BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Akuntansi merupakan sebuah instrumen penting dalam menjaga
akuntabilitas sebuah organisasi. Informasi yang diperoleh dari proses
akuntansi sering menjadi dasar bagi pengambilan keputususan penting dalam
perekonomian. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh dari proses
akuntansi tersebut harus merupakan representasi yang jujur dan akurat dari
proses yang terjadi dalam sebuah organisasi atau entitas.
Perkembangan dunia usaha pada saat ini yang semakin pesat tidak hanya
membawa dampak bagi kemajuan dibidang ekonomi termasuk perkembangan
dunia akuntansi, tetapi juga menjadi sumber bagi munculnya berbagai
kecurangan (fraud).Praktik-praktik kecurangan yang terjadi merupakan suatu pukulan bagi dunia profesi akuntansi karena dapat menimbulkan keraguan
masyarakat terhadap fungsi dan peran akuntansi di masyarakat.
Peran auditor dalam mendeteksi kecurangan-kecurangan yang terjadi
masih belum optimal. Berbagai kecurangan masih saja terjadi dengan
berbagai skala dan modus yang terkadang sulit untuk dideteksi dan
dicegah.Hal inilah yang menuntut lahirnya cabang baru dari ilmu akuntansi
yaitu akuntansi forensik. Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin
akuntansi dalam arti arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik
untuk menjawab tantangan dunia akuntansi yang semakin kompleks dan
membantu mengungkapkan berbagai kecurangan terjadi.
Praktik akuntansi forensik di lingkungan pemerintahan Indonesia
sebenarnya telah dimulai sejak krisis keuangan yang melanda Indonesia pada
tahun 1997. Krisis keuangan yang melanda Indonesia pada bulan Oktober
1997 tersebut telah terasa sejak Agustus 1997 dan semakin memburuk. Hal
ini berdampak pada pemerintahan Presiden Soeharto yang berakhir pada
bulan Mei 1998.
The Asian Wall Street Journal pada bulan Oktober 1997 memberitakan bahwa ada kemungkinan pemerintah Indonesia meminta bantuan berupa
pinjaman dana dari IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia
(World Bank). Sebagai prasyarat untuk mendapatkan bantuan berupa
pinjaman dana, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu oleh beberapa akuntan Indonesia. Temuan awal ADDP atas enam bank yang
menjadi sampel ADDP menunjukkan bahwa perbankan telah melakukan
overstatement di sisi aset (assets) dan understatement di sisi kewajiban (liabilities).Temuan ini membuat pasar dan pemerintah Indonesia panik dan berunjung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian
menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya rush dana tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
akuntansi forensik atau audit investigatif. Disinilah awal perkembangan
akuntasi forensik di Indonesia.
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia selanjutnya dapat dilihat
dari kesuksesan akuntansi forensik pada kasus Bank Bali.Keberhasilan
Pricewaterhouse Cooper (PwC) dalam membongkar kasus Bank Bali membuat istilah akuntansi forensik mencuat di Indonesia. Dimana PwC,
dengan menggunakan software khusus PwC berhasil menunjukkan arus dana yang rumit dengan bentuk diagram seperti cahaya yang mencuat dari
matahari (sunburst). Dari diagram tersebut, PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Namun, keberhasilan akuntansi forensik ini
tidak diikuti dengan keberhasilan penyelesaian hukum di sistem pengadilan.
Tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntansi forensik dan juga
penyelesaiannya di sistem pengadilan.Diantara beberapa kasus ada dua kasus
yang menonjol. Kasus yang pertama adalah kasus pembongkaran korupsi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai
akuntan forensiknya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil
menyelesaikan kasus ini di pengadilan. Metode yang digunakan adalah
metode follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang teribat dalam kasus ini. Kasus yang kedua adalah kasus Bank
BNI. Dimana Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK)
sebagai akuntan forensiknya berhasil membuktikan kepada pengadilan bahwa
digunakan adalah metode follow the money yang mirip dengan metode yang digunakan PwC dalam kasus Bank Bali.
Selanjutya, pada tahun 2008 dan semester pertama 2009 menunjukkan
ketangguhan KPK dalam menemukan dan menyelesaikan kasus-kasus tindak
pidana korupsi. Skandal Bank Century yang berisi dugaan tindak pidana
perbankan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak
pidana perpajakan, dan tindak pidana umum merupakan kasus yang menarik
bagi akuntan forensik.
Dari beberapa kasus akuntansi forensik yang terjadi, dapat dilihat bahwa
kasus akuntansi forensik di lingkungan pemerintahan lebih menonjol
dibandingkan di sektor privat atau bisnis. Data penanganan tindak pidana
korupsi yang berhasil diperoleh Anti-Corruption Clearing House (ACCH)
menunjukkan bahwa “Pada tahun 2013 penanganan tindak pidana korupsi
lebih banyak ditemukan di lingkungan instansi Kementerian/Lembaga Pusat
yaitu sebanyak 66 perkara.”. Jumlah ini mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan penanganan tindak pidana korupsi di tahun 2012
sebanyak 48 kasus dan ditahun 2011 sebanyak 39 kasus.
Di sektor publik tindakan melawan hukum berupa kecurangan
menimbulkan kerugian bagi negara dan keuangan negara.Berbagai bentuk
kecurangan yang terjadi pada sektor publik di Indonesia adalah korupsi,
penyalahgunaan asset, dan manipulasi laporan keuangan.Namun, kecurangan
yang paling sering terjadi di lingkungan pemerintahan Indonesia adalah
melahirkan terlalu banyak insentif dan motivasi untuk korupsi.Penegakan
hukum yang tidak konsisten hingga penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng
turut menjadi penyebab terjadinya korupsi.Berbagai kasus korupsi yang
terjadi seakan tidak pernah berhenti menghiasi berbagai media massa di
Indonesia. Disinilah peranan akuntansi forensik sangat dibutuhkan.
Berbagai lembaga survey atau penelitian baik di Indonesia maupun di luar negeri menyebutkan bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat
parah dan kondisi tersebut sering menempatkan Indonesia pada posisi sebagai
negara terkorup. Dari hasil pemeriksaan BPKP dan Kejaksaan Agung sebagai
tindak lanjutnya, telah cukup banyak kasus korupsi ditemukan berasal dari
sektor pemerintahan.Bahkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh BPKP
dengan mengambil responden dari berbagai kalangan di masyarakat
menunjukkan bahwa instansi/lembaga atau kegiatan-kegiatan pemerintahan
dianggap oleh masyarakat paling banyak melakukan korupsi.Maka tak heran
jika masyarakat menilai pemerintah sebagai lembaga yang seharusnya
berpihak pada rakyat dan mengutamakan kesejahteraan rakyat hanya rekayasa
belaka kalau pada akhirnya korupsi menjadi hal yang lumrah di kalangan
pemerintahan.
Dalam mendeteksi fraud tidak hanya akuntansi forensik yang dibutuhkan untuk membedah kasus-kasus kecurangan. Pelaksanaan audit investigatif juga
harus dilakukan untuk membuktikan adanya fraud yang kemungkinan terjadi. Istilah investigatif muncul dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
yang menjelaskan bahwa “audit investigatif termasuk dalam pemeriksaan
dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja.”.
PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dalam beberapa bulan terakhir
menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang banyak mendapat
perhatian dan sorotan dari masyarakat maupun media karena dugaan kasus
korupsi yang melibatkan Direktur Utama (Dirut) BUMD tersebut.Dalam
kasus korupsi ini, penerapan audit investigatif menjadi sangat penting untuk
dilakukan. Hasil dari pelaksanaan audit investigatif tersebut dapat
membuktikan apakah fraud berupa tindak pidana korupsi itu benar terjadi dalam PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis tertarik
untuk menyusun skripsi mengenai “Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara”.
1.2Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif diterapkan dalam
mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan;
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui bagaimana akuntansi forensik dan audit investigatif
diterapkan dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan;
c. untuk mengetahui bagaimana penerapan audit investigatif dalam
mendeteksi fraud di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis, peneliti lain,
pemerintah, dan perusahaan.
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kesempatan bagus bagi penulis
untuk memahami penerapan akuntansi forensik dan audit investigatif
dalam mendeteksi fraud di lingkungan pemerintahan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain
dalam melakukan penelitian dan pengembangan selanjutnya,
mengingat begitu banyak kasus kecurangan yang terjadi tidak hanya di
sektor pemerintahan tetapi juga di sektor bisnis.
c. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan pemerintah untuk
memaksimalkan peranan akuntansi forensik dan audit investigatif di
lingkungan pemerintahan melalui kerjasama antara akuntan forensik
dan penegak hukum.
d. Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan PDAM Tirtanadi
perusahaannya sehingga dapat memberi dampak positif terhadap