SELF-REGULATED LEARNING SISWA
(
Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
Oleh
Yuningdartie
NIM 1200880
PROGRAM STUDI
BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH PASCASARJANA
EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF
BEHAVIORAL DALAM MENINGKATKAN
SELF-REGULATED LEARNING
SISWA
(Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa
Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung
Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh Yuningdartie
S.Pd IKIP Bandung, 1998
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
© Yuningdartie 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
YUNINGDARTIE
EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIORAL DALAM MENINGKATKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr. Agus Taufiq, M.Pd NIP. 19580816 198503 1 004
Pembimbing II
Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd NIP. 19620208 198601 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Yuningdartie. 2014. Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa (Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015). Tesis. Dibimbing oleh: Dr. Agus Taufiq, M.Pd. (Pembimbing 1); dan Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. (Pembimbing 2). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan belajar dan rendahnya prestasi belajar rata-rata siswa SMK Negeri 12 Bandung akibat siswa belum memiliki kemampuan pengaturan diri dalam belajar. Untuk memiliki pengaturan diri dalam belajar, siswa membutuhkan Self-Regulated Learning. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif (mixed methods) dan desain penelitian eksperimen kuasi menggunakan Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 12 Bandung dengan subjek penelitian siswa kelas XI yang dipilih secara purposif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen angket Self-Regulated Learning. Penelitian dilaksanakan melalui empat langkah: studi pendahuluan, penyusunan program intervensi, validasi rasional program intervensi, dan uji efektivitas program intervensi. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa rata-rata Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung berada pada kategori sedang artinya siswa sering menggunakan keterampilan Self-Regulated Learning. Hasil uji efektivitas program intervensi menunjukkan bahwa program intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral teruji efektif dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa. Penelitian direkomendasikan bagi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Sekolah untuk dapat memanfaatkan dan menerapkan program Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa, serta bagi peneliti selanjutnya untuk dapat memanfaatkan hasil penelitian di masa mendatang terkait pemanfaatan Konseling Rasional Emotif Behavioral dan peningkatan Self-Regulated Learning.
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Yuningdartie. 2014. Effectiveness of Rational Emotive Behavioral Counseling in Improving Student Self-Regulated Learning (A Quasi-Experimental Study of Grade XI Students of SMK Negeri 12 Bandung in 2014/2015 Academic Year). Thesis. Supervised by: Dr. Agus Taufiq, M.Pd. (Supervisor 1); and Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. (Supervisor 2). Guidance and Counseling Study Program, Graduate School of Indonesian University of Education, Bandung.
This study is motivated by learning difficulties and low average learning achievement of students of SMK Negeri 12 Bandung due to students not yet have the ability to self-regulation in learning. To have self-regulation in learning, students need a Self-Regulated Learning. This study is aimed at testing the effectiveness of Rational Emotive Behavioral Counseling in improving students' Self-Regulated Learning. This study uses quantitative-qualitative approach (mixed methods) and quasi-experimental research design using Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design. This study was conducted in SMK Negeri 12 Bandung with a grade XI student research subjects were selected purposively. The study instrument used was a questionnaire instrument Self-Regulated Learning. The study was conducted through four steps: preliminary studies, preparation of intervention programs, rational validation of intervention programs, and test the effectiveness of intervention programs. The results of preliminary studies indicate that the average Self-Regulated Learning grade XI student of SMK Negeri 12 Bandung in middle category means that students often use the skills of Self-Regulated Learning. The result test of effectiveness of intervention programs show that the Rational Emotive Behavioral Counseling intervention programs proven effective in improving students' Self-Regulated Learning. The study recommended for Guidance and Counseling teachers/School Counselors to utilize and implement Rational Emotive Behavioral Counseling program in improving the Self-Regulated Learning students, as well as for further researcher to be able to use the results studies for future related to the use of Rational Emotive Behavioral Counseling and improvement Self-Regulated Learning.
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ... 11
1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 15
1.4 Tujuan Penelitian ... 15
1.5 Manfaat Penelitian. ... 16
BAB II MENINGKATKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA MELALUI INTERVENSI KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIORAL 2.1 Konsep Dasar Self-Regulated Learning ... 17
2.2 Perkembangan Self-Regulated Learning Pada Remaja ... 38
2.3 Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB) Sebagai Salah Satu Upaya dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning (SRL) Siswa ... 45
2.4 Penelitian yang Relevan. ... 85
2.5 Asumsi. ... 87
2.6 Hipotesis Penelitian. ... 88
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 89
3.2 Populasi dan Sampel ... 90
3.3 Definisi Operasional ... 92
3.4 Instrumen Penelitian ... 95
3.5 Pengembangan dan Validasi Program Intervensi ... 98
3.6 Prosedur Penelitian ... 99
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 110
4.2 Hasil Penelitian Studi Pendahuluan ... 110
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 128
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ... 141
5.2 Implikasi ... 142
5.3 Rekomendasi ... 143
DAFTAR PUSTAKA. ... 147
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada dasarnya pendidikan merupakan upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
sistem pendidikan di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tujuan pendidikan
terarah pada nilai-nilai yang berkembang dari budaya luhur bangsa Indonesia. Hal
ini terungkap dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 2 dan Pasal 3, yaitu sebagai
berikut.
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut tidak terlepas dari
pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu
unsur pelaksana yang dominan dalam keseluruhan organisasi pendidikan,
disamping keluarga dan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang formal
sehingga memungkinkan pelaksanaan pendidikan yang terarah, terkontrol dan
teratur. Kegiatan belajar mengajar di sekolah meliputi seluruh aktivitas dengan
membahas seperangkat materi pelajaran agar siswa mempunyai kecakapan dan
pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupannya. Dalam upaya mendapatkan
pengetahuan oleh siswa di sekolah, sudah tentunya tidak akan terlepas dari
berbagai permasalahan kesulitan dalam belajarnya.
