BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kebutuhan pangan dan obat dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini
ditunjukkan dengan masih adanya kegiatan impor untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan obat. Data Badan Pusat Statistik (BPS), selama bulan Januari-Juni
2011, impor pangan Indonesia mencapai 11,33 juta ton dengan nilai US$5,36
miliar atau kurang lebih Rp 45 triliun. Komoditas impor bervariasi, mulai dari
beras, jagung, terigu, gula, garam, telur ayam, daging sapi, singkong, bawang
merah, cabai, hingga buah-buahan (Bendang 2012). Berdasarkan data
Kementerian Perdagangan, nilai impor obat tradisional dan herbal sepanjang
tahun 2011 tercatat 40,5 juta dollar AS (Prihtiyani 2012).
Pemenuhan kebutuhan pangan dan obat dapat terpenuhi karena adanya
pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada. Banyak spesies tumbuhan yang
memiliki kandungan gizi dan unsur lainnya yang penting bagi kesehatan dan
bahan obat yang perlu untuk dikaji. Tumbuhan pangan dan obat yang digunakan
sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat setempat dalam kehidupan
keseharian mereka mengarah pada terciptanya kehidupan yang mandiri.
Sebagian besar penduduk Indonesia hidup di desa. Berdasarkan data BPS
Juni 2011 jumlah desa di Indonesia ada 78.198 desa. Sekiranya setiap desa di
Indonesia rata-rata terdiri dari 5 kampung, maka masyarakat Indonesia hidup
tersebar lebih di 350.000 kampung, dan lebih dari 50% kampung berada di sekitar
hutan (Dephut 2007). Kampung Sinarwangi merupakan salah satu kampung yang
terletak di sekitar kaki Gunung Salak, Bogor. Masyarakat Kampung Sinarwangi
menggunakan tumbuhan pangan dan obat secara langsung. Pemanfaatan
tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Sinarwangi erat kaitannya
dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan dalam kehidupan
keseharian masyarakat.
Namun demikian pendokumentasian tentang pemanfaatan tumbuhan pangan
dan obat oleh masyarakat Kampung Sinarwangi belum dilakukan. Penelitian ini
2
Kampung Sinarwangi dalam memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat, sehingga
pengetahuan tersebut dapat diwariskan kepada generasi penerus dan bermanfaat
pula bagi masyarakat umum lainnya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji:
1. Keanekaragaman tumbuhan pangan dan tumbuhan obat yang dimanfaatkan
oleh masyarakat Kampung Sinarwangi.
2. Praktek konservasi masyarakat Kampung Sinarwangi dalam memanfaatkan
tumbuhan pangan dan obat.
1.3Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data tumbuhan
pangan dan obat yang digunakan untuk mengembangkan kesehatan dan ketahanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat 2.1.1Tumbuhan pangan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala
sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau
dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan yang dimaksud adalah makanan pokok,
tambahan, minuman, bumbu masakan, dan rempah-rempah (Saepuddin 2005
diacu dalam Fakhrozi 2009). Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang
bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah.
Pangan diperuntukkan bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan-bahan kain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan
atau minuman.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang dan
papan. Ada dua macam bahan pangan, yaitu bahan pangan hewani dan nabati
(tumbuh-tumbuhan). Bahan pangan nabati ada yang berasal dari tumbuhan rendah
dan tumbuhan tingkat tinggi. Bahan pangan yang berasal dari tumbuhan tingkat
tinggi dapat diperoleh dari hasil hutan berupa buah-buahan, dedaunan, dan
biji-bijian (Sunarti et. al. 2007).
Komoditas pangan harus mengandung zat gizi yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan
kesehatan manusia. Kelompok tanaman budidaya yang tergolong komoditas ini
meliputi kelompok tanaman pangan, tanaman holtikultura nontanaman hias dan
kelompok tanaman lain penghasil bahan baku produk yang memenuhi batasan
pangan. Batasan untuk tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber
karbohidrat dan protein. Namun secara sempit, tanaman pangan biasanya dibatasi
pada kelompok tanaman yang berumur semusim. Batasan ini di masa mendatang
harus diperbaiki karena akan menyebabkan sumber karbohidrat tanpa dibatasi
4
2.1.2 Tumbuhan obat
Menurut Departeman Kesehatan RI dalam surat keputusan Menteri
Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 disebutkan bahwa tumbuhan obat adalah
tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau
jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang
diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati
2004).
Zuhud et al. (2004) mengelompokkan tumbuhan obat menjadi 3, yaitu (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya
oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara
ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan
penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan (3) Tumbuhan
potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan
bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya
sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional dapat disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu karena percaya dan
untung-untungan.
Menurut Aliadi dan Roemantyo (1994), berdasarkan intensitas
pemanfaatannya, masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu : 1) Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan
pengobatan tradisional. Masyarakat ini umumnya tinggal di pedesaan atau daerah
terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Cara pengobatan
sangat dipengaruhi oleh adat dan tradisi setempat, 2) Kelompok masyarakat yang
menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga. Masyarakat ini
umumnya tinggal di daerah pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan yang
terbatas, 3) Kelompok industriawan obat tradisional.
2.2 Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat
Beberapa penelitian mengenai kajian tumbuhan tumbuhan pangan dan obat
di berbagai tempat telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun hasil
5
Tabel 1 Hasil penelitian mengenai tumbuhan pangan dan obat
No Nama Peneliti Tahun Lokasi Hasil
1 Dian Arafah 2005 Taman Nasional Bali Barat
Teridentifikasi sebanyak 206 spesies, sebanyak 66 spesies digunakan untuk obat dan 16 pangan.
2 Barkah Ilham Purnawan
2006 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
Teridentifikasi 762 tumbuhan, 111 famili dan 461 spesies, 210 spesies untuk obat dan pangan 38 jenis.
3 Herna Hamidu 2009 Masyarakat sekitar Hutan Lambusango
Teridentifikasi sebanyak 169 spesies dari 66 famili, sebanyak 83 spesies digunakan untuk tumbuhan obat dan 80 spesies untuk pangan.
4 Irzal Fakhrozi 2009 TN Bukit Tiga Puluh (Riau)
Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku MelayuTradisional sebanyak 266 spesies dari 94 famili. Penghasil pangan sebanyak 73 dan obat 173 spesies.
5 Sopian Hidayat 2009 Masyarakat Kampung Adat Dukuh (Garut)
Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebanyak 292 spesies dari 81 famili dan sebanyak 101 spesies digunakan untuk pangan dan 150 spesies untuk obat.
6 Aisyah Handayani 2010 Cagar Alam Gunung Simpang
Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana yakni berjumlah 191 spesies dari 69 famili. Sebanyak 62 untuk pangan dan 74 spesies untuk obat
7 Muhrina Anggun Sari Hasibuan
2011 Masyarakat Suku Angola
Teridentifikasi sebanyak 93 spesies tumbuhan dari 47 famili diantaranya sebanyak 49 spesies untuk pangan dan 67 spesies untuk obat.
8 Rona 2011 Masyarakat
Kampung Cigeurut, Kuningan, Jawa Barat
Teridentifikasi sebanyak 110 spesies tumbuhan pangan dan 201 spesies tumbuhan obat
9 Arya Arismaya Metananda
2012 Taman Nasional Gunung Rinjani
Teridentifikasi sebanyak 215 spesies diantaranya 136 spesies tumbuhan pangan dan 156 spesies tumbuhan obat.
Teridentifikasi sebanyak 140 spesies dari 57 famili diantaranya sebanyak 78 spesies tumbuhan pangan.
Berdasarkan data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa banyak spesies yang
dimanfaatkan untuk keperluan pangan dan obat oleh berbagai suku di Indonesia.
2.3 Kearifan Lokal
Konsep sistem pengetahuan dan kearifan berakar dari sistem pengetahuan
dan pengelolaan lokal dan tradisional. Munculnya pengetahuan dan pengelolaan
6
manusia, selalu ada kelompok masyarakat yang begitu peduli terhadap
penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Ansaka 2006).
Menurut Pulunggono (1999), masyarakat tradisional dan modern hingga
saat ini masih banyak menggunakan tumbuhan yang bersumber dari alam yang
sebagian besar merupakan tumbuhan potensial. Mengingat pemanfaatannya yang
sangat strategis dalam menunjang pembangunan di masa kini dan masa
mendatang. Bahkan, masyarakat tradisional Isurolo di Kenya memanfaatkan
tumbuhan sebagai sumber penghasilan dalam pemanfaatan tumbuhan berasas
kearifan masyarakat (Chikamai 1994 diacu dalam Hasibuan 2011).
Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan
sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Mereka tidak melakukan perusakan
besar-besaran terhadap sumberdaya alam, di sebagian besar tempat yang ada di
sekitarnya tersebut. Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki
peranan yang penting dalam perkembangan budaya masyarakat. Namun, saat ini
masyarakat tradisional sedang dihadapkan pada perubahan lingkungan secara
besar-besaran akibat meningkatnya interaksi masyarakat dengan dunia luar,
sehingga seringkali timbul perbedaan yang mencolok antara generasi tua dengan
generasi muda (Primack et al. 1998).
Menurut Keraf (2002) yang dimaksud dengan kearifan tradisional adalah
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas ekologis. Jadi, kearifan tradisional ini bukan hanya menyangkut
pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana
relasi yang baik antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan,
pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi
diantara semua penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun.
Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan
kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana hubungan diantara semua
penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Berdasarkan hal tersebut di atas
Keraf (2002) menyebutkan bahwa :
7
2. Kearifan tradisional yang juga berarti pengetahuan tradisional, lebih bersifat
praksis mencakup bagaimana memperlakukan setiap kehidupan di alam
dengan baik.
3. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan
dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam
semesta.
4. Berdasarkan kearifan tradisional masyarakat adat juga memahami semua
aktivitasnya sebagai aktivitas moral.
Tradisi berarti adat kebiasaan yang turun temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan oleh masyarakat tetapi bersifat hukum yang tidak tertulis.
Tradisional berarti bersifat adat kebiasaan yang turun temurun, hasil kreatifitas
dan uji coba secara terus menerus dengan inovasi internal dan eksternal dalam
usaha menyesuaikan dengan kondisi baru.
2.4 Ketahanan Pangan Lokal
Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai
dengan potensi sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Pangan lokal
merupakan yang sudah dikenal, mudah diperoleh, beragam jenisnya, bukan
diimpor dan dapat diusahakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau dijual.
Setiap daerah memiliki keunggulan pangan lokal yang berbeda sesuai dengan
tingkat produksi dan konsumsi. Saat ini, pangan lokal merupakan komoditi yang
penting untuk dikembangkan dengan tujuan meningkatkan mutu dan citra nya
termasuk hasil olahannya, baik produk jadi atau setengah jadi. Hasil
pengembangan tersebut nantinya akan dapat dihasilkan aneka produk olahan
pangan lokal yang berkualitas. Upaya pengembangan juga diharapkan akan
meningkatkan konsumsi pangan lokal yang beragam dan memenuhi gizi (Bimas
Kesehatan Pangan 2004).
Dalam Undang Undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan
ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi
8
dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang
berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan
kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan
bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman
untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,
diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada
setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan
kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga
dengan harga yang terjangkau.
Proses pengadaan pangan lokal tersebut berdasarkan pengetahuan lokal dan
biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Biasanya
produk lokal sering menggunakan nama daerah; seperti Dodol Garut, Talas
Bogor, Wajik Salama dan lain-lain. Pangan lokal tentunya memiliki peranan
strategis dalam pembangunan ketahanan pangan (Hariyadi 2010).
Makanan merupakan bagian budaya yang sangat penting. Menurut
Hadisantoso (1993) diacu dalam Marwanti (1997), makanan tradisional
merupakan makanann yang dikonsumsi golongan etnik dan wilayah spesifik.
Makanan tradisional diolah berdasarkan resep secara turun menurun, bahan yang
digunakan berasal dari daerah setempat dan makanan yang dihasilkan juga sesuai
dengan selera masyarakat setempat.
Adapun ciri-ciri makanan tradisional menurut Sosrodiningrat (1991) diacu
dalam Marwanti (1997) dapat dilihat dari :
1. Resep makanan yang diperoleh secara turun-menurun dari regenerasi
pendahulunya.
2. Penggunaan alat tradisional tertentu di dalam pengolahan masakan tersebut
(misalkan masakan harus diolah dengan alat dari tanah liat).
3. Teknik olah masakan merupakan sara pengolahan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan rasa maupun rupa yang khas dari suatu makanan.
Paham dan strategi yang selama ini dianut dalam pembangunan pertanian
9
didefinisikan sebagai akses fisik dan ekonomi semua orang terhadap pangan
secara cukup, aman, dan bergizi pada setiap waktu untuk hidup aktif, sehat, dan
produktif. Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan
pangan masih bergantung pada perdagangan internasional. Dengan berbagai
kendala diplomasi internasional dan posisi tawar (bargaining position) yang belum memadai, Indonesia belum mampu secara optimal melindungi petani dari
serbuan pangan impor dari negara lain (Swastika 2011).
Sumberdaya lokal termasuk di dalamnya pangan lokal erat kaitannya
dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang dikembangkan berdasarkan
kekuatan sumberdaya lokal akan menciptakan kemandirian pangan, yang
selanjutnya akan melahirkan induvidu yang sehat, aktif, dan berdaya saing
sebagaimana indikator ketahanan pangan. Di samping itu, juga akan melahirkan
sistem pangan dengan pondasi yang kokoh (Hariyadi 2010).
2.5 Kedaulatan Pangan
Kemandirian pangan (food independence) didefinisikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang
cukup, bermutu baik, aman, dan halal, yang didasarkan pada optimalisasi
pemanfaatan dan berbasis sumber daya lokal (Soekartawi 2008; Kivirist 2009
diacu dalam Swastika 2011).
Lima komponen dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersediaan
yang cukup, stabilitas ketersediaan, keterjangkauan, mutu/keamanan pangan yang
baik, dan tidak ada ketergantungan pada pihak luar. Dengan lima komponen
tersebut, kemandirian pangan menciptakan daya tahan yang tinggi terhadap
perkembangan dan gejolak ekonomi dunia (Darajati 2008; Soekartawi 2008 diacu
dalam Swastika 2011).
2.6 Kesehatan Mandiri melalui Pengobatan Tradisional
Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam obat
tradisional, sehingga perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dapat dilihat dari
perkembangan pemanfaatan obat tradisional. Suku-suku bangsa di Indonesia telah
banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional.
10
termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat obat. Hal ini dapat
dilihat dari berbedanya ramuan obat tradisional yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang sama (Aliadi & Roemantyo 1994).
Menurut Kepmenkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995, pengobatan
tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan, baik yang asli maupun yang
berasal dari luar Indonesia, yang dilakukan dengan cara, obat, dan pengobatnya
yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun-temurun, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galanik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun-temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Pengobatan tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional. Fitofarmaka adalah sediaan obat tradisional yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kampung Sinarwangi Desa Sukajadi, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
-Juni 2012. Lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar1 Denah lokasi penelitian di Kampung Sinarwangi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, oven, dan alat
tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi alkohol 70%, kertas
koran, dan kuisioner. Sedangkan objek penelitian ini adalah masyarakat Kampung
Sinarwangi dan data yang dikumpulkan yaitu spesies tumbuhan yang diketahui
12
3.3 Jenis Data dan Metode Pengambilan Data
Jenis data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini tersaji pada
Tabel 2.
Tabel 2 Data dan metode pengambilan data
No Jenis Data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode
1. Kondisi umum Letak dan luas, jumlah penduduk, tipe penutupan lahan
Buku monografi Desa Sukajadi
Studi pustaka
2. Karakteristik responden
1. Nama dan jenis kelamin responden
2. Karakteristik umur (anak, remaja, dewasa, tua)
3. Karakteristik mata pencaharian
4. Karakteristik pendidikan 5. Karakteristik aktivitas
harian
6. Kondisi kesehatan 7. Jumlah pengeluaran
Kampung Sinarwangi
Observasi lapang dan studi pustaka
3. Pengetahuan responden dalam pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat
1. Spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan dimanfaatkan
2. Pengetahuan kegunaan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan 3. Spesies tumbuhan yang
ditanam di lahan milik bentuk pemanfaatan tumbuhan obat 4. Bentuk pemanfaatan
tumbuhan pangan 5. Sumber tumbuhan
pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat (hasil budidaya, dari hutan, beli)
6. Pola makan dan komposisi jenis pangan yang dimakan
7. Penyakit yang pernah diderita dan cara pengobatannya
Masyarakat Kampung Sinarwangi
Wawancara dan observasi lapang
4. Praktek konservasi masyarakat kampung dalam pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat
Bentuk praktek konservasi masyarakat dalam upaya
pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat
Masyarakat Kampung Sinarwangi
13
3.4Teknik Pengambilan Data 3.4.1 Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan. Data
yang dikumpulkan yaitu kondisi umum lokasi penelitian (kondisi fisik, kondisi
biologi, penduduk, dan sosial budaya masyarakat). Sedangkan studi pustaka yang
dilakukan setelah penelitian adalah verifikasi (cek silang) mengenai pemanfaatan
tumbuhan pangan dan obat.
