• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT (MMT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSEDUR PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT (MMT)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca pada umumnya dan penulisan khususnya

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otot merupakan alat gerak aktif, sebagai hasil kerja sama antara otot dan tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidakdigerakan oleh otot, hal ini karena otot mempunyai kemampuan berkontraksi ( memendek / kerja berat & memanjang / kerja ringan ) yang mengakibatkan terjadinya kelelahan otot, proses kelelahan ini terjadi saat waktu ketahanan otot ( jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot ) terlampaui. kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan kontraksi.

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada penderita.

1.2 Identifikasi Masalah

Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan serabut otot, atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negative. Efek tersebut adalah penurunan kekuatan, penurun fleksibilitas, perlambatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional.

(3)

1. Prosedur pemeriksaan kekuatan otot

2. Perlu dikaji lebih dalam terhadap pengukuran dengan nilai MMT terhadap LGS (Lingkup Gerak Sendi)

3. Penulisan laporan pemeriksaan LGS 1.3 Batasan Masalah

Agar penulisan makalah ini tidak salah dimengerti maka ada batasannya sebagai berikut : 1. ditujukan kepada mahasiswa fisioterapi maupun sebidangnya

2. diterapkan dalam kegiatan pengkuran dan pembelajaran

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang dijadikan sebagai focus penelitian pembelajaran ini, yaitu sebagai berikut :

a. prosedur pemeriksaan kekuatan otot (MMT)

b. cara pemeriksaan LGS pada tiap gerakan

c. metode penulisan dalam laporan hasil pemeriksaan LGS

1.5 Tujuan Penulisan

1. Memberikan panduan kepada mahasiswa tentang prosedur pemeriksaan kekuatan otot (MMT)

2. mengetahui metode penulisan laporan hasil pemeriksaan LGS

3. Mahasiswa mampu melakukan dan menjelaskan berbagai pengukuran LGS pada ekstremitas atas serta meng interpretasikan hasil pemeriksaan

(4)

6. Membantu menentukan tindakan terapi

7.Mengevaluasi keberhasilan/efektivitas program terapi

8. Meningkatkan motivasi dan semangat pasien dalam menjalani terapi. 9. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan regio bahu ( shoulder ). 10. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan regio siku ( elbow ).

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 definisi

Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan kontraksi.

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada penderita. Penilaian tersebut meliputi :

(1). Nilai 0: paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot,

(2) Nilai 1: kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi,

(3) Nilai 2: otot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi,

(4) Nilai 3: dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat

terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa,

(6)

(6) Nilai 5: kekuatan otot normal.

2.1.2 Cara memeriksa kekuatan otot

Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan pemeriksaan derajat kekuatan otot yang di buat ke dalam enam derajat ( 0 – 5 ) . Derajat ini menunjukan tingkat kemampuan otot yang berbeda-beda.

Adapun cara untuk memeriksa kekutan otot dengan menggunakan derajat kekuatan otot tersebut yaitu sebagai berikut:

☻ Pemeriksaan kekuatan otot ekstermitas atas.

1. Pemeriksaan kekuatan otot bahu. Caranya:

(7)

b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi lengan, lalu beri tahanan. c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

2. Pemeriksaan kekuatan otot siku. Caranya:

a). Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan beri tahanan.

b). Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi siku, lalu beri tahanan. c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

3. Pemeriksaan kekuatan otot pergelangan tangan.

a). Letakkan lengan bawah klien di atas meja dengan telapak tangan menghadap keatas.

b). Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi telapak tangan dengan melawan tahanan.

c). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

4. Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari tangan Caranya:

a). Mintalah klien untuk meregangkan jari-jari melawan tahanan. b). Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.

(8)

2.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dengan mencari referensi informasi dari internet

2.3 Pembahasan

2.3.1 Definisi Kekuatan Otot

Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan kontraksi.

Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan serabut otot, atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negative. Efek tersebut adalah penurunan kekuatan, penurun fleksibilitas, perlambatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional.

