• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA (5)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATAR BELAKANG

proses terjadinya pancasila dapat di badakan menjadi dua yaitu: asala mula yang

langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengrtian asal mula tersebut adalah

sebagai berikut :

1.

Asal Mula Langsung

Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati di bedakan menjadi empat yaitu: causa

materialis, causa formalis, causa efficient.

Adapun rincian asal mual langsung Pancasila menurut Notonegora adalah sebagai

berikut :

a.

Asal mula bahan

(causa materialis)

Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri karena Pancasila di gali

dari nilai-nilai, adapt-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat

dalam kehidupan sehari hari bangsa Indonesia.

b.

Asal mula bentuk

(causa formalis)

Hal ini di maksudkan bagaimana asal mula bentu atau bagaimana bentuk

Pancasila itu di rumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. maka

asal mula bentuk Pancasila adalah ; Soekarno bersama-sam denagn Drs. Moh Hatta

serta anggota BPUPKI lainya merumuskan dan membahas pancasila terutama

hubungan bentuk,rumusan dan nama Pancasila.

c.

Asal mula karya

(causa efficient)

Asala mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar

Negara menjadi dasar negarayang satu. Adapun asal mula krya adalah PPKI sebagai

pembentuk Negara dan atas dasar pembentuk Negara tang mengesahkan Pncasila

menjadi dasar Negara yang sah, setelah melakukan pembahasan baik yang di

lakuakan oleh BPUPKU , Panitia Sembilan.

2.

Asal mula tidak langsung

Asal mula tidak langsung pancasila bila dirinci adalah sebagai berikut:

a.

unsur unsure Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar

filsafat Negara. Nilai-nilainya yaitu nilai keuhanan, niali kemanusiaan, nilai

persatuan, niali kerakyatan, niali keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan

sehari-hari bangsaIndonesia sebelum membentuk Negara.

(2)

c.

Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila pada

hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai

“Kausa materialis” atau sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.

Berdasarkan uraian di atas ,dapat membeikan gambaran pada kita bahwa pancasila itu

pada hakikatnya adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang jauh sebelum

bangsaIndonesia membentuk Negara.

A. ARTI IDEOLOGI TERBUKA

Ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,

melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman

dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya

terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “... terutama bagi negara

baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan

pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada

undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.

B. FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA

Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah

sebagai berikut :

a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat

yang berkembang secara cepat.

b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan

cenderung meredupkan perkembangan dirinya.

c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.

d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi

dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan

nasional.

(3)

dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai

dasarnya.

C. BATAS-BATAS KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA

Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak

boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :

a.

Stabilitas nasional yang dinamis.

b.

Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.

c.

Mencegah berkembangnya paham liberal.

d.

Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.

e.

Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Alloh Swt. Yang telah

memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu

menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu

yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi

salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasila. Yang meliputi nilai

tugas, nilai kelompok, nilai individu, dan nilai keaktifan.

Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang

sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada study banding

atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi.

Yang semoga bisa member tambahan pada hal yang terkait dengan

Kepentingan Pendidikan Pancasila dalam perkembangan Negara Indonesia

di Era Reformasi.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu

mengumpulkan dan mengkaji materi Pendidikan Pancasila dari berbagai

referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah

yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa

dibuktikan.

Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang

lainnya akan menyatu dalam satu makalah kami. Sehingga tidak ada

perombakan total dari buku aslinya.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan.

Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala

kekurangannya.

Kami ucapkan terima kasih kepada S.Rosdiani Emiyulia,S.Pd.MM sebagai

pengajar mata kuliah Pancasila yang telah membimbing kami dalam

penyusunan makalah ini.tidak lupa pula kepada rekan – rekan yang telah

ikut berpartisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.

Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab 1 Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1968 4

Bab 2 Tinjauan Pancasila Dari Berbagai Segi 8

2.1

Tinjauan Historis 8

Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945 8

Piagam Jakarta 22 Juni 1945 9

Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara

(1950) 9

Intruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 10

2.2

Tinjauan Yuridis – Konstitusional 10

2.3

Tinjauan Tentang dasar Pancasila 11

Bab 3 Hakikat Nilai – Nilai Pancasila 15

1.1

Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa 15

1.2

Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 15

1.3

Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia 15

1.4

Arti dan Makna Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmad

Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan 16

1.5

Arti dan Makna Sila Keadialn Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 16

1.6

Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila 16

Bab 4 Pancasila Suatu Pilihan Bangsa 17

Kesimpulan

Daftar Pustaka

BAB I

INTRUKSI PRESIDEN RI NOMOR 12 TAHUN 1968

Mempelajari Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang

nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah

kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar

dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan

melalui

Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968

.

Penegasan tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau

rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan

pendapat tentang isi Pancasila yang benar dan sesungguhnya.

Dalam rangka mempelajari Pancasila, Laboratorium Pancasila IKIP Malang

(1986:9-14) menyarankan dua pendekatan yang semestinya dilakukan

untuk memperoleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh mengenai

Pancasila. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis-konstitusional

dan pendekatan komprehensif.

(5)

hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia

untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh

dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam

keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga

negara Indonesia.

Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan

kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan

yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai

dasar negara

,

ideologi

, ajaran tentang

nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Telaah

tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain

merupakan

philosphische grondslaag

(Bld), dasar filsafat negara Republik

Indonesia, Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa

atau pandangan hidup bangsa (Ing:

way of life

; Jer:

weltanschauung

).

Maka tinjauan historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh

pemahaman yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang

dikandung

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat

. Pancasila adalah

keniscayaan sejarah yang dinamis dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Kendati demikian, tinjauan filosofis tidak

hendak mengabaikan sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek

religius dalam Pancasila (Lapasila, 1986:13-14): “Dengan tercantumnya

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam Pancasila,

Pancasila sebenarnya telah membentuk dirinya sendiri sebagai suatu

ruang lingkup filsafat dan religi. Karena hanya sistem filsafat dan religi

yang mempunyai ruang lingkup pembahasan tentang Ketuhanan yang

Maha Esa. Dengan demikian secara ‘inheren’ Pancasila mengandung

watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan filosofis

dan religius adalah konsekuensi dari

essensia

Pancasila sendiri yang

mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara

pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum

relevan dengan Pancasila.”

TINJAUAN PANCASILA DARI BERBAGAI SEGI

(6)

Pancasila. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis-konstitusional

dan pendekatan komprehensif.

Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan

kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber

hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia

untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh

dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam

keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga

negara Indonesia.

Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan

kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan

yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang

nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Telaah

tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain merupakan

philosphische grondslaag (Bld), dasar filsafat negara Republik Indonesia,

Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau

pandangan hidup bangsa (Ing: way of life; Jer: weltanschauung). Maka

tinjauan historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman

yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat. Pancasila adalah keniscayaan

sejarah yang dinamis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Kendati demikian, tinjauan filosofis tidak hendak mengabaikan

sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek religius dalam Pancasila

(Lapasila, 1986:13-14): “Dengan tercantumnya Ketuhanan yang mahaesa

sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah

membentuk dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi.

Karena hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup

pembahasan tentang Ketuhanan yang mahaesa. Dengan demikian secara

‘inheren’ Pancasila mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius,

sehingga pendekatan filosofis dan religius adalah konsekuensi dari

essensia Pancasila sendiri yang mengandung unsur filsafat dan aspek

religius. Karenanya, cara pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah

semata-mata belum relevan dengan Pancasila.”

1.Tinjauan historis

Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap

perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai

dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan

ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:

1) Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai

pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI);

(7)

Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang

penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum

terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal

ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa)

tampaknya juga belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan

Pancasila secara lebih ‘alamiah’. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya

pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum

Mendel.

Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup

untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan

dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu

dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada

rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang

selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.

Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945

Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin

menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka

sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri

Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia

tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya

sebagai dasar negara.

Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga

mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut: 1) Kebangsaan

Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4)

Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Dan dalam

pidato yang disambut gegap gempita itu, ia mengatakan: “… saja

namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita – ahli bahasa,

namanja ialah Pantja Sila …” (Anjar Any, 1982:26).

