Hybrid Court
Gambaran Umum
Selain penegakan hukum secara langsung, terdapat juga apa yang disebut dengan penegakan hukum
internasional secara tidak langsung. Penegakan hukum pidana internasional secara tidak langsung atau indirect enforcement system adalah penegakan hukum pidana internasional melalui hukum pidana nasional masing-masing negara dimana tindak pidana internasional tersebut terjadi. Dalam kata lain dapat disebut juga sebagai campuran, Hybrid Model atau disebut dengan
Internationalised Domestic Criminal Tribunals.
Gambaran Umum (lanjutan)
Pengadilan campuran atau Hybrid Court merupakan
penemuan baru dalam bidang hukum pidana internasional yang disebut dengan “generasi ketiga” dari perkembangan pidana internasional. Perkembangan ini merupakan
terobosan baru dalam penegakan hukum pidana HAM internasional dimana model ini dikelompokkan dari beberapa campuran Negara-negara dan komponen
internasional yang menawarkan pendekatan yang tertuju pada keadilan internasional secara keseluruhan pada satu sisi dan keadilan dalam negeri di sisi lain.
Gambaran Umum (lanjutan)
Ciri khas utama model ini adalah adanya komposisi campuran antara elemen-elemen domestic dan
internasional. PBB beranggapan, bahwa PBB memiliki tanggungjawab untuk pendanaaan, sumberdaya
manusia, menyediakan hakim-hakim, penuntut umum melalui sumbangan-sumbangan atau kontribusi dari Negara lainnya.
Alasan Dibentuknya
Hybrid Court
• Tidak memadainya kapasitas atau sumberdaya pada level nasional;
• Hybrid Court dibentuk untuk mengatasi masalah-masalah hambatan dari sistem hukum domestic, seperti amnesti atau imunitas;
• Ketidakjelasan atau tidak memadai kemandirian dari sistem hukum domestic.;
• Memberikan kontribusi terhadap hak, keadilan dan pengadilan yang efektif;
• Memberikan kontribusi untuk mengakhiri budaya impunitas.
Gambaran Umum
Setelah merdeka dari Perancis tahun 1953,
Kamboja tidak mampu menghindarkan diri dari
kekacauan perang Vietnam. Perang sipil yang
terjadi sebagai akibat tidak langsung dari perang
dingin, di satu sisi, pemerintah Lon Nol didukung
Amerika Serikat dan di sisi lain, Pol Pot dengan
Gambaran Umum (lanjutan)
Pada 17 April 1975, pasukan Pol Pot bergerak menuju Phnom Penh, mereka memprokamasikan tahun nol
(year zero). Khmer merah berusaha membawa kembali negara ke zaman batu. Dalam beberapa minggu
pertama, 2.5 juta penduduk Phnom Penh dipaksa keluar dari wilayah negara. Khmer merah telah
melakukan genosida terhadap sekitar 2 juta penduduk di ladang pembantaian, sekitar seperempat penduduk Kamboja pada saat itu, tujuannya adalah untuk
Gambaran Umum (lanjutan)
PBB berencana untuk membuat peradilan internasional adhoc seperti ICTY dan ICTR, namun pemerintah Kamboja menolak pembuatan mekanisme seperti ICTY dan ICTR,
pemerintah Kamboja menginginkan adanya Memorandum of Understanding (MoU) yang berisi kerjasama
internasional yang signifikan dalam peradilan untuk
membentuk peradilan luar biasa di pengadilan Kamboja. Akhirnya disetujui adanya pengadilan untuk kejahatan yang terjadi antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 di
Yurisdiksi Teritorial
Yurisdiksi teritorial dari criminal court ini tidak jelas diatur di dalam resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/57/228 B. Pasal 1 resolusi tersebut hanya
Yurisdiksi Temporal
Resolusi Majelis Umum menyebut tanggal 17
April 1975 sampai dengan 6 Januari 1979.
Tanggal ini dipilih karena 17 April 1975 adalah
tanggal dimana deklarasi
zero year
dinyatakan
oleh Pol Pot dengan pasukan Khmer Merahnya,
dan 6 Januari 1979 adalah masuknya tentara
Yurisdiksi Personal
Penuntutan dilakukan secara terbatas terhadap
pimpinan senior dari Demokratik Kamboja dan mereka yang paling bertanggungjawab atas kejahatan dan
Yurisdiksi Material
Pasal 9 resolusi tersebut berisi tentang kejahatan yang termasuk di dalam yurisdiksi criminal court, antara lain: 1. Genosida;
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
3. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949; 4. Pelanggaran lain yang disebutkan dalam hukum
Pelaksanaan Peradilan
Criminal Court for Cambodia terdiri dari 2 chamber luar biasa, satu adalah chamber peradilan tingkat pertama dan satu lagi tingkat banding.