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status

kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada penderita. 2.3.2 Media Dan Alat Bantu

A.Goniometer

(9)

untuk menentukan posisi sendi yang tepat dan jumlah total dari gerakan yang dapat terjadi pada suatu sendi. Goniometri merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak. Evaluasi dimulai dengan mewawancarai subjek dan mengamati kembali data-data yang telah ada untuk mendapatkan

gambaran akurat dari gejala yang ada, kemampuan fungsional, pekerjaan dan aktivitas rekreasi, juga riwayat medis. Kemudian dilanjutkan dengan observasi pada tubuh untuk memeriksa kontur jaringan lunak dan kondisi kulit. Palpasi dilakukan untuk mengetahui temperatur kulit dan tingkat kelainan dari jaringan lunak dan mengetahui lokasi dari struktur anatomi yang mengalami gejala nyeri. Pengukuran antropometri seperti panjang tungkai, lingkar anggota tubuh, dan massa tubuh juga dilakukan. Gerakan sendi secara aktif yang dilakukan subjek selama evaluasi membuat fisioterapis

dapat melihat bila ada gerakan abnormal yang terjadi dan juga mendapatkan informasi lain tentang gerakan yang dilakukan oleh subjek. Apabila terlihat adanya gerakan aktif yang abnormal, maka fisioterapis melanjutkan ke pemeriksaan gerak sendi secara pasif untuk mengetahui penyebab keterbatasan sendi dan untuk mengetahui end-feel

. Goniometri

digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif. Data dari goniometri dihubungkan dengan data-data lainnya dapat dijadikan dasar untuk :

1.Menentukan ada atau tidak adanya disfungsi 2.Menegakkan diagnosis

3.Menentukan tujuan dari tidakan atau intervensi

4.Mengevaluasi peningkatan atau penurunan dari target intervensi 5.Memodifikasi intervensi

(10)

7.Mengetahui efektifitas suatu tehnik terapeutik khusus seperti latihan-latihan, obatobatan, dan prosedur pembedahan.

8.Pembuatan orthose dan pelengkap adaptasi.

B.Range Of Motion

(ROM) / Lingkup Gerak Sendi (LGS)

(11)

C.End Feel

Pada pemeriksaan ROM pasif struktur unik pada tiap sendi dapat terasa, beberapa sendi ROM nya dibatasi oleh kapsul sendi, ada juga yang dibatasi oleh ligamen, batasan gerak normal yang lainnya adalah oleh ketegangan otot, benturan permukaan sendi dan jaringan lunak. Tipe setiap struktur yang membatasi ROM mempunyai karakteristik rasa, yang dapat terasa dengan pemeriksaan sendi pasif. Rasa yang bisa di rasakan oleh seseorang yang melakukan pemeriksaan pada akhir ROM pasif tersebut dinamakan end feel. Untuk mengembangkan kemampuan dalam menentukan karakter dari end feel diperlukan latihan dan sensitifitas. Menentukan end feel

harus dilakukan secara perlahan dan teliti untuk merasakan akhir dari gerakan sendi dan untuk membedakan antara normal end feel dan abnormal end feel.

2.3.3 Prosedur pemeriksaan MMT

Tata Cara Pemeriksaan Mmt

Cara pemeriksaan kekuatan otot:

1.      Minta klien untuk berdiri, amati struktur rangka dan perhatikan adanya kelainan dan deformitas.

2.      Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian ekstremitas.

3.      Minta klien merentangkan kedua lengan kedepan, amati adanya tremor, ukuran otot (atropi, hipertropi), serta ukur lingkar ekstremitasnya (perbedaan >1cm dianggap bermakna). Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot.

(12)

5.      Trapezius: letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu melawan tahanan tangan pemeriksa.

    6.      Deltoideus: minta klien mengangkat kedua lengan dan melawan dorongan tangan pemeriksa ke arah bawah.

    7.  Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang mengalami edema atau nyeri tekan, tungka, bengkak, krepitasi, dan nodul

2.13   Kriteria hasil pemeriksaan MMT

1. Normal (5) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan maksimal.

2. Good (4) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan sedang (moderat).

3. Fair (3) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.

4. Poor (2) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi.

5. Trace (1) tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi

6. Zero (0) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

Tata cara pemeriksaan lgs pada seiap gerakan

(13)

a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan. b. Menjelaskan prosedur & kegunaan hasil pengukuran LGS kepada pasien.

c. Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar (anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu dan Lengan bawah).

d. Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian yang menghambat gerakan. e. Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak dilakukan pengukuran kepada pasien.

f. Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang diukur, untuk mengantisipasi gerakan kompensasi.

g. Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal sendi yang diukur, bilamana diperlukan.

h. Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur. i. Meletakkan goniometer :

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik. 3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal

j. Membaca besaran LGS pada posisi awal pengukuran dan mendokumentasikannya dengan notasi ISOM.

k. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada. Memposisikan goniometer pada LGS maksimal sebagai berikut:

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

(14)

3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmentubuh yang bergerak.

l. Membaca besaran LGS pada posisi LGS maksimal dan mendokumentasikannyadengan notasi International Standard Orthopedic Measurement (ISOM).

2.3.3 Pemeriksaan

2.3.3.1 Pemeriksaan ROM regio shoulder 1. Inspeksi :

Shoulder girdle(gambar 16) terdiri 3 joint & 1 artikulasi -- Acromioclavicular (AC) joint , Glenohumeral (GH) joint , Sternoclavicular (StC) joint dan Scapulothoracic (ScT)

articulation .

a. Anterior : Secara keseluruhan dilihat kontur dari regio bahu adakah : pembengkakan, perubahan kulit (scar, inflamasi), wasting otot dan deformitas.

Pada inspeksi dari anterior:

(15)

b. Lateral : dilihat adakah wasting otot pada regio deltoid, perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, sinus).

c. Posterior : dilihat kontur regio bahu, adanya perubahan kulit, wasting otot-otot

(trapezius, deltoideus, supraspinatus, infraspinatus, lattisimus dorsi), prominent scapula. 2. Palpasi

Dilakukan dengan cara pemeriksa berdiri di samping pasien bila pasien duduk atau pemeriksa berdiri di depan pasien bila pasien berdiri.

Pemeriksaan palpasi dilakukan pada sisi anterior, lateral dan

posterior.Bandingkan kedua sisi. Palpasi bony prominence klavikula, acromioclavicular joint , skapula, adakah nyeri tekan, perubahan suhu atau pembengkakan ?

(16)

Pemeriksaan dari gerakan aktif dilanjutkan dengan gerak pasif, diperiksa kedua bahu secara simultan :

Abduksi – Adduksi 

Fleksi anterior – Ekstensi 

Rotasi internal – Rotasi eksternal 

(17)

a. Yergason test Untuk pemeriksaan kestabilan long head biceps tendon pada bicipital groove

Cara pemeriksaan :

- Posisikan elbow fleksi - Lakukan gerakan forearm supinasi, mintalah penderita untuk melawannya - Bersamaan dengan gerakan tersebut, lakukan manipulasi menarik elbow ke bawah

- Positif bila pasien nyeri pada bicipital groove

b. Drop arm test

Untuk pemeriksaan adakah robekan otot-otot rotator cuff. Cara pemeriksaan :

- Penderita melakukan abduksi shoulder 90° - Secara gentle lakukan tepukan pada forearm - Positif bila lengan jatuh dan penderita tidak bisa/kesulitan melakukan gerakan abduksi shoulder lagi

(mempertahankan). c. Aprehension test

Untuk pemeriksaan adanya kronik dislokasi shoulder Cara pemeriksaan :

(18)

ROM Shoulder (LGS bahu)  Flexi = 0-165 derajat

 Ext = 0-60

 Abd = 0-170

 Int. Rot abduksi = 0-70  Ekst. Rot abduksi = 0-100

2.3.3.2 Pemeriksaan ROM regio elbow 1. Inspeksi :

a. Anterior :

Dilihat kontur regio siku. 

Dilihat adanya perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, pembengkakan). 

(19)

Cubitus varus/valgus 

Muscle wasting : m. trapezius, biceps brachii, deltoideus 

b. Posterior : Kontur siku Perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, pembengkakan) 

2. Palpasi :

Perubahan suhu kulit 

Penonjolan tulang : epikondilus medialis, epikondilus lateralis, olecranon 

membentuk segitiga sama sisi pada posisi siku fleksi 90o, bila ekstensi menjadi garis lurus 

(normal).

Jaringan lunak : adakah nodul? 