Piagam Jakarta 22 Juni 1945

Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut kemudian dikembangkan

oleh “Panitia 9” yang lazim disebut demikian karena beranggotakan

sembilan orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan

Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr.

A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim,

Mr. Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin.

Rumusan sistematis dasar negara oleh “Panitia 9” itu tercantum dalam

suatu naskah Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai “Piagam

Jakarta”, yaitu: 1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat

Islam bagi pemeluk-pemelukknya; 2) Menurut dasar kemanusiaan yang

adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5)

Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(8)

(Pancasila) – pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan

Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan

Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan

UUD 1945.

Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950)

Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut,

Pancasila dirumuskan secara ‘lebih singkat’ menjadi: 1) Pengakuan

Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4)

Kerakyatan; 5) Keadilan sosial.

Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan

menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau

untuk lebih mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan;

2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat;

5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika

Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli

1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa

rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945.

Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968

Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa

Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku

di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual yang

membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran

tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah

mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang

menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945.

2.Tinjauan yuridis-konstitusional

Meskipun nama “Pancasila” tidak secara eksplisit disebutkan dalam UUD

1945 sebagai dasar negara, tetapi pada alinea keempat Pembukaan UUD

1945 itu secara jelas disebutkan bahwa dasar negara Indonesia adalah

keseluruhan nilai yang dikandung Pancasila.

(9)

Pernyataan tersebut sesuai dengan posisi Pancasila sebagai sumber

tertinggi tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum. Dengan

demikian, segala hukum di Indonesia harus bersumber pada Pancasila,

sehingga dalam konteks sebagai negara yang berdasarkan hukum

(Rechtsstaat), Negara dan Pemerintah Indonesia ‘tunduk’ kepada

Pancasila sebagai ‘kekuasaan’ tertinggi.

Dalam kedudukan tersebut, Pancasila juga menjadi pedoman untuk

menafsirkan UUD 1945 dan atau penjabarannya melalui

peraturan-peraturan operasional lain di bawahnya, termasuk

kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan pemerintah di bidang

pembangunan, dengan peran serta aktif seluruh warga negara.

Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa seluruh undang-undang,

peraturan-peraturan operasional dan atau hukum lain yang mengikutinya

bukan hanya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana

dimaksudkan oleh Kirdi Dipoyudo (1979:107): “… tetapi sejauh mungkin

juga selaras dengan Pancasila dan dijiwai olehnya …” sedemikian rupa

sehingga seluruh hukum itu merupakan jaminan terhadap penjabaran,

pelaksanaan, penerapan Pancasila.

Demikianlah tinjauan historis dan yuridis-konstitusional secara singkat

yang memberikan pengertian bahwa Pancasila yang otentik (resmi/ sah)

adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea keempat

Pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan dan pengamanannya sebagai dasar

negara bersifat imperatif/ memaksa, karena pelanggaran terhadapnya

dapt dikenai tindakan berdasarkan hukum positif yang pada dasarnya

merupakan jaminan penjabaran, pelaksanaan dan penerapan Pancasila.

Pemilihan Pancasila sebagai dasar negara oleh the founding fathers

Republik Indonesia patut disyukuri oleh segenap rakyat Indonesia karena

ia bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa

Indonesia sendiri atau yang dengan terminologi von Savigny disebut

sebagai jiwa bangsa (volkgeist). Namun hal itu tidak akan berarti apa-apa

bila Pancasila tidak dilaksanakan dalam keseharian hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara sedemkian rupa dengan meletakkan Pancasila

secara proporsional sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang

nilai-nilai budaya bangsa dan pandangan hidup bangsa.

3.Tinjauan tentang sifat dasar Pancasila

(10)

Sebutan yang beraneka ragam itu mencerminkan kenyataan bahwa

Pancasila adalah dasar negara yang bersifat terbuka. Pancasila tidak

bersifat kaku (rigid), melainkan luwes karena mengandung nilai-nilai

universal yang praktis (tidak utopis) serta bersumber pada nilai-nilai

budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka keanekaragaman

fungsi Pancasila tersebut merupakan konsekuensi logis dari esensinya

sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking) milik

sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara

(dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau

ideologi negara/ staatside).

