetahuan oleh guru pemula dan guru pakar untuk membuat materi pelajaran dalam topik kesetimbangan kimia dimengerti siswa, dilakukan dengan modal-moda demonstrasi, kegiatan laboratorium, ilustrasi dan penjelasan analogis, baik secara verbal maupun piktorial; (2) Moda transmisi pengetahuan masih menjadi pilihan guru pemula, khususnya untuk konsep target pembelajaran yang sulit dikongkritkan. Moda transformasi pengetahuan yang dilakukan guru pakar superior terhadap yang dilakukan guru pemula dari aspek kuantitas, ketepatan, serta perannya dalam memfasilitasi siswa membangun konsepsi secara induktif berlandasakan fakta empiris yang diamati.

(12)

Berliner, D. C. (2005). Expert teachers: Their characteristics, development and accomplishments. Retrieved October 1, 2008 from http://www.dewey.uab.es/didlleagua/simposiumccss/Libre/david%20.%20berliner.pdf Bond-Robinson, J. (2005). Identifying pedagogical content knowledge (PCK) in the

chemistry laboratory. Chemistry Education Research and Practice, 6(2), 83-103.

Bucat, B., & Fensham, P. (1995). Teaching and learning about chemical equilibrium. Dalam B. Bucat & P. Fensham (Eds.), Selected paper in chemical education research, (p. 1-4). New Delhi: IUPAC Committee on Teaching of Chemistry.

Bucat, B. (2004). Pedagogical content knowledge as a way forward: Applied research in chemistry education. Chemistry Education Research and Practice, 5(3), 215-228. Borko, H., & Livingstone, C. (1989). Cognition and instruction: Differences in mathematics

instruction by expert and novice teachers. American Educational Research Journal, 26(4), 473-498.

Geddis, A. N. (1993). Transforming subject-matter knowledge: The role of pedagogical content knowledge in learning to reflect on teaching. International Journal of Science Education, 15(6), 673-683.

Gudmunsdottir, S. (1989). Pedagogical content knowledge: teachers’ ways of knowing. Paper presended at the annual meeting of the American Education Research Asociation, Washington DC, April 1987 (Dokumen ERIC ED 29071).

Kouladis, V., & Tsatsaroni, A. (1996). A pedagogical analysis of science textbooks: How can we proceed. Research in Science Education, 26(1), 55-71.

Meyer, H. (2004). Novice and expert teachers’ conceptions of learners’ prior knowledge. Science Education, 88, 970-983. Retrieved October 2, 2008 from http://www.interscience.wiley.com

Mitchell, J., &Williams, S. E. (1993). Expert/Novice difference in teaching with technology. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, Atlanta, April 12-16, 1993.

Schempp, P. G., Tan, S., Manross, D., & Fincer, M. (1998). Differences in novice and competent teachers’ knowledge. Teachers and Teaching: Theory and Practice. 4(1), 9-20.

Shulman, L. S. (1987). Knowledge and teaching: Foundations of the new reform. Harvard Educational Review, 57(1), 1-22.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian empat tingkatan inokulum dapat dilihat bahwa jumlah perolehan kembali media DRBC lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah perolehan kembali

Pembuatan kesimpulan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini. 1) Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu mengenai kemampuan

Penyusunan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA)

TERHADAP CITRA PERUSAHAAN PT BENTOEL (Studi Pada Taman Bentoel Trunojoyo Malang)” Skripsi ini bukan semata-mata prasyarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi

Tanaman kopi berumur 4 tahun dan sampel kopi yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna kulit buah kopi serta umur buah

Pendekatan Importance Performance Analysis digunakan untuk menjawab masalah mengenai sejauh mana tingkat kepuasan pengunjung dibandingkan dengan pelayanan yang

Maka, lebih lanjut akan diteliti bagaimana konsep misi yang berkembang dalam gereja yang diaspora tersebut melalui literatur-literatur khususnya karya-karya jemaat

Hasil pemeriksaan dari salah satu paket data yang terjaring dari hasil monitoring jaringan dengan menggunakan aplikasi Wireshark diperoleh bahwa dalam paket data