LAPORAN
PRAKTIKUM KHUSUS OPERASI TEKNIK KIMIA
PENGARUH LAJU UDARA TERHADAP LAJU PENYUBLIMAN
ZAT PADAT
Disusun oleh:
Daniel Christianto Setyo Prihangkoso NIM. 14/363234/TK/41412
Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc. NIP. 19610306 198503 2 001
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LAPORAN PRAKTIKUM KHUSUS OPERASI TEKNIK KIMIA
PENGARUH LAJU UDARA TERHADAP LAJU PENYUBLIMAN
ZAT PADAT
Disusun oleh :
Nama NIM Tanda tangan
Daniel Christianto Setyo P. 14/363497/TK/41613
Yogyakarta, 26 Mei 2017 Asisten 1,
Aulia Azka Januartrika 13/348223/TK/40834
Dosen Pembimbing Praktikum,
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc. NIP. 19610306 198503 2 001
Asisten 2,
M. Noor Ridho Aji 13/348346/TK/40892
Koordinator Praktikum OTK,
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Judul Percobaan ... 1
B. Latar Belakang ... 1
C. Tujuan Percobaan ... 1
D. Tinjauan Pustaka ... 2
BAB IIPELAKSANAAN PERCOBAAN ... 6
A. Bahan Percobaan ... 6
B. Rangkaian Alat Percobaan ... 6
C. Cara Kerja ... 6
BAB III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ... 10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 13
A. Kesimpulan ... 13
B. Saran ... 13
BAB V DAFTAR PUSTAKA ... 14
BAB VILAMPIRAN ... 15
A. Data Percobaan ... 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Pengaruh Laju Udara terhadap Laju Penyubliman Zat Padat
B. Latar Belakang
Peristiwa sublimasi yang mengakibatkan berpindahnya massa dari fase padat menuju fase gas merupakan salah satu mekanisme yang dimanfaatkan sebagai dasar suatu proses dalam industri kimia, salah satunya proses pemisahan. Contoh klasik dari sublimasi adalah pada proses pembuatan kapur barus, di mana campuran kapur barus dan arang dipanaskan sehingga sebagian besar massa kapur barus tertransfer ke fase gas, kemudian dengan pendinginan kapur barus akan didapatkan kembali dalam fase padatnya. Tidak hanya pada proses pemisahan, contoh yang lain adalah pada dry ice
(karbon dioksida padat) yang dimanfaatkan sebagai media pendingin yang dapat berubah wujud langsung dari fase padat menjadi fase gas melalui mekanisme sublimasi. Pemahaman konsep mengenai sublimasi dan faktor-faktor yang berhubungan erat dengannya mempengaruhi keberhasilan desain dan kontrol proses yang akan dijalankan yang berkaitan dengan mekanisme sublimasi. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap sublimasi. Pada periode awal, penelitian memfokuskan pada analisis efek dari struktur permukaan bahan terhadap sublimasi. Setelah itu, fokus lebih kepada pengembangan dari sisi modeling dan pembuktiannya secara eksperimental.
Salah satu faktor yang mempengaruhi peristiwa sublimasi adalah kecepatan alir udara di permukaan bahan yang menyublim. Sifat-sifat aliran baik laminar, transisi, maupun turbulen yang bergantumg pada kecepatan aliran mempengaruhi laju transfer massa dari permukaan padatan ke udara. Penelitian ini bertujuan memahami pengaruh tersebut sehingga didapat hubungan antara kecepatan sublimasi dan parameter laju alir udara. Dengan menggunakan bahan naftalena, diharapkan pengaruh laju alir udara terhadap laju pengurangan massa naftalena dapat dijadikan model hubungan antara kecepatan sublimasi secara umum dengan laju alir udara.
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh kecepatan laju alir udara terhadap kecepatan sublimasi naftalena.
2
D. Tinjauan Pustaka
Perpindahan massa diibaratkan sebagai perpindahan fluks dari satu tempat ke tempat tertentu, salah satu bentuk dari transfer massa adalah sublimasi. Sublimasi adalah proses perubahan wujud zat dari padat ke gas atau dari gas ke padat. Peristiwa sublimasi ini dengan mudah diamati di sekitar kehidupan manusia, yaitu sublimasi gas belerang pada kawah gunung berapi, sublimasi kapur barus, dan lain-lain. Selain itu, sublimasi juga banyak diaplikasikan di dunia industri khususnya pada pemurnian campuran. Salah satu bahan yang mengalami proses sublimasi adalah naftalena.
