• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Fungsi dasar Hadist ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Fungsi dasar Hadist ekonomi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan makalah mata kuliah Hadist Ekonomi dengan judul " Kedudukan dan Fungsi Hadist dalam Ekonomi Islam " tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandung, 8 Februari 2017

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI... ii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan Masalah...2

BAB II... 3

PEMBAHASAN... 3

2.1 Definisi Hadist...3

2.2 Kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam...4

2.3 Fungsi Hadist terhadap Al-Quran...12

BAB III... 19

PENUTUP... 19

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat penting dalam bentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama Islam tidak saja hanya mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia dan alam sekitarnya.

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat, dan Injil.

Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah. Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadist memiliki peran penting dalam menuntun dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran Al-Quran.

Kata “Hadist” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai berita yang disandarkan kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadist memiliki peran yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari sumber hukum yang ada di Al-Quran.

(4)

Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang sangat kokoh ketika mengeluarkan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: iza asaha al-hadist fahuwa mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadist telah teruji kesahihannya, itulah mazhabku”. Berawal dari konteks ini ternyata perkembangan agama (hukum) Islam tidak lepas dari kontek kajian hadist.

1.2

Rumusan Masalah

1. Apa definisi Hadist?

2. Bagaimana kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam? 3. Bagaimana Fungsi Hadist terhadap Al-Quran?

4. Bagaimana kedudukan Hadist terhadap hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran?

1.3

Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui definisi Hadist.

2. Untuk mengetahui kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam. 3. Untuk mengetahui kedudukan Hadist terhadap Al-Quran.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Definisi Hadist

Kata Hadist berasal dari kata hadist, jamaknya ahadist, hidtsan dan hudstan. Namun yang terpopuler adalah ahadist, dan lafal inilah yang sering dipakai oleh para ulama hadist selama ini. Dari segi bahasa kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita) dan al-qarib (sesuatu yang dekat).

Ilmu hadist adalah ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja yang dihubungkan dengan Rasulullah Saw, baik mengenai perkataan beliau yang diucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan, atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan Nabi Saw, dan perbuatan tersebut tidak dilarang olehnya) atau sifat-sifat beliau, termasuk tingkah laku beliau sesudah dan sebelum menjadi Rasul, atau meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada sahabat atau tabi’in.

Sedangkan pengertian hadist secara terminologi adalah “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.

Pengertian Hadist menurut istilah dari tiga sudut pandang Ulama:

a. Menurut para Muhadditsun (ahli hadist)

(6)

b. Menurut para Ushuliyyun (ahli ushul fiqh)

Para Ushuliyyun mendefinisikan hadist sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Quran, berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang dapat dijalankan sebagai dalil hukum syariah karena bersangkut paut dengan Hukum Islam. Ushuliyyun meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad adalah sebagai pembuat undang-undang (selain yang sudah ada dalam Al-Quran) yang membuat dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang datang sesudahnya dan menjelaskan kepada umat Islam tentang aturan hidup (ibid).

c. Menurut para Jumhur Ulama (sebagain Ulama)

Menurut sebagian Ulama antara lain at-thiby, sebagaimana dikutip M. Syuhudi Ismail, mengatakan bahwa hadist adalah segala perkataan, perbuatan dan takrir Nabi, para sahabat, dan para tabi’in.

Ada banyak Ulama periwayat hadist, namun yang sering dijadikan referensi hadist-hadistnya ada tujuh Ulama, yakni:

1. Imam Bukhari 2. Imam Muslim 3. Imam Abu Daud 4. Imam Tarmudzi 5. Imam Ahmad 6. Imam Nasa’i 7. Imam Ibnu Majah

Pemberitaan terhadap hal-hal yang didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut berita yang marfu’, sedangkan yang disandarkan kepada sahabat disebut berita mauquf dan yang disandarkan kepada tabi’iy disebut maqthu’.

2.2

Kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam

(7)

jelaslah kedudukan hadist didalam Islam sangat tinggi dan penting, dan terlebih lagi dalam pengambilan hukum yang tepat yang dapat diterapkan dalam kehidupan umat Islam.

Imam Ahmad berkata, “mencari hukum dalam Al-Quran haruslah melalui hadist, demikian pula halnya dengan mencari Agama. Jalan yang dibentang untuk mempelajari fiqh Islam sesuai syariat ialah melalui hadist atau sunnah”. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa para ulama sepakat dalam menetapkan bahwa hadist berkedudukan sebagai pensyarah dan penjelas bagi Al-Quran. Dalam hal ini Al-Quran kerap kali membawa keterangan-keterangan yang bersifat tidak terinci dan ada juga yang bersifat umum atau tidak dibatasi.

1. Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam

Kedudukan sunnah (hadist) dalam Islam sebagai sumber hukum. Para Ulama juga telah berkonsensus bahwa dasar hukum Islam adalah Al-Quran dan sunnah (hadist) menjadi dasar hukum Islam (tasyri’iyyah) kedua setelah Al-Quran. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan sebagai berikut:

a. Fungsi sunnah (hadist) sebagai penjelas terhadap Al-Quran

Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Quran. Tentunya pihak penjelas diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan. Teks Al-Quran sebagai pokok asal, sedangkan sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan demikian segala uraian dalam sunnah berasal dari Al-Quran.

b. Mayoritas sunnah relatif kebenarannya

(8)

2. Dalil-Dalil Kehujahan Hadist

Ada beberapa dalil yang menunjukan atas kehujahan hadist dijadikan sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Dalil Al-Quran

Dalam Al-Quran banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya, seperti firman Allah berikut ini:

يللووأأوو لووسأررولٱ اووعأيطلأووو هولرولٱ اووعأيطلأو اووونأمواءو نويذللروٱ اهويرأأوويوي

هللرولٱ ىلوإل هأودرأرأفو ءءييشو يفل يمتأيعزونويتو نإلفو ميمكأنمل رليمأويلٱ

ررييخو كوللذوي رلرخلوأيلٱ مليويويلٱوو هللرولٱبل نوونأمليؤتأ يمتأنكأ نإل للوسأررولٱوو

الليوليأتو نأسويحأووو

٥٩

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian Jika Kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa: 59)

Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunnah sebagai hujah. Antara lain:

1. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. sebagaimana perintah Allah dalam surat Ali Imran: 179

هلييلوعو يمتأنأو امو ىيلوعو نوينلمليؤمأيلٱ روذويولل هألرولٱ نواكو امرو

هألرولٱ نواكو امووو ب لبيرلطرولٱ نومل ثويبلخويلٱ زويمليو ىيتروحو

نمل يبلتويجيو هولرولٱ نروكللويوو بلييغويلٱ ىلوعو يمكأعولليطيألل

اوونأمليؤتأ نإلوو رۦهلللسأرأوو هللرولٱبل اوونأملا‍و‍فو مأءاشويو نمو ۦهلللسأررأ

مريظلعو رريجأو يمكألوفو اووقأتروتووو

(9)

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”.(QS. Ali Imran: 179)

2. Perintah Iman kepada rasul beserta iman kepada Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa: 136

بلتويكليلٱوو ۦهلللوسأرووو هللرولٱبل اوونأملاءو اووونأمواءو نويذللروٱ اهويرأأوويوي

kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa: 136)

(10)

mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat Ali Imran: 32

الو هولرولٱ نروإلفو اويولروووتو نإلفو م ولوسأررولٱوو هولرولٱ اووعأيطلأو يلقأ

نويرلفلكوييلٱ برأحليأ

٣٢

“Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".”. (QS. Ali Imran: 32)

5. Perintah taat kepada rasul secara khusus. Sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Hasyr: 7

(11)

Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (QS.Al-Hasyr: 7)

Disamping itu banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah SWT, yaitu:

1. QS. An-Nisa (4) ayat 65 dan 80 2. QS. Ali Imran (3) ayat 31

3. Qs. An-Nur (24) ayat 56,62 dan 63 4. QS. Al-A’raf (7) ayat 158

Selain Allah memerintahkan agar umat Isam percaya kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rosul SAW ini sama halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan dengan masalah itu.

b. Dalil Hadist

Dalam suatu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau bersabda:

ل

ل ُوس

س رل ن

ن أل هسننع

ل هسلنلا ي

ل ض

ض رل ةلرلينرلهس يبضأ

ل ننعل

م

ن ك

س ِيفضتسكنرلتل للَاقل مللنسلول هضِينللعل هسلنلا َّىلنص

ل هضلنلا

هضلنلا ب

ل َاتلك

ض َاملهضبض منتسكنس

ن ملتل َامل اُوللض

ض تل ن

ن لل ن

ض ينرلمنأ

ل

.هضِييبضنل ةلننس

س ول

(كلَام مَاملا)

“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya"

(12)

Hadist tersebut menunjukan bahwa Nabi SAW diberi Al-Kitab dan sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada keduanya, serta mengambil apa yang ada pada sunnah seperti mengambil pada Al-Kitab. Masih banyak Hadist-Hadist lainnya yang menegaskan kewajiban tentang mengikuti perintah dan tuntunan Nabi SAW.

c. Dalil Ijma Ulama

Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang berasal dari Rasulullah, baik perbuatan, perkataan dan takrirnya dijadikan sebagai landasan untuk menjalankan agama. Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban untuk menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunnah rasul dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Kesepakatan para sahabat selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi berikutnya hingga sampai saat ini.

Banyak peristiwa menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadist sebagai sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:

1. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak meninggalkan sedikit pun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.

2. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.

(13)

4. Diceritakan dari Saíd bun Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”. d. Dalil Akal (Rasio)

Maksud dari dalil ini adalah argumen yang disusun berdasarkan pendekatan akal untuk menjelaskan kedudukan hadist. Hampir tidak dapat dibayangkan betapa seorang manusia tidak akan bisa menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik Mu’amalah dengan benar bila mengambil pijakan langsung dari Al-Quran tanpa mengetahui keterangan dan penjabaran dari hadist terhadap ayat-ayat mengenai hal-hal tersebut.

Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas insiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, tidak jarang beliau membawa hasil ijtihad semata-mata mengenai sauatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang menasakhnya.

2.3

Fungsi Hadist terhadap Al-Quran

Secara global, sunnah sejalan dengan Al-Quran, menjelaskan yang mubham (yang tidak jelas), merinci yang mujmal (yang umum), membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, disamping membawa hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh Al-Quran yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya yang merupakan ralisasi dari tujuan dan sasarannya.

(14)

ayat- ayat yang masih bersifat umum. 4) Memperkuat hukum-hukum yang telah ditetapkan Al-Quran. dan 5) Menetapkan hukum-hukum yang tidak detetapkan dalam Al-Quran.

Para ulama berbeda pendapat tentang penjelasan hadis terhadap Al-Quran.

1. Menurut ulama ahl al-ra’y penjelasan hadis terhadap Al-Quran adalah sebagai berikut:

a. Bayam Taqrir

b. Bayam tafsir

c. Bayam tabdil

2. Menurut Imam Malik bayan hadist itu terbagi menjadi lima, yaitu:

a. Bayam Taqrir

b. Bayam Tawadhih (bayam tafsir)

c. Bayam Tafshlil

d. Bayam Tabshith

e. Bayam Tasyri´

3. Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i menetapkan bahwa penjelasan hadist terhadap Al-Quran menjadi lima, yaitu:

a. Bayam Tafshil

b. Bayam takshish

c. Bayam Ta’yin

d. Bayam Tasyri’

(15)

4. Ahmad Ibnu Hambal sependapat dengan gurunya Isalm Asy-Syafi’i bukan lebih keras lagi pendiriannya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan pendapat Ahmad Ibnu Hambal bahwa penhelasan sunnah terhadap Al-Quran terbagi menjadi empat:

a. Bayam ta’kid (bayam taqrir)

b. Bayam Tafsir

c. Bayam Tasyri’

d. Bayam Takhshish dab Taqyid\

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sunnah, menurut pendapat Ahmad, dapat men-takhsir Al-Quran, mentaqyid atau menafsirkan. Ia juga berpendapat bahwa sunnah dapat menafsirkan zhahir Al-Quran, dan hadist ahaad dapan men-takhsishis Al-Quran. Dalam kitab Ushul al-Hadits dikatakan bahwa ada tiga fungsi sunnah terhadap Al-Qutan:

1. Kalau ada persesuaian hadis dengan Al-Quran, maka hadis berfungsi sebagai penguat apa yang ada di dalam Al-Quran, seperti hadis tentang perintah shalat, zakat, keharaman riba dan sebagainya.

2. Kalau ia berfungsi menjelaskan dan menafsirkan apa yang mujmal di dalam Al-Quran, maka hadist menjelaskan maksudnya, seperti penjelasan tata cara shalar, jumlah rakaatnya dan waktu pelaksanaannya. Al-Quran hanya menyebutkan waktu-waktunya secara umum. dan hadislah yang menjelaskan tatacara pelaksanaannya.

3. Rasulullah menetapkan suatu hukum yang belum ada ketentuan nash-nya di dalam Al-Quran, seperti keharaman memakan keledai kampung.

Dari banyak perbedaan pendapat para ulama terpercaya tentang penjelasan hadis terhadap Al-Quran, berikut diambil dan dijelaskan secara singkat beberapa diantaranya:

(16)

Yang dimaksud dengan bayan tashfil di sini adalah bahwa hadist itu menjelaskan atau memperinci kemujmalan Al-Quran. Karena Al-Quran bersifat mujmal (global), maka agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun diperlakukan perincian. Maka dari itu diperlukan adanya hadist atau sunnah.

Dalam Kedudukannya sumber kedua setelah Al-Quran, hadis berfungsi sebagai pemerinci atau penafsir hal-hal yang masih disebutkan secara mujmal oleh Al-Quran. Mujmal dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang belum jelas dilalahnya atau masih bersifat umum dalam penunjukannya. Dengan hadis diharapkan dapat diketahui dengan jelas maksud dan penunjukannya.

