• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu berperan menjadi instrumen demokrasi yang mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan aspirasinya dan disalurkan melalui wadah partai politik. Proses Pemilu memiliki makna dan arti penting sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara Indonesia yang demokratis. Karena ciri dari negara demokrasi ialah adanya pemilihan umum dan dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang baik.

Pemilu bukan hanya mencerminkan kedaulatan rakyat, tetapi lebih dari pada itu dimana warga negara melalui hak mereka turun serta berpartisipasi didalam proses politik kenegaraan. Wujud keterlibatan masyarakat dalam Pemilu yakni merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu.1 Dalam sistem demokrasi modern saat ini, keterwakilan dan akutabilitas politik didalam suatu pemilihan umum menjadi indikator yang penting untuk melihat berjalannya proses demokrasi tersebut. Ukuran dan kompleksitas dari negara modern telah mengharuskan dilaksanakannya pemilihan umum yang menggambarkan bentuk dari kebebasan masyarakat dalam menentukan wakil mereka diparlemen.

Pemilu menjadi langkah awal dalam menentukan arah kepemimpinan suatu negara, hal ini disebabkan karena pemerintahan demokrasi mengusung azaz kepemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilu juga selalu dikaitkan dengan konsep demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung yang berarti keikut-sertaan rakyat di dalam pemerintahan. Hal tersebut dilakukan

1Surbakti Ramlan. Rekayasa Sistem Pemilihan Umum Untuk Pembangunan Tata Politik

(2)

oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih sendiri oleh rakyat secara langsung sehingga hasil Pemilu merupakan gambaran dari konfigurasi aliran-aliran politik ataupun aspirasi politik yang hidup ditengah-tengah lapisan masyarakat.

Konsekuensinya adalah masuknya konsep representasi (perwakilan) yang menjadi bagian dari demokrasi secara utuh. Hal ini juga terkait dengan tuntutan demokrasi itu sendiri, demokrasi menuntut adanya sistem perwakilan yang memungkinkan semua kelompok masyarakat terwakili. Amanat konstitusi tersebut adalah untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar diseluruh kepulauan nusantara serta memiliki kompleksitas nasional, menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Desain sistem Pemilu yang baik merupakan sistem yang secara langsung mampu merefleksikan preferensi politik dari pada pemilih melalui hasil Pemilu yang demokratis. Dengan Pemilu yang dilaksanakan secara demokratis, anggota legislatif yang terpilih baik di tingkat Nasional maupun di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan hasil dari konsep keterwakilan dalam demokrasi tersebut. Penyelenggaraan Pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam menciptakan konsep keterwakilan masyarakat diparlemen dan memiliki peran untuk menghasilkan legislator yang benar-benar mendekati kehendak rakyat serta merupakan salah satu sarana yang sah dalam mendapatkan legitimasi kekuasaan yang berdasarkan konstitusi hukum.2

Terlepas dari sejarah demokrasi pada awal mekanisme Pemilihan Umum tahun 1999, maka ditetapkan lah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai suatu lembaga institusi yang independen dan mempunyai kewenangan khusus dalam perihal penyelenggaraan Pemilu di Indonesia berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011. Undang-Undang ini dibuat merupakan bentuk penyempurnaan struktur penyelenggaraan Pemilu itu sendiri. Penyelenggara Pemilu dimaksudkan untuk

2

(3)

lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pemilihan umum secara demoratis dan komprehensif. KPU berperan sebagai juri sekaligus pelaksana Pemilu dalam kompetisi demokrasi khususnya diwilayah teritorial suatu daerah utuk memunculkan seorang legislator yang memang betul-betul dikehendaki oleh masyarakat, dan merupakan wadah dari keterwakilan yang memegang amanat dan tanggung jawab aspirasi rakyat dalam memperjuangkan tuntutan-tuntutan masyarakat didaerahnya.

Berdasarkan ketetapan UUD Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 4 Ayat 2 KPU Sumatera Utara mewakili daerah Provinsi, merupakan salah satu penyelenggara Pemilu daerah dan memiliki wewenang dalam melakukan tugasnya sebagai pelaksana pemilihan umum anggota legislatif.3Didalam Pemilu khususnya Pemilu legislatif, terdapat beberapa mekanisme yang diatur dan ditetapkan KPU sebagai persyaratan yang harus dituruti dalam perihal pendafaran calon anggota legislatif. Persyaratan ini merupakan suatu bentuk proses pendafaran untuk menjadi calon anggota legislatif yang diusung oleh partai peserta Pemilu sesuai dengan peraturan KPU Nomor 07 Tahun 2013 tentang pedoman teknis, tata cara pendafataran, verifikasi, dan penetapan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh KPU Sumatera Utara merupakan dasar yang amat penting dalam menyaring calon legislatif (caleg) yang mempunyai kapabilitas dalam mewakili aspirasi masyarakat didaerah.

Proses verifikasi mempunyai peranannya tersendiri didalam rangkaian tahapan Pemilu. Persyaratan yang diajukan merupakan bentuk dari keharusan yang dilakukan seorang calon legislatif sebagai kontestan Pemilu. Hal ini merupakan bentuk legalitas seorang calon legislatif untuk mengikuti Pemilu legislatif. Pelaksanaan proses verifikasi ditujukan untuk menciptakan unsur persyaratan yang sesuai berdasarkan peraturan dan ketetapan yang telah ditentukan oleh KPU sebagai bentuk dari mekanisme tata cara pendaftaran caleg untuk mengikuti proses pemilu legislatif pada tahun 2014.

3

(4)

Didalam teknis pelaksanaannya, proses verifikasi terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu verifikasi administratif dan faktual. Pada pelaksanaan verifikasi administratif KPU bertugas untuk memeriksa data persyaratan yang diajukan oleh para calon anggota legislatif meliputi kebenaran serta kelengkapan data yang diisi oleh para caleg secara akurat dan akuntabel. Sedangkan dalam proses verifikasi faktual, yaitu merupakan bentuk tindak-lanjut dari verifikasi administratif yang berupa pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan KPU dengan terjun langsung kelapangan melakukan pengecekan kebenaran data. Dalam proses verifikasi faktual ini KPU melibatkan pihak atau lembaga lainnya yang merupakan bentuk dari kerja sama dalam proses pelaksanaan tahapan verifikasi.

KPU pada proses verifikasi mempunyai peranan dalam menciptakan proses birokrasi yang efektif dan tepat sasaran, serta berpedoman pada azaz jujur dan adil yang merupakan bentuk dari transparansi kegiatan selama pelaksanaan proses verifikasi itu berlangsung. Verifikasi calon anggota DPRD yang dilakukan KPU sebagai petugas penyelenggara Pemilu dalam perihal kerjanya sangat membutuhkan kecermatan, ketelelitian serta keterbukaan. Kecermatan dalam proses verifikasi ini merupakan suatu hal yang perlu dilakukan dalam pemilahan dan pemeriksaan data yang diajukan Parpol sebagai kontestan Pemilu. Data yang diajukan kemudian diteliti kebenaran serta kelengkapannya sebagai prasyarat pendaftaran sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan keterbukaan adalah menjadi prinsip KPU dalam seluruh rangkaian proses pencalonan, sejak masa pendaftaran, penetapan Daftar Calon Sementara (DCS), masa perbaikan, hingga penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) dimata publik.

(5)

kebenarannya. Proses pemeriksaan kebenaran data persyaratan mempunyai peranan dalam menciptakan unsur birokrasi yang murni dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan dan kewenangan suatu lembaga. Termasuk juga menjauhkan kelembagaan tersebut dari unsur kecurangan yang bisa berdampak pada kurangnya tingkat kepercayaan publik akan suatu instansi atau kelembagaan.

Timbulnya berbagai persepsi negatif mengenai penilaian kinerja proses verifikasi ini diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat dalam proses pengerjaan verifikasi, terutama pada proses pengecekan keabsahan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi yang dianggap cendrung menyimpang dari konteks pelaksanaanya. Pasalnya, dalam proses tersebut rawan kecurangan dan manipulasi data. Selain dari pada itu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh pihak yang terlibat dalam proses tersebut juga perlu mendapat perhatian khusus. Sebab dikhawatirkan, tenaga kerja yang dipergunakan kurang mempunyai pemahaman khusus dalam melakukan proses verifikasi berkas pencalonan tersebut mulai dari verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual.

Karena alasan diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah kinerja KPU khususnya KPU Sumatera Utara dalam proses verifikasi pendaftaran calon anggota legislatif. Peneliti melihat berbagai alasan yang sangat objektif, dimana mekanisme verifikasi yang dilakukan KPU dalam menentukan BCAL (Bakal Calon Anggota Legislatif) merupakan dasar hal yang paling penting untuk menciptakan calon-calon anggota legislatif yang mempunyai kapabilitas dalam memimpin masyarakat yang diwakilinya. Pelaksanaan kinerja KPU dalam tahap verifikasi harus dilakukan secara maksimal, karena merupakan salah aspek penting yang dapat menentukan seorang calon aparatur bisa mendapatkan legitimasi secara sah atau tidak sebagai peserta Pemilu khususnya pada Pemilu legislatif. Serta juga sebagai upaya menanggapi opini publik yang secara tidak langsung timbul akibat seringnya terjadi indikasi kecurangan dalam proses persyaratan pencalonan.