Trial chamber beranggotakan 5 hakim dengan komposisi, 3 hakim dari Kamboja dan 2 hakim dari luar Kamboja
Gambaran Umum
Terdapat beberapa pendapat mengenai penyebab konflik di Sierra Leone. Pendapat tersebut antara lain:
• Konflik di terjadi karena krisis terhadap pemerintahan dimana dalam beberapa tahun diatur oleh satu partai dan eksploitasi oleh sekelompok elite, serta ketidak berdayaan kekuasaan militer;
• Konflik terjadi karena adanya perbedaan di dalam internal partai yang ingin mengatur tambang berlian;
• Adanya konflik etnis yang terselubung antara Mende, partai dominan masyarakat Sierra Leone (SLPP, Sierra Leone People’s
Party) dan Temne, kongres dominan seluruh masyarakat (APC, All
Gambaran Umum (lanjutan)
Pada tanggal 12 Juni 2000, Presiden Sierra Leone, Ahmad Tejan Kabbah menulis surat kepada Sekretaris Jendral
PBB, Kofi Annan untuk meminta dunia internasional untuk mengadili setiap orang yang dianggap bertanggungjawab terhadap kejahatan selama konflik. Pada tanggal 14
Agustus 2000, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1315 dan meminta sekretaris jendral untuk
Yurisdiksi Teritorial
Menurut Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court, “The Special Court Shall, except as provided in subparagraph (2), have the power to prosecute persons who bear the greatest
responsibility for serious violations of international
humanitarian law and Sierra leonean law committed in the territory of Sierra Leone...” (Special Court berwenang, kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (2), melakukan penuntutan terhadap setiap orang yang paling bertanggungajwab atas terjadinya pelanggaran berat terhadap hukum humaniter
Yurisdiksi Temporal
Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court juga mengatur
tentang yurisdiksi temporal dari Special Court. “...have
the power to prosecute persons who bear the greatest responsibility for serious violations of international
humanitarian law and Sierra Leonean law committed in the territory of Sierra Leone since 30 November 1996, ...”
(...memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan
Yurisdiksi Personal
Diatur di dalam Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) Statuta Special Court, yaitu berwenang mengadili orang-orang antara
lain:
1. Setiap orang yang melakukan pelanggaran;
2. Pasukan penjaga perdamaian yang melanggar akan diperiksa berdasarkan hukum nasional negara
pengirim;
3. Jika negara pengirim pasukan penjaga perdamaian tidak mau atau tidak mampu memeriksa, maka
Yurisdiksi Material
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 2)
2. Pelanggaran berat terhadap Pasal 3 Konvensi Jenewa (Serious violations of Article 3 common to the Geneva Convention);
3. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum humaniter internasional (Pasal 4);
4. Kejahatan berdasarkan hukum Sierra Leone, diantaranya adalah tindak pidana yang berhubungan dengan
Prinsip Dasar
Special Court
•
Prinsip individual responsibility (Pasal 6 ayat (1);
•
Non impunity (Pasal 6 ayat (2);
•
Command responsibility (Pasal 6 ayat (3);
•
Concurrance Jurisdiction (Pasal 8);
Pelaksanaan Peradilan
Special Court for Sierra Leone beranggotakan 12 (dua belas) hakim, yang mana 7 (tujuh) diantaranya adalah hakim pengadilan (5 (lima) ditunjuk oleh PBB dan 2 (dua) dinominasikan dari pemerintah Sierra Leone. 5 (lima) sisanya adalah hakim banding, dimana 3 (tiga) ditunjuk oleh PBB dan 2 (dua) dinominasikan dari
Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)
Special Court for Sierra Leone
mengadili 13 (tiga
belas) terdakwa untuk kejahatan perang, kejahatan
terhadap kemanusiaan dan pelanggaran lain
terhadap hukum humaniter internasional. 3 (tiga)
terdakwa meninggal dan 10 (sepuluh) terdakwa
diproses oleh
Special Court for Sierra Leone
.
Gambaran Umum
Konflik yang terjadi di Kosovo merupakan cerita lama antara masyarakat mayoritas, Albania dan masyarakat minoritas, Serbia. Konflik semakin memanas ketika tahun 1987, pada masa kepemimpinan Slobodan Milosevic,
dimana memutuskan untuk menghapuskan konstitusi yang menjamin otonomi Kosovo. Keputusan ini efektif pada bulan Maret 1989 dengan mengubah konstitusi
Gambaran Umum (lanjutan)
Menghadapi ketidakefisienan kebijakan Kosovo Albania, beberapa masyarakat Kosovo Albania pada tahun 1996 memutuskan untuk mengambil tindakan dan melawan rezim Serbia dengan membentuk Pasukan Pembebasan Kosovo (Ushtria Çlirimtare e Kosovës (UCK) in Albanian). UCK kemudian melakukan penyerangan terhadap tentara dan polisi Serbia. Sebagai aksi balasan, pada bulan
Februari dan Maret 1998, polisi dan tentara Serbia
Gambaran Umum (lanjutan)
Khawatir konflik akan meluas ke negara tetangga, kekuatan barat memutuskan untuk intervensi. Perundingan dengan pihak Serbia yang menginginkan pasukan Serbia meninggalkan Kosovo gagal, NATO akhirnya melakukan serangan udara terhadap Serbia antara 24 Maret sampai dengan 10 Juni 1999, dan juga memaksa rezim Milosevic untuk meninggalkan Kosovo.