Naftalena dapat menyebabkan iritasi dan korosif. Tetapi karena bahan terkandung dalam kapur barus tidak semuanya mengandung naftalena, bahan tersebut dikategorikan aman. Tetapi, untuk perhitungan tekanan jenuh, diasumsikan memakai bahan naftalena.
Gambar 1. Struktur Kimia Naftalena
Sifat-sifat fisis dari naftalena dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Daftar I. Sifat-sifat Fisis Naftalena
Rumus senyawa C10H8
Berat molekul 128,17 gram/mol Titik leleh 80,2 oC
Entalpi sublimasi 70,36 kJ/mol Suhu kritis 472,5 oC
Tekanan kritis 51 bar
Volume kritis 4,13 x 10-4 m3/mol
Densitas cairan (pada 1,01325 bar)
• Pada suhu 80,23 oC 0,978 kg/m3 • Pada suhu 120 oC 0,946 kg/m3 • Pada suhu 130 oC 0,938 kg/m3
Konduktivitas termal padatan 0,333 W/(m.K) Densitas padatan (pada suhu 20 ℃) 1.175,0 kg/m3
3 Transfer Massa dari Padat Menuju Gas
Gambar 2. Skema Transfer Massa dari Padat Menuju Gas
Kecepatan perpindahan solut (dalam hal ini yaitu naftalena) adalah sebagai berikut:
N
A= k
c(C
AS− C
A)
(1)dengan NA = kecepatan perpindahan solut, kg/s.m2
kc = koefisien transfer massa, m/s
CAS = konsentrasi A jenuh, mol
CA = konsentrasi A di badan utama gas, mol
Neraca massa naftalena
Gambar 3. Skema Neraca Massa Naftalena Laju massa masuk − laju massa keluar = laju massa akumulasi
kC (CAS− CA) A = dndt
(2)
dengan CA = konsentrasi zat padat pada sekitar, gmol/cm3
CAs = konsentrasi zat jenuh pada interface, mol/m3
4
dn
dt = kecepatan zat padat yang hilang setiap saat, gmol/(cm 3.s)
Dianggap nilai CA = 0, karena konsentrasi naftalena di udara tidak ada.
kC CAs A = dndt
kCCAs A BM =dmdt (3)
Nilai dari CAs dapat dihitung dengan persamaan gas ideal.
PAs. V = nAs. R. T
Kondisi suhu dijaga konstan T = 28 °C = 301 K. Dalam percobaan ini, digunakan kapur barus. Kapur barus dapat diasumsikan bahan yang digunakan naftalena. Nilai PAs
dapat ditentukan melalui persamaan Antoine (Elliot & Lira, 1999) sebagai berikut:
log P = A −T+CB (5)
dengan A = 8,62233 B = 2165,72 C = 198,284 T = suhu udara, oC
P = tekanan naftalena jenuh, mmHg
Hubungan antara kecepatan alir gas udara dengan fungsi kc dapat dihubungkan melalui kelompok tak berdimensi (KTD), yakni terdiri dari bilangan Sherwood, bilangan Reynolds, dan bilangan Schmidt.
5
DAB = koefisien difusivitas, m2/s
μu = viskositas udara, kg/m/s
μn = viskositas naftalena, kg/m/s
ρn = massa jenis naftalena, kg/m3
ρu = massa jenis udara, kg/m3
v = kecepatan aliran udara, m/s
Sehingga, persamaan kelompok tak berdimensi menjadi
kC Dp
DAB = k1(
ρuv Dp
μu )
c1
( μn
ρn DAB)
c2 (10)
6
BAB II
PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Bola naftalena Swallow produksi PT. Suryamas Mentari, Jakarta; 2. Kawat
B. Rangkaian Alat Percobaan
Gambar 4. Rangkaian Alat Penyubliman Padatan
C. Cara Kerja
1. Penimbangan naftalena
Berat gelas arloji diukur dengan neraca analitis digital, kemudian berat kosongnya dicatat. Satu bola naftalena ditaruh ke atas gelas arloji, kemudian diukur beratnya. Dengan demikian, dapat diperoleh berat mula-mula naftalena.
2. Pengukuran diameter awal
Diameter bola naftalena diukur dengan menggunakan jangka sorong, kemudian hasil pengukurannya dicatat. Hal yang sama juga dilakukan untuk tabung (diameter dalam) dan selang fluida.
3. Pengaliran udara untuk sublimasi naftalena
Botol besar harus dipastikan berisi air yang cukup untuk menggelembungkan udara. Bola naftalena digantung/diikat pada tali yang sudah dipasang dengan kayu atau
7 statif, kemudian diatur supaya bola naftalena ada di dalam tabung. Kran kompresor dibuka, kemudian laju udara masuk tabung diatur hingga beda tinggi cairan manometer sebesar 4,0 cm. Ketika beda tinggi cairan manometer telah mencapai 4,0 cm, proses pengaliran udara dimulai. Proses pengaliran udara ditunggu hingga t = 10 menit. Kompresor udara dimatikan, lalu bola naftalena diambil dan ditimbang kembali pada gelas arloji dengan neraca analitis digital. Langkah yang sama diulangi selama 5 kali, sehingga didapatkan 5 data untuk satu kecepatan aliran udara yang sama. Bola naftalena digantung/diikat kembali pada tali, kemudian langkah yang sama dilakukan dengan laju udara berbeda, yakni ketika beda tinggi pada manometer sebesar 6,0 cm dan 8,0 cm.
D. Analisis Data
1. Perhitungan konsentrasi naftalena jenuh
Nilai PAS dapat ditentukan melalui persamaan Antoine (Elliot & Lira, 1999) sebagai
berikut:
Konsentrasi uap naftalena dalam keadaan jenuh dihitung dengan persamaan:
C
AS=
PASRT (4)
dengan CAS = konsentrasi uap jenuh naftalena, mol/m3
R = 8,314 m3.Pa/(mol.K) T = suhu udara, K
2. Menghitung nilai koefisien transfer massa Neraca massa naftalena
Laju massa masuk − laju massa keluar = laju massa akumulasi
8 sehingga apabila diketahui bahwa
A = 4πR2
dengan kC = koefisien perpindahan massa, m/s
PAs = tekanan uap jenuh naftalen, atm
BM = berat molekul naftalena = 128,1705 gram/mol mA = massa naftalena, gram
A = luas permukaan naftalen, m2 T = kondisi suhu di lingkungan, K R = 0,0082 L.atm/(mol.K)
Diperoleh lima nilai kc, sehingga nilai kc untuk masing-masing laju alir udara
dihitung dengan persamaan berikut:
kc
̅̅̅ = kc1+kc2+kc3+kc4+kc5
5 (12)
3. Analisis Kelompok Tak Berdimensi (KTD)
Sh = k1 . ScC1 . ReC2 (6)
Bilangan Schmidt konstan karena suhu diasumsikan konstan, sehingga kc merupakan
9
ln kC = k4+ C2. ln (v) (15)
dengan Dp = diameter tabung, m
k1, k2, k3, k4 = konstanta
v = laju alir udara, m/s
μu = viskositas udara, kg/(m.s)
ρu = densitas udara, kg/m3
4. Hubungan Laju Alir Udara dengan Harga kc
Persamaan (15) dapat dianalogikan sebagai
m = p + q. n (9)
dengan m = ln kc
p = k4
q = C2
n = ln (v)
10
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Sublimasi merupakan peristiwa transfer massa dari fase padat ke fase gas. Fenomena ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Difusivitas bahan
Semakin mudah suatu bahan mendifusi ke udara maka laju transfer massanya juga semakin besar.
2. Tekanan uap jenuh bahan
Semakin tinggi tekanan uap jenuh bahan maka laju penyubliman akan semakin besar. 3. Suhu
Secara umum naiknya suhu akan menaikkan tekanan uap jenuh bahan, sehingga juga menaikkan laju transfer massanya.