Kesulitan belajar dan rendahnya prestasi belajar merupakan faktor yang
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
prestasi belajar siswa. Faktor tersebut adalah faktor internal yang meliputi
keadaan jasmani (kesehatan, cacat tubuh, kelelahan) dan keadaan psikologis
(inteligensi, perhatian, bakat, minat, kesiapan); serta faktor eksternal seperti
keadaan keluarga (cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi),
lingkungan sekolah (metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dan siswa,
hubungan siswa dengan siswa), dan keadaan masyarakat (teman bergaul,
kehidupan bermasyarakat, mass media). Secara sistematik faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi dan pada gilirannya berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
Berdasarkan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan
menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), seseorang dikatakan telah berhasil
dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah
ditentukan sebelumnya atau sekarang dikenal dengan nama Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah KKM maka
siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Salah satu teknik
yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah siswa gagal atau berhasil
mencapai KKM adalah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk
nilai hasil belajar yang tercantum dalam buku laporan pendidikan.
Keberhasilan siswa dalam mencapai nilai di atas KKM salah satunya
ditentukan oleh kemampuan siswa dalam belajar mandiri yaitu keterampilan
mengatur kegiatan belajar dan mengontrol perilaku belajar, juga dapat
menggunakan strategi belajar efektif dengan cara mengetahui tujuan, arah, strategi
serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajar. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sedanayasa dalam Widiyastuti (2012) yang menemukan adanya
penguasaan keterampilan belajar siswa di sekolah menengah atas umumnya masih
rendah.
Untuk mencapai keterampilan belajar, siswa membutuhkan Self-Regulated
Learning (SRL) dalam belajar. Self-Regulated Learning (SRL) dibutuhkan siswa
agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu
menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Schunk (1998) mengemukakan bahwa siswa dikatakan melakukan self-
regulation dalam belajar bila mereka secara sistematis mengatur perilaku dan
kognisinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol
berjalannya suatu proses belajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih
untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan
mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya.
Di samping itu, SRL menekankan pentingnya inisiatif karena SRL
merupakan belajar yang terjadi atas dasar inisiatif. Siswa yang memiliki inisiatif
menunjukkan kemampuan untuk menggunakan pemikiran, perasaan, strategi dan
tingkah lakunya yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan. (Zimmerman, 2002).
Self-Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan siswa mengatur diri
dalam belajar. Menurut Winne (Santrock, 2007) SRL adalah kemampuan untuk
memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk
mencapai suatu tujuan. Tujuan ini berupa tujuan akademik (meningkatkan
pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian,
mengajukan pertanyaan yang relevan), maupun tujuan sosio-emosional
(mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
Self-Regulated Learning (SRL) memiliki karakteristik bertujuan
memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi
mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik
memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi
berdasarkan kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang
mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.
Self-Regulated Learning (SRL) adalah proses aktif dan konstruktif siswa
dalam menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor,
meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian
semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks
lingkungan. Siswa yang mempunyai SRL tinggi adalah siswa yang secara
metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses
belajar. Di sini terlihat bahwa betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memiliki SRL yang tinggi. Apabila siswa memiliki SRL yang rendah akan
mengakibatkan kesulitan dalam menerima materi pelajaran sehingga hasil belajar
mereka menjadi tidak optimal. Selain itu, hal tersebut juga dapat berdampak pada
ketidaklulusan, karena apabila sampai kelas XII tidak ada perubahan dalam
belajar mereka, maka siswa akan sulit mencapai standar kelulusan dari pemerintah
yang setiap tahunnya naik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wangid (2006) menyatakan bahwa
masih banyak siswa yang tidak mempunyai motivasi dan kemandirian dalam
belajar. Disamping itu, Pujiatin (2004) menemukan bahwa sebagian besar siswa
tidak mengetahui cara atau strategi belajar efektif. Hasil penelitian Widiyastuti
(2012) menyatakan bahwa terdapat 35,43% siswa berada pada tingkat SRL sangat
rendah. Artinya siswa tidak memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik dalam
belajar, tidak menggunakan strategi belajar efektif, dan tidak mengevaluasi
keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar.
Penelitian Zimmerman & Martinez-Pons (1990) menunjukkan bahwa dalam
pertumbuhan dan perkembangan self-efficacy akademik ditemukan pertambahan
kombinasi penggunaan 14 strategi SRL siswa mulai usia 5 tahun, 8 tahun, dan 11
tahun. Artinya bahwa self-efficacy akademik siswa usia 11 tahun akan melebihi
self-efficacy akademik usia 8 tahun, dan self-efficacy akademik usia 5 tahun. Di
samping itu juga siswa berbakat dalam belajar menunjukkan perkembangan yang
cepat dalam kemampuan efikasi verbal dan matematika jika dibandingkan dengan
siswa tidak berbakat, karena siswa berbakat menunjukkan kemampuan intelektual
yang tinggi dan menggambarkan motivasi diri yang tinggi.
Penelitian Flavell, dkk. 1970; Stipek & Tannat, 1984, yang diringkas oleh
Paris and Newman (Zimmerman, 1990) menjelaskan perkembangan dan
perubahan pada anak-anak yang memiliki kemampuan mengatur
pembelajarannya. Sebelum usia 7 tahun, anak-anak terlihat sangat optimis dengan
kemampuannya untuk belajar. Anak-anak memulai sekolah dengan pemahaman
yang kurang jelas mengenai hal-hal yang meliputi tugas-tugas akademik dan
pengetahuan mengenai strategi belajar yang tidak lengkap, semuanya berjalan
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian Skinner, Chapman, & Baltes, 1988 (Zimmerman, 1990)
menunjukkan bahwa anak-anak jarang memikirkan pencapaian prestasi dan
mereka percaya bahwa kerja keras sudah cukup untuk menjamin sukses. Hal ini
juga menjelaskan bahwa anak-anak yang menginjak usia remaja memiliki persepsi
akademik yang lebih akurat dan sedikit demi sedikit mulai menyadari bahwa
kesuksesan tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan usaha sendiri.
Penelitian Lopez, dkk. (2013) mengidentifikasi strategi belajar siswa yang
berasal dari etnis beragam dalam mempelajari kimia organik serta hubungan
strategi belajar dengan hasil belajar. Temuan menunjukkan bahwa menciptakan
lingkungan yang memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam berbagai
strategi SRL berpotensi dapat meningkatkan kinerja konseptual dan akademik
siswa dalam mempelajari kimia organik.