(6)

para caleg, ketidak-lengkapan berkas yang diisi para caleg, serta kurang responsifnya Parpol dalam mengintegrasikan keputusan-keputusan KPU perihal pemenuhan data calon yang ditetapkan partai di beberapa Kabupaten/Kota. Hal ini menjadi salah satu kendala yang dihadapi KPU Provinsi Sumatera Utara baik di KPU daerah manapun dalam melakukan verifikasi calon anggota legislatif tingkat daerah. Selain dari pada itu, aturan-aturan syarat pencalonan dan teknis verifikasi juga cenderung menimbulkan multitafsir. Seperti misalnya pihak mana saja yang ikut terkait dalam melakukan kerja sama dalam melakukan proses kinerja verifikasi, juga tanggapan masyarakat terhadap beberapa calon banyak yang berindikasi merekayasa data yang berkaitan dengan administrasi pencalonan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan gambaran dari latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini akan ditujukan untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana mekanisme kinerja yang dilakukan KPU Sumatera Utara dalam proses verifikasi calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tahun 2014 ?

(7)

1.3 Pembatasan Masalah

Pentingnya pembatasan masalah dibuat adalah agar masalah yang diteliti oleh penulis menjadi jelas, terarah, serta konsisten. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: Hanya akan membahas tentang proses verifikasi yang dilakukan KPU Sumatera Utara terhadap calon anggota legislatif pada Pemilu yang berlangsung pada tahun 2014.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui mekanisme kerja yang dilakukan KPU Sumatera Utara dalam menjalankan proses verifikasi data calon anggota legislatif pada Pemilu legislatif tahun 2014.

2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan KPU Sumatera Utara dalam menjawab kecurigaan masyarakat mengenai mekanisme pencalonan anggota legislatif pada pemilu legislatif tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dapat memperkaya khasanah terhadap jenis penelitian yang sama.

2. Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja aparatur pemerintah khususnya komisi pemilihan umum dalam mewujudkan sistem penyaringan calon anggota legislatif kearah yang lebih baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(8)

1.6 Kerangka Teori

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan darimana peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian dapat lebih sistematis. Teori menurut FN Karlinger adalah sebuah konsep atau konstruksi pemikiran yang berhubungan satu dengan yang lain berdasarkan pandangan berfikir, serta merupakan pisau analisis penelitian dalam melihat suatu gejala atau fenomena yang terjadi.4 Teori menurut Masri Singarimbun adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.5

Menurut definisi ini, teori mengandung tiga hal, yaitu:6

- Pertama, teori adalah serangkaian proposisi atau konsep yang

berhubungan.

- Kedua, teori adalah menerangkan secara sistematis suatu fenomena dengan

cara menentukan hubungan antar konsep.

- Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dan cara menentukan konsep

mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.

Adapun teori-teori yang penulis gunakan dalam menjawab masalah dalam penelitian ini adalah:

4

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Reina Cipta, 1997, Hal. 20

5

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei, Jakarta: 1989. LP3ES, Hal 37

6

(9)

1.6.1 Teori Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dariperformance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “hasil kerja”, atau “prestasi”. Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Suyadi Prawirosentono mendefinisikan kinerja yaitu sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Sedangkan Bastian Noggi mengemukakan definisi kinerja yaitu sebagai sebuah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi tersebut dan seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. Bernardin dan Russel memberikan pengertian Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu (performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period).7

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu pencapaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Sehingga dapat dipahami bahwa kinerja organisasi ditentukan dari seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksana tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki berdasarkan program, kebijakan, serta visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melakukan kajian secara lebih mendalam tentang faktor-faktor

7

(10)

yang mempengaruhi efektivitas kinerja, maka perlu melihat beberapa indikator pendekatan untuk memahami tolak ukur pencapaian hasil kerja yang dilakukan. Adapun indikator penilaian untuk mengukur pendekatan kinerja tersebut adalah sebagai berikut :8

1. Profesionalitas

Suatu organisasi dituntun professional, baik dalam segi kualitas sumber daya manusianya serta mempunyai landasan kerja guna menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif. Kemampuan seseorang atau kelompok merupakan faktor penting dalam mekanisme kerja yang prosesional guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai. Profesionalitas juga menuntut adanya landasan hukum atau peraturan yang menjadikan tugas dan fungsi organisasi itu bergerak sesuai dengan ketentuan organisasi.

