BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai
perusahaan dengan cara meningkatkan kesejahteraan para pemilik saham, atau
memaksimumkan kekayaan yang diterima oleh pemegang saham. Peningkatan
nilai perusahaan dapat tercapai jika kegiatan operasional berjalan dengan baik
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Untuk itu
keputusan-keputusan yang diambil harus benar. Keputusan yang benar adalah keputusan-keputusan
yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. (Suad dan Heny,2006: 6).
Peningkatan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan penerapan good
corporate governance (GCG) ke dalam mekanisme perusahaan. GCG adalah
rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan intuisi yang memengaruhi
pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu suatu perusahaan korporasi
(Untung, 2014: 4). Tujuan GCG adalah meningkatkan kemakmuran para
pemegang saham dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Penerapan GCG yang
baik dapat meningkatkan kepercayaan bagi para pemegang saham dan kreditor
untuk berinvestasi pada perusahaan.
Praktik-praktik dan penerapan GCG berkembang dengan pesat. Fenomena
munculnya GCG mulai hangat karena sering diwancanakan seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat, stakeholders, pemerintah maupun
ramai dikenal pada tahun 1997, saat krisis ekonomi menerpa Indonesia. Banyak
perusahaan yang terjatuh akibat corporate governance yang buruk yang ada di
perusahaan tersebut (Prasetio, 2010).
Krisis keuangan yang melanda Indonesia disekitar tahun 1997-1998
memberikan dampak yang buruk bagi semua kalangan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Baird (2000) bahwa salah satu akar penyebab timbulnya krisis
ekonomi di indonesia adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata
kelola perusahaan) dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang
dimiliki pemerintah BUMN maupun yang dimiliki pihak swasta.
Perhatian terhadap corporate governance terutama dipicu oleh skandal
spektakuler seperti Enron dan Tyco. Enron merupakan perusahaan dari
penggabungan antara InterNorth dengan Houston Natural Gas tahun 1985. Bisnis
inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi
usaha yang sangat luas. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future
transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus
menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan
global yang ditandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai
bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron,
suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan
terkemuka di Amerika serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS
jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US$ 31,2 Milyar
Tyco adalah perusahaan manufaktur komponen elektronik, perawatan
kesehatan dan peralatan keamanan. Tyco dianggap sebagai saham blue chip yang
aman. Tahun 2002 merupakan tahun yang tak terlupakan bagi dunia saham. Di
awal tahun 2002, skandal ini mulai menyeruak dan harga saham Tyco anjlok
sekitar 80% hanya dalam enam pekan. Hal tersebut dikarenakan tindakan
semena-mena yang dilakukan oleh para manager perusahaan untuk memenuhi
kepentingannya sendiri (Pranata, 2012). Keruntuhan perusahaan publik tersebut
dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen
puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena
lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards (Kaihatu, 2006).
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan sering memunculkan
konflik diantara para manajer dan pemegang saham (stakeholders) yang disebut
dengan agency conflict. Terjadi konflik diantara para pemegang saham dan
manajer dikarenakan adanya perlakuan dari manajer dalam mengambil
keputusannya yang mengutamakan kepentingan pribadi. Karena apa yang
dilakukan manajer tersebut menambah biaya bagi perusahaan sehingga
memberikan dampak penurunan keuntungan perusahaan yang berpengaruh juga
terhadap harga saham dan menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling,
1976 dalam Reny dan Denies, 2012).
Konflik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut
dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme
Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi
timbulnya biaya tersebut adalah dengan penerapan Good Corporate Governance
yang baik dalam perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance dalam
perusahaan dapat dilakukan dengan mengatur Jumlah kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional(Haruman, 2008).
Dengan kepemilikan saham oleh manajerial, diharapkan manajer akan
bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerja dan nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan
(Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Menurut Ross et al (dikutip dari Siallagan dan Machfoedz, 2006)
menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan
maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya
untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.
Struktur kepemilikan lain yaitu kepemilikan institusional, dimana
umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan
dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya
untuk memonitor manajemen (Faizal, 2004). Semakin besar kepemilikan
institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan
juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham pada akhir
tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain (Tarjo,
2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal.
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka dapat mengurangi perilaku
opportunistic dari seorang manajer , sehingga diharapkan dapat meningkatkan
nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Tingginya kepemilikan oleh
institusi akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasaan yang
tinggi dapat meminimalkan tingkat penyelewenggan yang dilakukan oleh pihak
manajemen yang berdampak pada peningkatan nilai perusahaan (Permanasari,
2010).
Bank merupakan lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh
lapisan masyarakat. Fungsi bank merupakan perantara diantara masyarakat yang
membutuhkan dana dengan masyarakat yang kelebihan dana, di samping
menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya (Kasmir, 2004:3).
Pada tahun 1997 sampai tahun 2000 merupakan kehancuran dunia
perbankan di Indonesia. Puluhan bank dilikuidasi, dibubarkan, dan merger akibat
salah dalam pengelolaannya. Hancurnya dunia perbankan merupakan salah satu
Besarnya peranan yang dimiliki oleh perbankan dalam memperlancar
perekonomian suatu negara, maka sangat dibutuhkan suatu tata kelola perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) dalam pengelolaan perbankan agar
dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan untuk meminimalisir
resiko kegiatan usaha perbankan yang kian beragam serta untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional yang sudah mulai
menurun (Tarigan, 2010)..