Meskipun demikian, dalam tugas dan kewajiban luhur melaksanakan serta

mengamankan Pancasila sebagai dasar negara itu, kita perlu mewaspadai

kemungkinan berjangkitnya pengertian yang sesat mengenai Pancasila

yang direkayasa demi kepentingan pribadi dan atau golongan tertentu

yang justru dapat mengaburkan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar

negara. Karena itu tepatlah yang dianjurkan Darji Darmodihardjo

berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara kita, yaitu bahwa “…

dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking

atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan

pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.”

Pancasila diharapkan tidak dimengerti melulu sebagai indoktrinasi yang

bersifat imperatif karena fungsi pokoknya, tetapi yang juga perlu

diintenalisasi ke dalam batin setiap dan seluruh warga negara Indonesia

karena ‘fungsi penyertanya’ yang justru merupakan sumber Pancasila

sebagai dasar negara.

Dipandang dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam

pengertian yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena

pelaksanaan dan pengamalannya sudah terkandung pula di dalamnya.

Tetapi tidak demikian halnya dengan Pancasila secara multidimensional.

Sebagaimana kita ketahui dari sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari

sosio-budaya Indonesia, baik secara perorangan maupun kolektif,

kemudian ditetapkan secara implisit sebagai dasar negara pada tanggal

18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan Pancasila yang bersifat

kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar negara), Ir. Soekarno

mengatakan: “Sudah jelas, kalau kita mau mencari suatu dasar yang

statis, maka dasar yang statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen

yang ada jiwa Indonesia.”

(11)

Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara

penyelenggaraan negara dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan

Indonesia.

Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menghidupi dan dihidupi

oleh bangsa Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh

tentang segala pola pikir, karsa dan karyanya terhadap ada dan

keberadaan sebagai manusia Indonesia, baik secara individual maupun

sosial. Pancasila merupakan pegangan hidup yang memberikan arah

sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai cita-cita bangsa

Indonesia.

Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang

menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia,

sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk

bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa yang

terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum,

azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam

proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Sebagai ideologi nasional, Pancasila tidak hanya mengatur hubungan

antarmanusia Indonesia, namun telah menjadi cita-cita politik dalam dan

luar negeri serta pedoman pencapaian tujuan nasional yang diyakini oleh

seluruh bangsa Indonesia.

Sebagai kepribadian bangsa, Pancasila merupakan pilihan unik yang

paling tepat bagi bangsa Indonesia, karena merupakan cermin

sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri sejak adanya di bumi Nusantara. Secara

integral, Pancasila adalah meterai yang khas Indonesia.

Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, Pancasila menempati

kedudukan tertinggi dalam tata perundang-undangan negara Republik

Indonesia. Segala peraturan, undang-undang, hukum positif harus

bersumber dan ditujukan demi terlaksananya (sekaligus pengamanan)

Pancasila.

Sebagai tujuan negara, Pancasila nyata perannya, karena pemenuhan

nilai-nilai Pancasila itu melekat erat dengan perjuangan bangsa dan

negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga

kini dan di masa depan. Pola pembangunan nasional semestinya

menunjukkan tekad bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Sebagai perjanjian luhur, karena Pancasila digali dari sosio-budaya

(12)

MAKNA SILA-SILA PANCASILA

Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa

1.

Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama)

yaitu Tuhan yang Maha Esa

2.

Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan

beribadah menurut agamanya.

3.

Tidak memaksa warga negara untuk beragama.

4.

Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.

5.

Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan

dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.

6.

Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan

iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.

Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk

Tuhan

Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.

Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.

Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia

1.

Nasionalisme.

2.

Cinta bangsa dan tanah air.

3.

Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.

4.

Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan

dan perbedaan warna kulit.

5.

Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.

1.

Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama)

yaitu Tuhan yang Maha Esa

2.

Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan

beribadah menurut agamanya.

3.

Tidak memaksa warga negara untuk beragama.

4.

Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.

5.

Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan

dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.

6.

Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan

iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.

Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Hakikat sila ini adalah demokrasi.

Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara

bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.

Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.

Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis

dan meningkat.