Pada tanggal 15 Februari 2000, berdasarkan peraturan 2000/6,
Yurisdiksi Teritorial, temporal,
personal dan material
Berbeda dengan peradilan internasional
sebelumnya,
international judge
ini menggunakan
hukum nasional dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di Kosovo.
Melalui program UNMIK (
United Nations Mission
in Kosovo
)
international judge
dibentuk
Pelaksanaan Peradilan
Pada tahun 1999 diperkenalkan polisi
internasional di Kosovo untuk menyelesaikan
perkara pelanggaran hukum pidana
internasional di Kosovo.
Walaupun polisi berasal dari masyarakat
internasional, namun hakim dan jaksanya
Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)
Pada tahun 2000 berdasarkan regulasi 2000/6
UNMIK mulai diperkenalkan hakim dan
penuntut umum internasional, dan berdasarkan
regulasi 2000/64 diperkenalkan sistem khusus
yang merupakan perwakilan dari sekretaris
jenderal PBB untuk membentuk apa yang
Gambaran Umum
Kerusuhan di Timor Timur terjadi pasca jajak
pendapat tahun 1999, dimana hasil jajak pendapat
menyebutkan, 78, 5 % menyatakan menolak
otonomi khusus dan memilih merdeka.
Gambaran Umum (lanjutan)
Pasca pengumuman hasil jajak pendapat tersebut, kerusuhan berkobar. Milisi pro integrasi menyerang kelompok anti
integrasi.
Akibat kerusuhan ini, kota Dili dan kota-kota lainnya rusak berat, ratusan orang meninggal dan ratusan ribu orang
mengungsi ke Nusa Tenggara Barat.
TNI dan Polri dikaitkan dengan kerusuhan tersebut karena hasil persetujuan New York menyebutkan, tangungjawab keamanan berada di pihak Indonesia, sehingga adanya
Gambaran Umum (lanjutan)
Pada tanggal 25 Oktober 1999, dewan keamanan PBB
mengeluarkan resolusi 1272, dimana isinya memutuskan untuk membentuk United Nations Transitional
Administration of East Timor (UNTAET) yang mana mempercayakan secara keseluruhan tanggung jawab administrasi untuk Timor Timur, dan berwenang
melakukan seluruh fungsi legislatif dan eksekutif termasuk administrasi peradilan.
Berdasarkan regulasi 2000/11 pada tanggal 6 Maret 2000 UNTAET membentuk sistem peradilan berdasarkan
Yurisdiksi Teritorial
Bagian kedua 2.2. regulasi UNTAET 2000/15
menyebutkan, bahwa
Special Panel
memiliki
yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi:
1. Di wilayah Timor Timur;
2. Di tempat dimana dilakukan oleh penduduk
Timor Timur;
Yurisdiksi Temporal
Bagian kedua 2.3. regulasi UNTAET 2000/15
menyebutkan, bahwa
Special Panel
memiliki
yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi pada
Yurisdiksi Material
Bagian pertama 1.3. regulasi UNTAET 2000/15
menyebutkan, bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana sebagai berikut:
1. Genosida;
2. Kejahatan perang;
3. Kejahatan terhadap kemanusiaan; 4. Pembunuhan;
Pelaksanaan Peradilan
Berdasarkan ketentuan 22.1 dan 22.2 regulasi
UNTAET 2001/15, peradilan dan peradilan
banding beranggotakan 2 (dua) hakim
internasional dan satu hakim Timor Timur. Akan
tetapi, dalam kasus tertentu, menurut
ketentuan 22.2 diperkenankan menggunakan 3
(tiga) hakim internasional dan 2 (dua) hakim
Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)
Berdasarkan hasil penyidikan SCU (Serious Crime Unit), 95
tuntutan diajukan ke peradilan khusus dengan 392 terdakwa. Dari 95 tuntutan, 57 diantaranya tentang kejahatan
kemanusiaan. Selama tahun 2002 sampai 2005, 55 persidangan telah dilaksanakan dengan mengajukan 87 terdakwa. 83
dinyatakan bersalah dan 4 dinyatakan bebas, namun kemudian dinyatakan bersalah pada persidangan banding.
SCU mengakhiri tugasnya pada 20 Mei 2005, dimana menyisakan tuntutan terhadap 229 orang, termasuk diantaranya yang
Daftar Referensi
• Arie Siswanto, Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional, 2005 • Bantekas, Ilias & Susan Nash, International Criminal Law, Second Edition, 2003 • Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, 2005
• Eddy Omar Sharif Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional, 2009 • Highonet Ethel, “Restructuring Hybrid Court: Local Empowerment and
National Criminal Justice Reform”, dikutip dari
http://digitalcommons.law.yale.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&conte
xt=student_papers&sei-redir=1#search=%22restructuring%20hybrid%20court%22 <diunduh tanggal 4 April 2010>
• I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, 2006
• Mettraux, Guénaël, International Crimes and The Ad Hoc Tribunals, 2005 • Sarah Noumen, “Hybrid Court: The Hybrid Category of New Type of