3.4.2 Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara purposive sampling terhadap responden terpilih dengan kriteria : 1) Responden memahami tentang pemanfaatan dan
pelestarian tumbuhan pangan dan obat, 2) Responden yang pernah dan sedang
memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat, 3) Responden yang dapat memberikan
informasi yang tepat terhadap pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan pangan dan
obat. Dalam penelitian ini responden yang diwawancara sebanyak 30 orang.
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner dan
pendalaman pertanyaan sesuai keperluan.
3.4.3 Observasi lapang
Observasi dilakukan untuk memperoleh sumber data dan informasi aktual
melalui pengamatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
tumbuhan pangan dan obat yang ada di sekitar masyarakat sesuai dengan hasil
wawancara.
3.4.4 Pembuatan herbarium
Pembuatan herbarium yang dilakukan untuk mengidentifikasi spesies
tumbuhan yang belum teridentifikasi di lapangan dan menjadi salah satu hasil
dokumentasi. Tahapan dalam pembuatan herbarium antara lain :
1. Mengambil bahan sampel untuk herbarium berupa ranting dengan daun
(diusahakan daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua) beserta bunga dan
buah jika ada.
2. Bahan sampel tersebut digunting dengan menggunakan gunting daun denganp
14
3. Sampel herbarium kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran, satu lipatan
kertas koran untuk satu spesimen. Sampel herbarium diberi label gantung
berukuran 3x5 cm. Label gantung berisi keterangan nomor koleksi, tanggal
pengambilan spesimen, nama lokal dan lokasi spesimen, serta nama
pengumpul/kolektor.
4. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam
kantong plastik bening berukuran 40x60 cm.
5. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian
tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rata agar cairan
alkohol tidak menguap.
6. Tumpukan contoh herbarium dipress dalam sasak, kemudian di keringkan
dalam oven.
7. Setelah kering, herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis data tumbuhan pangan dan obat
Data tumbuhan pangan dan obat disusun dan dikelompokkan berdasarkan :
(1) famili, (2) habitus, (3)bagian yang dimanfaatkan, (4) tipe habitat, dan (5)
status budidaya.
1. Persentase famili
Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan famili, kemudian
dihitung presentasinya menggunakan rumus :
Persentase famili tertentu =∑ spesies dari famili tertentu
∑total spesies seluruh famili × 100%
2. Presentase habitus
Habitus (perawakan) dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon,
semak, perdu, liana dan herba. Persentase habitus merupakan telaah tentang
besarnya suatu spesies habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada.
15
Persentase habitus tertentu
= ∑spesies habitus tertentu yang digunakan
∑total spesies × 100%
3. Persentase bagian yang dimanfaatkan
Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi daun, akar, buah, bunga,
batang, rimpang dan umbi. Perhitungan dilakukan secara umum terhadap semua
spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara, kemudian dianalisis
berdasarkan pada bagian pemanfaatan. Persen bagian yang dimanfaatkan
diperoleh melalui perhitungan berikut ini :
Persentase bagian yang dimanfaatkan
= ∑bagian tertentu yang dimanfaatkan
∑total bagian yang dimanfaatkan × 100%
4. Persentase tipe habitat
Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan tipe habitatnya
meliputi pekarangan, kebun, sawah dan hutan. Persen tipe habitat dengan
menggunakan rumus :
Persentase tipe habitat = ∑spesies tumbuhan dari habitat tertentu
∑total spesies tumbuhan × 100%
5. Persentase status budidaya
Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan status
keberadaannya yang tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau
masih tumbuh liar, kemudian dihitung persentasinya menggunkan rumus :
Persentase tumbuhan yang dibudidaya/liar
=∑spesies tumbuhan yang dibudidaya/liar
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Kampung Sinarwangi merupakan salah satu Kampung yang berada di
bawah Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dengan luasan
Desa Sukajadi ± 304,139 Ha. Desa Sukajadi merupakan salah satu desa yang
berada di wilayah sekitar hutan di kaki Gunung Salak dengan potensi sumberdaya
alam hutan dan pertanian melimpah. Dengan kondisi desa yang luas wilayah yang
terpisah-pisah dari satu dusun ke dusun yang lain dan didukung dengan kondisi
alam hutan dan bukit. Adapun batasan Desa Sukajadi adalah :
Sebelah Utara : Kecamatan Darmaga
SebelahTimur : Desa Sukajaya
Sebelah Selatan : Gunung Salak
Sebelah Barat : Kecamatan Tenjolaya
4.2 Aksesibilitas
Jarak Desa Sukajadi ke pusat pemerintahan yaitu Kecamatan Tamansari
berjarak 6 km, sedangkan menuju Kabupaten Bogor berjarak 34 km. Jalan menuju
Kampung Sinarwangi hanya dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Kondisi jalan
berupa aspal, tanah sampai bebatuan.
4.3 Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di Desa Sukajadi terdiri dari rumah dan pekarangan,
sawah, ladang/ tanah darat, jalan, pemakaman/ kuburan, tanah peribadatan dan
lain-lain. Lahan di Desa Sukajadi didominasi sawah seluas 161,615 Ha.
Kemudian lahan ladang atau tanah darat sebesar 109,314 Ha, rumah dan
pekarangan sebesar 21,4 Ha, jalan sebesar 11,3 Ha, pemakaman atau kuburan
sebesar 0,5 Ha dan lahan yang digunakan untuk lainnya sebesar 2,95 Ha. Data
17
Tabel 3 Jenis penggunaan lahan di Desa Sukajadi
No Penggunaan lahan Luas (Ha)
1 Rumah dan pekarangan 21,400
2 Sawah 161,615
3 Ladang/ tanah darat 109,314
4 Jalan 11,300
5 Pemakaman/ kuburan 0,500
6 Perkantoran 0,085
7 Lapangan olahraga 0,750 8 Tanah peribadatan 0,710 9 Tanah bangunan pendidikan 0,750 10 Tanah lain-lain 0,655
4.4Sosial Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan data terakhir Desember 2011, jumlah penduduk Desa Sukajadi
sebanyak 7.770 jiwa yang terdiri dari 1.923 kepala keluarga. Pendapatan
masyarakat sebagian besar bersumber dari sektor pertanian. Sebagian besar
penduduk bermatapencaharian sebagai petani sesuai dengan potensi sumberdaya
alam. Masyarakat Kampung Sinarwangi terdiri dari 412 kepala keluarga.
4.5 Kesehatan Masyarakat
Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Sukajadi yaitu posyandu dengan
jumlah 12 posyandu. Jumlah sumberdaya manusia yang menangani kesehatan
masyarakat seperti kader posyandu berjumlah 24 orang. Selain kader posyandu,
sumberdaya manusia lainnya seperti dukun beranak berjumlah 3 orang. Di Desa
Sukajadi tidak terdapat puskesmas atau pun poliklinik. Sehingga jika masyarakat
yang ingin berobat ke puskesmas yang terdapat di desa sekitarnya atau desa
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1 Karakteristik responden masyarakat Kampung Sinarwangi 5.1.1 Umur
Menurut Teori Papalia dan Olds (1981) diacu dalam Puspitawati et al.
(2008) membagi kategori umur manusia dewasa menjadi tiga, yaitu dewasa awal
(20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun) dan dewasa lanjut (>65 tahun).