(13)

Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat

bekerja sesuai dengan bidangnya.

Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila

Nilai-nilai Pancasila telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia.

Oleh karena itu , mengamalkan Pancasila merupakan suatu keharusan

bagi bangsa Indonesia.

Sikap positif dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila.

1.

Menghormati anggota keluarga

2.

Menghormati orang yang lebih tua

3.

Membiasakan hidup hemat

4.

Tidak membeda-bedakan teman

5.

Membiasakan musyawarah untuk mufakat

6.

Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing

7.

Membantu orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan

sendiri.

PANCASILA SEBAGAI PILIHAN BANGSA

Pancasilan telah disahkan secara yuridis konstitusional pada tanggal 18

Agustus 1945 sebagai dasar Negara RI.Pada masa Orde baru

Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ),

disamping dasar negara juga diberi sebutan pandangan hidup, perjanjian

luhur bangsa, tujuan yang hendak di capai, moral pembangunan,

kepribadian bangsa indonesia, dan lain-lain.

Setelah lahirnya repormasi di keluarkanlah ketetapan MPR RI no.

XVIII/MPR/1998, berisi:

a.

Pengembalian fungsi pancasila sebagai dasar negara.

b.

Penghapusan P4.

c.

Penghapusan pancasila sebagai azas tungggal bagi organisasi sosial

politik di indonesia.

Dan pancasila mempunyai fungsi yang tetap yaitu sebagai dasar negara

dan juga sebagai ideologi bangsa dan negara.

Argumentasi serta alasan-alasan pembenatanya adalah sebagai berikut:

(14)

dipisahkan sama sekali melainkan justru agama mendapatkan

legitimasi

filosofis, yuridis dan politis

dalam negara, hal ini sebagaimana

terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Secara filosofis Ketuhanan

Yang Maha Esa terkandung dalam sila pertama Pancasila yang

berkedudukan sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sehingga sila

pertama tersebut sebagai dasar filosofis bagi kehidupan kebangsaan dan

kenegaraan dalam hal hubungan negara dengan agama. Dalam peraturan

perundang-undangan Indonesia bukan mengatur ruang akidah umat

beragama melainkan mengatur ruang publik warga negara dalam

hubungan antar manusia. Sebagai contoh berbagai produk peraturan

perundangan dalam hukum positif Islam, misalnya UU RI No. 41

tentang Wakaf, UU RI No. 38 tentang Pengelolaan Zakat, ini mengatur

tentang wakaf dan zakat pada domein kemasyarakatan dan kenegaraan.

Secara filosofis relasi ideal antara negara dengan agama, prinsip dasar

negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti setiap warga

negara bebas berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan

keyakinan dan kepercayaannya. Kebebasan dalam pengertian ini berarti

bahwa keputusan beragama dan beribadah diletakkan pada domain privat

atau pada tingkat individu. Dapat juga dikatakan bahwa agama

perupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Negara dalam

hubungan ini cukup menjamin secara yuridis dan memfasilitasi agar

warga negara dapat menjalakan agama dan beribadah dengan rasa

aman, tenteram dan damai. Akan tetapi bagaimanapun juga manusia

membentuk negara tetap harus ada regulasi negara khususnya dalam

kehidupan beragama. Regulasi tersebut diperlukan dalam rangka

memberikan perlindungan kepada warga negara. Regulasi tersebut

berkaitan dengan upaya-upaya melindungi keselamatan masyarakat

(

public savety

), ketertiban masyarakat (

public order

), etik dan moral

masyarakat (

moral public)

, kesehatan masyarakat (

public healt

) dan

melindungi hak dan kebebasan mendasar orang lain (

the fundamental

right and freedom orders

). Regulasi yang dilakukan oleh negara terhadap

kebebasan warga negara dalam memeluk agama, nampaknya masih

memerlukan pengembangan lebih lanjut. Misalnya dalam KUHAP, hanya

dimuat dalam beberapa pasal saja misalnya Pasal 156 yang mengatur

tentang kebencian dan penghinaan pada suatu agama, Pasal 156a

tentang penodaan agama, Pasal 175 merintangi dengan kekerasan

upacara keagamaan, Pasal 176 tentang mengganggu pertemuan

keagamaan.