Contoh kasus buruknya penerapan good corporate governance dalam
industri perbankan Indonesia pada kasus Bank Century yang sekarang berganti
nama menjadi Bank Mutiara, dimana bank tersebut harus diambil ahli LPS
(Lembaga Penjamin Simpanan) dan ditetapkan sebagai bank gagal pada tahun
2008 akibat banyak kredit yang bermasalah yang dimiliki bank tersebut.
(Permatasary dan Novitasary, 2014).
Tata kelola perusahaan yang buruk akan memberikan dampak negatif pada
perusahaan, maka fenomena Good Corporate Governance dalam pengendalian
suatu perusahaan menjadi standar yang dibakukan pemerintah dan untuk
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan bergantung pada
penerapan GCG yang baik dalam manajemen perusahaan.
Nilai perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh Good Corporate
Governance. Adanya faktor lain yang mempengaruhi nilai perusahaan yaitu
pengungkapan aktivitas dari Corporate Social Responsibility (CSR) (Untung,
tanggung jawab kepada pemegang saham (stakeholders) untuk memperoleh
keuntungan maksimal, tetapi perusahaan juga harus memiliki tanggung jawab
sosial terhadap stakeholders di lingkungan tempat perusahaan bekerja.
Menurut Robbins (2010:127) Corporate Social Responsibility adalah
sebuah intens bisnis, melampaui kewajiban legal dan ekonomi, untuk melakukan
hal yang benar dan bertindak dengan cara yang baik bagi masyarakat. Tujuan
dalam melakukan bisnis tidak hanya untuk mencari profit saja, tetapi menjaga
lingkungan sekitar juga menjadi tujuan dalam melakukan bisnis.
CSR merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Di
Indonesia praktik CSR sudah semakin berkembang ditunjukan dengan antara lain
dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menjelaskan bahwa perseroan / perusahaan dalam menjalankan kegiataan
usahanya di bidang sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan (Untung, 2014:1).
Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya pada
perusahaan industri yang menghasilkan dampak negatif pada lingkungan dan
masyarakat, tetapi juga sektor-sektor lain seperti: jasa, asuransi, komunikasi,
lembaga keuangan bank dan bukan bank (Djogo, 2005). Sesuai Undang-Undang
Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004 Sektor perbankan diharapkan tidak hanya
melaksanakan tugas-tugas utama perbankannya melainkan juga diminta untuk
tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan sebagai wujud corporate social
dapat diartikan sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam
sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi
dan komunitas
Hal itulah yang mendorong beberapa bank di Indonesia untuk
melaksanakan berbagai progam atau kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan
sosialnya. Seperti misalnya, Bank Indonesia yang membuat tema progam CSR
yang direfleksikan dalam slogan : BI- COMMUNICATE – Ecosystem, Small
Medium Enterprise, dan Education for People. Yang memiliki tujuan untuk : 1)
meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat ekonomi
menengah dan kecil; 2) membantu progam Pemerintah dalam menyiapkan sumber
daya manusia yang unggul dan berkualitas serta mampu berkompetisi dengan
SDM asing; 3) meningkatkan dan memelihara ekosistem melalui kerja sama
dengan segenap masyarakat
berbagai kegiatan sosial sebagai wujud pelaksanaan CSR dengan Slogan “BNI
Berbagi”. Misalnya : “Friendship Schools Renovation”- progam renovasi 26
sekolah di seluruh indonesia; bazar dan distrinusi sembako; sumbangan 200.000
buku oleh semua kantor cabang BNI; “BNI Corner Progamme” di 10 kampus;
“BNI Charity Visit”- Progam kunjungan BNI ke sekolah-sekolah dasar di
Indonesia
Pelaksanaan CSR akan berdampak pada kesinambungan dari perusahaan.
Dengan diterapkannya CSR maka pelanggan akan semakin banyak sehingga
memberikan dampak peningkatan pada penjualan dan keuntungan juga semakin
perusahaan. Oleh karena itu, peranan CSR dalam perusahaan sangat penting
dalam membantu meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari
bertambahnya jumlah pelanggan dan juga penjualan yang meningkat dengan
dilakukannya aktivitas sosial di lingkungan masyarakat (Untung, 2014: 22).
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini berjudul “Analisis
pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional serta Pengungkapan Corporate Social Responsibilty (CSR) terhadap Nilai Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang
hendak diteliti dalam peneltian ini adalah : “Apakah GCG yang diproksikan pada
Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional dan CSR berpengaruh
terhadap Nilai Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia ?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Peneltian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris
terhadap :
1. Pengujian pengaruh good corporate governance terhadap nilai
2. Pengujian pengaruh pengungkapan corporate social responsibility
terhadap nilai perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan, sebagai bahan petimbangan untuk melakukan
kegiatan pengungkapan Good Corporate Governace dan Corporate Social
Responsibility untuk meningkatkan nilai perusahaan.
2. Bagi investor (pemegang saham), sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam memilih perusahaan yang bonafit untuk berinvestasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai referensi untuk penyempurnaan
penelitian selanjutnya yang bersifat sejenis, serta memberikan wawasan
yang luas tentang Corporate Governance dan CorporateSocial