Nyeri tekan : di epikondilus lateralis ( T e n nis elb o w ) , epikondilus medialis (Golfer’s 

(20)

4. Range of Motion (ROM) : Pasif dan aktif 

Fleksi (0 - 140o) 

Ekstensi (0o), hiperekstensi (sampai -15o pada wanita muda) Pronasi (0 - 75o)

 

dengan fleksi siku 90o

Supinasi (0 - 80o) dengan fleksi siku 90o 

4. Tes khusus a. Tennis elbow test

(21)

Cara pemeriksaan :

- Stabilkan lengan pasien dan pasien diminta untuk mengepalkan tangan - Penderita posisi fleksi elbow, pronasi dan ekstensi wrist - Tekan kepalan tangan tadi ke arah belakang dengan tangan pemeriksa sebagai usaha untuk memaksa pergelangan tangannya supaya fleksi

- Positif: nyeri pada epicondilus lateralis

ROM Elbow (LGS siku)

 Flexi = 0-145

 Ext = 0

 Pronasi = 0-75

 Supinasi = 0-80

2.3.3.3 Pemeriksaan ROM regio wrist & hand Kedua tangan diletakkan di atas bantal/meja. 

Bandingkan kedua tangan. 

Fungsi utama tangan adalah untuk pinch grip (ibu jari dengan jari telunjuk) dan power grip 

(22)

1. Inspeksi Aspek dorsal : - Kulit (tekstur, warna, inflamasi, pembengkakan). - Kuku(warna, bentuk). - Deformitas jari : swan neck , Boutoniere deformation ,

Mallet deformation , Heberden’s

node , Bouchard’s node . -

Muscle wasting , - Adanya guttering first web space .

Aspek palmar : - Kulit (warna, tekstur, kontraktur) - Pembengkakan. - Muscle

(23)

2. Palpasi :

Perubahan suhu (normal, menurun, meningkat ?)

Kulit : kering, lembab

Nyeri tekan

Sendi-sendi di pergelangan tangan adalah radiocarpal joint, distal radioulnar

joint dan intercarpal joint , sedangkan sendi-sendi di telapak tangan adalah metacarpophalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.

(24)

4. Tes khusus a. Carpal tunnel syndrome Tes untuk penyakit entrapment/jepitan syaraf medianus pada terowongan carpal

Cara pemeriksaan :

- Phallen’s test Gejala umum pada sindrom, seperti rasa geli pada jari-jari dapat juga disebabkan oleh fleksi maksimum dari pegelangan tangan dan mempertahankan posisi tersebut selama minimal satu menit.

Cara pemeriksaan : Provokasi test n. Medianus dilakukan dengan posisi fleksi wrist s.d 90°. Positif bila terasa nyeri/sensori penjalaran saraf n.medianus.

- Prayer test Provokasi test n. Medianus dengan posisi ekstensi wrist s.d 90° /seperti gerakan menyembah (prayer).

(25)

- Finkelstein test Pasien disuruh membuat kepalan tangan, dengan cara jempol masuk ke dalam kepalan. Kemudian tangan pemeriksa sebelah kiri memegang antebrachii pasien, tangan kanan pemeriksa menggerakkan wrist ke arah deviasi ulnar.

Positif : bila pasien merasakan nyeri.

ROM Wrist (LGS Pergelangan tangan)

 Flexi = 0-75

 Ext = 0-75

 Radial Deviasi = 0-20

 Ulnar Dev = 0-35

 Pronasi = 0-75

 Supinasi = 0-80

LGS Jempol tangan)

 IP joint Flexi = 0-80

 IP joint ext = 0-20

 MP joint Flexi = 0-55

 MP joint Ext, pasif =0-5

LGS Telapak Tangan)

 Metacarpal Abduksi = 0-20

(26)

LGS Jari - jari tangan)

 MP joint Fleksi = 0-90

 MP joint, pasif Hiper ekstensi= up to 45

 Proximal IP joint, Flexi = 0-100

 Distal IP joint, Flexi = 0-80

2.3.3 Metode penulisan MMT

1. Manual muscle testing Head and Neck No Subjek Satuan Ukur Alat Ukur Prosedure Standar normal 1 Flexi neck  Sternocleidomastoid  Platysma  Longus colli  Longus capitis  Scalenes (anterior fibers)  Rectus capitis anterior Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk memflexikan kepala. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 2. Ekstensi neck  Sternocleidomastoid (upper cervicals only)  Splenius capitis  Splenius cervicis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk mengekstensikan kepala. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