2. Progresifitas

Progresifitas merupakan bentuk dari komitmen ataupun keseriusan dalam menjalankan program yang dikerjakan. Komitmen yang tinggi sangat berpengaruh terhadap kefektivitas kinerja, karna merupakan bentuk dari keseriusan dan usaha melakukan pekerjaannya secara tepat dan benar.

3. Responsivitas

Responsivitas dalam ruang lingkup birokrasi erat kaitannya dengan pengembangan pelayanan publik. Hal ini disebabkan karena birokrasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan dengan organisasi swasta. Responsivitas juga berkaitan dengan perihal interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berberapa pihak ataupun masyarakat dalam mekanisme kinerja.

8

(11)

4. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan suatu ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian pengerjaan yang dilakukan suatu lembaga atau organisasi. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi dengan tujuan penilaian kinerja merupakan suatu bentuk penyesuaian dari seluruh rangkaian kerja secara terstruktur dari awal sampai dengan akhir.

Kegunaan penilaian kinerja adalah :9

1. Menilai kualitas, kuantitas dan efisiensi pelayanan 2. Memotivasi birokrat pelaksana

3. Memonitor para kontraktor 4. Melakukan penyesuaian anggaran

5. Mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani

6. Menunutun perbaikan dalam pelayanan publik

Penyebab kesulitan dalam pengukuran kinerja adalah :

1. Tujuan dan misi organisasi pelayanan publik sangat kabur bersifat multidimensional

2. Stakeholders(pengambil kebijakan) jauh lebih banyak dan komplek dari pada organisasi swasta

3. Stakeholderssering kali memiliki kepentingan yang berbenturan antara satu dengan yang lainnya.

9

(12)

1.6.2 Teori Birokrasi

Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintahan. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa inggris secara umum, birokrasi disebut juga dengan public

service.Fungsi pokok yang ada dalam birokrasi adalah untuk

mengimplementasikan atau “excecute law and policy“. Oleh Sebab itu terkadang birokrasi itu sebagai “the administration” sementara itu bagi eksekutif disebut dengan istilah “government”.

Menurut Max Weber Birokrasi merupakan suatu bentuk tatanan dalam hal kinerja. Penetapan tujuan dan perancangan serta bentuk dari tindakan kinerja tersebut pada umumnya mempunyai kewenangannya tersendiri yang berasal dari beberapa unsur peraturan, prosedur, dan peranan yang dituliskan secara jelas mengenai intensitas kerja pengelola objek birokrasi itu sendiri berdasarkan ketentuan yang berlaku agar tujuan kinerja itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Birokrasi pada pandangan Max Weber ini memfokuskan pada perihal instrument teknis dari kinerja birokrasi pemerintah guna mewujudkan pelayanan publik yang baik.10

Gagasan Birokrasi Weber yang dikutip Rahman mengemukakan ciri-ciri utama struktur birokrasi adalah :11

1. Prinsip Pembagian Kerja.

Kegiatan-kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dibagi dalam cara-cara tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Dengan adanya prinsip pembagian kerja yang jelas ini dimungkinkan pelaksanaan perkejaan oleh tenaga-tenaga spesialisasi dalam setiap jabatan, sehingga pekerjaan akan dapat dilaksanakan dengan tanggungjawab penuh dan efektif.

10

Ferdinan Kerebungu,Teori Sosial Makro, Malang: 2008, Wineka Media Hal.51 11

(13)

2. Aturan dan Prosedur

Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada suatu system peraturan yang konsisten. Sistem standar tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat pada jumlah orang yang terlibat didalamnya.

3. Transparansi

Keterbukaan dalam pengolahan data adalah hal yang paling efektif dalam menghindari kecurigaan yang terjadi akibat tidak adanya akses dalam daya olah data. Transparansi pada hakikatnya merupakan bentuk dari penjabaran data secara terbuka dan transparan bagi siapa saja yang ingin melakukan pengecekan pada pendataan tersebut. Hal ini dilakukan guna terciptanya unsur saling percaya-mempercayai antar substansi atau perseorangan.

4. Prinsip Netral

Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban dalam semangat formal (formalistic impersonality), artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati. Dalam prinsip ini, seorang pejabat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya terlepas dari pandangan yang bersifat pribadi. Dengan menghilangkan pertimbangan yang bersifat pribadi dalam urusan jabatan, berarti suatu pra kondisi untuk bersikap tidak memihak dan juga untuk efesiensi.

