• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI JERUK NIPIS Bagi Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI JERUK NIPIS Bagi Kesehatan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman yang berasal dari Asia dan tumbuh pada daratan rendah pada ketinggian sekitar 500 meter diatas permukaan laut. Pohon jeruk nipis tumbuh pada daerah tropis seperti Indonesia. Semua bagian dari tanaman jeruk nipis memiliki manfaat. Daun jeruk nipis digunakan sebagai bumbu dapur yang menambah cita rasa pada makanan sedangkan perasan isi buahnya untuk memasamkan makanan, seperti pada soto. Sebagai bahan obat tradisional, perasan langsung buah jeruk nipis dipakai sebagai obat batuk, diberikan bersama dengan kapur untuk menurunkan demam. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis Citrus Geruk.Dari hasil perasan buah masih tersisa kulit jeruk nipis yang menjadi limbah dan belum termanfaatkan sehingga perlu adanya pengolahan limbah kulit jeruk nipis.

Berdasarkan produksi jeruk nipis pada tujuh tahun terakhir (1998-2005), luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu 17,9% dan 22,4%.Pada tahun 2005,luas panen jeruk telah mencapai 67.883 ha dengan total produksi sebesar 2.214.019 ton, sekaligus menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke 10. Produktivitas usaha tani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar17-25ton/ha dari potensi 25-40ton/ha.

Tabel1.1 Produksi jeruk di Indonesia secara Nasional tahun 2005

Nasional/Propinsi LuasPanen (Ha) Produksi(Ton)

NASIONAL 67.883 2.214.019

(2)

Tanaman jeruk tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi utama terdapat di propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sekitar 70-80% jenis jeruk yang dikembangkan petani masih merupakan jeruk siam, sedangkan jenis lainnya merupakan jeruk keprok dan pamelo unggulan daerah seperti keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Sioumpu dari Sulawesi Tenggara, keprok Tejakula dari Bali, dan keprok Kacang dari Sumatera Barat, pamelo Nambangan dari Jatim dan Pangkajene merah dan Putih dari Sulawesi Selatan; sedangkan jeruk nipis banyak diusahakan di Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

Menurut penelitian pada kulit jeruk terdapat kandungan pektin yang tinggi sekitar 20-30% (Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina dkk,2007). Pektin merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen utama asam D-galakturonat (Rouse, 1977). Pektin dapat diperoleh dari kulit buah-buahan seperti pisang, jeruk, buah naga, apel dan lain-lain.Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May, 1990).Pektin juga sering digunakan pada berbagai industri seperti industri kosmetik (pasta gigi, sabun, lotion dan krim), baja dan perunggu (quenching), karet (creaming and thickening agent), plastik, tekstil, bahan sintesis serta film nitropektin.

(3)

ekstraksi yang sumber energinya dibantu oleh radiasi gelombang mikro ini sering disebut dengan Microwave Assisted Extraction (MAE). MAE merupakan ekstraksi yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009).

1.2. Identifikasi Masalah

Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai lapisan yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa. Kombinasi albedo dan flavedo disebut dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit yang merupakan bagian yang akan diekstraksi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pirena, dkk. (2007) untuk ekstraksi pektin pada kulit jeruk nipis menggunakan metode konvensional, didapatkan kadar metoksil seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel I.1 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume solven= 1:10 pada 550 rpm

Jenis Kulit Jeruk Jeruk Manis Jeruk Lokam Jeruk Shantang Jeruk Nipis Kadar Metoksil

(4)

(%)

Tabel I.2 Spesifikasi Pektin dari hasil Ekstraksi berat kulit jeruk:volume solven= 1:30 pada 550 rpm

(5)

dari berbagai macam kulit jeruk berkisar antara 5,87-8,31%. Kadar abu pada spesifikasi mutu kering pektin berdasarkan “Kodeks makanan Indonesia” adalah 10% sedangkan berdasarkan analisa pektin komersial, kadar abunya 7,3%. Kadar abu dari berbagai macam kulit jeruk berdasarkan penelitian ini berkisar antara 5,87-8,31%. Hal ini menunjukkan kadar abu pektin dari hasil penelitian sudah memenuhi standart mutu kering pektin. Pengujian kekuatan gel pektin dilakukan dengan cara membuat jelly dari pektin dengan penambahan gula dan asam. Kemudian daya alir jelly diukur dengan cara mengalirkannya pada bidang kemiringan 75° sepanjang 10 cm. Dari hasil analisa pektin komersial, didapat kecepatan alir jelly sebesar 82,9 detik, sedangkan dari hasil pengukuran didapatkan rata-rata kecepatan alir berkisar antara 30,11-72,8 detik. Hal ini menunjukkan kekuatan pembentukan gel pektin komersial lebih bagus dari pada pektin yang dihasilkan dari jeruk manis. Rata-rata kekuatan gel terkecil didapat pada jeruk nipis dengan perbandingan berat kulit jeruk:volume solven 1:10 sedangkan rata- rata kekuatan gel terbesar pada jeruk manis dengan perbandingan berat kulit jeruk:volume solven 1:30. Pengujian ini berhubungan erat dengan berat ekivalen dan kadar metoksil. Semakin tinggi berat ekivalen, kadar metoksil-nya semakin tinggi dan daya alir jelly semakin lama. Pektin yang ditambahkan pada pembuatan jelly dapat membentuk jaringan 3 dimensi karena pektin akan memerangkap air. Semakin tinggi kadar metoksil semakin banyak air yang dapat diperangkap sehingga akan semakin viscous jelly yang terbentuk.Senyawa pektin dapat diekstraksi secara konvensional menggunakan panas yang cukup tinggi sehingga membutuhkan energi yang juga tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan lebih dipelajari lebih lanjut dilakukan ekstraksi dengan menggunakan metode MAE (Microwave Assited Extraction).

(6)

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah MAE (Microwave Assited Extraction). Kulit jeruk nipis dipilih sebagai bahan baku untuk ekstraksi pada metode ini, dengan pelarut asam oksalat dan pelarut etanol 96% .

1.4 . Rumusan Masalah

1. Berapakah yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) hasil ekstraksi dengan pelarut asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE (Microwave Assisted Extraction)?

2. Bagaimanakah pengaruh waktu dan suhu terhadap yield pektin kulit jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE (Microwave Assisted Extraction)?

3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan MAE (Microwave Assisted Extraction) terhadap yield pektin kulit jeruk nipis?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui yield pektin kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan pelarut asam oksalat dan etanol 96% menggunakan metode MAE ( Microwave Assited Extraction).

2. Mengetahui pengaruh penggunaan MAE ( Microwave Assited Extraction) terhadap karakteristik pektin kulit jeruk nipis.

3. Mengetahui pengaruh waktu dan suhu dengan variabel tetap terhadap yield pektin kulit buah jeruk nipis yang dihasilkan menggunakan metode MAE (Microwave Assited Extraction).

(7)

1.6. Manfaat Penelitian

1. Memanfaatkan limbah kulit jeruk nipis untuk diambil pektinnya.

2. Memanfaatkan pektin kulit jeruk nipis dengan metode microwave asssited extraction

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Citrus aurantifolia dikenal dengan nama jeruk nipis. Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Bangsa : Rutales

Famili : Rutaceae Genu : Citrus

Species : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle.

(9)

senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino (triftopan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, flandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-asetat, linali-asetat, aktiladehid, nonildehid), damar, glikosida, asam situn, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang dan vitamin B1 (Alicce, 2010). Pada kulitnya mengandung pektin dengan konsentrasi yang cukup tinggi yaitu sekitar 30% (Irene Perina dkk, 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa). Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa (Perina dkk, 2007). Flavedo sebagai lapisan kedua ditandai denganadanya warna hijau, kuning, oranye, kelenjar minyak, dan tidak terdapat ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada flavedo adalah kloroplas dankarotenoid. Dalam perkembangannya kloroplas akan terdegradasi, sehingga buah yang sebelum matang berwarna hijau menjadi berwarna oranye pada saat matang (Albrigo dan Carter, 1977).

Jeruk tersusun atas:

1. Epicarp, terdiri dari bagian yang memberi warna pada kulit yang disebut dengan flavedo. Di dalam flavedo terkandung karoten yang memberi sifat warna yang berbeda-beda pada buah jeruk. Kelenjar minyak ditemukan dalam flavedo dalam menentukan struktur kulit jeruk.

2. Mesocarp atau albedo terletak di bawah epicarp. Biasanya mempunyai lapisan yang tebal, putih dan berspons. Albedo terdiri dari sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin dan hemiselulosa.2 Kombinasi albedo dan flavedo disebut dengan pericarp yang secara umum dikenal sebagai kulit.

(10)

2.2 Pektin

Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras atau padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin adalah senyawa polisakarida kompleks yang ada di dalam dinding sel tumbuhan dan di temukan dalam berbagai jenis tanaman pangan terutama pada buah. Pektin merupakan senyawa-senyawa asam anhidrogalakturonat yang dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol, beberapa ternetralisasi dengan kation dan lainnya berupa asam-asam bebas. Polimer asam anhidrogalakturonat tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang (Rouse, 1977).

Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam buah sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada umumnya, protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang belum matang (Winarno, 1997).

(11)

Tabel II.1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin

Sumber Rendemen (%bobot kering)

Apel 10-15

Gula bit 10-20

Bunga matahari 15-25

Kulit jeruk 20-35

Sumber : Herbstreith dan Fox, 2006.

2.2.1 Struktur Pektin

Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah jeruk dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul dari asam poligalakturonat, dan ada 300-1000 cincin seperti itu dalam suatu tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.

Gambar 1.Struktur Kimia Asam Poligalakturonat.

(12)

2.2.2 Sifat Pektin

Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. Gliksman (1969) menyatakan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya.

Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichardet al., 1991). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ionkalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto, 1992). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse, 1977).

2.2.3 Aplikasi Pektin

 Penggunaan yang paling umum dari pektin adalah dalam penyusunan selai, jelly atau produk gel sejenis (Kertesz, 1951).

 Pektin yang tinggi kandungan ester ± 70% dapat menjadi stabilizer pasteurisasi atau sterilisasi pada produk susu asam (pH 3,5-4,2) (Pereyra et al., 1995).

 Pektin yang rendah kandungan ester biasanya digunakan sebagai gelling agent dan texturizer pada beberepa produk seperti pembuatan kaviar dan produk daging (Einhornstoll et al., 1996).

 Pektin yang dimodifikasi dalam emulsi whey protein dapat menstabilkan protein whey pada konsentrasi yang cukup tinggi (Einhornstoll et al., 1996)

(13)

Metode yang digunakan untuk mengekstrak pektin dari jaringan tanaman sangat beragam. Ekstraksi adalah proses perpindahan suatu zat atau solut dari larutan asal atau padatan ke dalam pelarut tertentu. Akan tetapi pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam, baik asam mineral maupun asam organik.

Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti kebanyakan koloidal hidrofilik. Kemudian pemurnian, dimaksudkan untuk mengisolasi komponen pektin dari komponen ikutan yang tidak diinginkan. Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin. Ranganna (1977) menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yangrendah agar pektin tidak terdegradasi.

2.3 Microwave Assisted Extraction (MAE)

(14)

k1

Menurut Megawati, dkk (2015) Pada kinetika ekstraksi homogen tanpa degradasi pektin, reaksi kimia dari ekstraksi merupakan reaksi ireversibel yang dapat dinyatakan sebagai persamaan:

A

k

1

D

di mana: A = pektin dalam kulit jeruk nipis (sebagai hasil dari ekstraksi menggunakan metode standar), D = pektin yang didapat. Neraca massa reaksi tunggal dapat ditulis sebagai persamaan:

Konstanta(k1), dipengaruhi oleh suhu. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius, seperti dalam persamaan (3).

Ekstraksi dilakukan dalam microwave ovensebagai sumber daya, karena itu operasi dalam kondisi non-isothermis, sehingga data temperatur selama proses diperlukan. Berdasarkan data suhu, persamaan empiris suhu sebagai fungsi waktu dapat dipasang dengan data eksperimen.

Pada kondisi tertentu, ekstraksi pektin dapat menghasilkan jenis lain dari pektin sebagai efek dari degradasi pektin. Neraca massa reaksi seri dapat ditulis sebagai persamaan (4), di mana U = produk yang tidak diinginkan.

Degradasi pektin terjadi selama proses tersebut, sehingga reaksi seri ini cocok untuk mengekspresikan mekanisme ini. Neraca massa reaksi seri dapat dinyatakan sebagai persamaan (5).

(15)

(5)

2.4 Sifat Fisis dan Kimia Pektin

Di dalam Kodeks Makanan Indonesia disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir (Fitriani, 2003). Menurut Crues (1958) dalam Fitriani 2003, menyatakan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan berat molekulnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin, sedangkan pektin dengan kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat. Menurut Towle dan Christensen (1973) dalam Fitriani 2003, umumnya kelarutan pektin meningkat dengan meningkatnya kandungan metil ester atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu, pH, suhu, konsentrasi garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan pektin. Sifat-sifat fisis seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan membentuk gel tergantung pada karakteristik kimia pektin seperti berat molekul, dan kandungan senyawa-senyawa kimia lainnya termasuk dalam bagian molekul pektin. Sifat-sifat pektin di dalam larutan juga dipengaruhi oleh kondisi larutan itu sendiri seperti pH dan bahan-bahan terlarut, misalnya kation-kation (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003). Pektin larut dalam air dan pelarut organik polar seperti formamida dan metil sulfoksida. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh sejumlah gugus metoksil, penyebarannya dalam pelarut serta bobot molekulnya (Walter 1991 dalam Fitriani 2003). Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralisasi akan memberikan pH 2,7-3. Larutan pektin stabil pada kisaran pH 2-4. Pada pH lebih dari 4 atau kurang dari 2, viskositas dan kekuatan gelnya menurun disebabkan oleh depolimerisasi pada pektin. Sedangkan pada

(16)

kondisi basa, pektin dapat mengalami saponifikasi dan degradasi melalui reaksi -eliminasi (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003). Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisa menghasilkan asam galakturonat. Selama perlakuan dengan asam pada suhu rendah, kecepatan hidrolisa pada ikatan glikosidik akan lebih lambat dibandingkan kecepatan deesterifikasi, sehingga dimungkinkan pembuatan pektin berester rendah dengan sedikit perusakan pada rantainya. Pektin dapat terhidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Pemanasan dapat menyebabkan degradasi senyawa pektin (Towle dan Christensen 1973dalam Fitriani 2003). Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion kalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto 1992 dalam Hariyati 2006). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse 1977 dalam Hariyati 2006). Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang terbentuk kurang keras (Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006). Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin besar konsentrasi pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel dapat dicegah (Guichard dkk 1991 dalam Hariyati 2006).

(17)

mengenai struktur pektin, perlu dilakukan uji Fourier Transform Infrared (FTIR) (Ismail, 2012). Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi infra merah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi infra merah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang lain (Harmita 2006 dalam Kusumastuti 2011).

BAB III

(18)

Pada penelitian ini dipakai kulit jeruk nipis asam klorida 37% sebagai pelarut dan etanol 96%.

3.1. Desain Penelitian

Pada Penelitian ini dilakukan 2 tahap penelitian yang pertama tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.

3.1.1 Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui dilakukan untuk mengetahui lama ekstraksi dan pH yang akan digunakan untuk mengekstrak pektin.

3.1.2 Penelitian Utama

Pada penelitian utama ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pengadukan dan perbandingan antara pelarut dan zat terlarut terhadap yield pektin yang dihasilkan serta untuk mengetahui kadar metoksil, kadar abu, dan kekuatan pembentukan gel dari yield yang terbanyak dan paling sedikit yang dihasilkan oleh kulit jeruk.

2.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat ekstraksi yaitu meliputi Microwave, Ekstraktor kaca, Kondensor, Labu takar, Pompa air, Pisau, Blender, Pipet ukur, Ball filler, Pompa vakum, Beker gelas, Gelas ukur, Timbangan digital, Statif dan klem, Cawan porselen, Oven listrik, Desikator, Selang.

(19)

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit jeruk nipis dari buah Jeruk Nipis Citrus aurantifolia, kemudian Etanol 96%, Asam oksalat, NaOH, Kertas saring, Indikator PP, Aquades.

3.2.2 Variabel

Variabel dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah suhu ekstraksi pada microwave, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu proses ekstraksi.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Ekstraksi menggunakan metode Konvensional

Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 55°C sampai berat konstan. Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk. Selanjutnya, diambil 10 g serbuk dan ditambahkan 300 mL pelarut asam oksalat, diekstraksi pada suhu 80°C selama 2 jam disertai pengadukan. Filtrat hasil ekstrasi diambil dan ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 1:1 untuk mengendapkan pektin. Pektin yang mengendap kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50°C, sampai berat konstan. Pektin yang sudah kering dimurnikan dengan dicuci menggunakan etanol 96%. Pektin dikeringkan pada suhu 40°C hingga berat konstan. Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.

3.3.2 Ekstraksi Pektin dari Buah

3.3.2.1 Ekstraksi padat-cair atau leaching

(20)

padat-a. Pelarut bercampur dengan padatan inert sehingga permukaan padatan dilapisi oleh pelarut

b. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan inert tersebut. Laju difusi ini lambat karena pelarut harus menembus dinding sel padatan

c. Solut yang terdapat dalam padatan melarut dalam pelarut

d. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert dan bercampur dengan pelarut sisa.

Seperti ekstraksi lainnya, ekstraksi pektin dari buah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi. Faktor- faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut Ukuran partikel, Pelarut, pH, Suhu, Pengaruh pengadukan, Waktu ekstraksi, Waktu ekstraksi.

3.3.2.2 Ekstraksi menggunakan metode Microwave Assisted Extraction

(MAE)

Memilih kulit buah jeruk nipis yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55 °C sampai berat konstan. Potongan kulit buah jeruk nipis kering diblender, sehingga diperoleh serbuk. Serbuk dengan berat tertentu ditambahkan dengan pelarut asam oksalat (0,25%) pH 4,6 ± 0,01 dengan volume 300 mL. Mikrowave dihidupkan pada daya gelombang 600 W. Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan ethanol 95%, perbandingan filtrat dengan ethanol 1 : 1 untuk mengendapkan pektin. Pektin dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40 °C, sampai berat konstan. Percobaan dilakukan pada variasi waktu ekstraksi (10, 15, 20, 25, dan 30 menit). Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.

(21)

Anonim, ”Sifat-sifat Pektin”, http://www.ippa.info/-9k, diakses 22 Desember 2006

Ferguson.2002.Medicinal Use of Citrus Scienses departmenr.Cooperative extension services Institute of Food Agricultural Science, University of Florida, Gainesville (on line),http://edis.ifas.ufl.edu/body Chi 96. Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon

(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hariyati

Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Bogor: Institut Pertanian Bogor

Kirk, R.E., dan Othmer, D.F., Encyclopedia of Chemical Technology, Edisi 2 Vol.14,Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) . 2009. Koh, P.C dkk. 2014. Microwave-assisted Extraction of Pectin From Jackfruit

Rinds Using Different Power Levels. Malaysia: Universiti Putra Malaysia dalam International Food Research Journal 21 (5): 2091-2097 (2014).

Meilina, H dan Illah S. 2003. Produksi Pektin Dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus Medica). Bogor: Institut Pertanian Bogor

Meyer, Lilian Hoagland, Food Chemistry, Reinhold Publishing Corporation, Japan, 1960.

Perina, Irene dkk. 2007. Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk. WIDYA TEKNIK Vol. 6 No. 1, 2007 (1-10)

Sulihono, Andreas dkk. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur, dan Jenis Pelarut Terhadap Ekstraksi Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus Maxima). Palembang: Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012. Ting, S.V., Citrus Fruits and Their Products; Analysis and Technology, Marcel

(22)

Ulinuha, A, Yaniz. 2014. Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan Aplikasinya Sebagai Edible Film. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Kimia D3, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Widiastuti, D, Restu. 2015. Ekstraksi Pektin Kulit Jeruk Bali dengan Metode Microwave Assisted Extraction dan Aplikasinya Sebagai Edible Film. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Kimia D3, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Gambar

Tabel II.1 Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian kualitatif deskriptif memperlihatkan tentang kegiatan, proses yang terjadi maupun pengaruh atau dampak dari fenomena yang terjadi

yang ditawarkan dalam konsep tersebut. Melalui telusur ke masyarakat- masyarakat yang jauh dari pusat kekuasaan dan masih menggunakan hukum adat sebagai bagian

Sama halnya dengan pertumbuhan panjang, data hasil pengamatan bobot menunjukkan bahwa dari ikan nila BEST yang dipelihara pada pH 7 memiliki nilai pertumbuhan

Manfaat penelitian adalah dapat memberikan informasi mengenai bobot potong dan lokasi otot yang tepat pada kambing Jawarandu dalam menghasilkan daging dengan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi antara data keuangan atau aktivitas

Analisis data yang penulis lakukan adalah Mentranskrip teks mantra tetomeh kemudian member tanda tertentu terhadap objek kajian , memilah dan menelaah teks mantra sesuai

Dengan demikian rele- vansi praktikum dalam bidang pekerjaan yang dimiliki siswa berhubungan dengan kesiapan kerja dan dapat mempengaruhi kesiapan kerja di bidang

Banyak sekali pengaruh dan peranan teknologi informasi untuk Bisnis pada saat ini yang bisa di rasakan dalam dunia bisnis.Banyak yang mempengaruhi bisnis karena teknologi