B. PANCASIL SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA

Pengertian Ideologi

(15)

Ideologi yang semula berarti gagasan, ide, cita-cita itu berkembang menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang oleh seseorang atau sekelompok orang menjadi suatu pegangan hidup.

Beberapa pengertian ideologi:

A.S. Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang

membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan

gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama.

Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang

manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.

Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran

yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.

Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya:

merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.

Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa

nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus

masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.

Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua,

yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat.

Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup

bangsa dan falsafat bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.

Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah

terdapat dalam penjelasan UUD 1945: “terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabutnya

Sifat Ideologi

Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas. 1.

(16)

2. Dimensi idealisme: ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin diicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.

3. Dimensi fleksibilitas: ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bebrsifat dinamis, demokrastis. Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat relevansinya dari masa ke masa. 2. Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila

1. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.

2. Kenyataan menujukkan bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup danbeku cendnerung meredupkan perkembangan dirinya.

3. Pengalaman sejarah politik masa lampau.

4. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

3. Sekalipun Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka, namun ada batas-batas keterbukaan yang tidak boleh dilanggar, yaitu:

1. Stabilitas nasional yang dinamis

2. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninnisme dan komunisme 3. Mencegah berkembangnya paham liberalisme

4. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan bermasyarakat

5. Penciptaan norma-norma baru harus melalui konsensus. 4. Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

1. Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan

bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan.

2. Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat memparsatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

BAB I

(17)

Standar Kompetensi :

1.

Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka.

Kompetensi Dasar :

1.1. Mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka.

1.2. Menganalisis Pancasila sebagai sumber nilai dan paradigma

pembangunan.

1.3. Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka.

A.

PENDAHULUAN

Pemahaman mendalam terhadap latar belakang historis, dan konseptual tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum kita dapat melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan konsekuensi logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara. Karena kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara (Filsafat Negara), maka setiap warga negara wajib loyal (setia) kepada dasar negaranya.

Perjalanan hidup suatu bangsa sangat tergantung pada efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara disegala bidang, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Era global menuntut kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil peranan sehingga dampak negatif yang kemungkinan muncul, dapat segera diantisipasi.

Kesetiaan, nasionalisme (cinta tanah air) dan patriotisme (kerelaan berkorban) warga negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan (loyalitas) mereka terhadap filsafat negaranya yang secara formal diwujudkan dalam bentuk Peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan Perundangan lainnya). Kesetiaan warga negara tersebut akan nampak dalam sikap dan tindakan, yakni menghayati, mengamalkan dan mangamankan. Kesetiaan ini akan semakin mantap jika mengakui dan meyakini kebenaran, kebaikan dan keunggulan Pancasila sepanjang masa.

(18)

B.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

1.

Pancasila Kesepakatan Bangsa Indonesia

Sebelum pembahasan lebih lanjut tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, terlebih dahulu yang harus kita pahami adalah bahwa “Pancasila telah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga negara Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para pendiri negara (founding fathers) tersebut dengan berupaya terus untuk menggali, menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.

Untuk membuktikan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bangsa Indonesia dengan legalitas yang kuat, kiranya perlu dilengkapi dengan justifikasi yuridik, filsafat dan teoritik serta sosiologik dan historik.

Justifikasi Juridik

Bangsa Indonesia telah secara konsisten untuk selalu berpegang kepada Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana telah diamanatkan adanya rumusan Pancasila ke dalam undang-undang dasar yang telah berlaku di Indonesia dan beberapa Ketetapan MPR Republik Indonesia.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

... dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949)

... Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. ...

c. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950)

(19)

d. Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAK ASASI MANUSIA

Pasal 2

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

e. Ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

Arah Kebijakan

(2) Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana dan dialog

terbuka di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia masa depan.

f. Ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

Pengertian

Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat, universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsayang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Justifikasi Teoritik - Filsafati

Yaitu merupakan usaha manusia untuk mencari kebenaran Pancasila dari sudut olah pikir manusia, dari konstruksi nalar manusia secara logik. Pada umumnya olah pikir filsafati dimulai dengan suatu aksioma, yakni suatu kebenaran awal yang tidak perlu dibuktikan lagi, karena hal tersebut dipandang suatu kebenaran yang hakiki. Para pendiri negara dalam membuktikan kebenaran Pancasila dimulai dengan suatu aksioma bahwa :”Manusia dan alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu partalian yang selaras atau harmoni”. Aksioma ini dapat ditemukan rumusannya dalam Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua, keempat dan pasal 29, sebagai berikut :

Alinea Kedua,

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Alinea Keempat,

..., yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, ...

Pasal 29 ayat (1)

(20)

Justifikasi Sosiologik – Historik

Menurut penggagas awal (Ir. Soekarno), bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia yang dalam implementasinya sangat disesuaikan dengan kultur masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, nampak jelas bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan nyata) jauh sebelum berdirinya negara republik Indonesia. Beberapa contoh nilai-nilai Pancasila yang telah berkemang di dalam kehidupan masyarakat antara lain :

N

o

Asal

Daerah

Nilai-nilai/Ungkapan

Berkembang

Yang

Keterangan

1.

Jawa

a.

tepo seliro

(tenggang rasa),

b.

sepi ing pamrih rame ing

gawe

(mau bekerja keras tanpa

pamrih),

c.

gotong royong

(berat ringan

ditanggung bersama)

Adanya konsep

hu-manitas yang

sudah menjiwai

bangsa

Indonesia.

2.

Minangkaba

u

1)

Bulat air oleh pembuluh, bulat

kata oleh mufakat

Konsep

sovereinitas.

2)

Adat basandi syarak, syarak

basandi Kitabullah

Konsep

religiositas

c.

Penghulu beraja ke mufakat,

mufakat beraja pada kebenaran.

Konsep

humanitas

3.

Minahasa

a.

Pangilikenta waja si Empung si

Rumer reindeng rojor

(Sekalian kita

maklum bahwa yang memberikan

rahmat yakni Tuhan Yang Maha

Esa)

Konsep

religiositas

b.

Tia kaliuran si masena

impalampangan

(Jangan

lupa

kepada “Dia” yang memberi

terang.

Konsep

religiositas

4.

Lampung

Tebak cotang di serambi,

mupakat dilemsesat

(Simpang siur

di luar, mufakat di dalam balai).

(21)

5.

Bolaang

jangan berumah di pinggir pantai.

Konsep

humanitas

9.

Maluku

Kaulete mulowang lalang

walidase nausavo sotoneisa

etolomai kukuramese upasasi

netane

kwelenetane

tuginjang rap tu roru

(Berat sama

dipanggul, ringan sama dijinjing).

dirobean

(Biarlah kita bersatu

seperti batang pisang dan

mendukung seperti pohon tales di

kebun).

Konsep persatuan

(22)

Berdasarkan sudut pandang justifikasi filsafati dan teoritik inilah bangsa Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mampu hidup berdampingan secara damai, rukun dan sejahtera dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika serta dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai perwujudan tersebut, maka bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa-bangsa manca negara sebagai bangsa yang memiliki sifat khas kepribadian (unik) antara lain : ramah tamah, religius, suka membantu sesama (solideritas), dan mengutamakan musyawarah mufakat.

2.

Pengertian Pancasila

Dalam rangka lebih memahami tentang Pancasila sebagai idelogi terbuka, maka perlu dijelaskan lebih dahulu apa itu Pancasila. Banyak tokoh nasional yang telah merumuskan konsep Pancasila sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Namun jika dicermati, secara umum definisi konsep tersebut relatif sama. Berikut adalah beberapa pengertian tentang Pancasila yang dikemukakan oleh para ahli.

a. Muhammad Yamin.

Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.

b. Ir. Soekarno

Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.

c. Notonegoro

Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.

d. Berdasarkan Terminologi.

Pada 1 juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUKI), Pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakakn oleh Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara Indonesia yang diusulkannya. Perkataan tersebut dibisikan oleh temannya seorang ahli bahasa yang duduk di samping Ir. Soekarno, yaitu Muhammad Yamin.