Sedangkan usia remaja diperkirakan dalam rentang usia 15-19 tahun. Berdasarkan
ketentuan ini dibuat klasifikasi umur responden seperti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi umur responden
No. Klasifikasi Umur (Tahun) Jumlah Responden Persentase (%)
1. Dewasa awal 20-40 16 53
2. Dewasa madya 41-65 12 40
3. Dewasa lanjut >65 2 7
Responden yang termasuk ke dalam kategori dewasa awal dan dewasa
madya banyak memberikan informasi tentang tumbuhan pangan dan obat. Hal ini
dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan dan
memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat secara langsung. Responden dewasa
lanjut sebenarnya memiliki pengetahuan akan tumbuhan pangan dan obat yang
tinggi. Faktor daya ingat yang menurun (pikun) menyebabkan responden
klasifikasi dewasa lanjut kurang dapat memberikan informasi. Manusia memiliki
batasan kemampuan daya ingat, saat mencapai umur lebih dari 65 tahun
kemampuan daya ingat tersebut menurun.
5.1.2 Jenis kelamin
Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dengan masyarakat mengenai
pengetahuan tumbuhan pangan dan obat, jenis kelamin perempuan lebih
mendominasi dibandingkan jenis kelamin laki-laki seperti dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Jenis kelamin responden.
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%)
1. Laki-laki 6 20
19
Jenis kelamin perempuan lebih mendominasi dalam hal pengetahuan
tentang tumbuhan obat dan tumbuhan pangan. Hal ini dikarenakan perempuan
yang mengurus rumah tangga baik dalam hal memasak maupun mengurus anak.
Perempuan yang kesehariannya seperti memasak, secara tidak langsung lebih
banyak tahu akan tumbuhan pangan yang digunakan. Dalam hal tumbuhan obat
pun tidak jauh berbeda. Misalnya dalam mengurus anak yang sakit menggunakan
tumbuhan obat, sehingga lebih memiliki pengetahuan tumbuhan obat dibanding
jenis kelamin laki-laki. Perempuan lebih banyak memberikan informasi tentang
tumbuhan pangan dan obat beserta cara penggunaannya.
5.1.3 Pendidikan
Responden masyarakat Sinarwangi sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan sampai sekolah dasar. Selain itu terdapat pula responden yang tidak
tamat sekolah dasar. Masyarakat Sinarwangi sebanyak 9 orang yang tidak
sekolah, 1 orang sekolah rakyat, 1 orang lulusan sekolah madrasah, 16 orang
hanya sampai sekolah dasar, 3 orang sekolah menengah pertama. Tingkat
pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat pendidikan responden
No Pendidikan Jumlah Presentase (%)
1 TS 9 30
2 SR 1 4
3 SM 1 3
4 SD 16 53
5 SMP 3 10
Keterangan : TS (Tidak Sekolah), SR (Sekolah Rakyat), SM (Sekolah Madrasah), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Rendahnya tingkat pendidikan tersebut dipengaruhi oleh kurangnya
motivasi orang tua terhadap pendidikan anaknya. Kurangnya motivasi karena pola
fikir orang tua yang beranggapan bahwa melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi memerlukan biaya yang mahal. Selain itu orang tua lebih
menginginkan anaknya seperti mereka sebagai petani. Sang anak dari sejak dini
20
5.1.4 Mata pencaharian
Masyarakat Kampung Sinarwangi sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani. Sawah dan kebun memiliki areal yang cukup luas. Sawah dan
kebun merupakan lahan dimana masyarakat memanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan. Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 57% sebagai
petani, 37% sebagai buruh, 3% sebagai pedagang dan peramu jamu (Gambar 2).
Petani di Kampung Sinarwangi terdiri dari petani kebun dan sawah. Selain petani,
buruh juga merupakan mata pencaharian yang sebagian besar dimiliki oleh
masyarakat Sinarwangi. Pekerjaan buruh ini terdiri dari buruh tani, buruh
karyawan, buruh bangunan dan sebagai tukang ojeg. Jenis pekerjaan masyarakat
Kampung Sinarwangi tidak bervariasi hanya terdiri dari 2-3 jenis pekerjaan, hal
ini terkait dengan kondisi Kampung Sinarwangi yang kaya akan sumberdaya
alamnya sehingga masyarakat lebih banyak bermatapencaharian sebagai petani.
Gambar 2 Mata pencaharian masyarakat Kampung Sinarwangi.
Jumlah anggota keluarga responden masyarakat Kampung Sinarwangi
bervariasi. Dalam satu keluarga ada yang terdiri dari tiga orang hingga 7 orang.
Satu keluarga menempati satu rumah, namun terdapat juga beberapa keluarga
yang tinggal dalam satu rumah. Satu rumah ada yang terdiri dari 3 keluarga.
Jumlah anggota keluarga yang bekerja satu sampai dua orang dalam satu keluarga.
Penghasilan masyarakat Kampung Sinarwangi tidak menentu, hal ini dikarenakan
mata pencaharian sebagai petani mengandalkan hasil pertaniannya baik dari kebun
dan sawah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hasil panen baik dari sawah sebagian besar tidak dipasarkan namun hasil
panen dari kebun yang sebagian dipasarkan. Hasil panen tersebut digunakan untuk tani
57%
buruh 37%
penjual 3%
21
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak semua masyarakat Sinarwangi memiliki
lahan kebun dan sawah sendiri. Sebagian masyarakat sinarwangi yaitu sebagai
buruh tani yang menggarap lahan sawah ataupun kebun milik orang lain. Para
petani maupun buruh biasa melakukan kegiatan bertani dari pagi hingga sore hari.
Pada pukul 07.00 WIB berangkat menuju sawah ataupun kebun sampai pada
pukul 12.00 WIB. Siang hari para petani dan buruh pulang ke rumah untuk
istirahat yaitu makan dan solat. Kemudian pukul 14.00 WIB kembali ke sawah
dan kebun hingga pukul 17.00 WIB. Ada juga petani yang berkebun hanya
setengah hari yaitu sampai pukul 12.00 WIB yang kemudian dilanjutkan kegiatan
mengambil rumput untuk pakan ternak.
Buruh bangunan merupakan salah satu mata pencaharian responden
masyarakat sinarwangi. Masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan bekerja
selama satu minggu penuh dan pulang dalam waktu satu minggu sekali. Ada juga
yang pulang tiap bulannya. Kegiatan seorang istri dari buruh bangunan ini pun
beragam ada yang menjadi buruh tani baik dari tani sawah maupun tani kebun.
Mata pencaharian yang tidak beranekaragam tersebut dipengaruhi juga oleh
tingkat pendidikan masyarakat tersebut. Sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan sekolah dasar, tidak sekolah dan masih banyak yang tidak
tamat SD. Semakin rendah tingkat pendidikannya, maka jenis pekerjaan yang
diperoleh juga semakin rendah, misalnya hanya sebagai buruh bangunan, buruh
tani ataupun tukang ojeg. Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi sebagai
tidak menutup kemungkinan mereka bekerja di bidang pemerintahan. Masyarakat
lebih memilih untuk bekerja daripada mengenyam pendidikan di jenjang yang
lebih tinggi. Karena mereka berfikir untuk menghasilkan uang dan memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Rendahnya pendidikan berimbas kepada jenis pekerjaan
yang diperoleh. Padahal, pendidikan sangat dibutuhkan bagi generasi muda
penerus bangsa sehingga kita tidak hanya mengandalkan kekuatan/tenaga saja
untuk melakukan suatu pekerjaan, namun juga diimbangi dengan cara berfikir/
22
5.1.5 Kondisi kesehatan
Sakit kepala, flu, batuk dan pegal-pegal adalah jenis penyakit yang banyak
diderita oleh masyarakat Sinarwangi dan semua responden pernah mengalaminya
(Gambar 3). Penyakit lainnya seperti paru-paru dan diabetes merupakan penyakit
yang dialami oleh sebagian masyarakat. Penyakit maag adalah penyakit yang
dialami masyarakat yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur.
Gambar 3 Klasifikasi penyakit yang pernah dialami responden.
Sakit pegal-pegal adalah penyakit yang biasa diderita oleh masyarakat.
Penyakit ini tidak setiap hari dialami akan tetapi masyarakat pernah
mengalaminya. Dilihat dari kegiatan masyarakat yang sering berjalan jauh, atau
pun seperti petani itu merupakan hal yang wajar dialami. Dalam menjaga
23
mengkonsumsi jamu godogan yang dipercaya berkhasiat dan merupakan obat
yang digunakan sejak dahulu.
5.1.6 Jumlah pengeluaran
Masyarakat kampung Sinarwangi memanfaatkan sumberdaya alam yang ada
di sekitarnya. Sumberdaya alam tersebut dapat berupa lahan sawah, hutan dan
kebun. Untuk memenuhi kebuhan sehari-hari, masyarakat memperoleh hasil
pangan yang beragam seperti sumber karbohidrat, sayur-sayuran, buah-buahan
dan protein yang berasal dari hewan atau protein hewani.
Sumberdaya alam di kampung Sinarwangi sangat melimpah. Sebagai contoh
jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai sumber protein yaitu padi, talas,
jagung dan singkong. Jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai penghasil
buah-buahan yaitu pepaya, pisang, jambu biji, nangka dan sebagainya. Protein
hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Sinarwangi yaitu tutut. Tutut
merupakan sejenis keong sawah yang diperoleh dari sawah yang sudah diundur.
Tutut menjadi makanan favorit masyarakat karena memperolehnya mudah tanpa
mengeluarkan biaya. Tutut diambil dari sawah, kemudian dibersihkan sebelum
diolah. Dalam membersihkan tutut mudah, pertama tutut yang baru diambil
dibersihkan menggunakan air yang sebelumnya dibersihkan dengan memotong
ekor cangkang keong tersebut menggunakan pisau atau gegep. Hal tersebut
dilakukan agar saat tutut dimakan, daging tutut mudah dikeluarkan dari cangkang.
Bumbu yang digunakan sama seperti halnya membuat sop biasa. Tutut diolah
menjadi sayur sebagai menu untuk makan mereka.
Masyarakat Kampung Sinarwangi biasa makan 2 kali dalam sehari.
Sebagian besar responden masyarakat Sinarwangi mengeluarkan biaya sebesar Rp
15.000 per hari untuk membeli kebutuhan pangan 2 kali dalam sehari.
Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 2 responden yang mengeluarkan biaya
Rp 5.000 per hari, kemudian sebanyak 15 responden yang mengeluarkan biaya Rp
10.000-25.000 per hari dan sebanyak 13 responden masyarakat Sinarwangi yang
mengeluarkan biaya Rp 25.000-30.000 per hari (Tabel 7). Besarnya pengeluaran
untuk membeli beras dan lauk pauk saja, kebutuhan sayur masyarakat diperoleh
24
Tabel 7 Pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari
No Jumlah Pengeluaran (Rp/hari) Jumlah responden
1 5.000 2
2 10.000-25.000 15
3 25.000-30.000 13
Jumlah pengeluaran akan kebutuhan pangan yang dibutuhkan setiap harinya
berbanding lurus dengan tingkat pendapatan yang diperoleh dan jumlah anggota
keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam tiap keluarga, semakin
besar juga jumlah pengeluaran yang dibutuhkan. Selain itu, jumlah pendapatan
juga mempengaruhi besarnya pengeluaran misalnya dalam segi memilih makanan
baik itu sumber karbohidrat maupun protein.
5.1.7 Kegiatan harian
Hasil observasi menunjukkan 9 responden dari 30 responden atau sebesar
30% masyarakat dengan usia diatas 50 tahun dengan kondisi badan sehat dan
mampu melakukan aktivitas berat seperti mencangkul. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh pola hidup sehat yaitu dengan aktivitas harian dan jenis makanan yang biasa
dikonsumsi setiap harinya. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat pun
berasal dari alam sekitarnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Sinarwangi
Waktu kegiatan (WIB) Jenis kegiatan Deskripsi
06.00-07.00 Sarapan -Jenis pangan yang dimakan untuk sarapan berupa singkong rebus, pisang goreng, ubi jalar rebus
07.00-12.00 Bertani -Kegiatan pergi ke hutan, sawah, atau kebun. Kegiatan yang dilakukan meliputi mencangkul, mencari bahan pangan, memberi pakan ternak, dan lain-lain
12.00-13.30 Istirahat, makan siang -Kegiatan istirahat setelah melakukan pekerjaan seharian
-Kegiatan makan siang. Menu makan siang meliputi nasi, sayur (bayam, kacang panjang, sayur kukuk, dll, dan buah (pisang, pepaya). Makan siang dilakukan di rumah atau di ladang.
13.30-16.00 Bertani -Kegiatan bertani melanjutkan kegiatan yang tertunda
-Kegiatan merumput untuk pakan ternak 16.00-18.00 Pulang, istirahat -Kegiatan pulang ke rumah, beristirahat
25
Pola hidup sehat mempengaruhi kondisi tubuh masyarakat. Kegiatan harian
yang dilakukan masyarakat membentuk pola hidup sehat bagi masyarakat. Badan
yang melakukan kegiatan harian yang teratur seperti berangkat berkebun atau ke
sawah secara tidak langsung menjadikan masyarakat yang sehat. Selain itu
makanan yang dikonsumsi pun makanan yang alami sehingga masyarakat lebih
sehat. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan pangan secara intensif karena dalam
kegiatan sehari-hari mereka selalu memanfaatkan tumbuhan pangan. Lain halnya
dengan tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada waktu tertentu saja yaitu jika
sedang mengalami penyakit.
Tabel 9 Contoh menu makanan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Sinarwangi
Keluarga Responden
Sarapan Makan siang Makan sore
I -Pisang goreng
-Ubi goreng pakai tepung
-Nasi
-Sayur asem, sayur bayam -Ikan asin (lauk japuh) -Sambal
-pisang
-Nasi
-Sayur bayam -Ikan asin
II -Rebus singkong -Goreng singkong
-Nasi
-Lalab surawung -Sambal
-Ikan asin (lauk peda)
-Nasi
-Tumis kangkung -Lauk peda
III -Pisang goreng -Nasi goreng
-Nasi -Sambel
-Ikan teri pake kacang -Sayur asem
-Jengkol atau peteuy -Sambel
-kerupuk V -Seupan taleus -Nasi
-Lalab daun singkong, daun papaya
-Tumis labu siam -Jeruk
-Kadang daging ayam
-Nasi -Sambel -Bonteng -Tahu, tempe -Telor
Menu makanan sehari-hari masyarakat Kampung Sinarwangi beragam
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Tabel 9).
Sebagian besar makanan diperoleh langsung dari hasil kebun, sawah maupun
pekarangan. Kebutuhan protein seperti ikan diperoleh oleh masyarakat dengan
26
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan pangan 5.2.1 Tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Kampung Sinarwangi
sebanyak 79 spesies tumbuhan pangan yang terdiri dari 40 famili. Famili
Cucurbitaceae adalah famili dengan jumlah spesies terbanyak ditemukan
sebanyak 8 spesies (Tabel 10). Famili Cucurbitaceae atau labu-labuan ini banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi komoditas utama dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Selain spesiesnya yang beranekaragam, jumlahnya pun
melimpah. Banyak spesies dari famili Cucurbitaceae yang buahnya dimakan
sebagai buah segar atau digunakan sebagai sayuran. Famili Cucurbitaceae telah
dikenal sebagai sumber metabolit sekunder (terpenoid, karotenoid, steroid
alkaloid dan sebagainya) (Whitaker 1962 diacu dalam Suryanti et al. 2005).
Tabel 10 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili
No Nama Famili Jumlah Spesies
1 Cucurbitaceae 8
2 Fabaceae 7
3 Solanaceae 6
4 Asteraceae 4
5 Myrtaceae 4
6 Anacardiaceae 3
7 Arecaceae 3
8 Liliaceae 3
9 Poaceae 3
10 Famili lainnya (31 Famili) 38
Karotenoid merupakan salah satu contoh senyawa metabolit sekunder dari
jenis terpenoid. Karotenoid adalah kelompok pigmen alami yang berwarna merah,
orange atau kuning dan larut dalam lipid. Senyawa ini telah banyak digunakan
sebagai pewarna alami makanan dan kosmetik, selain itu juga dikenal sebagai
komponen penting pada pertumbuhan tanaman dan fotosintesis, serta sebagai
sumber vitamin A pada manusia (Medplant.nmsu.edu).
Tumbuhan pangan banyak ditemukan di pekarangan sebanyak 57%, kebun
33%, hutan 9% dan sawah 1% (Gambar 4). Hal tersebut diakibatkan banyaknya
tumbuhan yang dibudidayakan di lahan mereka. Areal pekarangan milik
masyarakat sebagian besar ditanami dengan spesies tumbuhan pangan untuk
27
yang dibatasi dengan pagar, sehingga mudah diusahakan oleh seluruh anggota
keluarga dengan memanfaatkan waktu luang yang tersedia. Pemanfaatan
pekarangan yang baik dapat mendatangkan berbagai manfaat salah satunya yaitu
sumber pangan. Berbagai macam tumbuhan pangan yang berada di pekarangan
diantaranya buah dan sayur. Banyaknya tumbuhan pangan yang ditemukan di
pekarangan menunjukkan pemanfaatan pekarangan oleh masyarakat yang optimal.
