• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Partisipatif Pengelolaan Hut 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perencanaan Partisipatif Pengelolaan Hut 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1 of 9

Perencanaan Partisipatif Pengelolaan Hutan Rakyat

Desa Terong, Yogyakarta

Agus Budi Purwanto & Anita Tri Susanti Lembaga ARuPA, Yogyakarta

1. Pengantar

Tulisan ini disampaikan pada Workshop Nasional Perencanaan Pengelolaan Hutan Masyarakat di Indonesia: Kondisi Saat ini dan Implementasinya, di Bogor, 5-6 Januari 2016, yang diselenggarakan oleh AFoCo dan Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia.

Dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang pengalaman lapangan perencanaan partisipatif pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Terong, Yogyakarta. Akan diterangkan tetang bagaimana pengelolaan hutan dilakukan secara lestari dengan menggunakan berbagai strategi pemberdayaan.

2. Overview Hutan Rakyat di Indonesia

Di negara-negara berkembang, saat ini hutan rakyat dan hutan skala kecil berbasis masyarakat lainnya telah berkembang menjadi fenomena yang sangat penting dalam sumber pendapatan keluarga, ketenagakerjaan, serta cara hidup sehari-hari di wilayah pedesaan (Kozak, 2007; Nugroho, 2010; Tomasolli et al., 2013).

Hutan rakyat dapat pula menjadi alat yang penting dalam penurunan kemiskinan. Terdapat beberapa alasan atas fakta tersebut antara lain: pertama, hutan rakyat menyerap tenaga kerja yang bersifat padat karya serta berjangka waktu lama; kedua, hutan rakyat telah tumbuh pesat serta memberikan berkontribusi pada kelestarian lingkungan, pasar kayu yang menguntungkan, serta dapat menciptakan struktur ekonomi baru dalam bisnis kehutanan; ketiga, hutan rakyat melayani pasar lokal dan domestik yang telah tumbuh pesat; dan keempat, hutan rakyat dapat menciptakan jiwa kewirausahaan bagi pengelolanya (Kozak, 2007).

(2)

Page 2 of 9 Dalam UU No. 41 tentang Kehutanan, hutan rakyat disebutkan dalam penjelasan salah satu pasal yang secara sederhana menerangkan sebuah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah dan berada diluar tanah negara yang ditetapkan sebagai hutan. Jadi ringkasnya, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di lahan-lahan milik masyarakat. Pengetahuan umum di Yogyakarta dan Jawa Tengah, hutan rakyat rakyat dapat berada pada pekarangan yakni di sekitar rumah tinggal, berada di tegalan yakni tanah kering yang biasanya untuk tanaman selain padi, serta di sawah di mana tanaman keras ditanam di pematang.

Dilihat dari perkembangannya, menurut Wartaputra (1990) sebagaimana dikutip oleh Suprapto (2010), pengembangan hutan rakyat di Jawa dimulai pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial. Kemudian Pemerintah Indonesia pada tahun 1950-an mengembangkan

hutan rakyat melalui program “Karang Kitri” dan program penghijauan pada awal tahun 60 -an. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan, bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar.

Dalam perkembangannya hingga kini, masyarakat mulai merasakan manfaat baik secara ekonomi maupun secara kenyamanan lingkungan. Sehingga tampuk inisiatif pengembangan hutan rakyat tidak lagi berada pada pemerintah, namun pada keswadayaan masyarakat itu sendiri.

3. Desa Terong, Yogyakarta

Secara administratif Desa Terong termasuk dalam lingkup kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menuju ke Terong, dari kota Yogyakarta menuju arah tenggara, menaiki pegunungan Gunungkidul kemudian berbelok ke arah barat. Perjalanan dari Yogyakarta dapat ditempuh dengan waktu 45 menit. Berada pada ketinggian 325-400 meter dpl, tekstur lanscape desa ini berbentuk perbukitan.

Memiliki luas wilayah 775 hektar, yang terbagi dalam peruntukan pemukiman dan pekarangan 143 hektar, sawah 144 hektar, tegalan 378 hektar, dan lain-lain 110 hektar. Khusus untuk peruntukan tegalan, semua lahan ditanami tanaman kayu serta sebagian disela-selanya ditanami tanaman palawija dan jenis tanaman bawah lainnya. Sedangkan peruntukan sawah ditanami padi pada 1 kali musim tanam dan musim selanjutnya ditanami tanaman jagung, kacang. Pada pematang sawah serta sebagian tegalan, petani menanam rumput gajah sebagai makan ternak yang dipakai sendiri maupun dijual.