2. 3.  Semispinalis  Rectus capitis posterior major  Rectus capitis posterior minor  Obliquus capitis superior  Levator scapula  Trapezius 

(27)

sternocleidomastoid  Right scalenes  Right longus colli  Right splenius capitis  Right splenius Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk lateral flexi kanan kepala. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

3. 4. cervicis  Right semispinalis  Right obliquus capitis superior  Right rectus capitis lateralis  Right levator scapula  Right trapezius  Right intertransversarii  Right longissimus 4. Lateral Flexion (Left) neck  Left sternocleidomastoid  Left scalenes  Left longus colli  Left splenius capitis  Left splenius cervicis  Left semispinalis  Left obliquus capitis superior  Left rectus capitis lateralis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk lateral flexi kiri kepala. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

4. 5.  Left levator scapul  Left trapezius  Left intertransversarii  Left longissimus 5. Rotation (Right) neck  Left sternocleidomastoid  Left scalene  Right longus colli  Right longus capitis  Right splenius capitis  Right splenius cervicis  Left semispinalis  Right rectus capitis posterior major  Right obliquus capitis inferior  Right rectus capitis anterior  Right levator scapula  Left trapezius Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk rotasi kepala ke arah kanan. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

(28)

semispinalis  Left rectus capitis posterior major  Left obliquus capitis inferior  Left rectus capitis anterior  Left levator scapula  Right trapezius  Right rotatores  Right multifidi  Right semispinalis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk rotasi kepala ke arah kiri. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan

resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

6. 7. Shoulder and Elbow No Subjek Satuan Ukur Alat Ukur Prosedure Standar normal 1 Flexion Shoulder  Deltoid (anterior fibers)  Pectoralis major  (clavicular fibers)  Coracobrachialis  Biceps brachii Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untuk memflexikan shoulder. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 2 Extension Shoulder  Deltoid  (posterior fibers)  Latissimus dorsi  Teres major  Pectoralis  major sternal fibers)  Triceps brachii  (long head) Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untuk ekstensi shoulder. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

(29)

 Coracobrachialis  Biceps brachii  (short head) Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untuk adduction Shoulder 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 5 Internal Rotation Shoulder  Deltoid (anterior fibers)  Pectoralis major  Latissimus dorsi  Teres major  Subscapularis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untuk internal Rotation Shoulder 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

8. 9. 6 External Rotation Shoulder  Eksternal Rotation  Deltoid (posterior libers)  Infraspinatus  Teres minor Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untukExternal Rotation Shoulder 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 7 Horizontal Abduction Shoulder  Deltoid (posterior fibers)  Infraspinatus  Latissimus dorsi  Teres minor Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak lalu instriksikan pasien untukHorizontal Abduction Should 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan

(30)

– fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

9. 10. 9 Elbow Flexion  *Biceps brachii (Ch 4)  *Brachialis 

*Brachioradialis  Flexor carpi radialis  Palmaris longus  Flexor carpi ulnaris  Pronator teres  Extensor carpi radialis longus  Extensor carpi radialis Brevis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, stabilisasi pada proximal arm, lalu instruksikan pasien untuk flexi elbow. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 10 Elbow Extension  *Triceps brachii (Ch 4)  Anconeus  Supinator  Extensor carpi ulnaris  Extensor digitorum  Extensor digiti Minimi Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, stabilisasi pada

proximal arm, lalu instruksikan pasien untuk ekstensi elbow. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

10. 11. Wrist and Hand No. Subjek Satuan ukur Alat ukur Prosedur Standar normal 1 Pronation  Flexor carpi radialis  Brachioradialis  Pronator teres  Pronator quadratus  Extensor carpi radialis longus Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk pronasi. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 2 Supination  Biceps bracii  Brachioradialis  Supinator  Extensor indicis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak, lalu instruksikan pasien untuk supinasi. 5 – normal (full ROM melawan

(31)

(full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 3 Wrist flexion  Flexor carpi radialis Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada forearm, lalu instruksikan pasien 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi)