Penelitian Pintrich, dkk. (1990) menguji hubungan motivasi, komponen
SRL, dan prestasi akademik kelas untuk kelas 7 dari kelas sains dan bahasa. Hasil
penelitian memberikan bukti-bukti empiris yang berlaku untuk pentingnya
mempertimbangkan motivasi dan komponen SRL dalam model prestasi akademik
kelas. Artinya bahwa terdapat keterkaitan antara perbedaan individu dalam
orientasi motivasi dan keterlibatan kognitif dan regulasi diri dalam pengaturan
kelas.
Widiyastuti (2012) melakukan penelitian Research & Development untuk
menguji efektivitas program bimbingan belajar melalui strategi metakognitif
untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa SMA Negeri 1 Nagreg.
Hasilnya program bimbingan belajar melalui strategi metakognitif menunjukkan
secara umum adanya peningkatan Self-Regulated Learning siswa SMA Negeri 1
Nagreg.
Rendahnya SRL siswa bukanlah suatu hal yang layak dibiarkan. Siswa perlu
difasilitasi ataupun diberi kesempatan untuk mengembangkan SRL dalam diri
mereka agar mereka memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik dalam belajar,
mampu menggunakan strategi belajar efektif, dan mampu mengevaluasi
keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar. Pada akhirnya, siswa
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
optimal serta berdampak pada ketercapaian standar kompetensi kelulusan dari
pemerintah.
Hal ini sejalan dengan tuntutan terhadap sejumlah kemampuan yang harus
dimiliki siswa yang termuat dalam standar kompetensi kelulusan dari pemerintah
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan, dimana siswa lulusan SMK hendaknya:
(1) berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
perkembangan remaja;
(2) mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri
serta memperbaiki kekurangannya;
(3) menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya;
(4) berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial;
(5) menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup global;
(6) membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis,
kritis, kreatif, dan inovatif;
(7) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
dalam pengambilan keputusan;
(8) menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk
pemberdayaan diri;
(9) menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik;
(10) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
kompleks;
(11) menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial;
(12) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
(13) berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(14) mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya;
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(16) menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;
(17) menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta
kebersihan lingkungan;
(18) berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun;
(19) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat;
(20) menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang
lain;
(21) menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara
sistematis dan estetis
(22) menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara
dalam bahasa Indonesia dan Inggris;
(23) menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk
memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan
tinggi sesuai dengan kejuruannya;
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah Self-Regulated Learning
(pengaturan diri dalam belajar) siswa yang memiliki tingkat kecenderungan
tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali. Hal tersebut menjadi fokus penelitian,
karena sesuai dengan hasil observasi awal dan survei kepada siswa kelas XI di
SMK Negeri 12 Bandung sebagai hasil studi pendahuluan, secara garis besar
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang bersifat kompleks terkait dalam
proses pembelajaran, yaitu: kesulitan belajar, rendahnya pengaturan diri dalam
belajar, dan siswa dengan prestasi belajar yang rendah. Hal ini terbukti dengan
adanya prestasi siswa dalam bidang akademis yang pada umumnya tergolong
rendah, jika dilihat dari ketercapaian nilai diatas KKM.
Dalam konteks tugas sebagai guru BK di SMK Negeri 12 Bandung, selama
penulis berinteraksi dengan siswa ditemukan sejumlah masalah yang berkaitan
dengan prestasi belajar yang rendah, salah satunya diperkirakan berhubungan
dengan motivasi belajar yang rendah yang berasal dari dalam diri siswa dan
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
usaha optimal dan tepat waktu. Di samping itu, adanya kemauan siswa yang
rendah dalam meminta remedial (perbaikan) kepada guru mata pelajaran, dimana
siswa tersebut nilainya belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Hal ini tidak hanya terjadi pada siswa kelas X dan XI saja, bahkan siswa kelas XII
pun masih ditemukan beberapa siswa yang masih memiliki nilai tidak tuntas (di
bawah KKM) selama di kelas X dan XI, siswa tidak memiliki jadwal belajar yang
rutin setiap hari, siswa membolos sekolah, tidak pernah belajar di rumah, belajar
ketika ada ulangan saja, dan menerapkan metode belajar ‘sks’ (sistem kebut
semalam).
Jika dicermati, semua perilaku di atas memiliki akar yang sama, yaitu
kurangnya pengaturan diri siswa dalam belajar, yang disebut Self-Regulated
Learning (SRL).
Pengaturan diri dalam belajar perlu dimiliki oleh setiap orang dalam
berbagai aktivitas belajar yang dilakukan. Alasannya yaitu dengan adanya
pengaturan diri dalam belajar akan mengubah pandangan bahwa yang menentukan
keberhasilan seseorang bukan lagi potensi diri dan faktor lingkungan saja, akan
tetapi kesanggupan individu untuk merancang sendiri strategi meningkatkan
potensi dan mengelola lingkungan yang kondusif juga sangat penting. Jadi dengan
pengaturan diri dalam belajar mengarahkan individu untuk memiliki kesadaran
yang tinggi akan potensi yang dimiliki, kemudian tahu bagaimana cara
menggunakan potensi tersebut untuk mencapai tujuan belajar yang telah
ditetapkan.
Berkaitan dengan adanya pengaturan diri dalam belajar (Self-Regulated
Learning) siswa, maka berdasarkan prinsip bimbingan dan konseling adalah untuk
semua siswa. Di samping itu, layanan konseling diharapkan tidak hanya berfungsi
pada upaya kuratif (penyembuhan) saja, melainkan juga berfungsi sebagai
preventif (pencegahan) kepada semua siswa agar memiliki SRL sehingga terjadi
peningkatan dalam prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, pemberian layanan
konseling dalam penelitian ini diperuntukkan bagi siswa yang memiliki tingkat
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Rusmana (2009: 109), kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam
pendidikan di sekolah adalah membantu perkembangan yang optimal dari setiap
siswa melalui bidang pembinaan yang meliputi: (1) ranah akademik-siswa mampu
belajar untuk belajar (Learning to Learn), (2) ranah karier/vokasional-siswa
mampu belajar untuk menghasilkan (Learning to Earn), dan (3) ranah
pribadi/sosial-siswa mampu belajar untuk hidup (Learning to Live).