Gambar 4 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan.
Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitus atau perawakannya
dikelompokkan menjadi lima kelompok habitus yang meliputi pohon, herba,
perdu, liana dan semak. Kelompok habitus tertinggi yaitu habitus pohon sebesar
38%, herba 30%, perdu 14%, liana 12% dan semak 6% (Gambar 5). Hal tersebut
menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki habitus pohon memiliki tingkat
keanekaragaman spesies yang tinggi. Pohon terdiri dari berbagai bagian yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tidak hanya buah yang dimanfaatkan untuk
pangan tetapi juga bagian lainnya seperti daun. Selain itu, hal ini menunjukkan
bahwa areal Kampung Sinarwangi memiliki penutupan lahan yang baik dengan
banyaknya areal yang ditumbuhi oleh pohon.
Gambar 5 Persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitus. hutan
9%
kebun 33% pekarangan
57%
sawah 1%
pohon 38%
herba 30% perdu
14%
liana 12%
28
Pemanfaatan bagian tumbuhan pangan dikelompokkan menjadi 6 bagian
tumbuhan yang meliputi buah, daun, umbi, biji, rimpang dan tunas. Pemanfaatan
terbesar sebagai bahan pangan adalah buah sebesar 61%, daun 25%, biji dan umbi
5% dan lain-lain (Gambar 6). Buah-buahan merupakan salah satu kelompok
pangan dalam penggolongan FAO yang dikenal dengan Desirable Dietary Pattern
(Pola Pangan Harapan/PPH) (Karsin 2004 diacu dalam Aswatini et al. 2008). Kelompok bahan pangan ini berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral
sehingga kekurangan konsumsinya berpengaruh terhadap kondisi gizi. Oleh
karena itu, konsumsi buah-buahan dengan kelompok bahan pangan lainnya dapat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan (Aswatini et al. 2008). Masyarakat Kampung Sinarwangi memanfaatkan bagian buah dari tumbuhan pangan untuk
dikonsumsi langsung seperti buah-buahan ataupun sebagai bahan sayuran.
Beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan buahnya yaitu picung (Pangium edule), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo (Manilkara zapota), semangka (Citrullus vulgaris) dan lain-lain.
Gambar 6 Persentase bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan.
Tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Sinarwangi menurut status
budidayanya tergolong ke dalam tumbuhan yang dibudidayakan dan tumbuhan
liar atau yang belum dibudidayakan. Tumbuhan pangan di Kampung Sinarwangi
sebagian besar adalah tumbuhan hasil budidaya yaitu sebesar 78% dan sebanyak
22% adalah tumbuhan liar yang belum dibudidayakan oleh masyarakat (Gambar
7).
biji 5%
buah 61% daun
25%
rimpang 3%
tunas 1%
29
Gambar 7 Persentase status tumbuhan pangan.
Tumbuhan pangan yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan
yang sering dikonsumsi. Pekarangan rumah menjadi tempat untuk
membudidayakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan
tersebut meliputi pepaya, pisang, bawang, cabe dan lain-lain. Tumbuhan pangan
yang dimanfaatkan dan berasal dari hutan diantaranya sukun (Artocarpus communis), bambu (Gigantochloa apus), canar (Smilax macrocarpa) dan lain-lain.
5.2.2 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat
Berdasarkan Sunarti et al. (2007), tumbuhan pangan dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan pemanfaatannya yaitu kelompok buah-buahan,
sayur-sayuran, sereal dan umbi-umbian. Kelompok sayur-sayuran adalah
kelompok tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebanyak 41
spesies, kelompok buah-buahan 34 spesies, kelompok sereal 2 spesies dan umbi 2
spesies (Tabel 11).
Tabel 11 Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat
No Manfaat Jumlah spesies Contoh spesies
1 Kelompok umbi-umbian 2 Singkong dan taleus
2 Kelompok sereal 2 Padi dan jagung
3 Kelompok buah-buahan 34 Canar, papaya, kemang, dll. 4 Kelompok sayur-sayuran 41 Kukuk, oyong, bunut, bolostrok, dll.
5.2.2.1 Kelompok sayur-sayuran
Sayur-sayuran merupakan sumber makanan yang mengandung gizi lengkap
dan sehat. Sayuran sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Masyarakat
Sunda memiliki kebiasaan suka memakan sayuran segar tanpa diolah dan dengan
diolah yaitu direbus yang disebut lalaban. Sayuran yang dikonsumsi dalam Budidaya
78% liar
30
bentuk segar mengandung zat gizi dan atau metabolit sekunder lebih baik
daripada sayuran yang tidak segar. Meskipun demikian, bukan berarti sayuran
yang tidak segar tidak mengandung gizi dan atau metabolit sekunder yang
dibutuhkan tubuh. Sayuran mengandung serat pangan yang tinggi untuk
mencegah sembelit, diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (Anonymous 2003
diacu dalam Alsuhendra 2004). Lalaban biasa dimakan bersamaan dengan sambal terasi atau garam cabai. Daun pepaya merupakan salah satu daun yang
dijadikan sebagai sumber pangan dengan cara dilalab. Daun pepaya yang dicocol dengan sambal terasi atau garam-cabai akan hilang rasa pahit (papain) dan sepat
(tanin) daun itu sehingga rasa manis. Selain karena taninnya mengendap, diduga
juga terbentuk glikosida yang rasanya manis karena bereaksi dengan garam dan
tanin bisa melunturkan getah (Fakhrurrozi 2011). Spesies yang sering dimakan
dan melimpah yaitu daun singkong (Manihot utilissima). Daun singkong (Manihot utilissima) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pelengkap karbohidrat dengan cara dilalab. Dilalab dengan cara direbus kemudian langsung dimakan atau diolah
menjadi sayur (tumis).
Selain itu, sayuran yang dihasilkan tidak hanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari tetapi juga dipasarkan. Buah juga merupakan sumber
pangan yang banyak dimanfaatkan. Akan tetapi tumbuhan penghasil buah
sebagian besar merupakan tumbuhan yang dapat dipanen secara berkala setiap
berbuah. Untuk mendapatkan buah pada musim berbuah, membutuhkan waktu
yang lama antara jarak penanaman sampai tumbuhan tersebut berbuah. Kebutuhan
gizi masyarakat akan terpenuhi jika manfaat dari spesies tumbuhan pangan
dimanfaatkan secara optimal.
Suku Fabaceae atau polong-polongan merupakan salah satu sumber protein
dan lemak, selain itu dimanfaatkan juga sebagai sayuran. Spesies yang
dimanfaatkan yaitu jaat (Psophocarpus tetragonolobus), jengkol (Pithecolobium lobatum), kacang panjang (Phaseolus radiates), dan kacang suuk (Arachis hypogaea).
Jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya
31
atau sawah. Di antara tanaman sayuran tropis, jaat tergolong unik karena
mempunyai banyak manfaat (multifungsi).
Gambar 8 Jaat (Psophocarpus tetragonolobus).
Polongnya merupakan sumber protein, karbohidrat dan vitamin A, dapat
dikonsumsi sebagai lalaban, sup dan kari. Polong muda dapat direbus,
dikeringkan atau dipanggang. Multifungsi lain tumbuhan jaat adalah sebagai
tumbuhan penutup tanah dan pupuk hijau karena memiliki pertumbuhan yang
cepat dan termasuk sebagai tumbuhan pengikat nitrogen dari udara yang baik.
Dengan demikian, budidaya jaat ini hampir tidak memerlukan pemupukan N.
Selain berfungsi sebagai penyubur tanah, tanaman jaat berpotensi sebagai bahan
baku ternak, obat dan pengendali erosi pada lahan kering (Krisnawati 2010).