Dalam Al-Quran ada perintah melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan ibadah haji. Namun teknik operasional tidak dijumpai didalam Al-Quran, teknik pelaksanaan tersebut dijelaskan di dalam hadis. 2. Hadis sebagai Bayan Takhshish

Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayat-ayat yang bersifat umum. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang menunjukan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna yang tidak terbatas dalam satuan tertentu. Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup semua makna yang pantas dengan suatu ucapan saja. Misalnya lafaz al-Muslimun (orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak laki-lakimu), dan lain-lain.

Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki yang dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai berikut: “Allah telah mewariskan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-laki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan”. (QS. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak menjelaskan syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal itu dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus tentang kebiasaan saling mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di antara mereka.

3. Hadis sebagai Bayan Taqyid

(17)

hanya berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki limitasi yang dapat

“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang pencuri dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil lebih kurang daripada itu”.

Hadist di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang secara hukum tetap ia potong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak dalam ayat: tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.Al-Maidah: 38).

(18)

4. Hadis sebagai Bayan Ta’kid

Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran. Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua sumber atau argumentasi, yakni Al-Quran dan sunnah. Selain itu sunnah dalam konteks ini melengkapi sebagaian cabang-cabang hukum yang berasal dari Al-Quran.

Dalam Al-Quran tentang puasa Ramadhan, Allah berfirman:

نومرل تءنوييرلبووو سلانروللرل ىدمهأ نأاءويرقأيلٱ هليفل لوزلنأأ ويذللروٱ نواضومورو رأيهشو

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.(QS.Al-Baqarah: 185)

Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu setelah melihat bulan itu dan bebukalah setelah melihat bulan juga” (H.R. Bukhari-Muslim)

5. Hadis sebagai Bayan Tasyri’

(19)

dengan tidak bertoleransi terhadap Al-Quran, numaun tetap ada

“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak ibunya”. (HR. Malik No.977)[23]

Hadist di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang mempoligami perempuan bersama dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu hukum akan larangan itu. Dalam Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat tentang larangan mengawini perempuan bersama dengan bibinya baik dari arah ayah maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keterangan-keterangan tentang dilarangnya menikahi perempuan beserta keluarganya, seperti ibu, saudara, anak, dan sebagiannya. Disinilah hadis menjelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang dinikahi tanpa berorientasi terhadap Al-Quran dalam membuat keputusan itu.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunahkan oleh Rasulullah SAW tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga, sebagaimana Allah berfirman:

(20)
(21)

BAB III

PENUTUP

Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi dan redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka dari itu kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap ajaran kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril.

Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-persoalan yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa Rasulullah SAW. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk mengeluarkan fatwa dan aturan lainya. Karena tidak menutup kemungkinan perseteruan akan terjadi di masa yang akan datang berhubungan dengan hukum dalam Al-Quran.

Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara sembarangan dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi. Penjelasan Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa juga telah ditafsirkan mendalam oleh para ulama. Kedudukan Hadist sebagai penjelas sanganlah penting bagi Hukum Islam, seperti dalam bidang Ekonomi Islam

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara

Noer Sulaiman, M. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press

Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Supian, Aan. 2014. Ulumul Hadis. Bogor: IPB Press

http://tijaniagus.blogspot.com/2012/11/fungsi-hadits-terhadap-al-quran-di.html/ . Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 21.33 WIB.

http://akhmadsuseta.blogspot.com/2012/05/fungsi-hadits-terhadap-alquran.html. Diakses tanggal 8 Februari 2017 pukul 00.12 WIB.

http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-dalam-agama_2.html.

Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 20.28 WIB.

http://alquran-sunnah.com/kitab/bulughul-maram/source/10.%20Kitab %20Hukuman/3.%20Bab%20Hukum%20Pencurian.html.

Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 19.32 WIB.

http://pipa-biru.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html. Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 20.15 WIB.

http://www.mutiarahadits.com/25/51/76/wanita-yang-tak-boleh-dipoligami-bersama.html.

Referensi

Dokumen terkait

Parametar uz varijablu potpore za istraživanje i razvoj kod Ujedinjenog Kraljevstva pozitivnog je predznaka i iznosi

Dengan adanya gugusan karang terendam ini maka gelombang maksimum yang sampai di tepi pantai tidak akan melebihi dari 0,78 dari kedalaman air (H max /h = 0,78).

To sum up, the process starts from deciding method to research topic in form of question, deciding to relate the units of analysis, developing content categories,

To investigate the extent of labour market integration and labour market segmentation a survey with 506 respondents has been conducted in a rural and an urban area in West-Sumatra..

Menulis Karangan Deskripsi di Kelas IV SDN Kauman II Kecamatan Klojen kota Malang.” Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Istikomah dengan judul “Penerapan Model

Tabel 3.9 Lembar Observasi Pembelajaran Menulis Teks Naratif Personal dengan Menggunakan Model Induktif Kata Bergambar

Peserta didik diminta mengidentifikasi informasi yang telah didapat (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu