• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Personal Profesional Leader ( Chandra and Friends)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2. Personal Profesional Leader ( Chandra and Friends)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Penting dari Kepemimpinan Personal dan Profesional (The importance of personal and proffesional leadership)”

Angelo Mastrangelo et al.

Abstrak. Kelangsungan hidup organisasi sebagian bergantung pada kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif menjalankan perilaku kepemimpinan profesional (misalnya, menyusun misi dan visi organisasi, menciptakan sebuah proses untuk mencapai tujuan organisasi, menyelaraskan proses dan prosedur) dan sekaligus menjalankan perilaku kepemimpinan personal (misalnya, membangun kepercayaan, kepedulian terhadap bawahan, dan berperilaku menurut kaidah moral yang berlaku). Model pengaruh kepemimpinan profesional dan personal terhadap kemauan kerjasama (willing cooperation) dikembangkan dan diuji di sini. Para responden memberikan persepsi tentang kepemimpinan organisasi mereka dan melaporkan sejauh mana mereka mau bekerjasama dengan pemimpin organisasi mereka. Persepsi terhadap kepemimpinan “organisasi” dibanding dengan pemimpin individual diukur di sini. Kepemimpinan personal juga dikaji sebagai mediator pengaruh kepemimpinan personal terhadap kemauan kerjasama. Hasil riset ini mendukung model mediator. Secara khusus, kepemimpinan profesional berhubungan dengan keberadaan kemauan kerjasama ( = 0.44) dan kepemimpinan personal berhubungan dengan keberadaan kemauan kerjasama ( = 0.71). Terakhir, dengan mengikuti strategi yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny, kepemimpinan personal diketahui menjadi mediator/penengah hubungan antara kepemimpinan profesional dan keberadaan kemauan kerjasama. Keterbatasan studi ini dan implikasi praktisnya dibahas di sini.

Pendahuluan

Kelangsungan hidup organisasi sebagian bergantung pada kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif menjalankan perilaku kepemimpinan profesional (misalnya, menyusun misi, menciptakan sebuah proses untuk mencapai tujuan organisasi, menyesuaikan proses dan prosedur) dan sekaligus menjalankan perilaku kepemimpinan personal (misalnya, membangun kepercayaan, kepedulian terhadap orang lain, dan berperilaku menurut kaidah moral yang berlaku). Menariknya, sebagian besar pengetahuan kita tentang kepemimpinan berasal dari penelitian perihal bagaimana karyawan berhubungan dengan atasan langsung mereka. Akan tetapi, meneliti persepsi individu atas “kepemimpinan” di tingkat organisasi menjadi proposisi yang menarik. Sekilas, perilaku kepemimpinan profesional, seperti menyelaraskan proses dan prosedur, mungkin lebih mudah dikonseptualisasikan pada level organisasi jika dibanding dengan perilaku kepemimpinan personal, seperti berperilaku menurut kaidah moral yang berlaku. Akan tetapi, banyak peristiwa saat ini seperti Enron dan WorldCom menunjukkan dampak penting dari kepemimpinan personal. Dalam hal ini, perilaku kepemimpinan personal yang negatif berlangsung di seluruh bagian organisasi dan punya konsekuensi yang signifikan. Dasar pemikiran riset kali ini adalah bahwa terdapat persepsi kepemimpinan profesional dan personal di level organisasi dan dampaknya bagi pengikut atau bawahannya dapat dikaji. Selain itu, meskipun pemimpin bisa datang dan pergi, cara-cara yang tepat bagaimana melaksanakan tugas dan menghadapi orang dapat dan sebaiknya dilembagakan dalam organisasi yang berkinerja-tinggi.

Tinjauan Pustaka

(2)

Satu tema dalam riset ini berupa gagasan bahwa perilaku dan tindakan pemimpin menjadi determinant penting efektivitas. Sebagian riset terdahulu dalam bidang ini mengatakan bahwa pemimpin harus berhadapan dengan isu-isu tugas dan isu-isu yang terkait dengan manusianya. Misalnya, studi Ohio State meneliti initiating structure atau struktur pemprakarsa (misalnya, mengartikan dan menyusun kerja) dan consideration atau perhatian yang mendalam (misalnya, menghormati bawahan dan kepekaan terhadap perasaan bawahan) (Fleishman, 1953). Studi Michigan meneliti perilaku task-oriented dan perilaku relation-oriented (Likert, 1961). Berdasarkan riset awal ini, Blake dan Mouton (1964) mengatakan bahwa para manajer bisa ditempatkan pada “grid” (semacam kisi atau jaringan) berdasarkan perhatian mereka terhadap produksi dan terhadap manusia (karyawan).

Banyak teori lebih baru tentang kepemimpinan meneliti perilaku dan tindakan pemimpin yang dianggap penting. Misalnya, model LPC Fiedler (1967) meneliti banyak faktor, termasuk hubungan pemimpin-anggota dan struktur tugas. Teori kepemimpinan situasional milik Hersey dan Blanchard (1982) mengatakan bahwa sejauh mana seorang pemimpin mau menjalin hubungan dengan orang lain dan melaksanakan tugasnya, akan bergantung pada kedewasaan pengikutnya. Beberapa teori ini hanya sebagian dari banyak teori yang mengkaji perilaku dan tindakan pemimpin. Meskipun para peneliti menggunakan banyak istilah yang berlainan, tapi kita dapat mengambil kesimpulan dari banyak literatur yang ada bahwa agar bisa berhasil, seorang pemimpin harus mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan tugas dan permasalahan yang berhubungan dengan manusia (karyawan) di tempat kerja.

Riset Saat ini

Studi ini berusaha memberikan kontribusi kepada literatur yang ada lewat tiga cara spesifik. Pertama, kami mengupdate atau memperbaruhi konstruk “task” dan “people” berdasarkan teori dan studi yang lebih baru. Kami berpendapat bahwa sebagian konseptualisasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas dan manusia dalam riset sebelumnya (misalnya, initiating structure dan consideration) adalah agak sempit. Berangkat dari riset sekarang, kami menyajikan dua konstruk yang memperluas gagasan tentang bagaimana menghadapi tugas yang ada di tangan dan manusia di dalam organisasi. Secara khusus, kami mengartikan kepemimpinan profesional sebagai upaya untuk memberikan pengarahan, proses, dan koordinasi kepada para anggota organisasi dengan tujuan mencapai tujuan organisasi. Hal ini mencakup bagian “formal” kepemimpinan, yaitu menyusun visi dan misi organisasi, menciptakan sebuah proses untuk mencapai tujuan organisasi, dan menyesuaikan atau menyelaraskan proses-proses dan prosedur, manusia dan prasarana atau infrastruktur, untuk mencapai tujuan organisasi. Meskipun kepemimpinan profesional bermula dari initiating structure, tapi ia merupakan konseptualisasi yang lebih luas dari task-related construct (konstruk tugas) ini. Kami mengartikan kepemimpinan personal sebagai perilaku personal pemimpin dalam melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan profesional, termasuk menunjukkan keahlian, membangun kepercayaan, peduli dan berbagi dengan orang lain, dan berperilaku menurut kaidah moral yang berlaku. Sekali lagi, meskipun berdasarkan konseptualisasi terdahulu seperti consideration, tapi konstruk ini punya cakupan lebih luas.

(3)

task-related variable dan person-task-related variable dengan bauran keberhasilan. Sebagian studi telah mengkaji model aditif sedangkan studi yang lain mengkaji model multiplikatif. Model aditif berasumsi bahwa person-oriented behavior dan task-oriented behavior adalah bersifat aditif, sehingga mempunyai efek independen. Model multiplikatif mengasumsikan efek interaktif, dimana efek dari satu tipe perilaku (person-oriented atau task-oriented) difasilitasi oleh level tipe perilaku lain yang lebih tinggi ( person-oriented atau task-person-oriented) (Yukl, 1998). Kesimpulan dari riset ini masih lemah. Sementara riset deskriptif sering berkesimpulan bahwa pemimpin yang sukses menekankan kedua faktor tersebut, sedangkan riset survei empirik dengan kuesioner memberikan dukungan lemah (Yukl, 1998). Kami mengusulkan alternatif ketiga bahwa kepemimpinan personal memperantarai hubungan antara kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama. Intinya, kepemimpinan personal “membawa” pesan profesional ke organisasi, karena tindakan-tindakan yang terjadi dalam proses kepemimpinan profesional akan berpengaruh pada interaksi personal, yang pada gilirannya mempengaruhi kemauan kerjasama. Model ini ditunjukkan dalam Gambar 1, dan digambarkan lebih detail di bagian berikutnya.

Ketiga, kami meneliti persepsi kepemimpinan organisasi dibanding dengan pemimpin individual. Secara tradisional, riset yang mengkaji perilaku pemimpin berfokus pada perilaku pemimpin individual dan pengaruhnya pada para pengikutnya (Yukl, 1998). Meskipun pendekatan yang lebih baru seperti kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional menekankan upaya membangkitkan semangat dan mentransformasi organisasi, tapi proses ini umumnya masih diteliti dari perspektif pemimpin tunggal yang mempengaruhi pengikutnya (Yukl, 1998). Disamping itu, riset yang mengkaji kepemimpinan dan budaya organisasi (Schein, 1992; Trice dan Beyer, 1991, 1993), meski sebagian menekankan keseluruhan organisasi, juga cenderung berfokus pada pengaruh dari pemimpin individual terhadap budaya organisasi.

Elemen-Elemen Model Kepemimpinan

Outcome/Hasil yang dikehendaki: kemauan kerjasama (willing cooperation)

Organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu berbuat lebih, bukan sekadar mengikuti jalan yang ditetapkan oleh pihak manajemen; organisasi membutuhkan cooperator yang mau menyumbangkan tenaganya untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Professional leadership Pengarahan

Proses Koordinasi

Personal Leadership Keahlian

Kepercayaan Kepedulian Berbagi Moral

Kemauan kerjasama

(4)

Orang-orang yang mau bekerja sama (willing cooperators) berani berbuat lebih, bukan sekadar mengikuti, mereka mau menyumbangkan tenaganya. Rendahnya kemauan kerjasama menandakan bahwa sarana lain untuk memfasilitasi “kerjasama” (pemaksaan, pertukaran materi) harus diimplementasikan untuk memajukan organisasi. Riset pernah menunjukkan bahwa penggunaan metode paksaan dan/atau metode transaksional untuk mencapai kerjasama ini kurang berhasil dalam jangka-panjang jika dibanding dengan meotode-metode yang bertujuan mencapai kemauan kerjasama (Yukl, 1998).

Elemen terpenting untuk mencapai kemauan kerjasama adalah dengan melibatkan anggota dengan cara menciptakan suatu “manfaat” atau benefit untuk kerjasama. Menurut Barnard (1938), “manfaat” merupakan efek sinergistik yang menghasilkan output lebih besar daripada hasil yang tercipta oleh usaha individual. Meksi demikian, sinergi saja merupakan “manfaat” yang tidak cukup memadai untuk mengajak anggota bekerjasama. Yang juga penting bagi kemauan kerjasama adalah filosofi win/win. Filosofi win/win mengatakan bahwa jika organisasi berkineja baik, individu-individu di dalamnya akan memperoleh manfaat dari keberhasilan organisasi. Tujuan dan outcome win/win akan mengurangi konflik (Covey, 1989; Hill, 1994; Katz dan Kahn, 1966). Untuk alasan ini, kami memilih kemauan kerjasama (willing cooperation) sebagai variabel terikat kami. Kami berpendapat bahwa kemauan kerjasama dari karyawan menjadi penghubung penting antara tindakan pemimpin dan outcome organisasi seperti return on investment (pengembalian investasi) dan profitability (kemampuan menghasilkan keuntungan).

Kepemimpinan Profesional

Pengembangan kemauan kerjasama dimulai dengan kepemimpinan profesional, yaitu dengan memberikan pengarahan, proses dan koordinasi kepada para anggota organisasi dengan maksud mencapai tujuan organisasi. Hal ini mencakup bagian “formal” kepemimpinan, yaitu menyusun visi dan misi organisasi, menciptakan sebuah proses untuk mencapai tujuan organisasi, dan menyelaraskan proses dan prosedur, manusia dan prasarana, untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan profesional sebenarnya berfokus pada level organisasi, bukan level dyadic (dua anggota).

Pengarahan (direction). Bagian terpenting dari memimpin adalah berada di depan dan memberikan pengarahan. Mungkin, pengarahan paling penting dari seorang pemimpin merupakan fungsi dari penetapan tujuan bersama (Barnard, 1938). Tujuan bersama inilah yang menggerakkan para anggota organisasi (Burns, 1978). Karena organisasi berupa sistem yang kooperatif dan terkoordinasi (Barnard, 1938), maka pengarahan tersebut akan menentukan “tujuan bersama” (common purpose) yang menyediakan suatu landasan bagi sistem yang efektif. Hal ini juga penting bagi keberhasilan karena ia memulai proses kepemimpinan dengan tujuan di benak (Covey, 1989, 1990).

(5)

dengan riset sebelumnya yang mengatakan bahwa sebuah visi merupakan elemen penting bagi organisasi yang menghendaki keunggulan (Peters dan Austin, 1985). Agar filosofi organisasi itu mampu memberikan inspirasi dan menarik bagi para anggota untuk berpartisipasi, maka filosofi itu harus dipersepsi saling menguntungkan dan efektif dari fokus strategis (Katz dan Kahn, 1966). Pendekatan yang memungkinkan individu untuk memperoleh keuntungan organisasi dan keuntungan individual sekaligus adalah lebih mungkin melahirkan kemauan kerjasama.

Proses. Yang penting bagi keberhasilan pengarahan pemimpin adalah penyediaan, pelaksanaan dan pengelolaan sebuah proses yang sistematis. Yang terpenting, proses, sebagai tujuannya, harus mencapai tujuan bersama organisasi (Beer et al., 1995). Menciptakan “constancy of purpose” atau konsistensi tujuan merupakan prinsip pertama Deming (1982) dari 14 prinsip untuk transformasi manajemen Barat, dimana dia menekankan pelaksanaan proses yang konsisten, berkesinambungan dan efektif yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama organisasi. Ada tiga elemen penting khusus dalam proses sistematis yang efektif: anggota organisasi harus yakin bahwa proses yang disediakan oleh pemimpin adalah efektif untuk mencapai “tujuan bersama” organisasi (Barnard, 1938), masing-masing anggota harus paham bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi kepada upaya tersebut, dan proses itu harus menekankan perbaikan berkesinambungan. Deming membuat pernyataan ini dengan menekankan pentingnya memperbaiki sistem produksi dan pelayanan secara terus-menerus dan konsisten dengan maksud untuk memperbaiki kualitas dan produktivitas. Jika melalui tindakan pemimpin organisasi, para anggota organisasi yakin dengan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya, meyakini proses untuk mencapai tujuan tersebut, maka para anggota tersebut lebih mungkin untuk bersedia bekerjasama dengan pemimpin mereka.

Koordinasi. Koordinasi juga menjadi elemen penting dari kepemimpinan profesional. Fungsi mendasar dari koordinasi adalah memperoleh atau mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk menjalankan sebuah organisasi (Barnard, 1938). Koordinasi sebagai bagian dari kepemimpinan bersifat individual dan sistematik sekaligus. Bersifat individual, karena setiap pemimpin harus memimpin individu yang diawasinya; bersifat sistematik, tiap pemimpin harus menyumbangkan kepemimpinannya demi terpeliharanya organisasi (Barnard, 1938). Yang terpenting, koordinasi adalah “strategic alignment” atau keselarasan strategi dari organisasi, sumberdayanya dan anggotanya. Relevan dengan riset ini, keselarasan strategi diketahui efektif untuk menyingkirkan hambatan-hambatan yang merintangi kerjasama (Semler, 1997). Disamping itu, bukti menunjukkan bahwa strategic alignment tersebut berkorelasi dengan kepuasan kerja (Dennison, 1992; Kotter dan Heskett, 1992) dan mungkin efektif untuk menghindari tujuan-tujuan yang bertentangan (Perrow, 1961). Akan tetapi, penyelarasan upaya-upaya pemimpin secara sistematis, penyelarasan tujuan-tujuan mereka dan sistem organisasi sebagai determinant kepemimpinan yang efektif, belum banyak dikaji (Sherman, 1989). Pada level organisasi, kami berpendapat bahwa bawahan akan lebih mungkin mau bekerjasama jika mereka mempersepsi tindakan mereka secara strategik cocok atau selaras dengan misi dan visi organisasi.

Rangkuman kepemimpinan profesional. Kepemimpinan profesional mencakup bagian “formal”

(6)

mencapai tujuan organisasi. Riset menunjukkan pentingnya untuk mempunyai tujuan bersama (Peters dan Austin, 1985) dan juga harus ada proses untuk mencapai tujuan bersama itu (Barnard, 1938). Meskipun elemen-elemen dari kepemimpinan profesional diketahui meningkatkan kepuasan kerja (Kotter dan Heskett, 1992) dan menyingkirkan hambatan-hambatan yang merintangi kerjasama (Semler, 1997), tapi studi kali ini membuat hipotesis bahwa kepemimpinan profesional juga berpengaruh pada kemauan kerjasama para anggota organisasi. Hampir sama dengan banyak studi sebelumnya (House, 1971; House dan Dessler, 1974), individu akan lebih mungkin menyumbangkan tenaganya untuk mencapai tujuan organisasi jika ada pengarahan yang jelas dan juga ada proses untuk mencapai tujuan tersebut. Karena itu, kami mengusulkan hipotesis berikut:

H1 Kepemimpinan profesional (yaitu, menyediakan pengarahan, proses dan koordinasi) berkorelasi secara positif dengan kemauan kerjasama.

Kepemimpinan Personalpembawa pesan

Kepemimpinan personal bisa dianggap sebagai perilaku personal seorang pemimpin dalam melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan profesional, termasuk keahlian, kepercayaan, kepedulian, berbagi bersama dan moral. Kepemimpinan personal itu dapat dipandang sebagai sisi “manusia” pemimpin. Melalui perilaku personal ini seorang pemimpin menjamin keberhasilan kepemimpinan profesional. Intinya, kepemimpinan personal “membawa” pesan profesional kepada organisasi.

Keahlian. Keahlian adalah persepsi kemampuan dan kompetensi pemimpin. Kompetensi merupakan elemen terpenting yang membuat seorang pemimpin dipersepsi positif oleh anggotanya (Kouzes dan Posner, 1993), serta menjadi karakteristik penting pada pemimpin yang efektif (Kouzes dan Posner, 1983; Yukl, 1938). Selain itu, keahlian menjadi sumber utama dan metode penting untuk meraih kekuasaan (French dan Raven, 1959). Seorang pemimpin memperoleh kekuasaan karena karyawan berpihak/loyal dan mengagumi pemimpin tersebut (French dan Raven, 1959). Keahlian dan kekuasaan juga mempunyai manfaat tambahan, yaitu mereka bisa ditukarkan dengan kekuasaan lain (Katz dan Kahn, 1966). Karyawan yang mempercayai keahlian pemimpin organisasi mereka akan lebih mungkin untuk bersedia bekerjasama dengan sang pemimpin dalam mencapai maksud dan tujuan pemimpin tersebut.

(7)

kapda pemimpinnya, maka mereka akan lebih mungkin untuk bersedia bekerjasama dengan sang pemimpin.

Kepedulian (caring). Kepedulian diartikan sebagai empati, mendengarkan, dan kesopanan kepada karyawan apapun posisi karyawan tersebut dalam organisasi. Kepedulian hampir sama dengan perhatian yang mendalam (consideration), suatu parameter outcome yang digunakan dalam banyak sekali studi kepemimpinan (Bass, 1990; Fisher dan Edwards, 1988; Yukl, 1998), tapi lebih komprehensif. Perhatian mendalam dari seorang pemimpin mempunyai dukungan empiris jika berkorelasi dengan kepuasan kerja (Yukl, 1998). Perilaku suportif atau memberikan dukungan kepada bawahan, sebuah konstruk lain yang hampir sama dengan kepedulian meski tidak begitu komprehensif, merupakan inti dari perilaku memberikan perhatian mendalam (Bowers dan Seashore, 1966; Fleishman, 1953; House dan Mitchell, 1974; Stogdill, 1974). Greenleaf (1996) menjelaskan bahwa di masa lalu, kepedulian dianggap sebagai kepedulian seseorang kepada orang lain. Saat ini, kepedulian itu bersifat institusional. Anggota organisasi akan mempersepsi organisasi punya kepedulian jika ada usaha untuk membangun sikap kepedulian yang sistematis dan kolektif (Covey, 1990). Kami berpendapat, para anggota organisasi akan lebih mungkin bersedia bekerjasama jika mereka punya persepsi bahwa pemimpin mereka betul-betul peduli kepada mereka.

Berbagi bersama (sharing). Sharing di sini diartikan sebagai berbagi kekuasaan atau wewenang dan informasi. Berbagi kekuasaan (authority) menjadi dasar bagi pemberdayaan, komponen terpenting dari kepemimpinan partisipasif, yang diketahui berkorelasi dengan kepemimpinan efektif (Likert, 1961). Pemberdayaan akan berlangsung dengan efektif jika kekuasaan acuan dan kekuasaan keahlian dari para anggota dimanfaatkan (Katz dan Kahn, 1996). Kegagalan untuk berbagi wewenang bisa sangat merusak semangat karyawan. Dalam hal ini, kegagalan untuk berbagi kekuasaan ini menyebabkan perasaan tidak berdaya dan tidak dapat berbuat sesuatu pada karyawan di Amerika (Ashforth, 1989). Berbagi informasi penting menjadi alat yang efektif dalam komunikasi (Barnard, 1938; Stinchombe, 1990) karena pengendalian dan penguasaan informasi dianggap menjadi dasar untuk berkuasa (Yukl, 1998). Berbagi informasi itu juga dilihat sebagai aspek penting dari pengawasan dalam “hubungan antara pemimpin dan bawahan” (Stinchombe, 1990).

Dengan kata lain, jika para anggota organisasi percaya bahwa pemimpin mereka mau berbagi informasi penting dengan mereka, maka mereka akan lebih mungkin untuk mau bekerjasama. Alternatifnya, karyawan yang merasa tidak diberi tahu informasi apa-apa kurang mungkin untuk mau bekerjasama dengan sang pemimpin tersebut.

(8)

memberikan dukungan empiris dan prakmatis mengenai hubungan antara perilaku moral pemimpin dan kinerja organisasi dalam bidang bisnis. Perilaku moral seorang pemimpin yang terlibat dalam skandal akan mempengaruhi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) organisasi disebabkan rusaknya kredibilitas mereka dan juga kredibilitas organisasi mereka. Begitu kuatnya dampak dari perilaku moral seorang pemimpin ini sehingga berpengaruh negatif pada seluruh pasar saham yang ada.

Rangkuman kepemimpinan personal. Kepemimpinan personal adalah perilaku personal

seorang pemimpin dalam melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan profesionalnya, termasuk keahlian, kepercayaan, kepedulian, berbagi kekuasaan atau wewenang dengan bawahan dan moral. Anggota organisasi harus mempercayai keahlian pemimpin mereka, dan harus percaya bahwa pemimpinnya melakukan hal yang terbaik bagi semua orang. Pemimpin juga harus memperlihatkan kepeduliannya kepada anggota organisasi, harus berbagi kekuasaan dan informasi dengan para anggota organisasi, dan harus bermoral. Pelaksanaan perilaku ini berkontribusi signifikan kepada kepemimpinan efektif (Likert, 1961). Studi ini membuat hipotesis bahwa kepemimpinan personal mendorong dan memotivasi individu untuk mau menyumbangkan tenaganya demi keberhasilan organisasi. Sehingga, diusulkan hipotesis berikut:

H2 Kepemimpinan personal (yaitu, memperlihatkan keahlian, kepercayaan, kepedulian, dan berperilaku menurut kaidah moral) berkorelasi secara positif dengan kemaunan kerjasama.

Hubungan antara kepemimpinan profesional dan kepemimpinan personal

Banyak penelitian sudah sering mengkaji kedua kategori perilaku pemimpin yang luas ini (Fleishman, 1953; Halpin dan Winer, 1957; Hemphill dan Coons, 1957; Likert, 1961) dengan hasil yang kontroversial dan kurang meyakinkan. Satu temuan yang konsisten dan agak kuat adalah bahwa pemimpin yang suka memberikan perhatian mendalam kepada karyawannya (considerate leader) akan menyebabkan karyawannya merasa lebih puas (Yukl, 1998). Disamping itu, Likert (1961) menemukan bahwa manajer yang efektif menekankan kedua faktor ini (kepemimpinan profesional dan personal), bukan salah satunya saja. Blake dan Mouton (1964) mengatakan bahwa pemimpin efektif mementingkan kedua faktor tersebut, dan riset ini mengatakan bahwa pemimpin efektif sekurang-kurangnya memberikan titik tekan moderat pada kedua aspek kepemimpinan tersebut (Yukl, 1998).

Karena para manajer menekankan kedua faktor ini (hubungan kepemimpinan profesional dan personal), kami ingin meneliti lebih lanjut bagaimana kedua faktor ini saling berhubungan satu sama lain. Seperti dibahas di depan, riset terdahulu tentang model aditif dan model multiplikatif hasilnya kurang meyakinkan (Yukl, 1998), sehingga hal ini memberikan alasan lebih kuat untuk meneliti lebih mendalam hubungan di antara kedua faktor.

(9)

menciptakan keselarasan strategi (strategic alignment) antara aktivitas karyawan dan outcome organisasi; maka hal ini akan melahirkan persepsi karyawan atas keahlian, kepercayaan, kepedulian, berbagi kekuasaan dan informasi dan moralitas pemimpin, yang merupakan komponen dari kepemimpinan personal. Mungkin ketika karyawan merasa organisasi mereka adalah cukup profesional, mereka akan lebih mungkin untuk memberikan penilaian positif atas keahlian dan kepercayaan dalam kepemimpinan organisasi. Dasar pemikiran kami adalah bahwa karyawan berinteraksi sehari-hari dengan sisi personal seorang pemimpin. Lewat interaksi inilah, kepemimpinan profesional berpengaruh nyata pada kemauan kerjasama. Intinya, visi profesional dari seorang pemimpin disampaikan kepada para anggota atau pengikutnya melalui tindakan personal dan tindakan nyata serta interaksi. Menurut konseptualisasi ini, baik kepemimpinan personal maupun kepemimpinan profesional adalah penting, tapi adalah aspek personal pemimpin yang memberikan pesan profesional kepada para anggota organisasi. Pesan profesional (kepemimpinan profesional) akan menyebar melalui kepemimpinan personal. Karena itu, kami mengusulkan hipotesis beriktu:

H3 Kepemimpinan personal akan memperantarai hubungan antara kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama.

Metode

Tinjauan luas

Sebuah pilot study dilakukan untuk mengidentifikasi item-item yang reliable dan valid untuk beberapa alat ukur yang dikembangkan secara khusus untuk studi ini. Selanjutnya, main study dilakukan untuk mengkaji hubungan di antara variabel kepemimpinan profesional, kepemimpinan personal, dan kemauan kerjasama.

Pilot Study (Studi Percontohan) untuk Pengembangan Alat Ukur

Total 131 item atau butir dikembangkan untuk mengukur kepemimpinan profesional (yaitu, berdasarkan pengarahan, proses dan koordinasi), kepemimpinan personal (yaitu, keahlian, kepercayaan, kepedulian, berbagi kekuasaan dan informasi penting dengan bawahan, dan moral), dan kemauan kerjasama. Item-item ini disampaikan kepada sampel 40 orang yang bekerja full-time yang kuliah dalam kelas sore di community college setempat.