4. Perbedaan konsentrasi bahan di udara terhadap konsentrasi jenuhnya.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh laju alir udara terhadap laju penyubliman zat padat, dengan menggunakan naftalena. Naftalena dipilih karena nilai difusivitasnya ideal untuk dilakukan pengamatan, artinya tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengetahui perubahan massanya. Percobaan untuk menentukan pengaruh laju alir udara terhadap laju penyubliman zat padat dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Suhu sistem konstan selama percobaan terjaga konstan. 2. Udara merupakan gas ideal.
3. Tekanan udara parsial naftalena di udara sama dengan nol (PA= 0) karena udara yang
disuplai compressor merupakan udara bebas naftalena sehingga konsentrasi naftalena di udara (pada r tak terhingga) sama dengan nol dan naftalena yang menyublim langsung dibuang keluar.
4. Suhu udara dan naftalena dianggap konstan sehingga densitas naftalena dan tekanan uap jenuh naftalena konstan.
5. Tidak ada kesalahan dalam peneraan massa naftalena. Naftalena yang ditimbang dapat kehilangan massa selama proses pemindahan dari alat percobaan ke neraca analitis digital dan sebaliknya.
6. Naftalena yang digunakan merupakan naftalena murni tanpa tambahan zat lainnya. 7. Penyusutan luas permukaan pada naftalena selama penyubliman dapat diabaikan,
sehingga diameter naftalena dianggap tetap.
11 naftalena pada tabung tidak terjadi. Sebuah wadah pendingin juga digunakan untuk menjaga suhu keluar kompresor selalu tetap, dengan demikian pengaruh suhu dapat diabaikan.
Laju penyubliman naftalena direpresentasikan oleh suatu koefisien transfer massa (kc,
m/s) di mana semakin besar nilai kc maka suatu bahan akan lebih cepat menyublim.
Berdasarkan percobaan ini diperoleh nilai kc untuk masing-masing variasi laju alir udara (v)
sebagai berikut:
1) v = 0,0945m/s ; kc = 0,0052m/s
2) v = 0,3261m/s ; kc = 0,0060m/s
3) v = 0,9321m/s ; kc = 0,0068m/s
Berdasarkan data tersebut, dibuat linearisasi persamaan hubungan antara nilai v dan kc
dan dibuat grafik sebagai berikut:
Gambar 5. Hubungan Laju Alir Udara terhadap Laju Penyubliman Zat Padat
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa semakin besar laju alir udara maka nilai koefisien transfer massanya juga semakin besar. Dengan adanya udara yang mengalir secara terus-menerus dan tersirkulasi maka konsentrasi jenuh bahan di udara dapat dihindari sehingga driving force transfer massanya selalu besar. Naiknya laju alir udara juga menyebabkan nilai Bilangan Reynolds menjadi besar, di mana berdasarkan persamaan empirisnya pada persamaan (14) bilangan Reynolds juga sebanding dengan nilai koefisien transfer massanya.
Setelah dilakukan linearisasi diperoleh persamaan hubungan v dan kc sebagai berikut :
ln kc = 0,1186(ln v) − 4,9756
dengan nilai R2 = 0,9999 maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan dari percobaan sudah baik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa aumsi-asumsi yang digunakan pada percobaan ini sudah tepat.
12 Ada beberapa hal yang menyimpang dari teori, yaitu untuk kecepatan yang sama seharusnya semakin lama laju perubahan massanya semakin kecil atau nilai kc-nya
berkurang karena luas transfer massanya yang berkurang akibat diameter semakin kecil. Berdasarkan hasil yang diperoleh, hal itu tidak terjadi di mana nilai kc untuk laju udara yang
13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada percobaan ini adalah:
1. Laju alir udara mempengaruhi kecepatan penyubliman, di mana semakin cepat laju alir udara maka kecepatan penyubliman semakin besar.
2. Nilai koefisien transfer massa untuk masing-masing variasi laju alir udara sebagai berikut:
a) v = 0,0945 m/s ; kC = 0,0052 m/s
b) v = 0,3261 m/s ; kC = 0,0060 m/s
c) v = 0,9321 m/s; kC = 0,0068 m/s
3. Persamaan hubungan antara laju alir udara (v) dan nilai koefisien transfer massa naftalena (kc) adalah sebagai berikut:
ln kc = 0,1186(ln v) − 4,9756
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari percobaan ini adalah:
1. Percobaan selanjutnya dapat dilakukan dengan variasi suhu sehingga dapat digunakan untuk membandingkan faktor apa yang lebih berpengaruh pada kecepatan sublimasi.