(23)

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI

IDEOLOGI TERBUKA DAN KAITANNYA

DENGAN PENEGAKAN

SUPREMASI HUKUM

Pendahuluan

Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru, berujung

menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah suatu perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan, hukum maupun politik.

Konsekuensinya mengharuskan kita mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi dan sebagai paradigma kenegaraan.

Atas dasar pemahaman yang demikian itu, maka ada dua wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu :

Pertama, Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka? Kedua, Apa yang dimaskud dengan pancasila sebagai paradigma kenegaraan?

Dan terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas dapat dipertanyakan lebih lanjut bagaimana analisis yuridis kenegaraan didalam UUD 1945 ? kemudian apa kaitannya dengan supremasi hukum yang merupakan gerakan mendasar reformasi saat ini ?

Untuk menjawab secara ilmiah kedua wacana tersebut dapat dipahami dua pengertian pokok, pengertian ideologi dan pengertian reformasi.

1. Pengertian tentang ideologi

Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham). Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :

“The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan).

Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning various politicaland economic issues and social philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang

dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37).

“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.

Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.

Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu : Pertama, pengertian secara fungsional dan

Kedua, pengertian secara structural

Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system

pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.

Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.

Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.

(24)

ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem

ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideology pragmatis.

Untuk memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita mencoba mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita kenal dalam wacana politik, yaitu :

Liberalisme tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal, dimana sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan menindas hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistic umum pada zaman itu.

Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut :

Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik,

Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.

Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.

2.2 Konservatisme

Ketika liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan feudal berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan persuasive liberalisme. Dari sinilah muncul ideology konservatisme sebagai reaksi atas paham liberalisme.

Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :

Pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehingga setiap orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara individual.

Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang. Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah.

Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.

2.3 Sosialisme dan komunisme

(25)

dihapuskan dan diambil untuk selanjutnya berada pada kontrol negara.

Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.

2.4 Fasisme

Fasisme merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.

Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan Spanyol.

Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.

3. Pengertian tentang reformasi

Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis.

Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford advanced leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono 1998 : 1).

Secara harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).

Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :

Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.

Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.

Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta

legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.

Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.

(26)

berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme, dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas

pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.

4. Pancasila sebagai ideologi terbuka

pancasila sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan rakyat) Indonesia secara

keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu.

Sebagai suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.

Sebagai cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat (volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan.

Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis. Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ?

Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.

Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan revolusioner. Istilah ini semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX menerbitkan buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran yang palsu, ideologi adalah kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi dalam masyarakat demi mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka.

Dan sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi KARL MARX, sejak kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun 1926 sampai masa keruntuhan kemunisme pada tahun-tahun belakangan ini.

Kajian komprehensif dari segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi dipelopori oleh KARL MANNHEIM. Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl Max bahwa ideologi adalah “kesadaran kelas”. Mann Heim membuat dua kategori ideologi, yaitu :

Pertama, Ideologi yang bersifat particular Kedua, Ideologi yang bersifat menyeluruh

Pada kategori pertama dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosial dalam masyarakat.

Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas adalah faktor pasien mencakup usia dan jenis kelamin, intervensi yang diberikan meliputi tindakan pembedahan dan terapi obat, dan faktor pembedahan

Variabel yang diamati meliputi kadar air dengan metode pengeringan (AOAC, 2007), kadar abu dengan metode pengabuan langsung (AOAC, 2007), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC,

Kekhawatiran itu kembali dimunculkan dengan munculnya sebuah isu yang mengatakan bahwa jika Prabowo terpilih menjadi Preiden maka masyarakat Indonesia yang berasal dari etnis

Dan saya rasa pada waktu itu kami masih saling mementingkan ego masing-masing mbak ndak ada yang mau ngalah gitu ceritane ketika ada masalah jadi hal itu lah yang

subpage sama dengan membuat page biasa, Klik add new , tulis judul subpage , dan kemudian kita harus memilih nama parent page yang akan kita gunakan1. (lihat

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan

Kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga banyak memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik..

Sekarang ini berbagai macam model berbahan dasar batik, baik berupa kain maupun perca banyak ditemui dipasaran, usaha yang kami lakukan ini untuk menarik minat konsumen