Variabel social desirability/kebutuhan sosial 8-item (Paulhus, 1984) dimasukkan dalam pelaksanaan pilot study tersebut. Instrumen ini mencakup dua subskala:

1. Kesan baik, yang menunjukkan kebohongan dengan maksud untuk menciptakan kesan baik; dan

2. Self-deception, kecurangan, yang menunjukkan pendapat yang sangat tidak realistis tentang atribut personal seseorang.

(10)

Seluruh item asli dianalisis masalah base rate-nya, konsistensi internalnya, validitas diskriminannya dengan alat-ukur sosial desirability, dan dianalisis validitas konstruknya dengan konstruk kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Item ditolak karena alasan base rate jika item itu sangat didukung atau sangat ditolak oleh 90% sampel atau lebih. Item ditolak karena rendahnya validitas diskriminan jika ia mempunyai kesamaan variansi 10% dengan indeks social desirability (yaitu, berkorelasi sebesar 0.33 dengan salah satu variabel). Untuk item-item sisanya yang mewakili konstruk yang ada, matriks korelasi di antara item-item dikaji untuk mengidentifikasi item-item yang menunjukkan tingkat homogenitas tinggi satu sama lainnya. Lima item dengan interkorelasi tertinggi dan yang tampak cocok dengan landasan teoritis konstruk ini dipertahankan untuk alat-ukur final.

Main Study

Partisipan. Ada 248 orang dari berbagai latar belakang (118 pria, 127 wanita, dan 3 orang yang tidak menyebutkan jenis kelaminnya). Rata-rata usia partisipan adalah 36.22 tahun (SD = 14.22); range usia partisipan adalah 17 – 79 tahun. Partisipan ini mempunyai rata-rata pengalaman kerja ful-time 14.86 tahun (SD = 12.82) dalam berbagai posisi. Partisipan telah bekerja dengan employer atau atasan mereka masing-masing rata-rata selama 7.55 tahun (SD = 8.89).

Prosedur. Peneliti mampu mengumpulkan banyak responden di satu tempat. Para responden ini diminta mengisi angket dan mengembalikannya kepada peneliti. Dari 150 angket yang dibagikan, 131 atau 87% angket dikembalikan dan dianggap bisa diterima. Responden yang lain dikirimi angket lewat pos dan mereka diminta untuk mengisi angket tersebut dan mengirimkannya kepada pimpinan proyek secara langsung atau lewat pos dengan menggunakan amplop berperangko yang ada alamatnya. Dari 410 angket yang dibagikan, 117 atau 28% angket dikembalikan dan dianggap bisa diterima. Analisis terhadap kedua kelompok ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal responnya terhadap variabel-variabel yang dicantumkan dalam angket.

Bias jawaban lewat pos. Supaya bisa menguji kemungkinan bias jawaban dari angket yang dikembalikan, sebuah angket pendek dan tidak ada namanya yang terdiri dari alat ukur kepuasan kerja 5-item dan alat ukur komitmen organisasi 15-item, beserta pertanyaan tentang variabel demografik, diberikan kepada seluruh individu pada waktu pembagian angket. Pertanyaan yang sama ini dicantumkan dalam angket utama yang diposkan responden kepada peneliti. Jika hanya tipe orang tertentu saja yang mengeposkan angket (misalnya, individu yang sangat puas atau sangat kecewa dengan pekerjaan mereka), maka sebaran jawaban untuk pertanyaan umum seharusnya berbeda dalam kedua set data tersebut. Hal ini tidak terjadi. Pada beberapa perbandingan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara responden dari angket pendek dan responden yang mengembalikan angket panjang.

Alat Ukur

Umum. Tujuan dari instrumen survei ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang persepsi kepemimpinan profesional, kepemimpinan personal, dan evaluasi individu atas kemauan kerjasama. Beberapa alat ukur dibuat (lihat bawah) untuk mengumpulkan informasi tentang masing-masing konstruk ini.

(11)

sehingga menghasilkan kemauan kerjasama. Contoh itemnya: “Saya mau bekerjasama dengan pemimpin karena saya mempercayai visinya tentang masa depan kami,” dan “Saya mau bekerjasama dengan pemimpin karena saya sangat tertarik dengan visinya untuk perusahaan kami”. Subjek menjawab berdasarkan alat ukur Likert 5-poin dengan patokan jawaban “sangat tidak setuju” (1) sampai “sangat setuju” (5). Untuk alat ukur ini, semakin tinggi skor, semakin besar kemauan kerjasamanya. Koefisien  untuk alat ukur ini adalah 0.90.

Kepemimpinan profesional. Alat ukur 15-item digunakan untuk menilai kepemimpinan profesional, yang diartikan sebagai menyediakan fungsi kepemimpinan, yang berupa pengarahan, proses dan koordinasi. Analisis faktor menunjukkan bahwa subfactor ini loading ke faktor tunggal yang lebih tinggi, yang diistilah “kepemimpinan profesional”.

Delapan item digunakan untuk mengukur pengarahan pemimpin, yang mencakup misi, visi dan filosofi organisasi. Contoh itemnya: “Pemimpin menjelaskan misi organisasi kami”, “Pemimpin menjelaskan visi organisasi kami,” “Pemimpin menjelaskan bagaimana para anggota organisasi akan mendapatkan manfaat jika organisasi mencapai keberhasilan”, dan “Pemimpin menjelaskan mengapa mencapai visi pemimpin itu sangat penting bagi kepentingan karyawan”. Tiga item digunakan untuk mengevaluasi proses. Contoh item proses adalah: “Pemimpin menjelaskan bagaimana program-program kami disusun untuk memperbaiki kepuasan pelanggan” dan “Pemimpin menjelaskan bagaimana proses-proses kami disusun untuk memelihara misi organisasi kami”. Empat item digunakan untuk menilai koordinasi. Contoh item koordinasi: “Pemimpin menjelaskan bagaimana pekerjaan saya akan berkontribusi dalam mencapai visi pemimpin”, dan “Pemimpin menjelaskan bagaimana departemen kami berkontribusi dalam mencapai visi pemimpin”. Subjek menjawab berdasarkan skala Likert 5-poin mulai dari “Sangat tidak setuju” (1) sampai “Sangat setuju” (5). Koefisien  untuk alat ukur ini adalah 0.96.

Kepemimpinan personal. Alat ukur 25-item digunakan untuk mengevaluasi kepemimpinan personal, yang diartikan sebagai perilaku personal pemimpin dengan bawahannya dalam melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan profesional yang mencakup keahlian, kepercayaan, kepedulian, berbagi kekuasaan dan informasi penting dengan bawahan, dan moral. Analisis faktor menunjukkan bahwa subfaktor ini loading ke faktor tunggal lebih tinggi yang disebut “kepemimpinan personal”.

(12)

benar”. Subjek menjawab berdasarkan skala Likert 5-poin mulai dari “sangat tidak setuju” (1) sampai “sangat setuju” (5).

Hasil

Mean, SD, dan interkorelasi untuk seluruh alat ukur dilaporkan dalam Tabel 1. Perkiraan koefisien  dilaporkan dalam diagonal. Tabel II dan III menampilkan hasil dari H1-H3. H1 mengatakan bahwa kepemimpinan profesional berkorelasi dengan keberadaan kemauan kerjasama. Tabel II menunjukkan bobot  terkait ( = 0.44). Keseluruhan R2 adalah 0.19 (F(1.206) = 48.32, p < 0.01; standard error (SE) perkiraan = 0.69), sehingga memperkuat H1.

H2 menyatakan bahwa kepemimpinan personal berkorelasi dengan keberadaan kemauan kerjasama. Tabel II menunjukkan bobot  terkait ( = 0.71). Keseluruhan R2 adalah 0.50 (F(1.204) = 203.52, p < 0.01; standard error (SE) perkiraan = 0.54), sehingga memperkuat H2.

Tabel I: Koefisien korelasi di antara beberapa variabel

Mean SD 1 2 3

Kepemimpinan profesional 3.22 0.83 (0.96) -

-Kepemimpinan personal 3.23 0.99 0.58* (0.97)

-Kemauan kerjasama 3.48 0.75 0.44* 0.71* (0.90)

Catatan: *P < 0.01; Koefisien  disajikan dalam diagonal.

Tabel II: Analisis regresi untuk pengaruh kepemimpinan terhadap kemauan kerjasama

Mean  SE t 95% CI

Kepemimpinan profesional R2 = 0.19 0.44 0.06 6.95* 0.28 – 0.51

Kepemimpinan personal R2 = 0.50 0.71 0.04 14.27* 0.47 – 0.62

Catatan: p < 0.01

H3 mengatakan bahwa kepemimpinan personal memperantarai hubungan antara kepemimpinan profesional dengan kemauan kerjasama. Untuk menguji hipotesis ini, analisis regresi yang diperantarai (mediated regression analysis) dilakukan berdasarkan sebuah proses tiga-step yang digambarkan oleh Baron dan Kenny (1986).

(13)

2. Step 2. Variabel terikat diregresi ke variabel bebas. Hubungan ini juga seharusnya signifikan secara statistik.

3. Step 3. Variabel terikat diregresi ke variabel mediator dan variabel bebas sekaligus. Variabel mediator ini seharusnya signifikan secara statistik, dan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat seharusnya direduksi dari Step 2. Jika hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat direduksi sampai nol, maka variabel mediator bisa dianggap sebagai mediator sempurna. Temuan yang lebih mungkin adalah bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat direduksi secara bermakna (tapi tidak sampai nol), yang menunjukkan bahwa variabel mediator tersebut merupakan mediator parsial.

Proses 3-langkah yang digambarkan Baron dan Kenny (1986) dipakai untuk menguji apakah kepemimpinan personal menjadi mediator hubungan antara kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama (lihat Tabel III untuk masing-masing step). Pada Step 1, kepemimpinan personal diregresi ke kepemimpinan profesional ( = 0.58, p < 0.01), R2 adalah 0.34 (F(1.214) = 110.90, p < 0.01; SE perkiraan = 0.82). Pada Step 2. kemauan kerjasama diregresi ke kepemimpinan profesional ( = 0.44, p < 0.01). Bagian analisis ini hampir sama dengan analisis yang menguji H1. R2 adalah 0.19 (F(1.206) = 48.32, p < 0.01; SE perkiraan = 0.69). Pada Step 3, kemauan kerjasama diregresi ke kepemimpinan personal ( = 0.68, p < 0.01) dan kepemimpinan profesional sekaligus ( = 0.05, n/s). R2 adalah 0.51 (F(2.194) = 101.54, p < 0.01; SE perkiraan = 0.54). Dari hasil regresi ini, jelas dalam Step 3 analisis, kepemimpinan personal muncul sebagai prediktor kemauan kerjasama/ kesediaan kerjasama yang signifikan secara statistik dan pengaruh kepemimpinan profesional terhadap kemauan kerjasama turun hingga ke level yang tidak signifikan secara statistik. Menurut Baron dan Kenny (1986), hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan personal memperantarai hubungan antara kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama, sehingga memperkuat H3.

Bahasan

Temuan-temuan kami menunjukkan bahwa kepemimpinan profesional merupakan langkah pertama dalam proses kepemimpinan. Kepemimpinan profesional itu meletakkan suatu fondasi yang menuntun kemauan kerjasama. Kepemimpinan profesional menyediakan pengarahan, proses dan koordinasi kepada para anggota organisasi dengan maksud mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan profesional itu mencakup bagian “formal” kepemimpinan seperti menyusun visi dan misi organisasi, menciptakan proses untuk mencapai tujuan organisasi, dan menyelaraskan proses dan prosedur, tenaga manusia dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi. Hasil studi kami menunjukkan, pemimpin yang mengandalkan komponen-komponen kepemimpinan profesional untuk menyusun visi dan misi organisasi adalah lebih mungkin untuk mempunyai karyawan yang mau bekerjasama dengannya.

(14)

tenaganya. Menurut hasil studi ini, karyawan bisa mengevaluasi pemimpinnya; kalau pemimpinnya itu baik menurut sudut pandang mereka, maka karyawan akan mau bekerjasama dengan sang pemimpin. Secara khusus, organisasi yang top management-nya dipersepsi secara positif dari sisi personal atau sisi kemanusiaannya, akan lebih mungkin menikmati kerjasama yang tulus dari para karyawannya.

Mungkin temuan yang paling menarik adalah pengaruh mediator kepemimpinan personal terhadap hubungan antara kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama. Kualitas personal seorang pemimpin tampaknya dipengaruhi oleh kualitas dan diterima tidaknya pesan kepemimpinan formal. Ketika karyawan mempercayai kepemimpinan profesional organisasi, maka karyawan itu akan mempunyai pandangan yang positif tentang aspek-aspek personal kepemimpinan (misalnya, trust,

caring), yang pada gilirannya membuat mereka mau bekerjasama secara sukarela. Karyawan mungkin

merasa lebih nyaman bekerjasama dengan peminpin organisasi mereka, jika mereka mempersepsi peminpin itu menjalankan praktik-praktik yang efektif yang dapat meningkatkan business outcomes dan

employee outcomes sekaligus. Hal ini juga menandakan bahwa pemimpin memikul beban berat untuk

memastikan tindakan mereka betul-betul bermoral dan berkeadilan. Jika karyawan mempersepsi peminpin mereka hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan tidak memperbaiki ekspektasi mereka (misalnya, Enron), maka akan timbul konsekuensi negatif. Intinya, ekspektasi telah diciptakan tapi belum dipenuhi.

Keterbatasan dan implikasi untuk riset di masa depan

Riset ini punya beberapa keterbatasan. Pertama, data prediktor dan data outcome kami semuanya berasal dari responden yang sama, yang bisa menyebabkan bias kesamaan sumber. Kedua, seluruh variabel kami dikumpulkan melalui survei, yang mengakibatkan bias metode (Cook dan Campbell, 1979). Riset di masa mendatang sebaiknya mengumpulkan data dari sumber tambahan (misalnya, dari pemimpin) dan menggunakan metode alternatif (misalnya, observasi) untuk mengumpulkan data. Ketiga, alat ukur dikembangkan dengan menggunakan ukuran sampel yang relatif kecil dari pilot study. Meski alat ukur dalam studi ini menunjukkan karakteristik psikometrik yang bagus, perlu ada upaya validasi lagi.

(15)

Riset ini merupakan langkah awal yang tepat untuk membuktikan validitas eksternal teori. Hasilnya akan sangat menarik karena studi itu memasukkan beragam sampel anggota organisasi. Sementara partisipan dalam studi kami mewakili 200 organisasi, langkah berikutnya adalah menerapkan teori dalam satu atau dua organisasi, mengevaluasi seluruh peminpin.

Implikasi untuk praktik

Temuan kami menunjukkan, kepemimpinan profesional dan kepemimpinan personal berkorelasi dengan perkembangan kemauan kerjasama. Yang amat penting bagi kepemimpinan adalah power atau kekuasaan dari konstruk kepemimpinan personal. Temuan kami menyatakan, kepemimpinan profesional berjalan melalui kepemimpinan personal untuk mempengaruhi kemauan kerjasama. Pesan profesional dari kepemimpinan disampaikan kepada karyawan melalui kepemimpinan personal. Hal ini sangat relevan ketika kita memperhatikan banyak peristiwa saat ini (misalnya, Enron, Anderson) dan dampak kepemimpinan personal yang tak efektif terhadap organisasi, anggota mereka dan seluruh pasar saham.

Menariknya, “pengembangan kepemimpinan” sering berfokus pada sisi profesional dari kepemimpinan. Banyak perkuliahan yang menekankan komunikasi, manajemen waktu, dan manajemen kinerja adalah contohnya. Meski demikian, riset ini menyarankan agar organisasi melakukan pelatihan dan pengembangan sisi personal dari kepemimpinan, misalnya, bagaimana memberikan simpati atau kepedulian kepada anggota organisasi, berbagi dengan mereka, dan berperilaku menurut moral.

Meskipun kami tidak mengukur kinerja, tampaknya masuk akal untuk berasumsi bahwa kemauan kerjasama akan berpengaruh pada variabel kinerja. Organisasi tidak mungkin mampu mempertahankan keberhasilan jangka-panjang tanpa menekankan kepemimpinan profesional dan personal. Pada akhirnya, organisasi mungkin akan memperoleh manfaat dengan memanfaatkan kepemimpinan profesional dan personal untuk mencapai kemauan kerjasama, dan berpotensi memperoleh perbaikan kinerja organisasi.

Dari “The importance of personal dan proffesional leadership” The Leadership & Organization Development Journal

Gambar

Gambar 1: Kepemimpinan personal sebagai mediator kepemimpinan profesional dan kemauan kerjasama
Tabel III: Analisis regresi yang diperantarai

Referensi

Dokumen terkait

Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

Untuk mencapai apa yang diharapkan dari misi kedua BPS Provinsi Kalimantan Tengah yaitu menciptakan insan statistik yang kompeten dan profesional, didukung

Orang yang bekerja profesional, ahli teknik, tenaga ahli dan sejenisnya / Profesional technical and related workers italic 2.. Tenaga

Ikat pinggang berbentuk pipih melingkar perut terdapat pada Dewi Drupadi dengan sungging gradasi oranye dan isen garis lengkung seling drenjeman, Bidadari 1

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

Literal tersebut ditugasi dengan nilai kebenaran sehingga bernilai T dan semua klausa yang memuat literal tersebut dihapus dari formula logika proposisi yang

Kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan adalah membuat rancangan model integrasi data rekam medis dan prototype Sistem Rekam Medis elektronik yang terintegrasi di

Pada Lampiran J, ditunjukkan bahwa hasil picking waktu tiba gelombang P dan S untuk kasus mikroseismik lubang-bor dapat memberikan pengaruh yang unik pada hasil lokasi