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan khusus yang terkait dengan upaya
bantuan yang dapat dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling dalam ranah
akademik adalah membantu siswa memilih pengalaman yang cocok untuk mereka
yang dapat menjadikan mereka terampil menaklukan sebagian besar situasi
pembelajaran yang dihadapi, termasuk di dalamnya keterampilan pengambilan
keputusan, penuntasan masalah, berpikir kritis, membuat timbangan logis,
perancangan tujuan, kemelekan terhadap teknologi, keterampilan melakukan
transisi, keterampilan interpersonal dan kecakapan untuk melakukan
pengorganisasian dan pengelolaan informasi.
Menurut Surya (2003), terdapat beberapa teori dan pendekatan konseling
yang berorientasi kognitif dan afektif yang dapat menopang layanan bimbingan
dan konseling. Teori dan pendekatan konseling yang berorientasi kognitif, seperti
Trait and Factor, Rational Emotive Therapy (RET), dan Behavioral. Teori dan
pendekatan konseling yang berosientasi afektif, seperti Psychoanalisis, Individual
Psychology, Transactional Analysis, Client Centered, dan Existential.
Dari sekian banyak teori dan pendekatan konseling yang ada, salah satu
teori atau pendekatan yang dianggap sesuai untuk meningkatkan SRL siswa
adalah Rational Emotive Behavioural Counselling (Konseling Rasional Emotif
Behavioral) yang berasal dari konsep Rational Emotive Behavior Therapy yang
dikembangkan pertama kali oleh seorang psikolog bernama Albert Ellis.
Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk bahasan selanjutnya disebut
dengan akronim KREB adalah suatu pendekatan untuk membantu memecahkan
masalah-masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1986).
Pendekatan ini dapat dilakukan untuk membantu siswa yang mengalami SRL
keragu-Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
raguan yang muncul karena sesuatu hal yang ada pada pikiran siswa tersebut. Pola
pikir yang salah disini adalah pola pikir negatif yang muncul pada diri individu,
yang memunculkan persepsi yang akan merubah sikap atau tingkah laku
seseorang, sebagai contoh seseorang selalu merasa tidak yakin akan
kemampuannya sendiri padahal belum pernah mencoba untuk menyalurkan
kemampuannya tersebut, sehingga hal tersebut yang nantinya akan membentuk
seseorang menjadi orang yang memiliki pengaturan diri dalam belajar yang
rendah karena selalu ragu akan kemampuannya.
Tujuan utama KREB ini adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi,
cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan siswa yang irrasional dan
tidak logis menjadi logis agar siswa dapat mengembangkan diri dan meningkatkan
pengaturan diri dalam belajar, serta menghilangkan gangguan-gangguan
emosional yang merusak diri sendiri, seperti : rasa takut, rasa bersalah, cemas, dan
was-was.
Pendekatan KREB memiliki keunggulan dibandingkan dengan konseling
yang menggunakan pendekatan lain. Pendekatan KREB merupakan pendekatan
yang bersifat didaktik. Konselor merupakan pendidik yang harus melakukan
transfer pengetahuan dan keterampilan mengenai KREB kepada klien.
Karakteristik ini sesuai dengan bimbingan dan konseling di Indonesia yang
memang berada pada wilayah pendidikan. Bahkan, pendidikan Indonesia yang
menempatkan guru (termasuk juga guru BK/konselor) dalam posisi yang tidak
dapat setara secara obsolut dengan siswa (di mana beberapa pendekatan konseling
menempatkan konselor dan klien dalam posisi yang setara) dapat menjadi nilai
tersendiri bagi pendekatan KREB. Keunggulan yang lain adalah pendekatan
KREB bertujuan agar klien pada akhirnya menjadi terapis untuk dirinya sendiri.
Itulah alasannya mengapa konselor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan
mengenai KREB kepada klien. Tujuan KREB ini sangat sejalan dengan konseling
yang dicita-citakan yang menginginkan agar proses konseling dapat
memandirikan siswa (Tim Penyusun, 2007). Keunggulan lain adalah KREB dapat
pula dilakukan secara individual, dan lebih efektif lagi jika dilakukan secara
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Melihat keunggulan KREB tersebut, maka diharapkan siswa dapat
memiliki dan meningkatkan SRL, sehingga prestasi belajar pun meningkat. Oleh
karena itu penelitian tentang konseling melalui KREB untuk meningkatkan SRL
siswa menjadi signifikan dilihat dari segi kepentingan dan kebutuhan saat ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk meneliti
efektivitas KREB dalam meningkatkan SRL siswa, sehingga dari hasil penelitian
ini diharapkan siswa memiliki dan meningkatkan SRL, yang dilakukan melalui
berbagai upaya preventif dan kuratif, sehingga mereka mampu mengembangkan
kemampuan metakognitif, motivasional, dan behavioral dalam proses belajar demi
tercapainya peningkatan prestasi belajar siswa.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Self-Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan untuk memunculkan dan
memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan,
(Winne dalam Santrock, 2007). Tujuan ini berupa tujuan akademik (meningkatkan
pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian,
mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol
kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
Zimmerman, dkk. (Santrock, 2007) menyimpulkan bahwa ada tiga aspek
dalam SRL, yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku. Metakognisi adalah
kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur,
menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.
Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan
dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap individu. Perilaku merupakan
upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan
maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar. Dengan
demikian pengaturan diri dalam belajar merupakan kemampuan seseorang untuk
mengelola secara efektif kegiatan belajarnya, yang melibatkan beberapa aspek
penting dalam belajar yaitu dari segi motivasi, strategi belajar, dan pemantauan
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SMK Negeri 12 Bandung merupakan sekolah menengah kejuruan dengan
spesialisasi bidang keahlian teknologi penerbangan. Berdasarkan hasil wawancara
dan observasi pada studi pendahuluan, terungkap sejumlah masalah yang
berkaitan dengan prestasi belajar yang rendah, salah satunya diperkirakan
berhubungan dengan motivasi belajar yang rendah yang berasal dari dalam diri
siswa dan ditunjukkan dengan rendahnya persentase siswa yang mengerjakan
tugas dengan usaha optimal dan tepat waktu. Di samping itu, adanya kemauan
siswa yang rendah dalam meminta remedial (perbaikan) kepada guru mata
pelajaran, di mana siswa tersebut nilainya belum memenuhi KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal). Hal ini tidak hanya terjadi pada siswa kelas X dan XI saja,
bahkan pada siswa kelas XII pun ditemukan beberapa siswa yang masih memiliki
nilai tidak tuntas (di bawah KKM) selama di kelas X dan XI, di samping itu siswa
tidak memiliki jadwal belajar di rumah, mudah menyerah dalam menyelesaikan
tugas yang sulit, tidak teliti mengerjakan soal, siswa membolos sekolah, tidak
pernah belajar di rumah, belajar ketika ada ulangan saja, menerapkan metode
belajar ‘sks’ (sistem kebut semalam), merasa biasa saja bila nilai ulangan atau nilai raport menurun, dan siswa membolos sekolah jika tidak mengerjakan tugas.
Permasalahan tersebut bukanlah suatu hal yang layak dibiarkan begitu saja.
Siswa perlu difasilitasi ataupun diberi kesempatan untuk mengembangkan SRL
dalam diri mereka agar mereka memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik
dalam belajar, mampu menggunakan strategi belajar efektif, dan mampu
mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar. Pada
akhirnya, siswa dapat menerima materi pelajaran dengan baik dan hasil belajar
mereka menjadi optimal serta berdampak pada ketercapaian standar kompetensi
kelulusan dari pemerintah.
Pihak sekolah yang berwenang (guru mata pelajaran dan konselor sekolah)
sudah berupaya untuk memberikan bantuan meningkatkan SRL yang dialami oleh
siswa dengan bimbingan klasikal dan terintegrasi dalam proses pembelajaran
terlihat kurang efektif sehingga belum mencapai hasil maksimal, yang dapat
dilihat dari masih banyaknya siswa dengan SRL yang rendah dan prestasi belajar
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Di samping itu, untuk dapat memberikan layanan bermutu dan tepat sasaran,
guru BK atau konselor dituntut untuk memiliki profesionalisme, pengetahuan, dan
keterampilan yang memadai berkaitan dengan teori dan pendekatan konseling.
Penggunaan pendekatan konseling yang sudah teruji tentunya akan sangat
membantu guru BK atau konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling, khususnya untuk menangani berbagai permasalahan akademik dan
non-akademik siswa, yaitu salah satunya penggunaan program intervensi
konseling untuk meningkatkan SRL siswa.
Layanan konseling dalam program bimbingan dan konseling memiliki peran
penting untuk membantu siswa mengatasi berbagai masalah yang dialaminya.
Kegiatan konseling memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
eksplorasi hingga memunculkan pemahaman atas masalah yang dialaminya.
Pemberian bantuan melalui konseling membutuhkan suatu pendekatan yang
jelas dan telah teruji secara empirik. Pendekatan ini penting karena akan menjadi
acuan konselor dalam menyelenggarakan proses konseling. Dalam konteks ini,
guru BK harus memiliki kemampuan memilih pendekatan yang paling tepat dan
sesuai dengan karakteristik masalah siswa.
Perkembangan pendekatan dalam konseling pada saat ini terjadi sangat
pesat. Bahkan dua pendekatan besar, yaitu cognitive dan behaviour yang berdiri
sendiri sekarang mulai diintegrasikan. Pendekatan Rational Emotive Behavioural
Counselling (Konseling Rasional Emotif Behavioral) yang berasal dari konsep
Rational Emotive Behavior Therapy yang dikembangkan pertama kali oleh
seorang psikolog bernama Albert Ellis merupakan salah satu pendekatan yang
mengintegrasikan aspek kognitif, afeksi, serta behavioural. Integrasi ketiga aspek
penting yang terkait dengan masalah SRL siswa membuat pendekatan tersebut
dapat mendekati masalah secara menyeluruh dan memberikan dampak positif
yang signifikan.
Berbagai studi yang dilakukan para ahli di Amerika telah membuktikan
bahwa REBT efektif dalam membantu mengatasi masalah individu. Banks &
Zionts (2009) mencatat beberapa ahli yang telah membuktikan bahwa KREB
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Vernon, dan juga Zionts. Sejalan dengan hal itu, studi lain yang dilakukan oleh
Albert Ellis sendiri sebagai penggagas pendekatan ini menunjukkan keberhasilan
dalam mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh kliennya.
Keberhasilan KREB di Amerika Serikat bisa memberikan inspirasi pada
penyelenggaraan konseling di Indonesia. Meskipun kita tidak boleh tergesa-gesa
mengambil kesimpulan bahwa pendekatan KREB juga efektif digunakan pada
setting persekolahan di Indonesia mengingat Penelitian Pedderson dalam Yustinus
(2010) yang menyatakan bahwa faktor budaya mempengaruhi keberhasilan
konseling.
Dari sekian banyak teori dan pendekatan konseling yang ada, salah satu
pendekatan konseling yang dipandang tepat untuk meningkatkan SRL siswa
khususnya siswa SMK adalah Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB).
Alasan penggunaan KREB sebagai alternatif untuk meningkatkan SRL siswa
adalah: (1) teori rasional emotif behavioral merupakan teori yang sudah cukup
jelas akar sejarah maupun filosofisnya (Dryden & Neenan, 2004); (2) KREB
memiliki konsep-konsep dasar yang sesuai diaplikasikan dalam upaya
peningkatan SRL siswa, diantaranya: (a) manusia adalah makhluk reaktif yang
tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar, (b) manusia memulai
kehidupan dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang akan membentuk kepribadian, (c) tingkah
laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima
dalam situasi hidupnya, (d) tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi
dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar (pembiasaan klasik,
pembiasaan operan, dan peniruan), (e) tingkah laku tertentu pada individu
dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya, dan (f) manusia
bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar,
sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
pembentuk tingkah laku (Dryden & Neenan, 2004).
Self-Regulated Learning (SRL) yang diteliti dalam penelitian ini terbatas
pada SRL siswa. Dari sekian banyak teknik penanggulangan yang ada maka
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang memiliki tingkatan kecenderungan SRL tinggi, sedang, rendah, dan rendah
sekali. Diharapkan dapat terlihat KREB ini efektif dalam meningkatkan SRL
siswa baik yang memiliki tingkatan kecenderungan SRL tinggi, sedang, rendah,
maupun rendah sekali.
Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB) memiliki konsep-konsep
pokok yang sesuai diaplikasikan dalam upaya peningkatan SRL siswa, mencakup
proses mengkonfrontasi keyakinan irrasional menjadi keyakinan yang rasional
dan lebih logis sehingga membawa pada munculnya perilaku atau perasaan baru
yang lebih tepat pada akhir proses konseling.
Untuk dapat memformulasikan suatu rumusan program intervensi KREB
yang tepat, maka program intervensi KREB yang akan dirumuskan harus
disesuaikan dengan data atau profil permasalahan yang sesuai dengan kenyataan
di lapangan (dalam hal ini data mengenai tingkat kecenderungan SRL siswa) di
sekolah yang menjadi tempat penelitian.
Permasalahan umum tersebut berimplikasi terhadap permasalahan lainnya
yang juga perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) perlunya identifikasi
terhadap gambaran (tingkat kecenderungan) SRL siswa sebagai data acuan bagi
perumusan program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa, dan (2)
perlunya pengujian secara empirik terhadap efektivitas rumusan program
intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa.
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan hasil identifikasi masalah penelitian di atas,
maka rumusan masalah penelitian ini secara umum adalah: “Apakah Konseling
Rasional Emotif Behavioral efektif dalam meningkatkan Self-Regulated Learning
siswa? “
Secara rinci pertanyaan penelitian dideskripsikan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Apakah Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung
pada kelompok eksperimen setelah mendapatkan perlakuan lebih tinggi
secara signifikan daripada kelompok kontrol?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menguji efektivitas Konseling
Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.
Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk melakukan kajian empiris
tentang hal-hal berikut:
1. Gambaran Self-Regulated Learning siswa SMK.
2. Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan
Self Regulated siswa SMK.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini adalah untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yang memperkaya khasanah teori tentang Self-Regulated
Learning dan melengkapi berbagai bentuk intervensi konseling untuk
meningkatkan Self-Regulated Learning siswa, khususnya dapat menambah
wawasan keilmuan dan memperkaya teori-teori pendidikan, terutama
dalam pemanfaatan Konseling Rational Emotif Behavioral dalam
meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.
2. Manfaat secara praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru bimbingan
dan konseling atau konselor sekolah, yaitu dapat memanfaatkan konseling
rational emotif behavioral sebagai salah satu alternatif bantuan yang dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan Self-Regulated Learning siswa,
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
keterampilan terkait dengan berbagai teori dan pendekatan konseling, serta
memahami dinamika siswa untuk mengembangkan materi layanan
responsif untuk siswa berkaitan dengan Self-Regulated Learning dan untuk
menyusun Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL)
3. Manfaat bagi Peneliti Lebih Lanjut
Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
data acuan dan informasi bagi penelitian di masa mendatang terkait
pemanfaatan Konseling Rasional Emotif Behavioral dan peningkatan
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Desain Penelitian
Penelitian mengenai efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral
dalam meningkatkan Self-Regulated Learning pada siswa kelas XI SMK Negeri
12 Kota Bandung ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan
model mixed methods design (Creswell, 2008). Dalam penelitian ini dipilih mixed
methods design karena pendekatan kualitatif dan kuantitatif digunakan secara
terpadu dan saling mendukung.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang gambaran tingkat
SRL siswa dan menguji keefektifan program intervensi KREB untuk
meningkatkan SRL siswa. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui
validitas rasional program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa.
Pendekatan kualitatif juga digunakan sebagai penunjang data kuantitatif, dimana
data kuantitatif diperoleh melalui instrumen skala SRL siswa dan data kualitatif
diperoleh melalui hasil obsevasi kegiatan konseling.
Adapun rancangan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan model
mixed methods design dalam penelitian eksperimen kuasi dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut:
Eksperimen Kuasi
Intervensi
Proses-pengumpulan dan analisis data kualitatif (sebelum, selama, setelah perlakuan)
Gambar 3.1
Rancangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif dengan Model
Pengumpulan Data Kuantitatif
Pre-Test
Pengumpulan Data Kuantitatif
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mixed Methods Design dalam Penelitian Eksperimen Kuasi
Desain penelitian eksperimen kuasi menggunakan Nonequivalent (Pre-Test
and Post-Test) Control-Group Design (pretest-posttest dua kelompok).
Penggunaan desain ini dimaksudkan untuk menganalisis data hasil uji efektivitas
KREB dalam meningkatkan SRL siswa.
Desain Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design
(pretest-posttest dua kelompok) merupakan desain penelitian yang dilakukan pada
dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana dalam
rancangan ini, kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B) diseleksi
tanpa prosedur penempatan acak (without random assignment), artinya tidak
semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subyek
penelitian. Pada kedua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan
post-test. Hanya kelompok eksperimen (A) saja yang diberi treatment (perlakuan)
berupa serangkaian program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa,
sedangkan kelompok kontrol (B) selaku kelompok pembanding tidak diberikan
treatment (perlakuan) yang serupa, dengan gambaran penelitian sebagai berikut:
Kelompok A o1 X o2
Kelompok B o3 o4
(Creswell, 2009: 241)
Keterangan:
Kelompok A : Kelompok eksperimen
Kelompok B : Kelompok kontrol
X : Treatment (perlakuan/pemberian intervensi)
o1 : Pre-test kelompok eksperimen
o2 : Post-tes kelompok eksperimen
o3 : Pre-test kelompok kontrol
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.2 Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 12 Kota Bandung yang berada di
Jalan Pajajaran No. 92 Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Pada tahun pelajaran
2014/2015 di sekolah ini terdapat 14 kelas untuk kelas X, 11 kelas untuk kelas XI
dan 14 kelas untuk kelas XII.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 12
Bandung tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah keseluruhan 327 siswa,
sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Anggota Populasi
No. Kelas Jumlah
1. XI PPU 1 (Pemesinan Pesawat Udara 1) 32
2. XI PPU 2 (Pemesinan Pesawat Udara 2) 32
3. XI KBPU 1 (Konstruksi Badan Pesawat Udara 1) 26
4. XI KBPU 2 (Konstruksi Badan Pesawat Udara 2) 26
5. XI KRPU 1(Konstruksi Rangka Pesawat Udara 1) 30
6. XI KRPU 2 (Konstruksi Rangka Pesawat Udara 2) 30
7. XI KPU 1 (Kelistrikan Pesawat Udara 1) 29
8. XI KPU 2 (Kelistrikan Pesawat Udara 2) 28
9. XI EPU 1 (Elektronika Pesawat Udara 1) 30
10. XI AP 1 (Air frame and Power plane 1) 32
11. XI AP 2 (Air frame and Power plane 2) 32
Jumlah keseluruhan 327
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas Konseling Rasional
Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa kelas XI
SMK Negeri 12 Bandung, maka jumlah populasi yang diambil untuk dilakukan
survei dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 kelas (327 siswa). Dalam
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
non-probabilitas sampling melalui Purposive sampling dimana sampel diambil
dengan maksud dan tujuan tertentu atau sekelompok orang diambil sebagai
sampel karena peneliti menganggap bahwa mereka memiliki informasi yang
diperlukan bagi penelitian. Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria
SRL, yaitu siswa kelas XI SMKN 12 Bandung yang memiliki tingkat
kecenderungan SRL tinggi, sedang, dan rendah, maka diperoleh sampel yaitu
kelompok A (kelas XI PPU2) dan kelompok B (kelas XI EPU1) dimana kedua
kelompok sampel tersebut kemudian dibagi ke dalam dua kelompok penelitian
yaitu kelompok A sebagai kelompok eksperimen dan kelompok B sebagai
kelompok kontrol, yang masing-masing beranggotakan 12 orang siswa.