(3)

Page 3 of 9 atau pegawai swasta sebanyak 766 orang. Pengrajin 549 orang, peternak 323 orang, dan pedagang 283 orang. Adapula secara spesifik warga yang bekerja sebagai pegawai negeri sebanyak 53 orang, penjahit 10 orang, satpam dan montir masing-masing 4 orang, serta bidan 3 orang.

Tingkat pendidikan warga Terong tergolong tinggi. Sebanyak 40 orang telah lulus Diploma, terdapat 49 sarjana, dan bahkan ada 3 warga yang telah lulus jenjang S2. Warga yang taman SLTA sebanyak 1.242, dan SLTP 1.524. Mayoritas telah tamat SD sebanyak 2.366 warga. Dengan demikian, hampir tidak ada warga usia sekolah yang tidak bisa baca tulis.

Insert 1. Peta Posisi Desa Terong

4. Bagaimana Perencanaan Partisipatif Pengelolaan Hutan Rakyat dilakukan?

Menyatukan yang Kecil

(4)

Page 4 of 9 Jasema beranggotakan 554 keluarga petani dengan luas hutan rakyat 312 hektar, jika dirata-rata setiap keluarga memiliki ½ hektar.

Insert 2. Peta Hutan Rakyat Desa Terong.

Tujuan Pengelolaan Hutan Rakyat KTH Jasema

Tujuan utama dari pengelolaan hutan rakyat di desa Terong adalah untuk menciptakan hutan rakyat yang lestari dan pemiliknya semakin sejahtera. Dua hal itu memang terkesan klise, tetapi bukan tidak mungkin hal tersebut akan terjadi. Persoalan utama dari pengelolaan hutan rakyat adalah penebangan yang belum terencana dan cenderung pada usia-usia pohon yang belum layak tebang. Sejak tahun 2010, ARuPA bekerja di Desa Terong dengan fokus utama pada pendampingan petani hutan rakyat untuk mengelola hutannya secara lestari. Pada awalnya, tahun 2011 kami mengajak petani hutan rakyat untuk berhimpun menjadi satu kelompok bernama JASEMA, yang merupakan kepanjangan dari Jati Sengon Mahoni. Dalam kelompok tani hutan (KTH) Jasema tersebut, petani hutan rakyat membangun kapasitas dirinya baik secara individu maupun kelembagaan untuk merencanakan pengelolaan hutan.

(5)

Page 5 of 9 Pada tahun 2013, ARuPA memulai pendampingan kelompok tani hutan rakyat untuk berkelompok dan mengurus sertifikasi legalitas kayu sebagaimana kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Wilayah kelola KTH Jasema yang bersertifikat SVLK seluas 312 hektar. Jumlah anggota KTH sebanyak 554 keluarga petani. Berikut ini jumlah anggota dan luas hutan rakyat tiap dusun:

Insert 3. Tabel Luas Hutan Rakyat dan Jumlah Anggota KTH Jasema

No Dusun Luas Hutan Rakyat

Communtity carbon accounting (CCA) merupakan sebuah action research untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan dan bagaimana keterkaitan hutan dengan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi sekarang ini. Program ini dimulai tahun 2010 hingga sekarang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain penanaman pohon, pembuatan pupuk organik, dan penghitungan cadangan karbon.

Pada tahun 2014, cadangan karbon pada hutan rakyat di Desa Terong sebesar 78,97 ton per hektar untuk jenis hutan rakyat pekarangan dan 49,87 ton per hektar untuk jenis hutan rakyat tegalan. Lebih besar hutan rakyat tegalan karena jumlah pohon pada hutan rakyat pekarangan lebih banyak dibandingkan dengan tegalan. Tegalan difungsikan agroforestry, yaitu menanami lahan dengan tanaman semusim, disamping tanaman kayu.

(6)

Page 6 of 9 Fokus program CCA ini, sekali lagi tidak sebagai bentuk inisiatif pembelajaran bahwa komunitas dengan teknologi sederhana dapat mengitung potensi karbon yang dimiliki pada hutan rakyat. Selain itu, pemilik hutan rakyat semakin mengerti tentang peran dan posisi hutan rakyat dalam upaya mitigasi perbuhan iklim.

Insert 4. Alur karbon.

Tahap Pembelajaran Penghitungan Karbon di Desa Terong

Alur Kegiatan CCA

Koperasi Tunda Tebang

Pendapatan rumah tangga petani desa Terong masih di dominasi dari sumber non agraria berupa upah pekerjaan di kota. Sehingga hutan rakyat diperankan oleh pemliknya sebagai tabugan kayu. Sementara itu, kebutuhan uang yang sifatnya mendesak diperoleh dari meminjam di bank ataupun lembaga keuagan yang lain. Di sisi lain, bank atau lembaga keuangan saat ini belum mengadopsi aset berupa pohon sebagai jaminan. Sehingga diperlukan terobosan baru berupa pendirian lembaga keuangan mandiri yang buat oleh petani hutan rakyat sendiri. Dengan demikian, mekanisme dan ciri khas lembaga keuangan tersebut mencerminkan semangat kelestarian hutan rakyat baik hasil maupun lingkungan.

Aset kayu yang dimiliki petani hutan rakyat desa Terong sangat tinggi, dengan estimasi Rp. 40 juta. Sangat menarik, jika kemudian petani hutan rakyat desa Terong membuat lembaga

(7)

Page 7 of 9 keuangan yang mengakomodir kayu sebagai jaminan pinjaman. Jika dihitung, kebutuhan uang keluarga petani yang dipenuhi dari penebangan pohon hutan rakyat per tahun per kepala keluarga sebesar Rp. 2,7 juta. Sehingga, seluruh anggota KTH Jasema sejumlah 554 keluarga per tahun membutuhkan dana tunda tebang sebesar Rp. 1,5 Milyar untuk luasan 312 hektar wilayah kelola hutan rakyat.

Berdasarkan analisis tersebut, maka pada maka pada tahun 2014 petani hutan rakyat Desa Terong membuat Koperasi Tunda Tebang dengan pohon sebagai anggunan pinjaman. Modal awal sebesar 78 juta rupiah berasal dari iuran anggota. Pendirian koperasi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan keuangan rumah tangga petani tadi sekaligus menunda penebangan kayu yang masih kecil.

Rencana Tata Ruang Wilayah Desa

Penataan ruang wilayah perdesaan adalah sesuai dengan amanat dari UU Tata Ruang (UUTR) 26/2007 dan UU Desa 6/2014. Diharapkan, dengan ditatanya peruntukan lahan di desa, dapat membatasi investasi skala besar, dan memberikan alokasi wilayah kepada usaha pertanian, kehutanan, pertambangan dan perkebunan rakyat dan mendorong kawasan ini mengelola wilayahnya secara lestari, dengan infrastruktur fisik dan non fisik yang sesuai dengan kondisi perdesaan.

Upaya yang dilakukan di desa terong adalah melakukan pemetaan partisipatif. Dan terdapat 12 peta yang dihasilkan antara lain:

1. Peta Administrasi

2. Peta Rencana Pola Tata Ruang 3. Peta Rencana Kawasan Lindung 4. Peta Rencana Kawasan Budidaya 5. Peta Kerawanan Bencana

6. Peta Pergerakan/Jalur Transportasi

7. Peta Kemiringan Lereng dan Pemanfaatan Lahan 8. Peta Kegiatan Perekonomian Masyarakat

9. Peta Kemiringan Lereng dan Kepadatan KK 10. Peta Tanah Kas Desa

11. Peta Mata Air

12. Peta Sepadan Sumber Air

(8)

Page 8 of 9 5. Praktek Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Terong.

Apa saja yang direncanakan dalam pengelolaan hutan rakyat desa terong?

a. Rencana Silvikultur Hutan Rakyat:

 Inverntarisasi Tegakan dilakukan secara periodik minimal 2 tahun sekali. Inventarisasi ini bertujuan untuk mengetahui potensi kayu yang dimiliki oleh Kelompok Tani Hutan Rakyat Jasema, berdasarkan jenis pohon.

 Penyiapan Lahan. Penyiapan lahan didasarkan pada pranotomongso atau tata musim pertanian yang sudah dikenal sejak turun temurun.

 Pembenihan/Pembibitan: pengadaan bibit dilakukan oleh masing-masing keluarga petani hutan dengan minimal 10 bibit setiap tahun musim penghujan sebagai pengkayaan tanaman.

 Penanaman: Dilakukan oleh masing-masing keluarga petani. Dilakukan penanaman di dekat pohon yang telah dipanen. Sementara itu tanaman semusim (pangan) ditanam pada awal musim hujan dengan jenis padi, jagung, kacang.

 Pemeliharaan: terdiri dari pemupukan, penyulaman, pendangiran, pengendalian gulma, pemangkasan cabang.

 Perlindungan dan Pengamanan Hutan: pengendalian hama penyakit dan pengendalian kebakaran hutan.

 Rencana Penebangan/Pemanenan: berdasarkan perhitungan atau inventarisasi tegakan pohon yang dilakukan, dengan luas hutan rakyat 312 hektar taksiran potensinya adalah 19.656 m3. Jatah tebang per tahun adalah 2.620 m3/tahun. Penebangan oleh seluruh anggota KTH Jasema tidak boleh melebihi jatah tebang tersebut.

b. Rencana Ekologi:

Karena desa terong rawan bencana, maka KTH Jasema membuat peraturan bagi anggotanya terkait dengan penebangan pohon antara lain:

 Menghindari tebang habis untuk kawasan penyangga atau perlindungan sumber mata air.

 Menghindari penebangan atau kerusakan terhadap pohon lain

 Pohon yang terdapat di kawasan yang curam tidak ditebang sekaligus dalam sekali tebang.

 Mengupayakan sekecil mungkin agar pohon yang tidak ditebang tidak mengalami keruskaan, yaitu dengan menerapkan metode cara penebangan yang benar yang telah ditetapkan oleh KTH Jasema.

Selain ketentuan-ketentuan tersebut, juga dilakukan pemantauan untuk kondisi kawasan, misalnya:

- Pengawasan dan Monitoring Kondisi Tegakan Pohon Penebangan;

- Pengawasan dan Monitoring Kondisi Kawasan (Tanah dan daerah penyangga seperti sumber-sumber air) Pasca Penebangan;

- Pengawasan dan Monitoring kondisi satwa liar pasca penebangan - Pencegahan penggunaan bahan kimia berbahaya.

c. Rencana Sosial, Ekonomi, dan Budaya

(9)

Page 9 of 9 6. Penutup

Upaya dari berbagai segi untuk membuat hutan rakyat lestari dilakukan antar lain dengan pendekatan: kelembagaan pengelola hutan rakyat; sertifikasi legalitas kayu, koperasi tunda tebang, penghitungan potensi karbon, penataan ruang perdesaan, dan rencana kelola. Sampai saat ini beberapa persoalan masih menjadi hambatan antara lain:

 Pasar kayu bersertifikat SVLK masih rendah; diharapkan ada kebijakan procurement dari pemerintah atas pengadaan barang yang dilakukan.

 Masih sedikitnya Modal Koperasi Tunda Tebang; diharapkan ada tambahan modal baik dari Perbankan maupun bantuan dari CSR Perusahaan Swasta maupun BUMN.

 Belum terbitnya Peraturan Desa mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Desa Terong untuk memastikan kawasan perdesaan berkelanjutan dapat terwujud; sehingga diperlukan advokasi kebijakan level desa lebih lanjut.

 Perlunya mengawal implementasi rencana kelola hutan KTH Jasema; sehingga diperlukan pendampingan tahap lanjut.

 Belum optimalnya bisnis komunitas untuk mengoptimalkan potensi ekonomi pengolahan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta mengelola potensi wisata eco-culture yakni hutan rakyat bersertifikat, wisata alam dan budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Model SEM adalah model regresi spasial yang digunakan karena pada kasus keluarga pra sejahtera di kota Manado hanya bergantung pada error saja, dimana model SEM di setiap

‘AISYIYAH CENDORO PALANG 62 MARPUAH,S.PD TK KUMPULREJO PARENGAN 63 SULAENAH,S.PD TK DHARMA WANITA VII KEMLATEN PARENGAN 64 RIF’ATUN NI’MAH,S.PD TK DHARMA WANITA

Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan

Perancang sistem saluran tidaklah mudah, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu ukuran dimensi harus sesuai agar sistem saluran dapat mengantarkan logam cair

Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan

Simpulan: Prevalensi antiplatelet pada pasien stroke sebesar 30,1% dengan pola pemberian terbanyak adalah aspirin dosis rendah (80mg/hari) yang diberikan dalam dosis tunggal

Diharapkan struktur patricia tree ini dapat diimplemetasikan dalam pencarian data pada autocomplete search box, sehingga dapat dibangun suatu stuktur pohon yang