5.2.2.2 Kelompok buah-buahan
Buah merupakan sumber gula dan karbohidrat lain, vitamin, mineral dan
lemak. Jenis buah yang biasa dimanfaatkan masyarakat yaitu pepaya (Carica papaya), pisang (Musa paradisiacal) dan sebagainya. Buah tersebut diperoleh di kebun dan pekarangan. Jenis tumbuhan buah yang berasal dari hutan diantaranya
hareeus (Rubus moluccanus) dan canar (Smilax macrocarpa). Tumbuhan penghasil sumber vitamin terdiri dari buah-buahan yang dimanfaatkan masyarakat
bervariasi. Tumbuhan penghasil buah yang banyak ditemukan yaitu pohon pala
(Myristica fragrans). Hampir di setiap pekarangan rumah masyarakat Kampung Sinarwangi terdapat pohon pala (Myristica fragrans). Setiap menjelang hari raya idul fitri maupun hari raya lainnya masyarakat memanfaatkan buah pala untuk
dijadikan manisan pala. Selain pala, buah-buahan yang sering dimakan oleh
32
Buah yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat yaitu sukun
(Artocarpus communis). Sukun dimanfaatkan sebagai makanan kecil dengan cara digoreng, direbus atau dikukus. Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan
alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional,
artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan produksi pangan
utama konvensional pada bulan Januari, Februari dan September, dimana pada
bulan-bulan tersebut terjadi paceklik (Maruhum & Yuliantini 1991) tanaman
sukun sangat mudah dikembangkan karena teknik budidaya sukun relative mudah,
dapat tumbuh di lahan marjinal dan tahan terhadap kemarau panjang (Sturrock
1940 diacu dalam Manullang & Yohani 1995).
Gambar 9 Sukun.
Menurut Manullang dan Yohani (1995) menyebutkan kandungan
karbohidrat tepung sukun setara dengan kandungan karbohidrat tepung beras
tetapi lebih tinggi dari kandungan karbohidrat tepung terigu. Basrin dan Nasser
(2012) juga menyebutkan buah sukun bisa digunakan sebagai makanan diet
karena kandungan kalorinya sangat rendah. Kandungan nutrisinya mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai salah satu makanan pokok
pendamping beras. Kandungan vitamin dan mineral buah sukun lebih lengkap
dibandingkan dengan beras, namun kalorinya lebih rendah sehingga dapat
digunakan sebagai sumber pangan lokal.
Kelapa merupakan salah satu tumbuhan pangan yang banyak dimanfaatkan
sebagai buah. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi
minuman fermentasi, karena kandungan zat gizinya, kaya akan nutrisi yaitu gula,
protein, lemak dan relatif lengkap sehingga sangat baik untuk pertumbuhan
bakteri penghasil produk pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu
33
hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimun 3 gram per 100 ml air kelapa.
Jenis gula yang terkandung adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol.
Gula-gula inilah yang menyebabkan air kelapa muda lebih manis dari air kelapa yang
lebih tua (Warisno 2004).
Berdasarkan informasi dari masyarakat terdapat jenis tumbuhan pangan
yang dahulu banyak dimanfaatkan yaitu buah canar (Smilax macrocarpa) (Gambar 10). Buah canar merupakan tumbuhan liar yang berada di sekitar hutan
Gunung Salak. Namun sekarang ini pemanfaatan tumbuhan ini sudah jarang
dilakukan oleh masyarakat karena keberadaann di alam sudah berkurang dan
belum adanya budidaya terhadap tumbuhan ini. Canar merupakan tumbuhan khas
Jawa Barat. Sampai saat ini, tumbuhan canar dilaporkan keberadaannya di
Indonesia hanya di daerah Jawa Barat. Dengan demikian tumbuhan ini merupakan
tumbuhan endemik Jawa Barat terutama di Kawasan Hutan Gunung Salak.
Sumber : Suwena 2006
(a) (b)
Gambar 10 Buah canar masak panen (a) yang biasa dipanen dan dijual petani dan buah hasil olahan (b) yang diperdagangkan.
Habitat tumbuh canar (Smilax macrocarpa) adalah ekosistem hutan produksi dan hutan alam pada ketinggian ± 800 m di atas permukaan laut. Tipe
iklim A (Schmidt Ferguson), jenis tanah asosiasi andosol, latosol, dan regusol.
Canar termasuk tumbuhan liana, panjang 5 - 15 m, bunga uniseksual dan
bergerombol, buah bergerombol pada setiap tangkai dengan jumlah 10 - 15 buah.
Berat buah pada saat masak panen berkisar 12 - 4 g, berat buah masak fisiologis
berkisar 9 - 12 g. Buah masak terdiri atas 2 - 3 biji dengan berat rata-rata 0,15 –
0,21 g. Warna buah siap panen (mentah) hijau muda sedangkan pada saat masak
34
berbentuk lempengan-lempengan. Perbanyakan tumbuhan dapat dilakukan dengan
biji dan tunggul (stump). Hasil buah canar dapat mencapai 500 kg/rumpun. Buahnya dapat diolah menjadi manisan dan asinan. Keunggulan tumbuhan ini
yang dimiliki diantaranya: kandungan kalsium (Ca) yang tinggi (0,30%),
kandungan tannin (positif sangat kuat) dan saponin (positif kuat) sebagai bahan
industry (Suwena 2006).
5.2.2.3 Kelompok sereal
Sereal adalah biji masak dan kering dari keluarga rumput-rumputan
(Poaceae) yang kaya akan pati (karbohidrat) dan juga mengandung lemak, protein,
mineral dan vitamin (Anonim 1990 diacu dalam Sunarti et al. 2007). Jenis dari suku Poaceae yang dimanfaatkan yaitu padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays).
5.2.2.4 Kelompok umbi-umbian
Umbi-umbian juga merupakan sumber karbohidrat. Spesies tumbuhan
pangan jenis umbi-umbian meliputi taleus (Colocasia esculenta), singkong (Manihot utilissima). Spesies tumbuhan penghasil karbohidrat selain dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan pokok, juga menjadi makanan
sampingan atau sebagai cemilan menjadi kue dan makanan kering. Masyarakat
mendapatkan tumbuhan penghasil karbohidrat tersebut dari hasil tumbuhan yang
sudah dibudidaya.
Taleus yang dimanfaatkan oleh masyarakat berada di pekarangan dan liar.
Bagian yang dimanfaatkan dari taleus yaitu umbi nya dan bagian batangnya.
Umbi taleus dimanfaatkan dengan cara digoreng, direbus dan dikukus. Bagian
batang umbi taleus dimanfaatkan sebagai sayur, masyarakat biasa menyebutnya
sayur lompong. Sayur diolah dengan cara bagian batang dipotong sebesar ibu jari, dicuci dan diolah menggunakan bumbu seperti laja, bawang merah, terasi dan
35
Gambar 11 Taleus (Colocasia esculenta).
Gambar 12 Umbi taleus. Gambar 13 Batang taleus yang disayur (lompong).
5.3 Keanekaragaman Tumbuhan Obat 5.3.1 Tumbuhan obat
Berdasarkan hasil observasi lapang di Kampung Sinarwangi, ditemukan
tumbuhan obat sebanyak 89 spesies dari 47 famili. Menurut penelitian Roosita et al. (2006) spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh Batra Desa Sukajadi sebanyak 117 spesies. Desa Sukajadi terdiri dari tiga dusun, Kampung Sinarwangi
merupakan Dusun II. Kampung Sinarwangi memiliki keanekaragaman tumbuhan
obat yang tinggi. Famili Zingiberaceae dan Fabaceae merupakan famili yang
memiliki jumlah spesies yang paling banyak sebanyak 8 spesies (Tabel 12).
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan berasal dari hutan antara lain bungur
36
Tabel 12 Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili
No Famili Jumlah spesies
1 Zingiberaceae 8
2 Fabaceae 8
3 Asteraceae 7
5 Solanaceae 5
6 Acanthaceae 4
7 Piperaceae 4
8 Arecaceae 3
9 Annonaceae 2
10 Famili lainnya (38 Famili) 48
Tumbuhan obat Kampung Sinarwangi sebagian besar ditemukan di
pekarangan sebanyak 67%, 15% dari hutan dan kebun, dan 3% dari sawah
(Gambar 14). Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat diperoleh
dari lahan masyarakat. Tumbuhan obat merupakan kebutuhan yang penting dan
dibutuhkan untuk mengobati penyakit.
Gambar 14 Persentase tipe habitat tumbuhan obat.
Pekarangan merupakan lahan yang paling dekat dengan rumah sebagai
tempat tinggal. Hal ini dimaksudkan agar pada saat masyarakat membutuhkan
tumbuhan obat dapat dengan cepat diperoleh sehingga memudahkan masyarakat
dalam memperoleh tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan
biasanya tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan dan sering digunakan oleh
masyarakat. Salah satu spesies tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan yaitu
sirih. Sirih dimanfaatkan untuk mengobati masalah kewanitaan. Masalah
kewanitaan dapat muncul sewaktu-waktu, dengan adanya sirih di pekarangan
dapat memudahkan masyarakat terutama wanita dengan mudah memperoleh
tumbuhan obat dan mengobati penyakit tersebut. hutan
15%
kebun 15%
pekarangan 67%
37
Potensi tumbuhan obat Kampung Sinarwangi berdasarkan bagian tumbuhan
yang dimanfaatkan, dikelompokkan menjadi 9 bagian yang digunakan meliputi
daun, buah, rimpang, akar, umbi, semua bagian, biji dan air buah. Daun
merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 50
spesies tumbuhan obat. Bagian tumbuhan lainnya meliputi rimpang sebanyak 7
spesies, akar 5 spesies dan sebagainya (Tabel 13).
Tabel 13 Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
No Bagian tumbuhan yang digunakan Jumlah
1 Daun 50
2 Buah 21
3 Rimpang 7
4 Akar 5
5 Umbi 3
6 Semua bagian (herba) 3
7 Tunas 1
8 Biji 1
9 Air 1
Hal ini disebabkan daun merupakan bagian tumbuhan yang memiliki laju
pertumbuhan yang cepat. Selain itu daun juga mudah diperoleh masyarakat tanpa
harus menunggu proses yang lama seperti buah karena buah dapat diperoleh
dalam waktu tertentu yaitu musim berbuah. Menurut Zuhud et al. (1994), penggunaan daun, buah, cabang dan ranting sebagai bahan mentah dalam
pengobatan tradisional tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup
tumbuhan. Tetapi bila akar, kulit kayu atau seluruh bagian tumbuhan yang
digunakan maka hal itu sudah menjadi ancaman bagi keberadaan spesies tersebut.
Berdasarkan habitus, tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Sinarwangi
dikelompokkan ke dalam 5 kelompok habitus yang meliputi herba, pohon, perdu,
liana dan semak yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Persentase habitus tumbuhan obat. semak
9% liana 6%
perdu 22%
herba 38%
38
Herba memiliki jumlah spesies yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tumbuhan obat. Hal ini diakibatkan tumbuhan dengan habitus herba
memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat serta masa umur pendek sehingga
ketersediaan di alam pun melimpah. Dengan adanya ketersediaan habitus herba
yang melimpah perlu dilakukan pemanfaatan yang optimal misalnya dengan
dilakukan pemanenan terhadap tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang berada di Kampung Sinarwangi berdasarkan status
budidaya terbagi menjadi 2 yaitu tumbuhan yang sudah dibudidaya dan tumbuhan
obat yang belum dibudidaya atau liar. Tumbuhan obat liar paling banyak
ditemukan dengan persentase sebanyak 53% dan sisanya sebanyak 47% adalah
tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat (Gambar 16).
Tumbuhan obat yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang
sering digunakan dan mudah dalam proses budidayanya. Proses budidayanya pun
menggunakan metode yang praktis dengan menanam di pekarangan atau pun
didalam pot.
Gambar 16 Persentase status tumbuhan obat.
Status budidaya tumbuhan obat di Kampung Sinarwangi sebagian besar
yaitu liar. Liar yang dimaksud yaitu tumbuh secara alami atau tidak sengaja
ditanam oleh masyarakat. Tumbuhan obat yang liar ditemukan diberbagai habitat
di Kampung Sinarwangi. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung Sinarwangi
merupakan kampung yang kaya dengan berbagai spesies tumbuhan obat.
5.3.2 Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat
Pengetahuan masyarakat Kampung Sinarwangi terhadap tumbuhan obat
masih tinggi. Hal tersebut terbukti bahwa masyarakat masih menggunakan
tumbuhan obat yang ada di sekitarnya untuk mengobati penyakit. Masyarakat budidaya
47% liar
39
Sinarwangi sangat mengetahui 26,67% dan 53,33% mengetahui, dan 10% kurang
mengetahui terkait tumbuhan yang berkhasiat untuk obat. Beberapa spesies
tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat Kampung Sinarwangi
diantaranya adalah spesies-spesies yang mempunyai fungsi lain seperti digunakan
sebagai sayur dan bumbu. Sayur dan bumbu dapur merupakan bahan yang selalu
digunakan dalam sehari-hari oleh masyarakat. Selain untuk konsumsi pangan
sehari-hari, sayur dan bumbu dapur memiliki banyak khasiat sebagai obat.
Beberapa spesies tumbuhan penghasil bumbu dan sayuran yang memiliki khasiat
obat adalah bawang merah (Allium cepa), takokak (Solanum torvum), lengkuas (Alpinia galanga) dan sebagainya.
Masyarakat Kampung Sinarwangi sebagian besar mengetahui spesies
tumbuhan obat dari turun-temurun. Hasil wawancara sebesar 86,67% mengetahui
tumbuhan obat dari turun-temurun, sisanya berasal dari tetangga 10% dan
informasi lain sebesar 3,33%. Masyarakat Kampung Sinarwangi sebesar 90%
menyatakan bahwa tumbuhan obat berkhasiat manjur dalam menyembuhkan
penyakit, 10% menyatakan kurang manjur. Masyarakat yang merasakan khasiat
manjur sering menggunakan tumbuhan secara terus menerus, sehingga khasiat
tumbuhan obat dapat dirasakan bagi pengguna tumbuhan obat tersebut.
Sedangkan masyarakat yang menyatakan kurang manjur adalah masyarakat yang
mengkonsumsi tumbuhan obat tidak rutin atau terus menerus dalam mengobati
penyakitnya, sehingga efek dari khasiat tumbuhan obat belum dirasakan oleh
pengguna. Telah diketahui bahwa tumbuhan obat memerlukan waktu yang lama
untuk menyembuhkan penyakit.
Di samping penggunaan tumbuhan obat, masyarakat pun menggunakan obat
warung dalam mengobati penyakitnya. Sebanyak 17,24% membeli obat warung,
72,41% kadang-kadang membeli obat warung dan 10,34% masyarakat Kampung
Sinarwangi yang tidak membeli obat warung. Alasan masyarakat membeli obat
warung adalah lebih praktis penggunaannnya serta lebih cepat menyembuhkan
dibanding dengan menggunakan tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat masing-masing tergantung
jenis dan penyakit baik cara penggunaan maupun pengolahan. Teridentifikasi 11
40
penyakitnya (Tabel 14). Penyakit yang sering diderita oleh masyarakat
Sinarwangi adalah pegal-pegal. Sebanyak 4 spesies tumbuhan obat yang
digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit demam tersebut, yaitu meliputi
akar gedang gandul, akar cecenet, akar alang-alang, daun alpuket.
Tabel 14 Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang digunakan Manfaat
1 Rane Selaginella
willdenowii
Daun Luka luar, luka dalam (Setelah persalinan)
2 Lempuyang Zingiber aromaticum Air Nafsu makan
3 Baluntas Pluchea indica Daun Luka dalam, bau
badan
4 Buntiris Kalanchoe crenata Daun Demam, bisul, sakit
gigi
5 Pohpohan Pilea trinervia Daun Bau mulut
6 Kisepet Commelina obliqua Daun Setelah melahirkan
7 Babadotan Ageratum conyzoides Daun Luka
8 Bawang merah Allium cepa Umbi Masuk angin, perut
kembung pada anak, sakit gigi
9 Alang-alang Imperata cylindrical Akar Pegal-pegal, menjaga kesehatan
10 Cecenet Physalis peruviana Akar Pegal-pegal, menjaga kesehatan
11 Sirih Piper betle Daun Keputihan
Proses pembuatan obat untuk mengobati pegal-pegal dan menjaga
kesehatan yaitu dengan cara membuat godogan. Godogan tersebut terdiri dari
beberapa spesies tumbuhan yang direbus secara bersamaan. Penyediaan jenis
tumbuhan tersebut ada yang berupa simplisia kering dan segar. Simplisia kering
yaitu dengan mengambil berbagai jenis tumbuhan tersebut kemudian dijemur dan
dipotong-potong menjadi potongan halus. Simplisia segar berupa bagian
tumbuhan yang langsung diperoleh dari alam dan langsung diproses.