Pertimbangan menentukan jumlah ini adalah berdasarkan hasil gambaran SRL
siswa yang memiliki tingkat kecenderungan SRL tinggi, sedang, dan rendah.
Pertimbangan lain menentukan jumlah ini adalah berdasarkan perspektif
bimbingan kelompok, bahwa jumlah anggota kelompok yang efektif adalah
berjumlah 8-15 orang.
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB)
Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk meningkatkan Self-Regulated
Learning siswa disusun dalam bentuk program intervensi. Secara operasional,
program intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk meningkatkan
Self-Regulated Learning siswa dalam penelitian ini merupakan serangkaian
kegiatan pemberian bantuan dari konselor (peneliti) kepada konseli (siswa kelas
XI SMK Negeri 12 Kota Bandung) yang teridentifikasi memiliki tingkat
kecenderungan Self-Regulated Learning tinggi, sedang, dan rendah, berupa
program intervensi yang diberikan kepada konseli selama 10 sesi untuk pemberian
intervensi KREB. Program intervensi KREB dilaksanakan tiga kali dalam
seminggu dengan durasi selama 60 menit setiap sesi pertemuan, yang dilakukan
melalui setting kelompok serta melibatkan penggunaan teknik dari pendekatan
Konseling Rasional Emotif Behavioral, mencakup teknik kognitif, teknik
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tersebut menekankan pada upaya penghapusan keyakinan irrasional konseli
terhadap kondisi yang tidak menyenangkan atau situasi negatif yang pernah
dialami konseli sebagai bagian utama dalam tahapan Konseling Rasional Emotif
Behavioral, yaitu tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir dalam proses
konseling yang bertujuan untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.
Adapun data dalam tahap pengembangan dan validasi rasional program
intervensi dianalisis secara deskriptif-naratif. Hal ini dilakukan berdasarkan
pengembangan materi program intervensi pada masing-masing sesi mengacu pada
tujuan setiap sesi. Dalam mengembangkan program intervensi yang sifatnya
operasional, terdapat beberapa langkah yang perlu ditempuh, yaitu:
1. Menyusun kisi-kisi program intervensi konseling
2. Melakukan studi pustaka terhadap literatur seputar Self-Regulated Learning,
upaya peningkatan Self-Regulated Learning, dan Konseling Rasional Emotif
Behavioral untuk memperkaya materi, metode dan teknik intervensi yang
akan disampaikan dalam setiap sesi intervensi konseling. Materi intervensi
diperoleh dari berbagai artikel di majalah, surat kabar, buku psikologi
populer, dan situs internet.
3. Menyusun rumusan program intervensi, satuan layanan konseling, dan jurnal
kegiatan untuk menunjang pelaksanaan intervensi dan Konseling Rasional
Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.
4. Validasi rasional program intervensi dilakukan oleh pakar/ahli dan praktisi
bimbingan dan konseling terhadap keseluruhan dimensi struktur dan substansi
program intervensi. Dimensi struktur program intervensi meliputi judul,
penggunaan istilah, sistematika keterbacaan, kelengkapan, dan kesesuaian
antar substansi program. Dimensi substansi program intervensi meliputi: (a)
Komponen struktural, berisi rumusan tentang rasional, asumsi dasar, dan
tujuan; (b) Komponen program, berisi rumusan tentang pengantar, deskripsi
singkat KREB, karakteristik hubungan, norma kelompok, anggota kelompok,
peran peneliti (konselor) dan anggota kelompok (konseli), layanan konseling,
serta prakondisi dan keterbatasan layanan; (c) Implementasi program, berisi
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
intervensi, garis besar isi rancangan kegiatan program intervensi, serta
evaluasi dan indikator keberhasilan program intervensi; dan (d) Kompetensi
Konselor, berisi rumusan tentang kompetensi dan peran konselor KREB.
5. Revisi atau perbaikan program intervensi berdasarkan hasil validasi rasional
program intervensi berupa saran dan masukan dari pakar/ahli dan praktisi
bimbingan dan konseling
3.3.2 Self-Regulated Learning (SRL)
Self-Regulated Learning merupakan proses sistematis yang menggunakan
pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang
sangat penting untuk proses pembelajaran (Bandura, 1986; Zimmerman, 2000;
dalam Thummaphan, 2013, hlm. 3).
Zimmerman (1990) menyatakan bahwa Self-Regulated Learning merupakan
konsep mengenai bagaimana seorang siswa menjadi pengatur bagi belajarnya
sendiri. Zimmerman mendefinisikan Self-Regulated Learning sebagai suatu
proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),
perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi
pada pencapaian tujuan belajar.
Self-Regulated Learning dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
SMK Negeri 12 Kota Bandung tahun ajaran 2014/2015 untuk mengatur diri dalam
belajar yang ditandai dengan karakteristik: (1) dapat menetapkan tujuan belajar
dan membuat perencanaan strategis untuk mencapai tujuan belajar serta memiliki
keyakinan dan motivasi diri tentang belajar; (2) dapat mengendalikan diri untuk
menggunakan strategi belajar dan mengamati peristiwa belajar; dan (3) dapat
merefleksi dan mengevaluasi kemajuan diri dalam belajar sesuai tujuan belajar
yang telah ditetapkan.
Adapun fase untuk memiliki kemampuan Self-Regulated Learning menurut
Zimmerman, (2002, hlm. 67), yaitu:
1. Forethought Phase (Fase Perencanaan), meliputi kemampuan siswa untuk
menetapkan tujuan belajar dan membuat perencanaan strategis untuk
mencapai tujuan belajar serta memiliki keyakinan dan motivasi diri tentang
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Performance Phase (Fase Pelaksanaan), meliputi kemampuan siswa
mengendalikan diri untuk menggunakan strategi belajar dan mengamati
peristiwa belajar.
3. Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri), meliputi kemampuan siswa untuk
merefleksi dan mengevaluasi kemajuan diri dalam belajar sesuai tujuan
belajar yang telah ditetapkan.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Instrumen Penelitian Self-Regulated Learning
Instrumen Self-Regulated Learning merupakan alat untuk mengungkap
tingkat Self-Regulated Learning siswa sebelum dan sesudah mengikuti program
intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral.
Untuk variabel Self-Regulated Learning, teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah teknik penelitian tidak langsung dengan
menggunakan angket. Pengungkapan data Self-Regulated Learning siswa
menggunakan angket yang disusun sesuai dengan rujukan definisi operasional
variabel. Instrumen pengumpulan data menggunakan model rating-scales
summated ratings (Likert), yaitu sebuah alat pengumpul data yang berbentuk
daftar cocok dengan alternatif jawaban berupa sesuatu yang berjenjang.
Menurut Arikunto (2006), instrumen penelitian disajikan dalam angket
tertutup berbentuk daftar cek, yaitu angket yang disajikan dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda check ( ) pada
kolom jawaban yang sesuai.
3.4.2 Kisi-kisi Instrumen
Berdasarkan definisi operasional variabel penelitian yang telah
dikemukakan, maka kisi-kisi instrumen Self-Regulated Learning untuk menjaring
tingkat kecenderungan Self-Regulated Learning siswa, menggunakan instrumen
yang merupakan instrumen pada penelitian Widiyastuti (2012) yang meneliti satu
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adapun kisi-kisi instrumen skala Self-Regulated Learning disajikan dalam
Tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Self-Regulated Learning Siswa
Variabel Fase Indikator
6. Memberikan penguatan dan instruksi kepada diri sendiri
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri)
10. Melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan keberhasilan belajar
23 21,22 3
11. Melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan
Jumlah total butir pernyataan (item) 16 13 29
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1. Validitas Butir Pernyataan (Item)
Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan merupakan
instrumen pada penelitian Widiyastuti (2012) yang meneliti satu variabel yang
sama, yaitu tentang Self-Regulated Learning. Instrumen SRL berbentuk skala
Likert yang terdiri dari tiga bagian (29 item/pernyataan). Bagian pertama
mengukur tentang Forethought Phase (Fase Perencanaan), meliputi: (1)
mengidentifikasi keyakinan akan kemampuan diri dalam belajar; (2)
mengidentifikasi nilai-nilai motivasi intrinsik dalam belajar; (3) menetapkan
tujuan belajar; dan (4) membuat perencanaan strategi dalam belajar. Bagian kedua
mengukur tentang Performance Phase (Fase Pelaksanaan), meliputi: (1)
memfokuskan perhatian pada saat belajar; (2) memberikan penguatan dan
instruksi kepada diri sendiri untuk konsisten dalam belajar; (3) menggunakan
strategi efektif dalam belajar atau menyelesaikan tugas; (4) memeriksa
kembali strategi belajar yang sudah dan belum dilaksanakan; dan (5)
melaksanakan ide-ide inovatif dan kreatif dalam meningkatkan prestasi belajar.
Bagian ketiga mengukur tentang Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri),
meliputi: (1) melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan keberhasilan
belajar; (2) melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan kegagalan belajar;
Yuningdartie, 2014
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan tersebut
dinyatakan valid dengan tingkat korelasi ≥ 0,3 (Widiyastuti, 2012). Menurut
Masrun (Sugiyono, 2007, hlm. 188-189) menyatakan bahwa item yang dipilih
(valid) adalah yang memiliki tingkat korelasi ≥ 0,3. Jadi semakin tinggi validitas
suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasarannya atau
semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.
2. Reliabilitas Instrumen
Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan memiliki angka
reliabilitas sebesar 0,88. Nilai tersebut menunjukkan bahwa instrumen yang
digunakan berada pada koefisien reliabilitas tinggi, karena angka reliabilitasnya
berada di atas rentang nilai 0,70–0,90 (Widiyastuti, 2012), sehingga instrumen
SRL ini layak digunakan untuk penelitian. Menurut Guilford (Furqon, 1999)
mengatakan bahwa harga reliabilitas berkisar antara -1 sampai dengan +1, dan
harga reliabilitas yang diperoleh berada di antara rentangan tersebut. Dimana
semakin tinggi harga reliabilitas maka semakin kecil kesalahan yang terjadi, dan
semakin kecil harga reliabilitas maka semakin tinggi kesalahan yang terjadi.
3.5 Pengembangan dan Validasi Program Intervensi
Setelah gambaran teoretis dan empiris mengenai KREB dan SRL diperoleh,
maka kegiatan berikutnya adalah pengembangan dan validasi program intervensi
KREB.
Pengembangan program intervensi KREB dilakukan dengan merumuskan
tahapan KREB yang diintegrasikan ke dalam keseluruhan sesi intervensi mulai
dari tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir. Teknik KREB yang paling
tepat dipilih untuk digunakan pada masing-masing sesi intervensi konseling serta
untuk digunakan dalam penugasan (homework). Dalam pengembangan program
intervensi juga dirumuskanan rancangan kegiatan dan Rencana Pelaksanaan
Layanan Konseling untuk menunjang pelaksanaan intervensi KREB untuk