2. Dapat dicoba menggunakan bahan selain naftalena sehingga dapat digunakan untuk membandingkan pengaruh laju alir udara terhadap laju penyubliman dua bahan atau lebih yang berbeda.
3. Dapat digunakan kompresor yang mempunyai daya lebih besar sehingga menghasilkan laju alir yang lebih cepat sehingga tidak diperlukan waktu yang lama untuk melakukan percobaan.
14
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G., 1978. “Unit Operations”, pp. 518. CBS, New Delhi.
Cussler, E.L., 2007. "Diffusion Mass Transfer in Fluid System", 3rd edition, pp. 274-277. Cambridge University Press, United Kingdom.
Kudchadker, A.P., Kudchadker, S.A., Wilhoit, R.C., 1978, “Naphthalene”. API Monograph,
Ser. 707, American Petroleum Institute, Washington, D.C.
McCabe dkk. 1983. “Operasi Teknik Kimia”, edisi keempat, jilid Kedua. Jakarta: Erlangga.
15
Daftar II. Data Percobaan pada Perlakuan Pertama
Menit ke- Diameter naftalena, cm Massa gelas arloji + naftalena, gram
0 3,83 52,7485
Daftar III. Data Percobaan pada Perlakuan Kedua
Menit ke- Diameter naftalena, cm Massa gelas arloji + naftalena, gram
16 Daftar IV. Data Percobaan pada Perlakuan Ketiga
Menit ke- Diameter naftalena, cm Massa gelas arloji + naftalena, gram
0 3,77 53,9273
1. Perhitungan konsentrasi naftalena jenuh
Nilai PAs dihitung dengan persamaan (5) sebagai berikut:
log PAs = 8,62233 −28 + 198,2842165,72
log PAs = −0,9485
Sehingga diperoleh nilai PAs sebesar
PAs = 0,1126 mmHg = 15,0116 Pa
Konsentrasi uap naftalena dihitung dengan persamaan (4) berikut:
CAs = 15,0116 Pa
8,314 mmol. K . 301,1500 K3Pa
CAs = 0,0060molm3
2. Menghitung laju alir udara
Debit alir udara dihitung dengan persamaan empiris sebagai berikut:
Q = C0 + C1. H + C2. H2+ C3. H3+ C4. H4+ C5. H5 (16)
Contoh perhitungan pada kondisi perlakuan pertama:
Q1 = −0,02225682 + 0,1130436 ∙ 4 + (−0,05845913) ∙ 42 + 0,0158013
∙ 43+ (−0,00147744) ∙ 44 + 9,21338 ∙ 45
Q1 = 0,2270Ls = 0,0002m 3
17 Adapun perhitungan laju alir dapat dihitung dengan persamaan berikut:
v =
QA (17)Contoh perhitungan untuk kecepatan pertama:
v1 =
0,0002 ms3 π
4 (0,0553 m)2
= 0,0945ms
Dengan cara yang sama, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:
Daftar V. Hasil Perhitungan Laju Alir Udara Beda ketinggian
3. Menghitung nilai koefisien transfer massa
Nilai koefisien transfer massa untuk masing-masing kecepatan pada tiap periode dihitung dengan persamaan (11). Contoh perhitungan berdasarkan data (1) dan (2) pada Daftar II:
Dengan cara yang sama, diperoleh data kc untuk setiap periode untuk masing-masing
laju alir fluida dan rerata dari persamaan (12) sebagai berikut:
Daftar VI. Hasil Perhitungan Hubungan Laju Alir Fluida Terhadap Nilai kc
18 4. Analisis Kelompok Tak Berdimensi (KTD)
Data ln(𝑘̅̅̅)𝑐 hasil perhitungan persamaan (6) dengan ln(v) diplot pada grafik dengan bantuan software Microsoft Excel. Selanjutnya dibuat trendline linier untuk memperoleh persamaan linierisasi. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh persamaan: