• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN SEKSUAL ANTARA LANSIA PRIA YANG BEROLAHRAGA DAN TIDAK BEROLAHRAGA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN SEKSUAL ANTARA LANSIA PRIA YANG BEROLAHRAGA DAN TIDAK BEROLAHRAGA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERBEDAAN KEMAMPUAN SEKSUAL ANTARA LANSIA PRIA YANG

BEROLAHRAGA DAN TIDAK BEROLAHRAGA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ATIKA ZULFA

G0008202

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang segera tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 Desember 2011

(3)

commit to user

iv

Atika Zulfa, G0008202, 2011. Perbedaan Kemampuan Seksual antara Lansia Pria

yang Berolahraga dan Tidak Berolahraga.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan

kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan

cross sectional

. Subjek penelitian adalah lansia pria yang berolahraga

dan tidak berolahraga. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive

sampling

. Data penelitian diperoleh dari dua macam kuesioner, yaitu kuesioner

L-MMPI dan ASEX-male. Analisis statistik menggunakan uji t

Hasil: total 60 jumlah sampel terdiri atas 30 lansia pria yang berolahraga dan 30

lansia pria yang tidak berolahraga. Pada lansia yang berolahraga didapatkan

rata-rata skor ASEX-male sebesar 20.77 dan SD sebesar 6.14. Pada lansia yang tidak

berolahraga didapatkan rata-rata skor ASEX-male sebesar 25.43 dan SD sebesar

5.24. Perbedaan kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan tidak

berolahraga menghasilkan nilai signifikansi (p = 0.004).

Simpulan: Terdapat perbedaan kemampuan seksual yang secara statistik

signifikan antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga (p = 0.004).

(4)

commit to user

v

ABSTRACT

Atika Zulfa, G0008202, 2011. Sexual Ability Differences between The Elderly

who Exercise and Not Do Exercise.

Objectives:

This study aims to find the difference between the elderly who

exercise and not do exercise.

Methods:

This was an analytic observational research with cross sectional

approach. The subjects is the elderly who exercise and not do exercise. The

sampling technique using purposive sampling. The research data obtained by two

different questionaire, the L-MMPI questionnaire and Arizona Sexual

Experiences Scale (ASEX)-Male. Statitical analysis using t-test.

Results: Of the totals 60 number of samples consisted of 30 elderly who exercise

and 30 elderly who not do exercise. The elderly who exercise is obtained on

average sexual ability score of 20.77 and SD 6.14. The elderly who not do

exercise is obtained on average sexual ability score of 25.43 and SD 5.24. Sexual

ability differences between the elderly who exercise and not do exercise generate

significant value (p = 0.004).

Conclusion: Sexual ability differences between the elderly who exercise and not

do exercise generate significant value (p = 0.004).

(5)

commit to user

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi

dengan judul

“Perbedaan Kemampuan Seksual antara Lansia Pria yang

Berolahraga dan Tidak Berolahraga” dapat terselesaikan.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini tidaklah dapat

terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu:

1.

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2.

I.G.B. Indro N, dr., Sp.KJ selaku pembimbing utama atas segala

bimbingan, masukan, dan jalan keluar dari permasalahan yang timbul

dalam proses penyusunan skripsi ini.

3.

Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes selaku pembimbing

pendamping atas segala bimbingan dan masukan mulai dari awal

penyusunan hingga akhir penelitian skripsi ini.

4.

Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) selaku penguji utama atas

segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi

ini.

5.

Sinu Andhy Yusuf, dr, M.Kes selaku anggota penguji atas masukan

dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

6.

Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf

Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

7.

Papa, Mama, Mbah, dan semua saudara yang telah memberikan doa

dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8.

Yusuf Allan, Ratri Satya, Dwi Wirastama, Rakryan, Maria Leony,

Dessy Hayu, Maulia, saudara, sahabat, rekan seperjuangan Pendidikan

Dokter 2008 atas segala kerjasama dan bantuannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

9.

Teman-teman angkatan 2010 yang bersedia meluangkan waktu untuk

mengisi kuesioner penelitian ini.

10.

Pihak-pihak yang tidak dapat penulisan sebutkan satu-persatu atas

bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa

datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(6)

commit to user

F.

Identifikasi Variabel Penelitian ...

19

G.

Definisi Operasional Variabel ...

20

(7)

commit to user

viii

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ...

30

A.

Simpulan ...

30

B.

Saran ...

30

(8)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tipe Olahraga pada Lansia……….. 12

Tabel 4.1

Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Umur.. 24

Tabel 4.2

Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Tingkat

Pendidikan……… 24

Tabel 4.3

Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Kolmogorov-Smirnov.. 25

(9)

commit to user

x

(10)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3. Data Pribadi Responden dan

Informed Consent

Lampiran 4. Kuesioner L-MMPI

Lampiran 5. Kuesioner

Arizona Sexual Experiences Scale

(ASEX)-

Male

Lampiran 6. Data Mentah Hasil Penelitian

(11)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Proses menjadi tua merupakan suatu kondisi yang wajar dan tidak dapat

dihindarkan sebagai suatu fase kehidupan manusia. Sebagai suatu proses sudah

barang tentu diperlukan persiapan sejak dini agar memiliki persiapan menghadapi

ketuaan itu. Rentang kehidupan orang usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik

dan psikologis tertentu (Dermatoto, 2006).

Menurut BPS (dalam Darmojo, 2010), pada tahun 2000 jumlah orang lanjut

usia diproyeksikan sebesar 7,28 % dan pada tahun 2020 sebesar 11,34 %. Menurut

Kinsella dan Tauber dari data USA-Bureau of the Census (dalam Darmojo, 2010),

bahkan indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar

seluruh dunia, antara tahun 1990 - 2025, yaitu sebesar 414 %.

Fakta yang tidak terbantahkan adalah pertambahan usia memang terus

menggerogoti kebugaran fisik. Bagi yang rajin memelihara kesehatan, meskipun

proses penuaan tetap tidak mungkin dihindarkan, tetapi efeknya bisa diminimalisir.

Tetapi, jika seseorang melakukan perawatan kesehatan secara buruk, pengaruh

proses penuaan terhadap kondisi fisik akan lebih cepat terjadi (Surbakti, 2008).

Pada hal ini, penting untuk mengukur kemampuan lansia dalam memilih jenis

olahraga dan kegiatan fisik yang sesuai. Biasanya sudah ada keterbatasan dalam

pergerakannya (Santoso, 2009).

(12)

commit to user

2

Perubahan lain pada lansia yang mengalami kemunduran yaitu perubahan

seksual. Masa berhentinya reproduksi keturunan (klimakterik) pada pria datang

belakangan dibandingkan masa menopause pada wanita, dan memerlukan masa

yang lebih lama. Pada umumnya ada penurunan potensi seksual selama usia

enampuluhan, kemudian berlanjut sesuai dengan bertambahnya usia (Hurlock,

2003).

Diperkirakan 70 persen laki-laki yang berusia lebih dari 60 tahun aktif

secara seksual. Aktivitas seksual biasanya dibatasi oleh tidak adanya pasangan.

Walaupun potensi seksual telah berkurang, tetapi tidak berarti bahwa keinginan

seksualnya menurun, atau kemampuan untuk melakukan hubungan seksual

menurun. Bagi pria dengan semakin bertambahnya usia, minat seksualnya lebih

besar dibandingkan dengan aktivitas seksualnya (Hurlock, 2003).

Terdapat banyak bukti bahwa seks yang teratur dapat membantu hidup

yang lebih lama. Untuk menunjang kehidupan seksual pada lansia, diperlukan

kesehatan fisik dan emosional. Tubuh yang sehat didapatkan dari olahraga yang

teratur. Sedangkan keadaan emosionalnya dapat dipengaruhi oleh keadaan

fungsional dan fisik yang efektif (Kusuma, 2000).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

perbedaan kemampuan seksual pada lansia pria yang berolahraga dan tidak

berolahraga.

(13)

commit to user

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian: Adakah perbedaan kemampuan seksual pada lansia pria yang

berolahraga dan tidak berolahraga?

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

kemampuan seksual pada lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat teoritis

Memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang kemampuan seksual

pada lansia pria serta dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan

penelitian selanjutnya dengan hasil yang lebih baik.

2.

Manfaat praktis

Untuk menambah pengetahuan lansia tentang pentingnya olahraga

dalam meningkatkan kualitas hidup, salah satunya yaitu kehidupan seksualitas

(14)

commit to user

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Tinjauan Pustaka

1.

Lansia

a.

Pengertian Lansia

Banyak istilah yang diberikan kepada orang usia lanjut, seperti

”melanus” (manusia lanjut usia), ”manula” (manusia usia lanjut), ”jompo”,

dan lain sebagainya. Dari singkatan-singkatan tersebut, yang paling populer

sampai sekarang adalah ”manula” karena dianggap paling tepat menurut tata

bahasa Indonesia (Dermatoto, 2006).

Dalam Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia dengan tegas dinyatakan bahwa yang disebut lansia adalah

laki-laki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam usia ini,

kemampuan fisik dan kognitif manusia sangat menurun. Hal itu nantinya

juga berakibat pada berkurangnya tingkat produktivitas manusia (Dermatoto,

2006).

Usia tua juga diartikan sebagai periode penutup dalam rentang hidup

seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang yang telah beranjak jauh

dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu

yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2003).

(15)

commit to user

b.

Klasifikasi Lansia

WHO (dalam Dermatoto, 2006)memberi patokan pembagian umur usia

lanjut sebagai berikut:

1)

Usia pertengahan (

middle age

) berusia 45 - 55 tahun

2)

Usia lanjut (

erderly

) berusia 60 - 74 tahun

3)

Tua (

old

) berusia 75 - 90 tahun

4)

Sangat tua (

very old

) berusia di atas 90 tahun

c.

Karakteristik Lansia

Proses menjadi tua ini dinamakan

senescence

(dari kata yunani yang

artinya menjadi tua) dan proses ini ditandai khas oleh penurunan fungsi

seluruh sistem tubuh yang bertahan secara bertahap sistem kardiovaskuler,

pernafasan, kemih, endokrin, dan sistem imun.

Perubahan-perubahan menjadi tua, karena adanya reaksi alat-alat

tubuh yang berubah karena telah mengalami proses degenerasi. Ini tak lain

dari proses bahwa makin tinggi usia, makin banyak terjadi

perubahan-perubahan di dalam tubuh. Perubahan yang paling umum adalah kelelahan,

berkurangnya ketegapan dan kekuatan, kenaikan berat badan, berkurangnya

kelenturan pada persendian, penurunan kemauan dan kemampuan seks,

datangnya menopause (pada wanita), berkurangnya penglihatan dan

pendengaran, penurunan keterampilan, dan berkurangnya stamina pada

umumnya. Misalnya sel mengecil atau menciut, jaringan ikat baru

(16)

commit to user

6

timbulnya kemunduran fungsi organ tubuh.

Menurut Kaplan dan Saddock (2002), perubahan biologis yang

terjadi pada lansia antara lain:

1)

Tingkat selular

Terjadi perubahan tempat dan sensitivitas reseptor dan

peningkatan kolagen dan elastin intraselular.

2)

Sistem imun

Terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan neoplasia dan

peningkatan fungsi badan autoimun.

3)

Muskuloskeletal

Terjadi penurunan tinggi badan karena pemendekan kolumna

spinalis, penurunan massa otot dan kekuatan otot, kehilangan matriks

tulang, serta degenerasi permukaan sendi.

4)

Kulit

Terjadi perubahan warna rambut menjadi kelabu disebabkan

penurunan produksi melanin di folikel rambut, pengeriputan umum kulit,

penurunan aktivitas kelenjar keringat, dan pertumbuhan kuku melambat.

5)

Genitourinarius dan reproduktif

Pada genitourinarius terjadi penurunan kecepatan filtrasi

glomerulus dan aliran darah ginjal. Fungsi organ reproduktif juga

mengalami penurunan kekerasan ereksi, menghilangnya semburan

(17)

commit to user

menghilangnya semburan ejakulasi dapat berpengaruh terhadap

seksualitas lansia.

6)

Indera khusus

Terjadi

penebalan

lensa

optik,

ketidakmampuan

untuk

berakomodasi, kehilangan pendengaran frekuensi tinggi, penurunan

ketajaman pengecapan, pembauan, dan perabaan.

7)

Daya ingat

Terjadi

penurunan

ingatan

sederhana

dan

kemampuan

menyandikan menghilang (transfer daya ingat jangka pendek ke jangka

panjang dan sebaliknya).

8)

Otak

Terjadi penurunan berat keseluruhan otak kira-kira 17 % pada

lansia, penurunan aliran darah serebral dan oksigenasi.

9)

Kardiovaskular

Terjadi penurunan elastisitas katup jantung, peningkatan kolagen

di pembuluh darah, dan perubahan hemostasis tekanan darah.

10)

Gastrointestinal

Terjadi penurunan aliran darah ke usus dan hati, perubahan

absorpsi dari saluran gastrointestinal, serta konstipasi.

11)

Endokrin

Terjadi penurunan kadar estrogen pada wanita dan produksi

(18)

commit to user

8

khususnya testosteron, diperlukan, meskipun tidak mutlak, untuk

timbulnya nafsu seks pada laki-laki. Jika terjadi penurunan produksi

testosteron, secara umum terjadi penurunan libido dan kadang-kadang

berkurangnya fungsi ereksi dan ejakulasi.

12)

Respirasi

Terjadi penurunan kapasitas vital. Menghilangnya refleks batuk,

dan menurunnya kerja siliaris epitelium bronkial.

Selain perubahan biologis, juga terjadi perubahan psikologis pada

lansia. Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, kesepian, takut

kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,

kecemasan, dan depresi (Maryam

et al

., 2008).

d.

