BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak telah berubah menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 yang merupakan perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah
UU KUP. Menurut Undang-Undang tersebut, Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sementara itu, pengertian pajak menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.
Santoso Brotodiharjo (1991: 2), Pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali,
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
2. Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H menyatakan pajak adalah
iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Berdasarkan definisi pajak yang telah dijelaskan, dapat diuraikan bahwa
pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pajak merupakan iuran (kontribusi wajib) rakyat kepada negara dalam
berupa uang bukan barang;
2. Sifat pemungutan pajak adalah dipaksakan berdasarkan
Undang-Undang beserta peraturan pelaksanaannya;
3. Tidak ada kontraprestasi atau imbalan langsung dari pemerintah kepada
wajib pajak;
4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
2.1.1.1Fungsi Pajak
Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara, untuk
membiayai pengeluaran rutin pembangunan. Sebagai contoh:
Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regulated)
Pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial ekonomi dan untuk mencapai tujuan
tertentu diluar bidang perpajakan. Contohnya: dikenakannya pajak yang
mewah, hal ini bertujuan untuk dapat menekan penggunaan barang
tersebut.
2.1.1.2Jenis-jenis pajak
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu menurut
golongan atau penerimaan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
Namun jika ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak dapat di bagi menjadi dua
jenis yaitu:
1. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat
(Direktorat Jendral Pajak) dan hasilnya dipergunakan untuk
membiayai pengeluaran rutin negara dan pembangunan dalam bentuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak Pusat yang
berlaku sampai saat ini adalah:
a. Pajak Penghasilan
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak
Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti
UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PDBR
1970.
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undang PPN &
PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan
merupakan pengganti Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
c. Bea Materai
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985. Undang-undang bea materai berlaku mulai
tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan
undang-undang bea materai yang lama (aturan bea materai 1921). Selain itu
untuk mengatur pelaksanaanya telah dikeluarkan peraturan
pemerintah.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah
(baik pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah
kabupaten/kota) dan hasil dipergunakan untuk membiayai pengeluaran
rutin dan pembangunan daerah (APBD). Sesuai Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
berikut jenis-jenis pajak daerah:
a. Pajak Provinsi terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok.
b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa pejabat
diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler dibebaskan dari semua pungutan dan
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pendapatan daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih. Menurut Halim (2007: 107) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah.
Menurut Yuwono dkk (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daerah
adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah.
Dengan demikian, pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang
diperoleh dari sumber – sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh
pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 ayat (1) disebutkan
bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari :
1. Pajak daerah;
2. Retribusi daerah;
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
Sumber: Hasil Pengolahan penulis, 2013
Gambar 2.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.1.3 Pajak Daerah
Menurut Yani (2002: 45) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran
wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang –
undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daearah dan pembangunan daerah.
Menurut Perda kota Medan Nomor 7 Tahun 2011, pajak daerah adalah
kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pajak daerah
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku, yang dipaksakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dengan demikian, pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah. Wewenang pungutan pajak daerah berada di
tangan pemerintah daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak
yang dikelola daerah ada dua jenis:
1. Pajak provinsi, terdiri dari :
a. Pajak kendaraan bermotor;
b. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor;
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor;
d. Pajak air permukaan;
e. Pajak rokok.
2. Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari :
a. Pajak hotel;
b. Pajak restoran;
c. Pajak hiburan;
d. Pajak reklame;
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan;
g. Pajak parker;
h. Pajak air tanah;
i. Pajak sarang burung wallet;
j. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan;
k. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Sumber: Hasil pengolahan penulis, 2013
Gambar 2.2
Pajak Kendaraan bermotor Pajak Bea Balik Nama
kendaraan bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan Pajak Rokok
Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan logam
dan batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan Bea Perolehan Hak Atas
2.1.4 Retribusi Daerah
Menurut Siahaan (2005: 5) menyatakan bahwa retribusi adalah
pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang
diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan /
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
Dengan demikian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Ciri - ciri retribusi ada empat yaitu :
1. Retribusi dipungut oleh Negara;
2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis;
3. Adanya kontra prestasi secara langsung dapat ditunjuk;
4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang
menggunakan jasa – jasa yang disediakan oleh Negara.
Berdasarkan uraian diatas, retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan.
1. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan;
2. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada
dasarnya jasa tersebut dapat diesediakan oleh swasta, meliputi
pelayanan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum
dimanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal;
3. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
2.1.5 Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan
Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah untuk
mengurangi campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda
pemerintahan daerah seperti pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya
diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /
BUMD;
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah
/ BUMN;
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
2.1.6 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber – sumber pendapatan lainnya yaitu lain – lain pendapatan asli daerah
yang sah. Jenis – jenis lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri dari:
1. Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan;
2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan;
3. Jasa giro;
4. Bunga deposito;
5. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi;
6. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta
7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
8. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi;
9. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
10. Pendapatan dari pengembalian;
11. Fasilitas sosial dan fasilitas umum;
12. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
13. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.1.7 Pajak Hiburan
2.1.7.1Pengertian Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak tentang hiburan. Setiap penyelenggaraan
hiburan dengan dipungut bayaran akan dikenakan pajak dengan nama pajak
hiburan. Hiburan yang dimaksud adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,
permainan dan/atau keramaian.
2.1.7.2Subjek Pajak Hiburan dan Wajib Pajak Hiburan
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
Subjek pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 43
ayat 1 adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
daerah. Wajib pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
pasal 43 ayat 2 adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
2.1.7.3Objek Pajak Hiburan
Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut
bayaran. Yang termasuk objek pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 42 ayat 2 meliputi:
a. Tontonan film;
b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;
c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. Pameran;
e. Diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya;
f. Sirkus, akrobat, dan sulap;
g. Permainan bilyar, golf, bowling;
h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness
center);
j. Pertandingan olah raga.
Namun, ada yang tidak termasuk dalam hal objek pajak hiburan yaitu
penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang
diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan dan
2.1.7.4 Dasar Pengenaan Pajak Hiburan
Dasar pengenaan pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 pasal 44 ayat 1 dan 2 adalah jumlah uang yang diterima atau yang
seharusnya diterima oleh penyelenggaraan hiburan. Yang termasuk jumlah uang
yang seharusnya diterima adalah potongan harga dan tiket cuma-cuma yang
diberikan kepada penerima jasa hiburan.
2.1.7.5 Tarif Pajak Hiburan
Perubahan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 selain menambah jenis pajak daerah,
juga dikembangkan dalam perluasan basis pajak. Perubahan tersebut salah
satunya mengakibatkan perubahan tarif Pajak Hiburan. Tiga kelompok tarif pajak
hiburan yang diperkenankan bagi pemerintah kabupaten/kota sebagai berikut:
a. Tarif maksimal 35% (tiga puluh lima persen), antara lain untuk
pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, dan tontonan film;
b. Tarif maksimal 10% (sepuluh persen) khusus untuk hiburan
kesenian rakyat dan tradisional;
c. Tarif maksimal 75% (tujuh puluh lima persen), yakni untuk
permainan ketangkasan, diskotek, klab malam, karaoke, mandi
uap, panti pijat, pagelaran busana, dan kontes kecantikan.
adalah kota Medan yang ditetapkan melalui Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Pajak hiburan menetapkan tarif pajak hiburan adalah sebagai berikut:
a. Tontonan film dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana dikenakan pajak 10%
(sepuluh persen) dan pagelaran kesenian yang bersifat tradisional yang
perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi
yang luhur dikenakan pajak 5% (lima persen);
c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya dikenakan pajak 30%
(tiga puluh persen);
d. Pameran dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
e. Diskotik, klub malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga
puluh lima persen);
f. Karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen);
g. Sirkus, akrobat, dan sulap dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
h. Permainan bilyar yang menggunakan AC (air conditioner) dikenakan
pajak 20% (dua puluh persen) dan permainan bilyar yang tidak
menggunakan AC dikenakan pajak 15% (lima belas persen);
i. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan
dikenakan pajak 20% (dua puluh persen);
j. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness
center) dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen);
Contoh yang lain pada kota Sibolga yang ditetapkan melalui Perda Nomor
7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan menetapkan tarif pajak hiburan adalah
sebagai berikut:
a. Tontonan film dan pameran dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana, kontes kecantikan,
binaraga dan sejenisnya, yang bersifat lokal daerah, dikenakan pajak
5% (lima persen);
c. Diskotik, klub malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga
puluh lima persen);
d. Karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen);
e. Sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya dikenakan pajak 7% (tujuh
persen);
f. Permainan ketangkasan, bilyar, video game, permainan game melalui
internet dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
g. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan sejenisnya dikenakan pajak
25% (dua puluh lima persen);
h. Pertandingan olah raga, pusat kebugaran/fitness, dan sejenisnya
dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen);
i. Balapan kendaraan bermotor dan sejenisnya dikenakan pajak 10%
(sepuluh persen);
j. Pagelaran musik yang menghadirkan pemusik dan/atau artis dari luar
Contoh yang lain pada Kabupaten Toba Samosir yang ditetapkan melalui
Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pajak Hiburan. Perda tersebut menetapkan
tarif pajak hiburan sebagai berikut:
a. Pertunjukan dan keramaian umum yang menggunakan sarana film
bioskop dikenakan pajak 15% (lima belas persen);
b. Pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, prtunjukan
sirkus, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan dikenakan
pajak 10% (sepuluh persen);
c. Pertunjukan/pagelaran musik dan tari dikenakan pajak 10% (sepuluh
persen);
d. Diskotik dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
e. Karaoke dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
f. Klab malam dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
g. Permainan bilyar dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
h. Permainan ketangkasan dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh
persen);
i. Panti pijat dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
j. Mandi uap dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
k. Pertandingan olah raga dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen).
Besarnya pajak hiburan terutang dapat dihitung dengan rumus:
Besar Pajak Hiburan = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
Dasar pengenaan pajak = Jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggaraan hiburan
Tarif pajak = Tarif yang telah ditetapkan oleh kabupaten/kota
Sebagai contoh kasus untuk menghitung pajak hiburan adalah sebagai
berikut:
Event Organizer ABC mengadakan hiburan berupa pagelaran musik di kota
Medan. Dalam acara itu, setiap penonton yang ingin menonton diwajibkan
membayar tiket sebesar Rp50.000,-.
Maka, perhitungan pajak hiburan:
Dasar pengenaan pajak = Rp50.000
Tarif pajak = 10%
Pajak Hiburan = Dasar Pengenaan pajak X Tarif pajak
= Rp50.000 X 10%
= Rp5.000
Karena pajak hiburan dibebankan kepada pihak yang menonton atau yang
menikmati hiburan, maka beban yang harus dibayar penonton sebagai berikut:
= Dasar pengenaan pajak + pajak hiburan
2.1.7.6Masa Pajak Hiburan
Masa pajak hiburan adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan
kalender. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran dan/atau
yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu lainnya yang berhubungan disajikan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
hiburan maka akan
meningkatkan pula
Bahwa pajak daerah
dan retribusi daerah
memiliki kontribusi
signifikan terhadap
Pendapatan Asli
Nama
Asli Daerah (PAD)
Secara simultan
menunjukkan bahwa
pajak reklame dan
penerangan jalan
Kontribusi pajak hotel
terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
selama periode
hiburan terhadap
Pendapatan Asli
Daerah kota Tegal
mengalami
peningkatan dari
tahun 2006-2010,
namun mengalami
penurunan pada tahun
Nurlaili Qudriah (2012) meneliti Pengaruh Penerimaan Pajak Hiburan
terhadap Pendaptan Asli Daerah (PAD) kota Jakarta Timur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak hiburan tidak berpengaruh secara
signifikan. Dengan meningkatnya penerimaan pajak hiburan maka akan
meningkatkan pula pendapatan hasil daerah yang dapat bermanfaat untuk
membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya melayani publik secara
optimal.
Mohd. Rangga Diza (2009) meneliti Kontribusi Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Propinsi Sumatera Utara.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki
kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Helvianti (2009) meneliti Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dan
Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Kabupaten
Rokan Hilir – Riau. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa secara simultan
menunjukkan bahwa pajak reklame dan penerangan jalan secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Andhi Kurniawan Yulianto (2009) meneliti Analisis Kontribusi Pajak
Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus. Penelitian ini
menggambarkan bahwa Kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) selama periode analisis (2006-2008) mengalami peningkatan.
Ferry Budiman (2009) meneliti Analisis Kontribusi Pajak Hiburan
terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Tegal. Hasil penelitian
kota Tegal mengalami peningkatan dari tahun 2006-2010, namun mengalami
penurunan pada tahun anggaran 2008-2009.
2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2011: 33) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah
suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor –
faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka
konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Dalam
penelitian ini, variabel bebas/indepeden adalah Pajak Hiburan. Sedangkan
variabel terikat/dependen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota
di provinsi Sumatera Utara. Kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Penerimaan yang diperoleh dari Pajak Hiburan merupakan salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, naik turunnya penerimaan dari
sektor pajak hiburan akan memiliki kontribusi yang berbeda pula terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu pemerintahan daerah. Pajak Hiburan
(X)
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2011: 41) menyatakan bahwa hipotesis penelitian adalah
proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk di uji secara empiris. Proporsi
merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, dapat disangkal, atau
diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau
memprediksi fenomena-fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan sementara
mengenai perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang
akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual diatas,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Ada kontribusi yang signifikan antara penerimaan pajak hiburan
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
H2 : Ada kontribusi yang tidak signifikan antara penerimaan pajak