BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan investor dalam menilai kinerja perusahaan yang go public. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : PSAK par.7):
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (seperti laporan arus kas), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:5-8), laporan keuangan dapat berguna bagi pemakai informasi jika terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan. Dari laporan keuangan tersebut baik pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan dapat meramalkan, membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya terhadap perusahaan, karena dalam laporan keuangan tersebut terdapat banyak informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tersebut, salah satunya adalah informasi tentang laba.
informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh pada tindak lanjut para pengguna informasi laba tersebut, salah satunya dengan cara melakukan manajemen laba (earning mangement).
Upaya manajemen dalam merekayasa dan memanipulasi informasi laporan keuangan menyebabkan laporan keuangan tidak lagi tepat untuk dijadikan pedoman investasi bagi investor karena laporan keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi dan informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal (pemangku kepentingan). Manajemen laba tidak hanya merugikan investor, tetapi juga akan berbalik merugikan manajemen atau perusahaan. Jika investor mengetahui adanya praktek manajemen laba tersebut, maka harga saham yang overvalued bisa menjadi undervalued. Penurunan harga saham akan merugikan perusahaan, karena mempertinggi biaya manajemen untuk memperoleh tambahan dana dari pasar modal.
Tindakan manajemen laba ini telah memunculkan beberapa kasus dalam pelaporan keuangan yang secara luas diketahui, antara lain seperti PT.Kimia Farma Tbk dan PT. Katarina Utama Tbk. Pada PT. Kimia Farma Tbk, perusahaan ini diperkirakan melakukan mark up laba bersih dalam laporan keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebutkan berhasil memperoleh laba sebesar Rp 132 miliar. Namun, laba yang dilaporkan tersebut pada kenyataannya berbeda. Perusahaan farmasi ini pada tahun 2001 sebenarnya hanya
Sama halnya dengan kasus PT. Kimia Farma Tbk, PT. Katarina Utama Tbk diduga telah memanipulasi laporan keuangan sebagaimana dituduhkan oleh salah satu pemegang sahammnya. PT. Media Intertel Graha (MIG). Tentang laporan keuangan 2009 yang mencantumkan adanya piutang usaha dari MIG sebesar Rp 8.606 miliar dan pendapatan dari MIG Rp 6.773 miliar. Selain itu katarina diduga telah melakukan penggelembungan aset dengan memasukkan sejumlah proyek fiktif senilai Rp 29,6 miliar dalam laporan perseroan. Dengan 4 rincian dari PT Bahtiar Mastura Omar (BMO) Rp 10,1 miliar, PT Ejey Indonesia Rp 10 miliar dan PT inti Bahana Mandiri Rp 9,5 miliar. (Sumber: Detik.com).
Ukuran yang biasa dilakukan untuk mendeteksi adanya manajemen laba adalah discretionary accruals (DA). Kebijakan akrual ini dilakukan dengan pengendalian transaksi akrual sehingga laba terlihat tinggi, tetapi transaksi tersebut tidak mempengaruhi aliran kas, misalnya waktu dari pengakuan pendapatan, sehingga kebijkan akrual akan dapat mempengaruhi kualitas laba suatu perusahaan. Manajemen laba berbeda dengan perataan laba yang dimuat dalam laporan keuangan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor menyukai laba yang lebih relatif stabil. Oleh karena itu perataan laba (income smooting) merupakan bagian dari manajemen laba (Gumanti dalam Indriani, 2010).
akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi
yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric).
Perilaku manipulasi oleh manajer berawal dari suatu konflik keagenan
(kepentingan). Struktur kepemilikan berhubungan dengan konflik kepentingan
tersebut. Perilaku manipulasi tersebut dapat diminimumkan melalui suatu struktur
kepemilikan yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut.
Pertama, kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Pratana dan Mas’ud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak
yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi
manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Tri Widyastuti (2007) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Ini berarti semakin tinggi kepemilikan institusional maka
manajer lebih berhati-hati dalam melakukan manejemen laba. Hal ini ditolak oleh
Karina Praditya (2008) dan Joe dan Pagulung (2011) yang menyatakan sebaliknya,
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Kedua, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Resiko
kerugian yang ditanggung oleh manajer dan pemegang saham dapat juga disejajarkan
(2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ini berarti bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan, maka manajemen laba semakin rendah. Sementara itu Bayu (2010) menemukan hasil yang berbeda dimana kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Leverage dan Profitabilitas.
maka semakin tinggi juga manajemen laba. Sementara itu, Riko Perdana (2012) justru
menyatakan sebaliknya bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba.
Efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pengoperasian aktiva
menjadi tolok ukur kinerja perusahaan. Profitabilitas atau laba berfungsi untuk
mengukur efektivitas bersih dari sebuah usaha bisnis (Wahyu, 2011). Profitabilitas
diproksi dengan ROA. ROA yang besar akan menarik investor karena perusahaan
memiliki tingkat pengembalian yang semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi
rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih.
Semakin tinggi rasio yang diperoleh maka semakin efisien manajemen aset
perusahaan. Sehingga ketika rasio profitabilitas rendah, manajemen termotivasi untuk
melakukan manajemen laba. Dalam penelitian Tri Widyastuti (2009), profitabilitas
berpengaruh positif signifikan terhadap tindakan manajemen laba. Berbeda dengan
hasil penelitian Indri (2011) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif
signifikan terhadap tindakan manajemen laba.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dan adanya hasil penelitian
terdahulu yang belum menunjukkan hasil yang konsisten, maka peneliti termotivasi
untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi manajemen laba yang dilakukan pada perusahaan manufaktur, dengan
judul “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskanlah masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan institusional terhadap manajemen
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap manajemen
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
4. Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh struktur kepemilikan
institusional terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh struktur kepemilikan
manajerial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh leverage terhadap manajemen
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat memberikan wawasan kepada pihak manajemen
perusahaan untuk menghindari tindakan manajemen laba yang dapat
merugikan perusahaan maupun diri sendiri di mata publik yang dapat
menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan.
2. Bagi investor
Diharapkan dapat memberi informasi kepada investor untuk lebih teliti
dalam menilai laporan keuangan perusahaan sebelum melakukan keputusan
investasi agar tidak memperoleh risiko yang tinggi sebagai akibat asimetri
informasi laporan keuangan tersebut.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya
disamping sabagai saran untuk menambah wawasan.
4. Bagi peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang manajemen laba pada