Perilaku Seksual pada Lansia

Diperkirakan 70 persen laki-laki dan 20 persen wanita yang berusia

lebih dari 60 tahun aktif secara seksual. Aktivitas seksual biasanya dibatasi

oleh tidak adanya pasangan. Dorongan seksual tidak menurun saat laki-laki

dan wanita menjadi tua. William Master dan Virginia Jhonson melaporkan

fungsi seksual pada lansia, yaitu perubahan fisiologis yang diperkirakan

terjadi pada laki-laki adalah bertambah panjangnya waktu yang diperlukan

untuk terjadinya ereksi, menurunnya ukuran penis, dan rembesan ejakulasi

(Kaplan & Saddock, 2002).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat dan perilaku seksual

(19)

commit to user

pengaruh penting. Apabila seseorang dalam keadaan sehat, maka kegiatan

seksualnya akan mengalami penurunan secara bertahap. Seseorang yang

tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut, biasanya disebabkan

oleh penyakit yang diderita (Hurlock, 2003).

Menurut Hurlock (2003), faktor-faktor umum yang mempengaruhi

perilaku seksual pada masa usia lanjut, antara lain:

1)

Pola perilaku seksual pada masa lalu

2)

Kesesuaian dengan pasangan hidup

3)

Sikap sosial

4)

Status perkawinan

5)

Masalah non-seksual yang telah membebani sebelumnya

6)

Terlalu akrab

7)

Impotensi

2.

Kemampuan Seksual

Kemampuan seksual adalah suatu kesanggupan dalam melakukan

hubungan seksual. Terdapat dua komponen yang mempengaruhi kemampuan

seksual pada pria, yaitu:

a.

Ereksi

Ereksi merupakan pengerasan penis yang dalam keadaan normal

lemas yang memungkinkannya masuk ke vagina. Ereksi tidak disebabkan

oleh kontraksi otot-otot rangka di dalam penis, tetapi akibat pembengkakan

(20)

commit to user

10

terdiri dari tiga kolom ruang-ruang vaskuler seperti spons yang berjalan di

sepanjang organ. Apabila tidak terjadi rangsangan seksual, jaringan erektil

hanya berisi sedikit darah karena arteriol dalam keadaan konstriksi.

Akibatnya penis tetap kecil dan lemas. Selama perangsangan seksual,

arteriol-arteriol itu berdilatasi dan jaringan erektil terisi oleh darah, sehingga

penis membesar baik panjang maupun lebarnya serta menjadi lebih keras

(kaku). Penimbunan darah ini dan peningkatan ereksi terjadi karena

penurunan aliran darah vena. Vena-vena yang mendapat darah dari jaringan

erektil tertekan akibat pembengkakan yang ditimbulkan oleh peningkatan

aliran masuk darah arteri. Respons ini mengubah penis menjadi organ yang

mengeras dan memanjang serta mampu masuk menembus vagina.

b.

Ejakulasi

Seperti ereksi, ejakulasi dilakukan oleh refleks spinal. Rangsangan

taktil dan psikis yang memicu ereksi akan menyebabkan ejakulasi jika

tingkat perangsangan menguat sampai ke puncak. Respon ejakulasi

berlangsung dalam dua fase, yaitu emisi dan ekspulsi. Volume dan isi sperma

pada ejakulat bergantung pada lama waktu sebelum ejakulasi. Volume

rata-rata semen adalah 3 ml, berkisar antara 2,5 sampai 6 ml. Ejakulasi manusia

rata-rata mengandung sekitar 300 sampai 400 juta sperma (120 juta/ml)

(Sherwood, 2002).

3.

Olahraga pada Usia Lanjut

(21)

commit to user

denyut jantung maksimal, keterbatasan gerak, gangguan keseimbangan, dan

terjadinya peningkatan lemak tubuh. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa

latihan dan olahraga pada lanjut usia dapat mencegah atau melambatkan

kehilangan fungsional tersebut (Darmojo & Matrono, 2010).

Berbagai komponen aktivitas dan kebugaran (Santoso, 2009)

a.

Daya tahan (

endurance)

Latihan daya tahan berfungsi antara lain untuk perbaikan fungsi

organ tubuh, misalnya jantung, pernapasan, otot, sendi, dan tulang.

b.

Kekuatan

Kekuatan otot dan massa tulang pada lansia menurun sehingga

kekuatan makin berkurang. Peranan latihan beban sangat penting untuk

menguatkan tulang agar tidak mudah patah.

c.

Kelenturan

Terjadi keterbatasan gerak karena kelenturan juga berkurang.

Latihan kelenturan ini sangat penting untuk melakukan kegiatan

sehari-hari.

d.

Koordinasi dan keseimbangan

Gangguan koordinasi dan keseimbangan merupakan penyebab

utama lansia mudah jatuh. Diperlukan latihan untuk menguatkan otot-otot

penyangga keseimbangan tubuh.

e.

Kecepatan

(22)

commit to user

12

Tabel 2.1

. Tipe Olahraga pada Lansia

Tipe olahraga

Rekomendasi

aktivitas untuk

lansia

Manfaat potensial

Frekuensi

Aerobik/daya tahan

Jalan kaki

Kekebalan/kekuatan

Latihan beban

Kekuatan otot

Massa tulang

(Kilpatrick, 2004; Gledhill, 2002)

Olahraga yang baik bagi seorang lansia atau penyandang penyakit

degeneratif/metabolik adalah olahraga aerobik yang dapat meningkatkan

ketahanan tubuh dan daya pernapasan (Hartono, 2006).

4.

Hubungan Olahraga dan Kemampuan Seksual

Menurut Penhollow dan Young (2004), olahraga selain untuk kesehatan,

juga dapat meningkatkan kehidupan seksual sehingga lebih menyenangkan.

(23)

commit to user

a.

Daya tahan jantung

Jantung yang sehat dan memiliki daya tahan baik dapat

meningkatkan antusias seksual. Membangun ketahanan jantung dapat

membuat jantung kuat dan membuat tubuh semakin sehat.

b.

Daya tahan otot

Latihan ketahanan otot dilakukan untuk mempertahankan posisi

dalam aktivitas seksual, sehingga tubuh dapat menjadi kelebihan dalam

aktivitas seksual yang lebih lama. Latihan ini berupa latihan kekuatan dasar

yang targetnya adalah otot-otot tubuh antara lain pinggul, bokong, paha,

punggung, bahu, dan lengan.

c.

Kekuatan

Kekuatan

merupakan

hal

lain

yang

dibutuhkan

dalam

mempertahankan posisi dalam aktivitas seksual.

d.

Fleksibilitas

Latihan kelenturan dapat meningkatkan kehidupan seksual seseorang

dengan memudahkan melakukan posisi yang disukai dalam aktivitas seksual

dengan jumlah minimum terjadinya cedera.

Olahraga juga meningkatkan hormon yang dapat meningkatkan aktivitas

seksual, antara lain epinefrin, testosteron, endorfin, dan dopamin (HGH, 2011).

Olahraga rutin dapat mempengaruhi sistem

neurotransmitter

dan sistem

hormonal. Pada sistem neurotransmitter terdapat dopamin yang menyebabkan

(24)

commit to user

14

berupa ejakulasi dan ereksi (Hull

et al

., 2004). Sedangkan pada sistem

hormonal akan meningkatkan epinefrin, endorphin, dan testosteron. Sistem

hormonal akan merangsang hipotalamus untuk mensekresi

Corticotropin-Releasing Hormon

e (CRH) dan

Gonadotropin Releasing Hormone

(GnRH).

CRH

akan

merangsang

hipofisis

anterior

untuk

menghasilkan

Adenocortocitropic Hormone

(ACTH). Setelah itu, medulla adrenal akan

mensekresi epinefrin yang efek vasodilatasi, peningkatan kekuatan miokardial,

bronkodilatasi yang membuat jantung dan pernafasan berfungsi dengan baik

dan fisik menjadi lebih kuat (Guyton and Hall, 2002; Cardoso, 1997).

Sedangkan korteks adrenal akan mensekresi endorphin yang menyebabkan

perasaan euphoria dan kecemasan yang berkurang (HGH, 2011). Peningkatan

Gonadotropin Releasing Hormone

(GnRH) akan meningkatkan

Luteinizing

Hormone

(LH) dan

Follicle-Stimulating Hormone

(FSH). Pada pria, FSH

berfungsi untuk mengatur spermatogenesis dalam testis. LH berfungsi untuk

merangsang produksi testosteron oleh testis. Hormon testosteron yang disekresi

menyebabkan timbulnya libido atau hasrat seksual (Guyton and Hall, 2002;

(25)
(26)

commit to user

16

C.

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka

diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada perbedaan kemampuan seksual pada

(27)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif epidemiologi observasi

analitik dengan pendekatan

cross sectional

, yaitu peneliti mempelajari hubungan

antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel terikat (efek) yang diobservasi

hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2003).

B.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Stadion Manahan Surakarta untuk lansia pria

yang berolahraga dan Posyandu Lansia di Surakarta untuk lansia pria yang tidak

berolahraga pada bulan Juli - Oktober 2011.

C.

Subyek Penelitian

1.

Kriteria inklusi

a.

Pria lanjut usia 60 - 70 tahun.

b.

Mempunyai pasangan hidup.

c.

Bersedia menjadi responden penelitian.

d.

Berolahraga rutin selama 6 bulan terakhir.

2.

Kriteria eksklusi

a.

Kondisi lansia dengan keterbatasan mobilitas.

b.

Tidak kooperatif.

c.

Mempunyai kelainan pada alat reproduksi.

(28)

commit to user

18

D.

Teknik Sampling

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan diambil dengan

purposive

sampling

, yaitu subjek diambil dalam satu daerah yang sudah ditentukan namun

hanya subjek yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya dapat dijadikan sampel. (Arief, 2003).

Jumlah sampel penelitian menggunakan analisis bivariat yang melibatkan

sebuah variabel dependen dan variabel independen. setiap penelitian yang

menggunakan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek

penelitian. Ukuran sampel tersebut merupakan ukuran sampel minimal setelah

peneliti melakukan restriksi terhadap populasi sumber sampel. Pada penelitian ini

dibutuhkan sampel sebanyak 60 subjek yang terdiri atas 30 lansia pria yang

(29)

commit to user

E.

Rancangan Penelitian

F.

Variabel Penelitian

1.

Variabel tergantung : Aktivitas olahraga.

2.

Variabel bebas

: Kemampuan seksual.

Gambar 2

. Skema Penelitian

Populasi Target

Purposive Sampling

Kriteria inklusi

Informed consent

Kriteria eksklusi

Olahraga

Sampel

(60 lansia)

Skala L-MMPI

Kuesioner biodata

ASEX-Male

ASEX-Male

Analisis data:

Uji

independen t-test

Hasil

Hasil

(30)

commit to user

20

3.

Variabel luar

:

a.

Variabel terkendali meliputi usia dan status perkawinan.

b.

Variabel tidak terkendali meliputi status gizi, faktor psikologis, riwayat

pemakaian obat-obatan dalam jangka waktu lama, riwayat penyakit

gangguan metabolik kronis dan degeneratif.

G.

Definisi Operasional Variabel Penelitian

1.

Variabel bebas

: Aktivitas olahraga

Aktivitas olahraga pada penelitian ini yaitu lansia yang melakukan

olahraga berupa

jogging

yang dilakukan 4 - 7 kali setiap minggu selama

minimal 6 bulan dan berdurasi 30 menit.

Skala pengukuran: nominal, yaitu berolahraga dan tidak berolahraga.

2.

Variabel tergantung : Kemampuan seksual

Kemampuan seksual adalah suatu kesanggupan dalam melakukan

hubungan seksual. Kemampuan seksual pada penelitian ini akan menggunakan

Arizona Sexual Experiences Scale (

ASEX

)-Male

. Nilai total dari ASEX antara

5 - 30, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan adanya gangguan perilaku

seksual. Jika skor

19, satu nomor bernilai >5, atau tiga nomor bernilai >4,

maka responden mempunyai gangguan perilaku seksual.

(31)

commit to user

H.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan media kuesioner baku yang telah diuji validitas

dan reliabilitasnya. Kuesioner yang digunakan yaitu:

1.

Kuesioner biodata

2.

Lie Minnesota Multyphasic Personality Inventory

(L-MMPI) digunakan untuk

menguji kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang ada pada

angket penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab

responden dengan “ya” bila butir dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan

responden dan “tidak” bila tidak sesuai perasaan dan keadaan responden.

Responden dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya bila jawaban “tidak”

≤10

(Graham, 1990

dalam

Butcher, 2005).

3.

Arizona Sexual Experiences Scale (

ASEX

)-Male

merupakan kuesioner untuk

mengetahui kemampuan seksual seseorang. Terdapat lima aspek yang dinilai

yaitu, dorongan seksual, gairah seksual, ereksi penis, kemampuan untuk

mencapai orgasme, dan kepuasan orgasme. Nilai total dari ASEX antara 5 -

30, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan adanya gangguan kemampuan

seksual. Jika skor

19, satu nomor bernilai >5, atau tiga nomor bernilai >4,

maka responden mempunyai gangguan kemampuan seksual (McGauhey

et al.

,

(32)

commit to user

22

I.

Cara Kerja

1.

Responden mengisi data identitas diri.

2.

Mengisi angket

Lie Minnesota Multyphasic Personality Inventory

(L-MMPI).

3.

Mengisi

Arizona Sexual Experiences Scale (

ASEX

)-Male

.

4.

Setelah diperoleh skor dari skala setiap variabel yang berupa skala nominal,

dilakukan uji

independent-t test

.

J.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

karena jumlah sampel > 50 orang (Budiarto, 2004).

2.

Uji

independent-t test

untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan

seksual antara lansia yang berolahraga dan tidak berolahraga. Bila syarat

independent-t test

tidak terpenuhi maka digunakan uji non-parametrik

(33)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Deskripsi Sampel

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2011 di stadion Manahan

Surakarta dan Posyandu Lansia di Dusun Suruh Grogol Karanganyar, Surakarta.

Subjek penelitian adalah lansia pria berusia 60 - 70 tahun, mempunyai pasangan

hidup, dan bersedia menjadi responden penelitian . Pada penelitian ini didapat total

sampel sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 lansia pria yang berolahraga dan 30

lansia pria yang tidak berolahraga.

Tabel 4.1

. Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Umur

Usia

Sumber : Data primer 2011

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah sampel yang mengalami

gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 66 - 70 tahun yaitu

sebanyak 23 sampel (38.33 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami

gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 60 - 65 tahun yaitu

sebanyak 18 sampel (30 %).

(34)

commit to user

24

Tabel 4.2

. Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Pendidikan

Tingkat

Sumber : Data primer 2011

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah sampel dengan gangguan

kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD yaitu

sebanyak 12 sampel (20 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami

gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada tingkat pendidikan S1

yaitu sebanyak 19 sampel (31.67 %).

B.

Analisis Statistika

Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji

t

yang

merupakan uji parametrik dengan program SPSS 17.00. Uji ini digunakan bila

skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat uji

t

adalah

data berskala numerik, terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok

dapat sama atau berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data

terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data

dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0.05 pada

(35)

commit to user

sebaran data dilakukan dengan analitik dengan uji Kolmogorov-Smirnov

.

Uji

Kolmogorov-Smirnov dilakukan jika sampel lebih dari 50 sampel (Dahlan, 2005).

Tabel 4.2

.Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Kolmogorov Smirnov

Sumber : Data primer 2011

Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa sebaran data yang berolahraga dan tidak

berolahraga tidak normal. Hal tersebut berarti penelitian ini tidak dapat

menggunakan uji parametrik dengan uji

t

melainkan menggunakan alternatifnya

yaitu uji non-parametrik Mann-Whitney.

Tabel 4.3

. Hasil Analisis Data dengan Mann-Whitney

Kegiatan

Pada Tabel 4.3, hasil data dianalisis dengan uji statistik uji non-parametrik

Mann-Whitney dengan menggunakan program SPSS 17.0

for windows

untuk

mengetahui perbedaan kemampuan seksual. Dari uji statistik didapatkan nilai p

sebesar 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan

seksual yang secara statistik signifikan pada lansia pria yang berolahraga dan tidak

(36)

commit to user

26

Gambar 4.1

. Gambar Boxplot Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Seksual

Gambar 4.1 menunjukkan dengan lebih jelas perbedaan kemampuan

seksual berdasarkan kegiatan olahraganya. Gambar tersebut memberikan informasi

bahwa tingkat kemampuan seksual lansia pria yang berolahraga lebih baik

daripada lansia pria yang tidak berolahraga. dengan rata-rata skor kemampuan

seksual pada lansia yang berolahraga 20.77 dan lansia pria yang tidak berolahraga

(37)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

Pada tabel 4.1 diketahui bahwa sampel yang mengalami gangguan

kemampuan seksual lebih banyak adalah pada interval usia 66 - 70 tahun yaitu

sebanyak 23 sampel (38.33 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami

gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 60 - 65 tahun yaitu

sebanyak 18 sampel (30 %). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia,

potensi seksualnya kan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2003)

bahwa terdapat penurunan potensi seksual selama usia enampuluhan, kemudian

berlanjut sesuai dengan bertambahnya usia.

Pada tabel 4.4 dapat dilihat dengan uji Mann-Whitney

secara statistik

didapatkan hubungan yang bermakna antara aktivitas olahraga dengan kemampuan

seksual. Hal ini dibuktikan dengan nilai p < 0,05. Hasil tersebut sesuai dengan teori

bahwa olahraga yang teratur dapat mempengaruhi kemampuan seksual pada lansia.

Olahraga yang teratur dapat memperbaiki daya tahan jantung, daya tahan otot,

kekuatan dan fleksibilitas sehingga dapat menunjang kehidupan seksual pada lansia.

Olahraga juga dapat menghasilkan hormon yang dapat memperkuat tubuh,

meningkatkan kebahagiaan, dan meningkatkan hasrat seksual. hormon tersebut antara

lain epinefrin, testosteron, endorfin, dan dopamin (Kusuma, 2000; Guyton and Hall,

2002; Cardoso, 1997; Penhollow and Young, 2004).

Meskipun secara statistik hasil penelitian bermakna, namun didapatkan 16

(38)

commit to user

28

orang yang berolahraga mengalami gangguan kemampuan seksual. Hal ini mungkin

disebabkan karena sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap hubungan seksual

antara orang berusia lanjut dan keraguan terhadap kemampuan seksual mereka. Sikap

sosial ini cenderung dapat menghilangkan motivasi untuk mengerjakan apa yang

sebenarnya mampu untuk dikerjakan.

Hal tersebut juga dapat disebabkan karena

penyakit yang diderita oleh lansia tersebut atau pasangannya, sehingga

mempengaruhi hubungan seksual dalam kehidupan rumah tangganya.

Berdasarkan

Arizona Sexual Experiences Scale (

ASEX

)-Male

, terdapat lima

aspek yang dinilai yaitu dorongan seksual, gairah seksual, ereksi penis, kemampuan

untuk mencapai orgasme, dan kepuasan orgasme. Dari kelima aspek tersebut, yang

paling menggambarkan ada tidaknya gangguan kemampuan seksual pada penelitian

ini yaitu keadaan ereksi penis. Seseorang dikatakan mengalami gangguan ereksi jika

orang tersebut tidak mampu mempertahankan ereksi yang cukup dalam hubungan

seksual. Gangguan ereksi ini bisa disebabkan oleh faktor fisik maupun psikis. Yang

termasuk dalam faktor fisik adalah semua gangguan atau penyakit yang berkaitan

dengan gangguan hormon, pembuluh darah, dan saraf. Sedangkan, faktor psikis yang

mempengaruhi antara lain stres, kecemasan, kejenuhan, kejengkelan, perasaan

bersalah, dan kekecewaan (Windhu, 2009).

Hasil penelitian yang telah dilakukan ini juga didukung oleh penelitian

sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Penhollow dan Young (2004)

meneliti tentang hubungan olahraga dengan daya tarik seksual Dari penelitian

(39)

commit to user

kehidupan seksual menjadi lebih menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa

seseorang yang berolahraga kemampuan seksualnya lebih baik daripada yang tidak

berolahraga.

Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

penulis, yaitu terdapat perbedaan kemampuan seksual yang secara statistik signifikan

antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.

Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal lokasi cakupan yang terlalu

sempit dan masih banyak faktor-faktor lain yang dapat merancukan hasil penelitian

(40)

commit to user

30

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan

tidak berolahraga (p = 0.004). Tingkat kemampuan seksual pada lansia pria yang

berolahraga lebih baik daripada lansia pria yang tidak berolahraga.

B.

Saran

1.

Para lansia sebaiknya melakukan olahraga secara rutin untuk memelihara atau

meningkatkan kemandirian dalam kehidupan bio-psiko-sosialnya, yaitu secara

biologis menjadi lebih mampu menjalani kehidupannya secara mandiri, secara

psikologik dapat menyadari posisinya sebagai lansia serta terbebas dari stress

dan beban psikologis lain, dan secara sosiologis lebih mampu bersosialisasi

dengan masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut dapat meningkatkan

kualitas hidup secara keseluruhan, salah satunya adalah kehidupan seksualnya.

2.

Dalam berolahraga, sebaiknya dilakukan secara bertahap, teratur, dan

memenuhi takaran yang diperlukan agar didapatkan hasil yang optimal.

3.

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang

dapat merancukan hasil penelitian seperti lingkungan dan konflik perkawinan.

Gambar

Tabel 2.1 Tipe Olahraga pada Lansia……………………………………..   12
Gambar 4.1. Gambar Bloxpot Perbedaan Rata-rata Kemampuan Seksual……  26
Tabel 2.1. Tipe Olahraga pada Lansia
Gambar 2 . Skema Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada butir soal nomor 5 aspek menguraikan ide matematika mahasiswa dalam mengukur kesalahan konsep menjawab dengan benar, menjawab tidak lengkap dan ada mahasiswa

1) Kurikulum program studi disusun dengan berpedoman kepada ketentuan dan peraturan akademik yang terkait serta dengan memperhatikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan

Setelah mahasiswa praktikan praktik mengajar dengan bimbingan, selanjutnya mahasiswa praktikan mengajar tanpa bimbingan. Mengajar tanpa bimbingan berarti mahasiswa

Pembelajaran gerak dasar ibing pencak silatpaleredan melalui media audio visual di Kelas V SDN Cimalaka III Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang meliputi

Faktor-Faktor Remaja Usia Sekolah Melakukan Kegiatan Freestyle Sepeda Motor Liar ( Studi deskriptif pada remaja usia sekolah yang melakukan kegiatan freestyle

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang telah diberikan kepada peneliti sehingga peneliti dapat

Pada rumah tangga panel, yang akan diwawancarai adalah kepala rumah tangga dan pasangan atau anggota rumah tangga dewasa (lebih dari 15 tahun) yang biasa mewakili rumah tangga

Pada pengembangan sumber daya manausia tidak dapat dilepaskan dari konsep human capital yang menyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi manusia yang lain