5. Birokrasi Murni

(14)

1.7. Alur Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1

Alur Kerangka Pemikiran

Sumber : diolah oleh Peneliti, Tahun 2015

Kinerja KPU Provinsi

Sumatera Utara

Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera

Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

Tolak Ukur Kinerja KPU Sumatera Utara dalam Proses Verifikasi Calon Anggota Legislatif 2014

1. Profesionalitas KPU Provinsi Sumatera Utara a. Kualitas Sumber Daya Manusia

b. Peraturan Dan Perundang-Undangan 2. Progresifitas KPU Provinsi Sumatera Utara

a. Mekanisme Pelaksanaan Kinerja b. Tanggung Jawab Kinerja

3. Responsibilitas KPU Provinsi Sumatera Utara b. Interaksi dan Konsolidasi

4. Akuntabilitas KPU Provinsi Sumatera Utara a. Tingkat Kesesuaian Data

Terwujudnya Kinerja KPU Provinsi Sumatera Utara

Birokrasi Murni Aturan dan

Prosedur Pembagian

Kerja

Prinsip Netral Transparansi Teknis Kinerja Tindakan KPU dalammengatasi kecurigaan

(15)

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif adalah penelitian yang mempelajari suatu gejala atau realita sosial dan mencoba menemukan suatu pemahaman akan interpretasi atau makna terhadap gejala tersebut.12 Penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menguji sebuah hipotesis, dan penelitian ini bersifat alamiah (natural setting), artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi data apapun ataupun melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu, namun peneliti berusaha untuk memahami proses dari mekanisme objek yang diteliti sebagai mana adanya.

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analitis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa dan fakta yang sedang berlangsung ataupun sudah terjadi. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.13 Metode deskriptif ini digunakan untuk mengeksplorasi data, menjelaskan, dan menggambarkan kinerja serta proses yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam hal verifikasi administrasi data serta verifikasi faktual calon anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara.

12

Jane Ritchie and Jane Lewis,Qualitative Research Practice: A Guide for Social Scoence Students

and Researcher, London: SAGE Publication Ltd, 2003,hal, 109

13

Hadari Nawawi,Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: 2003, Gajah Mada University Press Hal

(16)

1.8.2 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Bagong Suyanto, dalam suatu penelitian kualitatif ada tiga macam atau teknik dalam mengumpulkan data, yakni14:

1. Wawancara terbuka

Data yang diperoleh merupakan kutipan langsung dari orang-orang yang berpengalaman dan berpengetahuan dibidangnya.

2. Observasi langsung

Proses pengumpulan data dengan turun langsung ke lapangan serta ikut terlibat dalam proses yang tengah dialami subjek penelitian.

3. Kepustakaan

Data yang didapat dari tinjauan pustaka (Library Research), yaitu dengan mempelajari jurnal-jurnal, laporan penelitian, dokumen lembaga, buku-buku, dan document yang relevan untuk data yang dibutuhkan pada penelitian, data juga diperoleh dari browsing dan clipping print yaitu untuk pencarian bahan yang lengkap penulis menggunakan media elektronik/internet.

1.8.3 Teknik Analisis Data

Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa berdasarkan data yang ada yang kemudian merunutkan-nya menjadi sebuah proses mekanisme kerja yang sistematis dan dibantu juga oleh tabulasi pendataan yang memudahkan pembaca untuk memahami struktur hasil dari mekanisme kerja yang dimaksud, sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

14

(17)

1.9. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : SEJARAH KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

Bab ini menyajikan tentang gambaran umum mengenai sejarah terbentuknya Komisi Pemilihan Umum di Indonesia Pasca Demokrasi Terpimpin sampai dengan pada masa sekarang, dan membahas mengenai profil KPU Sumatera Utara.

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta-fakta yang diperoleh dari lembaga yang diteliti termasuk juga informasi dari narasumber, surat kabar, media elektronik dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dari fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Gambar

Gambar 1.1Alur Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Raya Kompleks Perkantoran Tubei- Lebong website :

Sehubungan dengan penyelesaian Tugas Akhir Skripsi yang sedang saya lakukan pada progam studiPendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan,

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian. Organisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pembelajaran berbasis alam TK Alam Alfa Kids yang dikemas dalam bingkai kontekstual lingkungan dengan beberapa pendekatan seperti

Hasil kajian juga menunjukkan bahawa terdapat hubungan positif yang signifikan di antara efikasi-kendiri guru dengan persepsi guru terhadap amalan kepemimpinan

tergo'hong cukup memadai... Wiersma, William and dtephen

Kelima , skripsi dari Kurnia Fajrianti dengan judul “Analisis Semiotika Program Acara Provocative Proactive di Metro TV Episode Indonesia S.O.S (Save Our

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa secara konseptual yang yang dimaksud dengan Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Program Pendisiplinan Shalat Lima Waktu