• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

Runner merupakan bagian dari turbin francis. Keberadaan runner dinilai sangat penting karena dibagian inilah sebuah usaha gerak akan diperoleh oleh sebuah runner sehingga menghasilkan daya listrik. Oleh karena itu sebuah runner harus dibuat sebaik mungkin dengan geometri yang sesuai dengan rancangan. Sebuah runner dapat diproduksi oleh tiga jenis cara yaitu one-piece casting (satu kesatuan), two-piece casting (dua bagian dalam satu kesatuan) dan three-piece casting (bagian terpisahkan). Pada penelitian ini akan dilakukan three-piece casting yaitu produksi secara terpisahkan, runner dibagi menjadi tiga bagian terpisahkan berupa cone, ring dan blade.

Cone dan ring adalah bagian yang menyatu dengan rumah turbin sedangkan blade merupakan bagian yang menyatu dengan cone dan ring. Geometri cone dan ring tingkat presisi harus sesuai dengan housing sedangkan blade dengan bentuk profil sebuah sudu maka perlu disesuaikan. Blade merupakan bagian dari runner turbin francis. Blade yang biasanya dikenal dengan nama sudu ini dapat diproduksi dengan beberapa cara salah satunya yaitu dengan cara pengecoran. Sebenarnya pengecoran bisa dilakukan secara kesatuan dan utuh tetapi kondisi tersebut lebih sulit dalam melakukan proses finishing walaupun dengan proses itu memakan ongkos produksi yang rendah. Pengecoran secara bagian-bagian ini dapat dirakit dengan proses pengelasan dengan cara menghubungkan bagian blade dengan bagian ring dan cone sehingga bagian utuhnya disebut runner. Berikut ini perlu adanya tahapan-tahapan perancangan cetakan sampai dengan produksi pada Gambar 3.1.

1. Modeling 2D dan 3D runner 2. Perancangan Cetakan Casting

a. Perancangan penambah b. Perancangan sistem saluran

(2)

Gambar 3.1 Flowchart perancangan cetakan

3.1 Data dan Literatur

Runner turbin francis dibuat dengan sistem three-piece casting yaitu membagi runner menjadi tiga komponen utama yaitu cone, ring dan blade sehingga dapat disambung dengan cara pengelasan. Berdasarkan fungsinya sebagai turbin francis maka sebuah runner harus memiliki beberapa sifat, yaitu:

a. Mempunyai ketahanan korosi terhadap air, uap, air garam, dan amonia. b. Mempunyai ketahanan aus terhadap kavitasi,

c. Mempunyai kemampuan dengan pengelasan (weldability) d. Mempunyai kemampucorannya bagus.

(3)

Berdasarkan sifat-sifat yang harus dipenuhi diatas maka dapat didapatkan di literatur dan sumber yang lain seperti internet, bahan material yang cocok adalah jenis baja cor tahan karat atau cast steel.

 Material ini dinamakan Ca6NM berdasarkan ASTM atau

Sweden : 2385

Germany (W.Nr) : 1.4313

Germany (DIN) : X 6 CrNi 13 4, G-X 5 CrNi 13 4 France (Afnor) : Z5CN 13.4, Z4CND 13.4 M Great Britain(B.S) : 425 C 11

Italy(UNI) : GX 6 CrNi 13 04 USA (AISI/SAE/ATM) : CA 6-NM

Komposisi Ca6NM ini adalah 0.06% C,13 % Cr, 4%Ni, 0.5 Mo dan 0.8 Mn. Range komposisi dalam Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Batas maksimum dan minimum Ca6NM

C Mn Si Cr Ni Mo P S Cu+W+V

Min

% - - - 11.5 3.5 0.4 - - - `Max

% 0.06 1.0 1.0 14.0 4.5 1.0 0.04 0.03 0.5

 Aplikasi material ini diperuntukkan untuk Pump casings, bowls, impellers and diffusers, valve bodies, water turbine components, ships propellers.  Sifat-sifat fisik material Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.2

(4)

Tabel 3.2 Sifat-sifat fisik Ca6NM No Sifat-Sifat Nilai 1. Density 7.85 kg/m3 2. Liquidus 1490.55 C 3. Solidus 1465.55 C 4. Thermal conductivity (212 F) 25.09 W/m K Thermal conductivity (1000 F) 28.9 W/m K 5 Thermal Expansion (212 F) 6e-6 in/in F

Thermal Expansion (1000 F) 7 e-6in/in F

6. Kekuatan 200-362 Mpa

7. Magnetic Permeability feromagnetik

 Sifat-sifat mekanik material Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Sifat-sifat Mekanik CA6NM

Material Yield (Mpa) Tensile

(Mpa) Elong (%) Hadrness (Brinell) State Ca6NM 550 760 15 250-300 Tempered

3.2 Sketch 2D dan Modeling 3D Runner

Sebelum sketch dan modeling runner, dalam merancang sebuah turbin air berdasarkan referensi Meerwarth, Wasserkraftmaschinen, Springer-Verlag, Berlin, 1963 perlu diketahui lima data seperti tinggi air jatuh (Head), kapasitas aliran rencana (Qn), putaran poros turbin (n), efisiensi total (η) dan tekanan atsmosfer. Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung daya maksimum turbin (Nn), putaran spesifik (ns), putaran normalisasi (n1), debit normalisasi (Q1), diameter tip masuk (D1), tinggi pemasukan (b1), diameter draft tube (Ds), diameter hub masuk (D1i), diameter hub keluar (D2i), diameter tip keluar (D2a),

(5)

kecepatan meridian masuk (cm1) dan tinggi hisap maksimal (Hs) seperti pada Gambar 3.2.

Setelah data runner diketahui maka dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya yaitu pemodelan runner. Pemodelan runner ini berguna untuk memberikan gambaran bentuk geometri benda yang akan dicor kepada perancang cetakan. Langkah pertama yang dilakukan dari pemodelan runner turbin francis berupa gambar dua dimensi (2D). Gambar 2D tersebut kemudian diubah menjadi model solid tiga dimensi (3D) dengan menggunakan software Pro/Engineer yang berbasis fasilitas atau fitur.

D1i D1 D2a D2i b1 Ds Cs Cm1

Gambar 3.2 Runner turbin francis

Pemodelan solid 3D runner turbin francis menggunakan sejumlah fitur seperti: protrusion, revolve, mirror, cut, chamfer, dan round. Gambar 3.3 menunjukkan bahwa setelah sketch 2D maka ditempuh penggunaan protrusion-revolve yang digunakan untuk menghasilkan model solid 3D dengan memutar sketsa 2D sebesar 3600 mengelilingi sumbu referensi-putar. Pembuatan runner ini dibagi menjadi 3 bagian komponen yaitu ring, cone dan blade seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3. dan gambar solid 3D runner ditunjukkan pada gambar 3.4.

(6)

(a) Ring

(b) Cone

Gambar 3.3 Sketsa 2D runner turbin Francis. (a) Ring (b) Cone

(7)

3.3 Perancangan Cetakan

Proses perancangan cetakan membutuhkan model acuan yang lebih dikenal dengan model pengecoran. Model acuan ini dibuat dengan sebenar-benarnya model yang benar dalam segi geometri, dimensi maupun toleransi. Dalam merancang sebuah proses cetakan diperbolehkan mengubah geometri dari sebuah model acuan tetapi hal ini perlu diklarifikasi terlebih dahulu kepada perancang runner karena dalam pertimbangan adanya cacat atau hasil coran berkualitas buruk apabila proses pengecoran tetap dilanjutkan perlu adanya proses selanjutnya seperti proses finishing dengan proses pemesinan. Oleh karena itu perlu menjadi pertimbangan dalam membuat model pengecoran yaitu:

 Kompensasi penyusutan (shrinkage) material ketika mengalami pemadatan sehingga volume harus diperbesar. Pada penelitian ini menggunakan cast steel yang mengalami penyusutan sebesar 1.8%.

 Menghindari dan mengubah sudut, pojok, dan sisi-sisi tajam pada model pengecoran yang dapat menyebabkan retak pada produk.

 Menghindari ketebalan penampang yang tidak seragam dan dinding tipis yang luas pada model pengecoran. Ketebalan yang tidak seragam menyebabkan rongga penyusutan sedangkan dinding menyebabkan produk melengkung pada saat pemadatan.

 Penambahan dimensi pada bagian-bagian tertentu pada model pengecoran untuk proses finishing dengan mesin.

 Fitur-fitur dalam (internal features) pada model pengecoran seperti lubang hendaknya dibuat sesedikit mungkin. Karena fitur-fitur tersebut dapat memperlama proses pembuatan cetakan dan menyebabkan masalah baru ketika proses penuangan.

Setelah pertimbangan tersebut maka dirancang sebuah model pengecoran yang dapat ditambahkan sistem penambah, sistem saluran maupun chill. Dalam merancang cetakan perlu data awal berupa volume dan luas permukaan efektif (CSA) pada model pengecoran. Oleh karena itu diperlukan software Pro engineer lagi untuk menghasilkan data tersebut. Input yang dimasukkan berupa massa jenis produk coran sehingga diperoleh hasil volume dan luas permukaan efektif.

(8)

3.3.1 Perancangan Sistem Penambah

Sistem penambah dalam proses pengecoran berperan sangat penting walaupun terlihat seperti boros dalam hal material baku. Akan tetapi peran sistem penambah dalam suatu cetakan berfungsi sebagai penyuplai logam cair ke produk coran yang mengalami penyusutan selama proses pemadatan dan pendinginan berlangsung. Besarnya penyusutan tergantung oleh jenis logam cair tersebut.

Dalam merancang sistem penambah, hal yang perlu diperhatikan adalah arah proses pemadatan sehingga dapat diperkirakan letak produk yang mengalami pemadatan terakhir. Ketebalan produk perlu diperhatikan karena penyusutan terjadi pada produk yang mempunyai ketebalan yang extra dibandingkan yang lainnya. Dua bagian utama sistem penambah yaitu penambah dan leher penambah. Penambah berguna sebagai tempat menampung logam cair penyuplai sedangkan leher penambah sebagai saluran untuk mengalirkan logam cair menuju produk coran. Pada material cast steel leher diameter leher penambah dan diameter penambah dirancang memiliki dimensi yang tidak jauh berbeda dengan tetap berdasarkan ketentuan leher penambah mempunyai ukuran yang lebih kecil.

Proses pemadatan harus mengarah ke penambah dengan pengertian bahwa produk coran mengalami pemadatan awal, diikuti leher penambah dan yang terakhir penambah. Ujung leher penambah yang akan menempel pada produk haruslah dirancang sedemikian rupa dengan acuan standar agar penambah mudah untuk dilepas dari produk tanpa merusak produk itu sendiri. Biasanya di lapangan untuk melepaskan penambah dengan cara hammer atau dipukul. Selain itu ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam merancang sistem penambah yaitu meliputi lokasi penambah, metode penambah yang sesuai, dimensi penambah dan penentuan jumlah penambah.

(9)

3.3.1.1Lokasi Penambah

Dalam merencanakan penambah yang harus diperhatikan adalah arah proses pemadatan. Sistem penambah harus diletakkan di lokasi yang mengalami proses pemadatan paling akhir berdasarkan geometri berupa ketebalan antara volume dan luas permukaan. Berdasarkan hal tersebut dapat diamati lokasi atau letak penambah. Ring hanya diberi top riser saja sedangkan pada cone diberi top riser dan side riser pada sisinya. Blade ditambahkan riser yang menyatu pada pengalir (runner) dan cawan tuang (pouring). Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.12 mengenai lokasi penambah pada ring, cone dan blade.

3.3.1.2Metode Sistem Penambah

Metode penambah yang dapat digunakan pada sebuah cetakan adalah pressure control risering (PCR) atau bottle riser, directly applied risering (DAR) dan riserless.. Diagram alir untuk memilih metode penambah yang sesuai dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Diagram Alir Metode Penambah (cetakan lemah yaitu green sand, shell non-compacted chemically bonded sand dan cetakan kuat yaitu well compacted chemically bonded sand, cement sand, dry sand, permanent mould)[17]

Penelitian ini menggunakan sebuah runner turbin francis yang dibagi menjadi tiga bagian berupa ring, cone dan blade. Ring dan cone menggunakan proses pengecoran sand casting (pengecoran pasir) sedangkan blade

(10)

menggunakan pengecoran berpola lilin (invesment casting). Berdasarkan data tersebut maka metode yang sesuai dapat diperoleh melalui diagram alir metoda sistem penambah yaitu pada ring dan cone termasuk kategori cetakan lemah sedangkan blade termasuk kategori cetakan kuat. Modulus pengecoran ring, cone dan blade ditunjukkan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Nilai Modulus Pengecoran Runner

No Bagian Runner

Modulus pengecoran

(Mc=V/CSA) Jenis Cetakan

CSA = 828966.83 mm2 Volume=8467472.3 mm3 Massa = 66.47 Kg 1. Ring Mc = 1.02 Sand Casting (cetakan lemah) CSA = 288118.17 mm2 Volume = 7792537 mm3 Massa = 61.17 Kg Lokasi A Mc =2.70 CSA = 606158.52 mm2 Volume = 5559502.9 mm3 Massa = 43.64 Kg 2. Cone Lokasi B Mc =0.92 Sand Casting (cetakan lemah) CSA = 95699.5 mm2 Volume = 484419mm3 Massa = 3.809 Kg 3. Blade Mc =0.51 Invesment Casting (Cetakan kuat)

Berdasarkan hasil cetakan dan nilai modulus pengecoran, maka metode penambah yang sesuai untuk cetakan ring dan cone yaitu pressure control risering (PCR) sedangkan blade menggunakan Riserless Design.

 Prinsip PCR (ring dan cone), metode ini dipilih karena proses pengecoran sand casting pada cone dan ring merupakan cetakan pasir yang tergolong cetakan lemah berdasarkan diagram alir gambar 3.6. Selain itu, berdasarkan perhitungan di software Pro-Engineering pada tabel 3.1 mempunyai modulus >1. Prinsip metode ini adalah setelah proses

(11)

penuangan logam cair ke cetakan selesai, logam cair di rongga cetakan akan menyusut (contraction) saat proses pemadatan berlangsung sehingga akan terjadi rongga. Logam cair yang ada di dalam penambah akan mengalir ke rongga tersebut untuk menghindari cacat rongga akibat logam cair yang menyusut. Selain itu, temperatur logam cair yang tinggi saat proses penuangan menyebabkan cetakan dapat membesar (expansion), sehingga logam cair akan terdorong keluar. Logam cair ini akan ditampung oleh sistem penambah kemudian dialirkan kembali saat proses pendinginan berlangsung.

 Prinsip Riserless (blade), metoda ini dipilih karena proses pengecoran invesment casting pada blade merupakan cetakan keramik yang tergolong cetakan kuat berdasarkan diagram alir gambar 3.6. Selain itu, berdasarkan perhitungan di software Pro-Engineering pada tabel 3.1 mempunyai modulus >1. Prinsip metode ini adalah ketika penuangan logam cair ke cetakan maka logam cair akan menyusut cepat sehingga dengan adanya sistem penambah maka proses penyusutan dapat dihindari. Sedangkan cetakan cenderung kuat sehingga sulit untuk mengalami pembesaran. Meskipun ada pembesaran, nilainya kecil.

3.3.1.3Perhitungan Dimensi dan Jumlah Penambah

Nilai dimensi sistem penambah ditentukan oleh nilai modulus pengecoran (Mc). Nilai modulus pengecoran masing-masing lokasi penambah yang merupakan perbandingan antara volume dan luas permukaan untuk perpindahan panas ditunjukkan. Setelah diketahui nilai modulus pengecoran masing-masing lokasi, maka dimensi sistem penambah (penambah dan leher penambah) dapat dihitung. Proses perhitungan dimensi sistem penambah berdasarkan diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.7

(12)

Gambar 3.7 Diagram Alir Perhitungan Dimensi Penambah

a. Menghitung Modulus Riser dan Modulus Leher

Modulus adalah rasio volume terhadap luas permukaan. Pada baja ada ketentuan khusus yaitu perbandingan antara modulus coran (Mc) : modulus leher riser (Mr) : Modulus riser = 1: 1.2: 1.2. Pada tabel 3.5 dapat dilihat hasil perhitungan modulus riser dan modulus leher riser.

Tabel 3.5 Perhitungan modulus leher riser (Mn) dan modulus riser (Mr)

No Bagian Runner Modulus pengecoran Mc :Mr :Mn = 1:1.2:1.2 Mr = 1.23 1. Ring Mn = 1.23 Mr = 3.25 Lokasi A Mn = 3.25 Mr = 1.10 2. Cone Lokasi B Mn = 1.10 Mr = 0.60 3. Blade Mn = 0.60

b. Menghitung Diameter Penambah, Tinggi Penambah dan Diameter Leher Pertama kali untuk menghitung diameter, tinggi penambah dan diameter leher maka haruslah menentukan jenis penambah apa yang sesuai dengan produk coran. Metoda PCR mempunyai tiga jenis penambah yaitu top riser, side riser (kontak pada cope) dan side riser (kontak pada drag). Ring menggunakan side riser, cone pada lokasi A menggunakan top riser

(13)

sedangkan lokasi B menggunakan side riser (kontak pada drag). Blade yang menggunakan riserless design menggunakan riser yang menyatu dengan runner dan pouring.

Berdasarkan tabel 2.3 maka dapat dihitung volume penambah, modulus penambah sesuai tipe penambah. Ring yang menggunakan top riser mempunyai modulus riser 1.23 dan modulus leher riser sebesar 1.23 maka dapat diperoleh volume penambah yaitu;

VR = 1.04 X D3= 1.04 X 5.552596 = 178.0416 cm3

Besarnya diameter penambah dan diameter leher penambah jenis top riser DR = 4.53 X Mc = 4.53 X 1.021449= 5.552596 cm DNR = 273 . 2 R D = 2.442849 cm

Besarnya tinggi penambah,

HR = 1.5 X DR = 8.328894 cm

Adapun hasil perhitungan dimensi ring, cone dan blade pada tabel 3.6

Tabel 3.6 Perhitungan Dimensi Sistem Penambah (VR: Volume Penambah, H: Tinggi Penambah, DR: Diameter Penambah, DNR : Diameter Leher Penambah)

No Bagian Runner VR(cm3) DR(cm) DNR(cm) HR(cm) 1. Ring 178.04 5.55 2.44 8.33 A 3305.19 14.7 6.47 22.05 2. Cone B 258.97 6.25 2.75 9.37 3. Blade 21.67 2.751 4.13 1.21

c. Menghitung Jangkauan penambah dan Jumlah Penambah

Jumlah penambah yang digunakan pada suatu cetakan harus disesuaikan dengan jangkauan penambah dan besar penyusutan yang terjadi selama proses pemadatan dan pendinginan berlangsung. Untuk menghitung

(14)

jumlah penambah berdasarkan jangkauan, maka digunakan persamaan (2.7) untuk menghitung jangkuan penambah dan persamaan (2.8) untuk menghitung jumlah penambah.

Tabel 3.7 Perhitungan jumlah penambah (NP: Jumlah penambah, K:

Panjang coran atau keliling lingkaran coran ,JP : Jangkauan penambah)

No Bagian Runner b(cm) K(cm) Jp(cm) NR(cm) 1. Ring 5.2 207.24 23.4 4 Lokasi A 12 75.6 5.4 2 2. Cone Lokasi B 3` 166.75 13.5 5

3.3.2 Perancangan Sistem Saluran

Setelah saluran penambah ditentukan letak dan jumlah penambah pada sebuah runner maka ditentukan sistem saluran masuk yang berfungsi mengantarkan logam cair dari ladel menuju rongga cetakan. Sistem saluran turun terdiri dari saluran masuk (in-gate), pengalir (runner), saluran turun (sprue) dan cawan tuang (pouring). Semua perancangan dihitung dengan data berupa volume produk dan penambah.

Perancang sistem saluran tidaklah mudah, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu ukuran dimensi harus sesuai agar sistem saluran dapat mengantarkan logam cair ke rongga cetakan secepat mungkin karena proses penuangan logam cair dari ladel ke cetakan dilakukan dengan cepat. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan panas yang hilang (heat loss) dari logam cair sewaktu proses penuangan. Penuangan yang cepat juga dapat meminimalkan terjadinya proses oksidasi yang dapat meminimalkan terjadinya aliran turbulen yang dapat menyebabkan terkikisnya cetakan pasir, mencegah cacat coran. Berikut ini adalah diiagram alir perhitungan sistem saluran pada gambar 3.8.

(15)

Gambar 3.8 Diagram Alir Perhitungan Saluran Cetakan

3.3.2.1Perhitungan Massa, friksi dan time pouring

Langkah awal yang dilakukan dalam perancangan sistem saluran adalah menghitung gesekan pada saluran berupa friksi (f) dan waktu tuang yang efektif (t). Data yang perlu diketahui sebelum menghitung friksi dan waktu tuang adalah massa logam cair tersebut. Massa logam cair dan volume (coran dan penambah) dapat diperoleh dari proses measurement oleh software Pro Engineering.

Gambar 3.9 (a) Tabel Friksi (b) Kurva massa (kg) terhadap Pouring time (s)[17]

Berdasarkan gambar massa cetakan dan gambar 3.9 maka diperoleh nilai gesekan dan waktu tuang pada tabel 3.8.

(16)

Tabel 3.8 Perhitungan friksi dan waktu tuang sistem saluran cetakan

No Bagian Runner Massa Total

(kg)

friksi (fr) Waktu tuang (sekon)

1. Ring 72.24 0.65 12

2. Cone 145.53 0.72 16

3. Blade 5.5 0.17 3

3.3.2.2 Penentuan tinggi saluran turun dan tinggi coran

Selain faktor gesekan dan waktu tuang, untuk menghitung luas penampang pencekik, juga perlu ditetapkan jenis sistem saluran, tinggi saluran turun (H), dan tinggi coran (b). Gambar ketinggian coran ditunjukkan pada gambar 3.10. Sistem saluran yang dipilih adalah sistem saluran gate-runner yang menempatkan pencekik di antara saluran masuk dan saluran pengalir. Tinggi saluran turun dan tinggi coran cone, ring dan blade pada tabel 3.6.

Gambar 3.10 Gambar perbandingan ketinggian saluran turun terhadap bidang runner.

(17)

Tabel 3.9 Penentuan ketinggian saluran turun dan tinggi coran

No Bagian Runner Tinggi Saluran

Turun H (cm) Tinggi Coran b (cm) 1. Ring 28 25 2. Cone 41 20 3. Blade 24 30

3.3.2.3Perhitungan Luas Penampang Pencekik (Choke)

Dari data-data pada tabel 3.9 maka dapat diperoleh diperoleh kecepatan aliran logam sebesar:

VC = frx 2⋅gH = 0,73 x ) (28 )

det 980 (

2⋅ cm2cm = 152 cm/det

Proses pengecoran cone, ring dan blade menempatkan seluruh coran di bagian kup (cope), sehingga untuk mencari luas penampang pencekik digunakan persamaan (2.12). Besar luas penampang pencekik pada ring yang diperoleh yaitu:

AC

[

]

3 3 ) ( 2 5 , 1 b H H g f t V b r C − − ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = = 152 cm2

Luas penampang pencekik selengkapnya ditunjukkan pada tabel 3.10

Tabel 3.10 Perhitungan Luas Pencekik (AC)

No Bagian Runner Kecepatan Aliran

Vc (cm/det) Luas Pencekik AC(cm2) 1. Ring 152 6.99 2. Cone 204 6.56 3. Blade 73 3

3.3.2.4Perhitungan Luas Penampang Sistem Saluran

Setelah luas penampang pencekik telah diketahui maka dapat diperoleh proses perhitungan luas penampang sistem saluran dapat dilakukan. Untuk menghitung luas penampang saluran masuk dan saluran pengalir dibutuhkan luas

(18)

penampang pencekik saja, namun untuk menghitung luas penampang saluran turun diperlukan data tambahan mengenai tinggi saluran turun dan tinggi cawan tuang. Tinggi saluran turun dan tinggi cawan tuang umumnya diambil ¼ dari tinggi saluran turun.

Proses perhitungan saluran masuk berdasarkan persamaan (2.) dan nilai luas pencekik pada tabel 3.10 maka diperoleh besar saluran masuk (gate) pada ring adalah, AG = 2 c A = 1.74 cm2

Sedangkan luas saluran pengalir (runner) adalah AR = 3 x 2. AG = 10.48 cm2 Sedangkan saluran turun (sprue) adalah

AS = AC x (3.86)1/2 = 13.73 cm2

Luas penampang saluran turun, pengalir dan saluran masuk pada cone, ring dan blade ditunjukkan pada tabel 3.11.

Tabel 3.11 Perhitungan luas saluran penampang

No Bagian Runner AG(cm2) AG\R(cm2) AS(cm2)

1. Ring 1.74 10.48 13.73

2. Cone 1.64 9.84 12.88

3. Blade 0.73 4.39 5.75

3.3.2.5Perhitungan Dimensi Sistem Saluran

Langkah terakhir dalam merancang sebuah sistem saluran adalah menentukan dimensi dari luas penampang masing-masing saluran. Aturan dimensi sistem saluran mengikuti ditunjukkan pada Gambar 3.11. Aturan dimensi saluran masuk adalah ukuran panjang sama dengan empat kali lebarnya (p = 4 x l) agar agar proses pendinginannya cepat sehingga saluran masuk mengalami proses pemadatan cepat yang dapat mencegah mengalirnya logam dari produk coran ke pengalir sedangkan saluran pengalir memiliki dimensi dengan panjang yang sama

(19)

dengan dua kali lebarnya. Besar dimensi penampang sistem saluran dapat dilihat pada tabel 3.12

.

Gambar 3.11 Aturan Dimensi Luas Penampang

Tabel 3.12 Perhitungan dimensi luas saluran

No Bagian Runner AG (cm2) AR (cm2) AS (cm2) 1. Ring 2.95 0.59 4.58 2.29 2.09 2.09 2. Cone 2.87 0.57 4.44 2.23 2.03 2.03

Hasil Perhitungan perancangan coran berupa model coran dapat dilihat pada gambar 3.12 dan tabel 3.13. Model coran tersebut berupa 3D yang disimpan dalam bentuk .*stl yang dilihat dan dibuka di program Coyu Viewer. Dari perhitungan pengecoran belum dapat dipastikan apakah pengecoran tersebut menghasilkan produk coran yang bagus atau tidak. Oleh karena itu perlu software casting agar membantu secara visualisasi pengecoran layaknya proses pengecoran sebenarnya.

(20)

Tabel 3.13 Hasil Perancangan Cetakan

No Bagian Runner Geometri

1 Ring Volume = 1.2062070e+07 mm3 Surface Area = 1.1262064e+06 mm2 Density = 7.85e-06 kg /mm3

Massa = 9.4687248e+01 Kg 2. Cone Volume = 1.6319756e+07 mm3

Surface Area = 1.2033466e+06 mm2 Density = 7.85e-06 kg/mm3

Massa = 1.2811009e+02 Kg 3. Blade Volume = 1.0445740e+06 mm3

Surface Area = 1.4778251e+05 mm2 Density = 7.85e-06 kg /mm33 Massa = 8.1999063e+00 Kg

(a)

(21)

(c)

Gambar

Gambar 3.1 Flowchart perancangan cetakan
Tabel 3.1 Batas maksimum dan minimum Ca6NM
Tabel 3.2 Sifat-sifat fisik Ca6NM  No  Sifat-Sifat  Nilai  1.  Density   7.85 kg/m3  2
Gambar 3.2 Runner turbin francis
+7

Referensi

Dokumen terkait

(daya tarik), dapat disimpulkan bahwa objek wisata yang terdapat di Kawasan Ciwidey umumnya memiliki daya tarik yang tinggi dan ini menunjukkan potensi pariwisata yang tinggi.

Pengenalan tipologi suatu kawasan perkotaan diketahui dengan melihat desa perkotaan lama (tahun 1990 dan 2000 desa perkotaan yang terbentuk tidak jauh berbeda),

Sistem pencernaan Cavia porcellus Cavia porcellus terdiri dari rima oris, di dalam rima oris terdiri dari rima oris, di dalam rima oris bermuara kelenjar saliva,

Dari beberapa penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam Pembatalan Perjanjian Kontrak Kerjasama Antara Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

Persiapan dan seluruh sarana produksi (benih, pupuk buatan, pupuk organik, pestisida) yang diperlukan di LL disediakan oleh penyelenggara SL (pemerintah

 Kedudukan manusia dalam alam semesta adalah lebih tinggi daripada makhluk yang