11. 12.  Palmaris longus  Flexor carpi ulnaris  Flexor digitorum superficialis  Flexor digitorum profundus  Flexor policis longus  Abductor policis longus untuk flexi wrist. 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 4 Wirst extention  Extensor caarpi radialis longus  Extensor carpi radialis brevis  Extensor carpi ulnaris  Extensor digitorum  Extensor incidis  Extensor Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada forearm, lalu instruksikan pasien untuk ekstensi wrist. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

(32)

(full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

13. 14. 7 Flexi finger  Flexor digitorum superficialis  Flexor digitorum profundus  Flexor digiti minimi brevis  Lumbricals  Interossei Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk flexi finger. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 8 Extension finger  Extensor digitorum  Extensor indicis  Extensor digiti minimi Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk ekstensi finger. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 9 Adduction finger  Extensor indicis  Palmar interissei Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk Adduction finger. 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi)

(33)

– normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 12 Thumb extention  Abductor polisis longus  Extensor policis brervis  Extensor policis longus Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk Thumb

extention 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 13 Thumb adduction Skala Manual Pasien duduk tegak 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh)

15. 16.  Opponens pollicis  Adductor pollicis (Grade 1 – 5) testing stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk Thumb adduction 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 14 Thumb abduction  Abducton pollicis longus  Extensor pollicis brervis  Abductor pollicis brervis  Flexor pollicis brevis Skala (Grade 1 – 5)

Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk Thumb abduction 5 – normal (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi penuh) 4 – good (full ROM melawan gravitasi dengan resistensi sedikit) 3 – fair (full ROM melawan gravitasi) 2 – poor (full ROM, tanpa melawan gravitasi) 1 – trace (sedikit kontraksi tanpa gerakan sendi) 0 – zero (tidak ada kontraksi) 15 Thumb opposition  Opponeus digiti minimi  Opponeus pollicis  Flexor pollicis brevis  Abductor Skala (Grade 1 – 5) Manual testing Pasien duduk tegak stabilisasi pada wrist, lalu instruksikan pasien untuk Thumb opposition 5 – normal (full ROM

(34)

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Korupsi bisa dialami oleh siapapun dan salah satu cara agar tidak terjerumus pada asalah itu adalah memiliki iman yang tinggi serta menanamkan kejujuran dan amanah dalam melakukan suatu pekerjaan.

3.2 SARAN

Saran saya sebagai mahasiswa, pemerintah ataupun yang memiliki jabatan lebih tinggi harus lah lebih memeperlakukan secara intensif mengenai uang. Karena jika tidak lama-kelamaan perusaan, maupun organisasi dapat dengan mudah hancur dengan begitu. Dan menyeleksi para pekerja yang jujur agar tidak

(35)

Referensi

Dokumen terkait

Zulham Sischa ( 2006 ) : “ Hubungan Antara Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu pada Atlet Gulat Kota Semarang Tahun

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa hipotesis yang mengatakan ada pengaruh latihan beban terhadap peningkatan kekuatan otot lengan dan kekuatan otot

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2009.. “Korelasi panjang tungkai, kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan dan daya ledak terhadap kecepatan lari 100 meter “ Skripsi

Harga koefisien korelasi hubungan antara panjang tungkai, kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan, daya ledak dengan lari 100 meter F hitung ( 46,842 ) > F tabel ( 5,77

Zulham Sischa ( 2006 ) : “ Hubungan Antara Kekuatan Otot Punggung Dan Kekuatan Otot Lengan Dengan Kecepatan Gerak Bantingan Bahu pada Atlet Gulat Kota Semarang Tahun

Hasil penelitian yang dilakukan pada atlet bola tangan putra kabupaten gresik mengenai kontribusi kekuatan otot peras tangan, kekuatan otot tungkai dan power otot

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data, mengenai hubungan kekuatan otot lengan dan kekuatan otot punggung terhadap kemampuan bantingan bahu pada Atlet gulat putra

PROSEDUR PEMERIKSAAN Elbow Joint Capsular Pattern Tes fungsi  Nyeri dan terbatas pada gerak fleksi, ekstensi siku, dan pronasi, supinasi lengan bawah dalam capsular pattern...