EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN SELF-ESTEEM SISWA
(Penelitian Subjek Tunggal terhadap 4 Siswa Kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
oleh
Ayong Lianawati 1302571
DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN SEKOLAH PASCASARJANA
EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN SELF-ESTEEM SISWA
(Penelitian Subjek Tunggal terhadap 4 Siswa Kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya Tahun Ajaran 2014/2015)
oleh
Ayong Lianawati
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Sekolah Pascasarjana
© Ayong Lianawati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
AYONG LIANAWATI 1302571
EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN SELF-ESTEEM SISWA
(Penelitian Subjek Tunggal terhadap 4 Siswa Kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya Tahun Ajaran 2014/2015)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing
Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog. NIP 19720419 200912 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa ABSTRAK
Ayong Lianawati. (2015). Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa (Penelitian Subjek Tunggal terhadap 4 siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya Tahun Ajaran 2014/2015). Pembimbing Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog. Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan desain penelitian subjek tunggal tipe A-B. Teknik pengumpulan data menggunakan angket self-esteem dengan menggunakan skala Guttman. Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah 287 siswa dan yang dijadikan sampel sebanyak empat siswa yang memiliki skor self-esteem rendah dengan teknik random sampling. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan studi pendahuluan, pengukuran kondisi baseline selama tiga minggu (seminggu sekali), pemberian intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku yang dilakukan selama lima sesi dalam 5 minggu dan dilanjutkan dengan analisis data. Hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa Konseling Rasional Emotif Perilaku secara empiris efektif untuk meningkatkan self-esteem siswa. Tiga siswa secara empiris terbukti efektif dalam meningkatkan empat aspek self-esteem yakni kekuasaan (power), keberartian (significance), kebajikan (virtue) dan kompetensi (competence), namun satu siswa secara empiris terbukti tidak efektif dalam meningkatkan aspek kompetensi.
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa ABSTRACT
Ayong Lianawati. (2015). The Effectiveness of Rational Emotive Behavior Counseling to increase students’ self-esteem (Single Subject Research to four eighth grade students of SMP Negeri1 48 Surabaya Academic Year 2014/2015). Supervisor: Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psychologist. Department of Educational Psychology and Counseling, the School of Postgraduate Studies of Indonesia University of Education.
The research aims to examine the effectiveness of Rational Emotive Behavior Counseling to improve students’ self-esteem. It used quantitative approach, employing a quasi-experimental method with A-B single subject research design. The data was collected by self-esteem questionnaires using Guttman scale. The research population was consisted of a total of 287 eighth grade students of SMP Negeri 48 Surabaya academic year 2014/2015. The sample were with four students with low self-esteem detected by random sampling technique. The research was begun with a preliminary study, continued with measurement of baseline condition for three weeks (once a week), intervention of Rational Emotive Behavior Counseling given for five sessions in five weeks, and followed by data analysis. The results showed that Rational Emotive Behavior Counseling was empirically effective to improve the self-esteem of students. It is particularly proven to be empirically effective in improve four aspects of self-esteem in three students, namely power, significance, virtue, and competence; however, it is not empirically effective in improve the competence aspect of one student’s self-esteem.
Keywords: Rational Emotive Behavior Counseling, Self-Esteem
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... ii
HALAMAN HAK CIPTA ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II KONSEP DASAR KONSELING RASIONAL EMOTIF PERILAKU DAN SELF-ESTEEM ... 8
A. Konseling Rasional Emotif Perilaku ... 8
B. Self-Esteem ... 24
C. Perkembangan Masa Remaja ... 32
D. Kerangka Berpikir ... 38
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 40
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41
C. Variabel Penelitian ... 41
D. Instrumen Penelitian ... 42
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 43
F. Tahap-Tahap Penelitian ... 49
G. Rancangan Intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk Meningkatkan Self-Esteem ... 49
H. Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk Meningkatkan Self-Esteem Siswa ... 60
B. Peningkatan Self-Esteem Siswa pada Setiap Aspek ... 122
C. Pembahasan ... 123
D. Keterbatasan Penelitian ... 131
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 133
A. Simpulan ... 134
B. Rekomendasi ... 135
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hubungan Antara Emosi Negatif Dan Keyakinan Irrasional ... 12
Tabel 2.2 Karakteristik Self-Esteem Tinggi dan Self-Esteem Rendah …... 28
Tabel 3.1 Daftar Subjek Penelitian ………. 41
Tabel 3.2 Angket Self-Esteem ………. 43
Tabel 3.3 Hasil Uji Coba Instrumen self-esteem ………. 46
Tabel 3.4 Uji Validitas Butir Item ……….…………. 47
Tabel 3.5 Tingkat Reliabilitas ………. 48
Tabel 3.6 Pemberian Skor Alternatif Jawaban………. 48
Tabel 3.7 Kategorisasi Tingkat Self-Esteem ………... 48
Tabel 3.8 Interpretasi skor Percentage Non-Overlapping Data (PND) … 59 Tabel 4.1 Indikator Perubahan Sebelum dan Sesudah Sesi Konseling Rasional Emotif Perilaku Konseli VLP ……… 72
Tabel 4.2 Indikator Perubahan Sebelum dan Sesudah Sesi Konseling Rasional Emotif Perilaku Konseli SKW ……….…….. 88
Tabel 4.3 Indikator Perubahan Sebelum dan Sesudah Sesi Konseling Rasional Emotif Perilaku Konseli NGT ……….……. 103
Tabel 4.4 Indikator Perubahan Sebelum dan Sesudah Sesi Konseling Rasional Emotif Perilaku FDL ………..…....….. 117
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Profil Self-Esteem Konseli VLP Kondisi baseline……….. 62
Grafik 4.2 Profil Aspek Self-Esteem Konseli VLP Kondisi baseline …. 62 Grafik 4.3 Profil Self-Esteem Konseli VLP Setelah Intervensi ……...…. 70
Grafik 4.4 Perbedaan Aspek Self-Esteem Baseline dan Intervensi ……. 72
Grafik 4.5 Aspek Kekuasaan Konseli VLP ……….. 73
Grafik 4.6 Aspek Keberartian Konseli VLP ………. 74
Grafik 4.7 Aspek Kebajikan Konseli VLP ……….………. 75
Grafik 4.8 Aspek Kompetensi Konseli VLP ……….……… 76
Grafik 4.9 Profil Self-Esteem Konseli SKW baseline……….…. 78
Grafik 4.10 Profil Aspek Self-Esteem Konseli SKW Kondisi baseline..... 79
Grafik 4.11 Profil Self-Esteem Konseli SKW Setelah Intervensi ………… 86
Grafik 4.12 Perbedaan Aspek Self-Esteem Baseline Dan Intervensi …… 89
Grafik 4.13 Aspek Kekuasaan Konseli SKW ……… 89
Grafik 4.14 Aspek Keberartian Konseli SKW ………... 90
Grafik 4.15 Aspek Kebajikan Konseli VLP ……….. 91
Grafik 4.16 Aspek Kompetensi Konseli SKW ……….. 92
Grafik 4.17 Profil Self-Esteem Konseli NGT Kondisi baseline………… 95
Grafik 4.18 Profil Aspek Self-Esteem Konseli NGT Kondisi baseline …. 95 Grafik 4.19 Profil Self-Esteem Konseli NGT Setelah Intervensi ………… 101
Grafik 4.20 Perbedaan Aspek Self-Esteem Baseline dan Intervensi ……. 103
Grafik 4.21 Aspek Kekuasaan Konseli NGT ……….. 104
Grafik 4.22 Aspek Keberartian Konseli NGT ……… 105
Grafik 4.23 Aspek Kebajikan Konseli NGT……… 106
Grafik 4.24 Aspek Kompetensi Konseli NGT ……… 107
Grafik 4.25 Profil Self-Esteem Konseli FDL Kondisi baseline………….. 109
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa
Grafik 4.28 Perbedaan Aspek Self-Esteem Baseline dan Intervensi …... 118
Grafik 4.29 Aspek Kekuasaan Konseli FDL ……….. 118
Grafik 4.30 Aspek Keberartian Konseli FDL ………. 119
Grafik 4.31 Aspek Kebajikan Konseli FDL ……… 120
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ………...……… 38
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang
menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus
penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
A.Latar Belakang Penelitian
Self-esteem merupakan salah satu unsur kepribadian yang sangat penting
dalam memengaruhi kualitas sosial dan psikologis individu (Coopersmith, 1967,
hlm. 1). Salah satu alasan pentingnya memahami self-esteem adalah untuk
membantu individu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri
sebagai manusia yang unik, misalnya: bagaimana individu memaknai nasib yang
dialami dalam hidupnya serta perilakunya?, bagaimana individu dapat memahami
tujuan hidupnya baik dalam jangka pendek maupun panjang?, bagaimana
hubungan individu dengan lingkungan sosialnya?, serta bagaimana laju kehidupan
yang dijalaninya? (Mruk, 2006).
Coopersmith (1967, hlm. 4) mendefinisikan self-esteem sebagai
penilaian individu terhadap dirinya untuk dipertahankan, yang sebagian penilaian
tersebut berasal dari interaksi individu dengan lingkungan serta dari jumlah
penghargaan, penerimaan, dan perhatian dari orang lain yang diterimanya.
Terdapat dua kategori self-esteem, yakni self-esteem tinggi (positif) dan
self-esteem rendah (negatif). Idealnya, individu memiliki self-esteem tinggi karena
berkaitan erat dengan masa yang akan datang. Orth dan Robins (2014)
menyatakan bahwa self-esteem yang tinggi berpengaruh terhadap kesuksesan dan
kesejahteraan dalam domain kehidupan seperti hubungan sosial, pekerjaan, dan
kesehatan. Pernyataan serupa dikemukakan Waitley (1997, hlm. 76) dalam bukunya yang berjudul “Psychology of success: developing your self-esteem” bahwa self-esteem yang dimiliki individu akan berkontribusi terhadap pencapaian
bukti bahwa self-esteem memiliki konsekuensi penting dalam dunia nyata, maka
perkembangan self-esteem perlu mendapatkan perhatian secara khusus.
Self-esteem rendah akan memunculkan berbagai permasalahan
intrapersonal, antara lain: (1) memersepsi diri sendiri tanpa rasa hormat dan rasa
mencintai, (2) mengabaikan diri sendiri meskipun tidak membenci diri sendiri,
tetapi sering mengharapkan orang lain memberikan penghargaan terhadap dirinya,
(3) menunjukkan perilaku dalam upaya mengisi harga diri yang hilang dengan
membentuk perilaku yang tidak stabil, (4) mengidentifikasi peran-peran tertentu
secara berlebihan, (5) tidak membiarkan orang lain akrab secara psikologis
dengan dirinya, (6) perilaku yang senantiasa berubah-ubah dalam memilih teman
dan mitra kerja, (7) tidak mampu memaafkan diri sendiri, (8) membentuk identitas
diri dengan cara-cara yang negatif (Cavanagh dan Levitov, 2002).
Permasalahan lain yang akan timbul karena self-esteem rendah adalah
terjadinya penolakan sosial. Leary, Mark R. (2010) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa self-esteem berkembang sebagai monitor dalam penerimaan
sosial dan self-esteem yang tinggi dapat mencegah terjadinya penolakan sosial.
Selain itu self-esteem rendah juga berkontribusi terhadap maraknyakasus bullying
yang seringkali terjadi di lingkungan sekolah. Hasil penelitian Khairiah, Muhdi
dan Budiono (2009) membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara perilaku bullying dan tingkat self-esteem pada siswa SMPN di Surabaya.
Siswa yang tidak terlibat dalam perilaku bullying cenderung mempunyai
self-esteem tinggi, sedangkan siswa yang terlibat perilaku bullying memiliki
self-esteem rendah dengan urutan 25% pelaku bullying, pelaku-korban bullying 26,1%
dan korban bullying 34,4%.
Permasalahan self-esteem rendah jika dibiarkan berlarut-larut akan
berdampak pada psikologis individu, seperti depresi dan kecemasan. Sawislo dan
Ulrich (2013) membuktikan keterkaitan antara self-esteem dengan depresi dan
kecemasan. Hal senada juga dikemukakan Saleh (1988) bahwa individu yang
mempunyai self-esteem tinggi pada umumnya percaya pada kemampuannya
sendiri, realistis, optimis dan efektif dalam menghadapi masalah-masalahnya,
sehingga jarang mengalami gangguan-gangguan penyesuaian, termasuk gangguan
Nurjanah (2010) dalam penelitiannya menggambarkan profil self-esteem
siswa SMAN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat, dari 319 siswa yang
diteliti, terdapat 150 siswa yang teridentifikasi memiliki self-esteem rendah dan
169 siswa yang memiliki self-esteem tinggi. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di SMP Negeri 48 Surabaya menunjukkan bahwa masih terdapat
banyak siswa memiliki self-esteem rendah. Dari 287 siswa kelas VIII SMP Negeri
48 Surabaya terdapat 20.21% atau 58 siswa memiliki self-esteem rendah, 64.11%
atau 184 siswa memiliki self-esteem sedang dan 15.68% atau 45 siswa memiliki
self-esteem tinggi.
Hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri
48 Surabaya menginformasikan bahwa masih terdapat siswa yang teridentifikasi
memiliki self-esteem rendah. Self-esteem rendah pada siswa ditunjukkan dengan
masih adanya siswa yang menjadi korban bullying dari teman sebaya, rasa
percaya diri yang rendah, mudah menyerah, menarik diri dari lingkungan dan sulit
dalam bersosialisasi.
Berdasarkan wawancara dengan dua siswa kelas VIII SMP Negeri 48
Surabaya yang memiliki skor self-esteem rendah menunjukkan bahwa dirinya
seringkali sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya karena
beranggapan dirinya tidak pantas dan tidak layak untuk berteman dengan yang
lain. Sulit menerima kondisi diri sendiri dan cenderung menginginkan hidupnya
seperti orang lain yang dianggap lebih bernasib baik daripada dirinya.
Kemampuan pemahaman diri pada remaja yang belum berkembang
secara optimal menyebabkan munculnya permasalahan self-esteem. Erikson
(Santrock, 2007) mengemukakan bahwa individu pada masa remaja dihadapkan
pada banyak pertanyaan tentang diri, siapa diri mereka, bagaimana mereka
kedepannya dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Semua pertanyaan
tersebut mengarah pada pembentukan persepsi tentang dirinya. Persepsi
melibatkan aspek kognisi yang membentuk sebuah penilaian tentang diri. Ketika
individu mampu memersepsikan diri secara positif, maka akan terciptalah rasa
nyaman dan bahagia dalam hidupnya yang biasanya termanifestasikan dalam rasa
percaya diri, menyenangkan, mudah dalam bergaul serta memiliki emosi yang
ditandai dengan perasaan tidak berharga, tidak percaya diri, merasa dikucilkan
dan sulit untuk bergaul dengan lingkungannya maka akan membentuk self-esteem
rendah.
Banyak peran baru yang dihadapi pada masa remaja, seperti status akan
menjadi orang dewasa, karir atau pekerjaan dan hubungan romantisme (Erikson,
dalam Santrock, 2007). Untuk menghadapi berbagai peran baru tersebut, dalam
memersepsikan banyak tuntutan yang dihadapi, remaja melibatkan kognisi yang
memungkinkan keterlibatan keyakinan irasionalnya. Keyakinan irasional
merupakan pikiran, ide, gagasan atau persepsi negatif yang digunakan remaja
dalam menilai, merespon atau menanggapi sebuah peristiwa yang dialami.
Keyakinan irasional mengandung unsur kemestian, keharusan, tuntutan dan
perintah (Corey, 2007). Keyakinan irasional merepresentasikan suatu logika yang
salah, tidak konsisten dengan data empiris, dan menghambat dalam pencapaian
tujuan. Contoh keyakinan irasional yakni menginginkan kesempurnaan,
memusatkan perhatian pada hal-hal negatif dan mengabaikan hal-hal positif,
membuat penalaran secara emosional, melihat diri sebagai orang yang
memalukan, dan sebagainya (Ellis & Dryden, 1997).
Upaya untuk meningkatkan self-esteem siswa di sekolah seyogianya
mendapat perhatian yang serius dari pihak sekolah, khususnya bimbingan dan
konseling. Guru bimbingan dan konseling dalam hal ini penting untuk
menyelenggarakan layanan responsif. Layanan responsif merupakan layanan
bantuan bagi siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan
bantuan dengan segera (Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 28). Layanan ini bersifat
kuratif sehingga strategi yang digunakan untuk membantu siswa dalam
mengentaskan masalah adalah konseling. Proses konseling dilakukan secara
individu dengan alasan masalah yang dialami menyangkut permasalahan
intrapersonal sehingga dimungkinkan butuh pendekatan lebih mendalam.
Intervensi yang dapat diterapkan untuk menangani masalah self-esteem
siswa salah satunya melalui konseling menggunakan pendekatan rasional emotif
perilaku. Konseling Rasional Emotif Perilaku terbukti dapat membantu
Tripamungkas (2013), konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat
meningkatkan self esteem siswa kelas XI-IPS 4 di SMA Negeri 1 Nganjuk.
adalah Konseling Rasional Emotif Perilaku. Self-esteem rendah akan
memunculkan berbagai konflik baik konflik intrapersonal maupun interpersonal
yang bersumber dari kognisi dan emosi individu sendiri. Oleh karena itu melalui
konseling individu dengan menggunakan pendekatan Rasional Emotif Perilaku
diharapkan dapat membantu individu agar mampu mengubah pemikiran irasional
menjadi rasional. Banks & Zionts (2008) menyatakan bahwa keyakinan irasional
menjadi penyebab signifikan terjadinya gangguan emosi seperti, kecemasan, rasa
bersalah, kemarahan, dan depresi.
Konseling Rasional Emotif Perilaku mengajarkan tentang bagaimana
mengubah keyakinan irasional menjadi rasional agar emosi dan perilaku individu
menjadi lebih baik dan fungsional. Asumsi lain yang mendukung penggunaan
pendekatan Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem
siswa adalah seperti ungkapan Darminto (2007) bahwa secara khusus Konseling
Rasional Emotif Perilaku dapat diterapkan secara efektif untuk menangani
berbagai kesulitan kognisi, emosi dan perilaku yang berkaitan dengan psikologis
maupun psikopatologis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti bermaksud
menguji keefektifan Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan
self-esteem siswa.
B.Pertanyaan Penelitian
Merujuk pada permasalahan yang telah diidentifikasi, maka pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah “Apakah Konseling Rasional Emotif Perilaku efektif untuk meningkatkan self-esteem siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya?”
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah, penelitian bertujuan untuk
mengidentifikasi apakah Konseling Rasional Emotif Perilaku efektif untuk
D.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat memberikan
sumbangan konseptual terkait permasalahan self-esteem siswa dan juga
memperkaya khasanah intervensi bimbingan dan konseling yang efektif dan
efisien melalui pendekatan Konseling Rasional Emotif Perilaku.
2. Manfaat Praktis
a. Guru Bimbingan dan Konseling
Dari hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru
bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan responsif dalam
pengembangan program di sekolah pada bidang pribadi-sosial.
b. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan
penelitian selanjutnya tentang efektivitas Konseling Rasional Emotif
Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa dengan menggunakan
rancangan intervensi berdasarkan karakteristik setiap subjek penelitian
sehingga pelaksanaan konseling lebih optimal.
E.Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yakni: Bab I, Bab II, Bab III, Bab
IV, Bab V. Berikut penjelasan tentang masing-masing bab.
Bab I yaitu Pendahuluan, mendeskripsikan tentang latar belakang
penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II yaitu Konsep Dasar Konseling Rasional Emotif Perilaku dan
Self-Esteem, mendeskripsikan tentang Konseling Rasional Eotif Perilaku, Self-Esteem,
perkembangan masa remaja, kerangka berpikir, asumsi dan hipotesis penelitian.
Bab III yaitu Metode Penelitian, mendeskripsikan tentang pendekatan dan
penelitian, pengembangan instrument penelitian, tahap-tahap penelitian,
rancangan intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku dan analisis data.
Bab IV yaitu Hasil Penelitian dan Pembahasan, mendeskripsikan tentang
hasil studi pendahuluan, lokasi dan subjek penelitian, hasil uji efektivitas
Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan Self-Esteem siswa, dan
keterbatasan penelitian.
Bab V yaitu Simpulan dan Rekomendasi, mendeskripsikan tentang
simpulan hasil penelitian dan rekomendasi. Rekomendasi ditujukan kepada guru
Ayong Lianawati, 2015
Efektivitas Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan pokok bahasan tentang pendekatan dan desain
penelitian, lokasi dan subjek penelitian, variabel penelitian, pengembangan
instrumen penelitian, tahap-tahap penelitian sampai dengan analisis data yang
digunakan dalam penelitian.
A.Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif dipilih karena dalam pengolahan data peneliti
menggunakan perhitungan statistik yang baku dan menyajikan hasil dalam bentuk
angka (Cresswell, 2012).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian subjek tunggal (single
subject design). Penelitian menggunakan subjek tunggal dikarenakan penelitian
sebelumnya dari Fakihatur Rahma, tentang “Penerapan Konseling Rasional
Emotif Perilaku untuk Mengurangi Perasaan Rendah Diri Siswa Kelas XI di SMK Maskumambang 2 Gresik” dengan pendekatan desainpenelitian subjek tunggal secara empiris terbukti efektif. Penelitian tentang self-esteem dilakukan oleh
Tripamungkas (2013) dalam setting kelompok yakni berjudul efektivitas
konseling kelompok rasional emotif perilaku untuk meningkatkan self-esteem
siswa kelas XI-IPS 4 di SMA Negeri 1 Nganjuk. Peneliti memilih desain subjek
tunggal dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan skor
self-esteem secara kontinum di setiap akhir sesi konseling dari masing-masing subjek
penelitia.
Desain subjek tunggal yang digunakan adalah tipe A - B yang terdiri dari
dua kondisi yakni kondisi baseline dan intervensi. Kondisi baseline (A)
merupakan kondisi self-esteem siswa sebelum diberikan intervensi atau perlakuan.
Intervensi (B) yakni kondisi subjek penelitian selama diberikan intervensi.
kondisi baseline dilakukan 3 kali dalam 3 minggu (seminggu sekali) sampai
kondisi sampel menunjukkan hasil yang stabil. Intervensi Konseling Rasional
Emotif Perilaku dilakukan selama 5 sesi. Desain subjek tunggal digambarkan pada
bagan 3.1 berikut.
Bagan 3.1 Desain Subjek Tunggal
(Sunanto, Takeuchi & Nakata, 2006)
Keterangan:
A: Baseline (Kondisi sebelum intervensi)
B: Intervensi (Kondisi saat intervensi diberikan)
B.Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 48 Surabaya. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya tahun
ajaran 2014/2015 yang berjumlah 287 siswa. Peneliti memilih siswa kelas VIII
sebagai populasi penelitian karena siswa kelas VIII berada pada rentan usia 14-15
yang termasuk dalam kategori remaja awal. Pada usia remaja siswa kerap
mengalami permasalahan self-esteem.
Subjek penelitian dipilih menggunakan random sampling. Peneliti memilih
subjek yang memiliki self-esteem rendah sebanyak 4 siswa.
Tabel 3.1 Daftar Subjek Penelitian
Nama Subyek (Inisial) Kelas Jenis Kelamin
VLP VIII-E Perempuan
SKW VIII-E Perempuan
NGT VIII-B Perempuan
FDL VIII-D Laki-laki
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Baseline Intervensi
A B
C.Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yakni Konseling Rasional Emotif
Perilaku sebagai variabel bebas dan self-esteem sebagai variable terikat.
1. Konseling Rasional Emotif Perilaku
Konseling Rasional Emotif Perilaku yang dimaksud dalam penelitian
ini merupakan serangkaian kegiatan pemberian bantuan yang dilakukan
peneliti kepada empat siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya yang
teridentifikasi memiliki self-esteem rendah, dengan menggunakan empat teknik
yang ada dalam Konseling Rasional Emotif Perilaku yakni teknik kognitif,
emotif evokatif, teknik pencitraan, dan teknik behavioral yang secara lebih
spesifik menitikberatkan pada perubahan keyakinan irasional menjadi rasional
terkait dengan kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian sosial
melalui tiga tahapan yaitu tahap awal (beginning stage), tahap pertengahan
(midlle stage) dan tahap akhir (ending stage). Konseling dinyatakan efektif jika
skor self-esteem siswa meningkat dari kondisi baseline ke kondisi intervensi.
konseling terdiri dari 5 sesi yang dilakukan setiap seminggu sekali selama 60
menit per sesi.
2. Self-esteem
Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian siswa
terhadap dirinya yang ditunjukkan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu,
cakap, layak dan berhasil sebagai seorang siswa (Coopersmith, 1967, hlm. 4)
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah angket self-esteem hasil adaptasi dari
Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI) yang dikembangkan oleh Coopersmith
pada tahun 1967. Alasan pengadaptasian CSEI dikarenakan konsep self-esteem
yang digunakan oleh peneliti merujuk pada teori yang dikembangkan oleh
Coopersmith. Alasan lain yang mendasari penggunaan CSEI yakni dikarenakan
angket tersebut sudah teruji validitas dan reliabilitasnya dalam mengukur
self-esteem. Coopersmith (1967) megukur reliabilitas CSEI pada 30 sampel
menunjukkan reliabilitas yang baik yakni r = 0.88, lima tahun kemudian CSEI
yakni r = 0.70. Penelitian terbaru yang menggunakan CSEI dilakukan oleh
Bayazit (2014) juga menunjukkan bahwa CSEI memiliki reliabilitas yang baik
yakni r = 0.76.
E. Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Pengembangan Angket Self-Esteem
Pengembangan instrument self-esteem pada siswa berdasarkan
definisi operasional self-esteem yang dikemukakan oleh Coopersmith pada
bukunya yang berjudul The Antecedents of Self-Esteem pada tahun 1967
dengan aspek-aspek dan item pernyataan yang diambil dari Coopersmith
Self-esteem Inventory (CSEI). Instrumen ini disusun menggunakan skala Guttman
dengan alasan untuk memperoleh jawaban secara jelas dan tegas dengan alternatif jawaban antara “Ya” atau “Tidak”.
Tabel 3.2 Angket Self-Esteem
No.
Item Pernyataan
1 Saya menghabiskan banyak waktu untuk melamun 2 Saya cukup yakin pada diri sendiri
3 Saya sering berharap menjadi orang lain 4 Saya mudah menyukai
5 Saya dan keluarga mempunyai waktu bersenang bersama 6 Saya tidak pernah khawatir tentang apa pun
7 Saya merasa sangat sulit untuk berbicara di depan kelompok 8 Saya berharap saya lebih muda
9 Ada banyak hal tentang diri saya, jika saya mau saya akan ubah 10 Saya dapat berpikir tanpa banyak kesulitan
11 Saya orang yang sangat menyenangkan 12 Saya mudah kecewa di rumah
13 Saya selalu melakukan sesuatu hal yang benar 14 Saya bangga dengan pekerjaan sendiri
15 Seseorang selalu memeberitahu saya apa yang harus dilakukan
16 Saya membutuhkan waktu lama untuk membiasakan diri dengan suatu yang baru
17 Saya sering menyesali hal-hal yang saya lakukan 18 Saya dikenal oleh orang-orang seusia saya. 19 Keluarga saya biasanya memahami perasaan saya 20 Saya tidak pernah bahagia
21 Saya berusaha mengerjakan apa yang dapat saya kerjakan sebaik mungkin 22 Saya mudah menyerah
24 Saya merasa cukup bahagia
25 Saya lebih suka berteman dengan orang yang lebih muda dari saya. 26 Keluarga saya sangat berharap pada saya
27 Saya suka dengan semua orang yang saya kenal 28 Saya ingin diperhatikan ketika dalam kelompok 29 Saya memahami diri saya
30 Hal yang paling sulit adalah menjadi diri sendiri 31 Segala sesuatu bercampur dalam hidup saya 32 Orang-orang biasanya menyetujui ide saya
33 Tidak ada orang yang memberikan perhatian pada saya saat di rumah 34 Saya tidak pernah dimarahi
35 Saya tidak mengerjakan pekerjaan saya dengan baik seperti yang saya harapkan
36 Saya dapat menentukan pilihan dan berpegang teguh pada pilihan tersebut 37 Saya sangat tidak suka menjadi laki-laki atau perempuan
38 Saya merasa pendapat saya kurang bagus 39 Saya tidak suka menjadi orang lain 40 Seringkali saya ingin pergi dari rumah 41 Saya tidak pernah merasa malu
42 Saya sering merasa kecewa
43 Saya sering merasa malu pada diri sendiri 44 Muka saya tidak seelok orang pada umumnya
45 Jika ada sesuatu yang harus katakana, biasanya akan saya katakan 46 Orang-orang sering mengerjai saya
47 Keluarga saya memahami saya 48 Saya selalu berkata benar
49 Pimpinan atau supervisor membuat saya merasa tidak cukup berkualitas 50 Saya tidak peduli apa yang terjadi pada saya
51 Saya merasa gagal
52 Saya mudah merasa kesal apabila dimarahi
53 Saya kurang begitu disukai, tidak seperti sebagian besar orang 54 Biasanya saya merasa seolah-olah keluarga terlalu menekan saya 55 Saya tahu apa yang harus saya katakan kepada orang lain
56 Saya sering merasa berkecil hati
57 Tidak ada sesuatu hal yang mengganggu saya 58 Saya tidak bisa diandalkan
2. Penimbangan Instrumen (expert judgement)
Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh butir-butir item
pernyataan yang sesuai dengan kondisi permasalahan self-esteem remaja di
Indonesia ditinjau dari aspek-aspek self-esteem berdasarkan Coopersmith
Self-Esteem Inventory (CSEI). Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga pakar yang
Ketiga pakar penimbang tersebut adalah (1) Eri Kurniawan, P. hD. yang
merupakan pakar dalam alih bahasa, (2) Prof. Dr. Syamsu Yusuf L. N., M.Pd.
dan (3) Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog. yang merupakan pakar
bidang Bimbingan dan Konseling (BK). Setelah memperoleh penilaian dari
ketiga pakar instrumen direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari para
penimbang.
3. Uji Keterbacaan Instrumen
Instrumen yang telah dinilai dan direvisi selanjutnya ditelaah oleh tujuh
responden dari kalangan siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya untuk
mengetahui apakah setiap butir pernyataan dapat dan mudah dipahami oleh
responden.
4. Uji Empirik Instrumen
Uji coba empirik (field-test) dilakukan dalam situasi dan kondisi
administrasi testing yang sebenarnya sehingga respon atau jawaban subjek
merupakan respon yang sesungguhnya. Oleh karena itu, subjek tidak boleh
mengetahui bahwa pengenalan skala yang bersangkutan sebenarnya dilakukan
sebagai suatu uji coba (Azwar, 2014, hlm. 77). Uji coba empirik dilakukan
secara acak kepada 64 siswa kelas VIII dari salah satu SMP Swasta di
Surabaya.
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengujian instrumen dilakukan kepada 64 siswa kelas VIII SMP
Swasta d Surabaya. Uji coba dilakukan guna untuk mengetahui ketepatan
(validity) dan keterandalan (reliability) instrumen.
a. Uji Validitas Butir Item
Instrumen yang valid dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya dikur (Sugiyono, 2011, hlm. 121). Semakin tinggi nilai
validasi item pernyataan maka instrumen yang digunakan semakin valid.
Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah
seluruh item dalam angket pengungkap self-esteem siswa.
Uji validitas item angket terlebih dahulu dihitung untuk mencari
korelasi antar bagian alat ukur secara keseluruhan dengan cara
jumlah skor tiap item. Pengolahan data hasil uji coba diolah secara statistik
dengan bantuan layanan Microsoft Excel 2010. Pengujian validitas
instrumen berupa skor dikotomi menggunakan korelasi point biserial
dengan rumus berikut.
p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i
1-p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i
X
= Standar deviasi pada test untuk semua orangPengujian validitas dilakukan terhadap 58 item pernyataan
dengan jumlah subjek 64 siswa. Dari 58 item diperoleh 49 item yang valid
dan 9 item tidak valid.
Tabel 3.3
Hasil Uji Coba Instrumen self-esteem
No item
Keriteria pemilihan item yang valid berdasarkan koefisien
korelasi item total ≥ 0,30 maka dapat dipilih item dengan daya
diskriminasi tertinggi jika jumlah item yang dispesifikasikan dapat
mencakup kriteria yang hendak diukur. Sebaliknya, apabila jumlah item
sedikit menurunkan batas koefisien korelasi item total menjadi ≥ 0,25
(Azwar, 2014). Berdasarkan asumsi tersebut maka diperoleh 23 item
pernyataan dari 49 pernyataan valid yang dipakai karena memiliki
koefisien korelasi ≥ 0,25.
Reabilitas suatu instrument penelitian dikatakan baik dan
dipercaya apabila menunjukkan data yang ajeg sesuai dengan kenyataan
(Arikunto, 2005, hlm. 86).
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen, data uji coba
diolah secara statistik dengan memanfaatkan layanan Microsoft Excel
2010. Pengujian reliabilitas diberi skor berupa skor dikotomi. Untuk
mencari koefisien reliabilitas digunakan koefisien Reliabilitas Kuder
Richardson 20 (KR-20) dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
KR-20 =
S2 = Varians skor keseluruhan
p = Proporsi yang mendapatkan nilai benar untuk setiap item
(1-p) = Proporsi yang mendapatkan nilai salah untuk setiap item
Kriteria reliabilitasnya adalah jika KR-20 0,70 maka dimensi
angket reliabel (konsisten) dan jika KR-20 < 0,70 maka dimensi angket
tidak reliabel. Ketentuan ini juga sejalan dengan Fraenkel dan Wallen
(1993) yang mempunyai patokan sedikitnya 0,70 sebagai harga minimal
Hasil perhitungan uji coba instrumen diperoleh harga reliabilitas
sebesar 0,84 yang artinya bahwa derajat keterandalan instrumen yang
digunakan sangat tinggi dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data.
Kriteria untuk mengetahui tingkat reabilitas, digunakan
klasifikasi kriteria yang dikemukakan oleh Riduwan (2006, hlm. 138)
sebagai berikut:
Setiap item pernyataan pada alternatif jawaban diberi skor 1 dan 0. Skor
1 diberikan apabila siswa mengisi jawaban pada kolom “Ya” dan apabila siswa
mengisi jawaban pada kolom “Tidak” maka diberi skor 0, ketentuan tersebut
berlaku untuk item pernyataan positif. Ketentuan pemberian skor angket
self-esteem sebagai berikut.
Tabel 3.6
Pemberian Skor Alternatif Jawaban
7. Kategorisasi Tingkat Self-esteem
Kategorisasi tingkat self-esteem dengan rentan dan kategorisasi
berdasarkan kategorisasi yang dikemukakan Azwar (2014, hlm. 149) disajikan
F. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Studi Pendahuluan
Menyebarkan angket self-esteem kepada seluruh siswa kelas VIII
SMP Negeri 48 Surabaya untuk mengetahui profil self-esteem yang dimaksud
dalam penelitian. Hasil angket kemudian dianalisis untuk mengetahui kategori
siswa yang memiliki self-esteem tinggi, sedang dan rendah. Selanjutnya,
peneliti memilih 4 siswa yang termasuk dalam kategori self-esteem rendah
untuk dijadikan subjek penelitian.
2. Pengukuran Kondisi Baseline
Dilakukan dengan rentan waktu yang konsisten sampai mendapat
kecenderungan data yang stabil. Pengukuran kondisi baseline dilakukan
kepada 4 siswa yang menjadi subjek penelitian.
3. Rancangan Intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku
Konseling Rasional Emotif Perilaku dirancang untuk meningkatkan
self-esteem siswa dengan berfokus pada kemampuan siswa dalam menilai dan
mengevaluasi dirinya secara rasional. Rancangan intervensi disusun secara
umum untuk membantu siswa dalam meningkatkan self-esteem. Terkait
permasalahan setiap siswa berbeda-beda, pelaksanaan intervensi dilapangan
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan permasalahan masing-masing siswa.
G. Rancangan Intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk Meningkatkan Self-Esteem Siswa
1. Rasional
Self-esteem merupakan pusat dari diri individu yang menjadi dasar
dalam membangun kepribadian yang unggul (Minchinton, 1995, hlm. 20).
Salah satu alasan pentingnya memahami self-esteem adalah untuk membantu
idividu dalam mempelajari hal-hal tentang diri sendiri, seperti individu sebagai
dan tindakannya, tujuan hidup dalam jangka pendek maupun panjang,
hubungan individu dengan lingkungan sosialnya dan laju kehidupan yang
dijalani (Mruk, 2006, hlm. 3).
Masa yang rentan mengalami permasalahan self-esteem rendah adalah
perkembangan pada masa remaja. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah siswa yang duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) dengan
kisaran usia antara 14-15 tahun. Sekolah yang dipilih menjadi lokasi penelitian
adalah SMP Negeri 48 Surabaya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
dengan guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 48 Surabaya, siswa SMP
Negeri 48 Surabaya dilihat dari segi ekonomi sebagian besar berasal dari
keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Tidak sedikit siswa
yang menganggap dirinya tidak mampu bersaing dengan sekolah lain. Jiwa
kompetitif seperti keikutsertaan dalam olimpiade juga kurang diminati oleh
siswa karena berfikir pasti akan kalah dengan sekolah-sekolah favorit lain yang
ada di Surabaya.
Berdasarkan studi pendahuluan dengan menggunakan angket
self-esteem terhadap seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya atau 287
siswa diketahui; 20.21% (58) siswa termasuk dalam kategori self-esteem
rendah, 64.11% (184) siswa termasuk dalam kategori sedang dan 15.68% (45)
siswa termasuk dalam kategori tinggi. Hasil wawancara dengan siswa yang
termasuk dalam kategori self-esteem rendah mengatakan bahwa dirinya merasa
tidak berkompeten dan cenderung tidak percaya diri dalam berbagai hal, baik
dalam hal akademik maupun sosial.
Banyaknya siswa yang memiliki self-esteem rendah seyogianya
mendapat perhatian lebih dari pihak-pihak terkait agar siswa mampu
mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Jika siswa memiliki
self-esteem rendah maka akan berdampak pada banyaknya masalah. Masalah yang
mungkin akan timbul karena self-esteem rendah antara lain: (1) mempersepsi
diri sendiri tanpa rasa hormat dan rasa mencintai, (2) mengabaikan diri sendiri
meskipun tidak membenci diri sendiri, tetapi sering mengharapkan orang lain
memberikan penghargaan terhadap dirinya, (3) menunjukkan perilaku dalam
beridentifikasi secara berlebihan terhadap peran-peran tertentu, (5) tidak
membiarkan orang lain akrab secara psikologis dengan dirinya, (6) perilaku
yang senantiasa berubah-ubah dalam memilih teman dan mitra kerja, (7) tidak
mampu memaafkan diri sendiri, (8) menemukan dirinya dengan cara-cara
negatif (Cavanagh dan Levitov, 2002).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu siswa
meningkatkan self-esteem di sekolah yakni melalui penyelenggaraan kegiatan
bimbingan dan konseling seperti layanan responsive. Layanan responsif
merupakan layanan bantuan bagi siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah
yang memerlukan bantuan pertolongan dengan segera. (Yusuf dan Nurihsan,
2008, hlm. 28). Layanan ini bersifat kuratif sehingga strategi yang digunakan
untuk membantu siswa dalam mengentaskan masalah adalah konseling. Proses
konseling dilakukan secara individu dengan alasan masalah yang dialami
menyangkut permasalahan intrapersonal sehingga dimungkinkan butuh
pendekatan lebih mendalam.
Dari berbagai macam pendekatan konseling yang ada, pendekatan
konseling yang diasumsikan relevan dalam membantu permasalahan
self-esteem adalah Konseling Rasional Emotif Perilaku. Self-esteem rendah akan
memunculkan berbagai konflik baik konflik intrapersonal maupun
interpersonal yang biasanya bersumber dari kognisi dan emosi individu itu
sendiri. Oleh karena itu melalui konseling individu dengan menggunakan
pendekatan Rasional Emotif Perilaku diharapkan dapat membantu individu
agar mampu mengubah pemikiran irasional menjadi rasional. Banks (2008)
menyatakan bahwa keyakinan irasional menjadi penyebanb signifikan
terjadinya gangguan emosi seperti, kecemasan, rasa bersalah, kemarahan, dan
depresi.
Konseling Rasional Emotif Perilaku mengajarkan individu tentang
bagaimana menggantikan keyakinan irasional menjadi keyakinan rasional
untuk mengubah perasaan dan perilaku individu menjadi lebih baik dan lebih
fungsional. Asumsi lain yang mendukung penggunaan pendekatan konseling
rasional emotif perilaku untuk meningkatkan self-esteem adalah sebagaimana
konseling Rasional Emotif Perilaku dapat diterapkan secara efektif untuk
menangani berbagai kesulitan kognisi, emosi dan perilaku yang berkaitan
dengan psikologis maupun psikopatologis. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
penelitian bermaksud untuk menguji keefektifan konseling individu dengan
menggunakan pendekatan Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan
self-esteem siswa.
2. Tujuan Intervensi
Tujuan intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku adalah untuk
meningkatkan self-esteem siswa dengan memanfaatkan kemampuan yang
dimiliki dengan merubah cara berpikir yang irasional menjadi rasional dan
realistis.
Tujuan intervensi sesuai dengan kompetensi dasar dalam program
bimbingan dan konseling ASCA pada bidang pribadi sosial yakni siswa
memperoleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan intrapersonal yang dapat
membantu siswa dalam memahami dan menghargai diri sendiri serta orang
lain.
3. Asumsi Intervensi
Asumsi intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku adalah
sebagai berikut.
a. Individu memainkan peran penting dalam kesulitannya melalui
caranya dalam menginterpretasikan situasi atau peristiwa dilingkungan
(masalah bersumber dari kognisinya). (Ellis dalam Darminto, 2007)
b. Restrukturisasi dalam Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk
mengubah disfungsional kognitif antara lain tentang tanggung jawab
terhadap masalah emosi yang dialaminya, memiliki gagasan bahwa
dirinya mampu dalam mengubah gangguan yang dialami secara
signifikan (Corey, 2007)
4. Kompetensi Pelaksana Intervensi
Pelaksanaan Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk
meningkatkan self-esteem siswa seyogianya didukung kompetensi memadai
yang dimikili oleh peneliti sekaligus berperan sebagai pemberi intervensi.
a. Memiliki pemahaman dan pengetehatuan yang memadai mengenai
konsep self-esteem.
b. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dalam
pelaksanaan Konseling Rasional Emotif Perilaku.
c. Memahami karakteristik siswa yang merupakan subjek penelitian.
d. Menunjukkan penerimaan tanya syarat terhadap konseli sebagai
manusia yang tidak lepas dari kesalahan.
e. Mampu berperan sebagai motivator yang aktif-direktif serta
komunikator yang terampil selaku mitra terapeutik bagi konseli.
5. Sasaran Intervensi
Sasaran intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku adalah siswa
SMP Negeri 48 Surabaya yang teridentifikasi memiliki self-esteem rendah.
Pemilihan siswa yang memiliki self-esteem rendah dilakukan berdasarkan
tujuan dari penelitian yaitu menguji keefektifan Konseling Rasional Emotif
Perilaku untuk meningkatan self-esteem siswa.
6. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku Intervensi Konseling Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan
self-esteem siswa berlangsung 5 sesi. Masing-masing sesi intervensi konseling
dilaksanakan dengan waktu kurang lebih 60 menit dalam satu kali pertemuan
setiap minggunya.
Keseluruhan sesi intervensi mencakup tiga tahap utama dan sepuluh
sub-tahap dalam Konseling Rasional Emotif Perilaku sebagaimana
dikemukakan oleh Windy Dryden & Michael Neenan (2004, hlm. 73). Berikut
adalah tahapan utama dan sub-tahap pelaksanaan Konseling Rasional Emotif
Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa.
1) Tahap awal (beginning stage)
a) Membangun aliansi kerja
b) Mengajarkan model ABC pada konseli
2) Tahap pertengahan (middle stage)
a) Mengatasi keraguan-keraguan konseli
b) Mempertimbangkan untuk mengubah fokus masalah
d) Mendorong konseli untuk terlibat dalam tugas-tugas yang relevan
e) Membantu konseli menginternalisasikan keyakinan rasional baru
dengan menggunakan teknik-teknik utama dalam konseling
rasional emotif perilaku
f) Mengatasi hambatan terhadap perubahan
g) Mendorong konseli untuk memelihara dan meningkatkan apa yang
telah dicapai
h) Mendorong konseli untuk menjadi konselor bagi dirinya sendiri
3) Tahap akhir (ending stage)
Tahap akhir adalah tahap dimana siswa sudah menunjukkan
peningkatan self-esteem sekaligus pertemuan penutup. Dalam tahap
akhir peneliti diperkenankan memberikan penghargaan terhadap
konseli atas peran aktif dalam mengikuti sesi intervensi konseling.
7. Teknik Konseling yang Digunakan
Setiap sesi konseling menggunakan beragam teknik yang ada dalam
pendekatan Rasional Emotif Perilaku, yang mencakup teknik Kognitif, teknik
pencitraan, teknik emotif-evokatif, dan teknik behavioral. Berikut teknik yang
digunakan disetiap sesinya.
1) Pada sesi 1, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Konseli diminta membayangkan gambaran mengenai peristiwa negatif
yang menjadi peristiwa pemicu (A) dan mengubah emosi negatif tidak
sehat yang mengiringi peristiwa negative tersebut menjadi emosi
negatif yang sehat atau disebut Pencitraan rasional emotif (rational
emotive imagery),
b) Konselor menceritakan kepada konseli pengalaman pribadinya ketika
menghadapi suatu masalah, keyakinan irrasional yang muncul saat itu
ada dan bagaimana mengatasi keyakinan irrsional tersebut atau
keterbukaan diri konselor (counselor self-disclosure).
c) Konseli diberikan tugas rumah yang berkaitan dengan kognitifnya.
Setelah koseli terampil dalam pengisian formulir, konseli didorong
untuk lebih aktif mempertanyakan keyakinan irasional dan rasional
2) Pada sesi 2, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Konseli diajak untuk mempraktikkan latihan-latihan fisik dan psikis
agar dapat merasa rileks, konsentrasi, mengontrol emosi, mengurangi
ketegangan dan mengendurkan syaraf-syaraf.
b) Konselor membacakan cerita atau kisah yang dapat meneguhkan
keyakinan rasional dan menunjukkan kepada konseli bahwa banyak
sumber rasionalitas yang dapat digunakan selain metode standart
dalam konseling atau disebut juga teknik cerita dan kisah (stories,
mottoes, parables, and aphorisms).
3) Pada sesi 3, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Koseli diajak untuk mempraktikkan latihan-latihan fisik dan psikis
agar dapat merasa rileks, konsentrasi, mengontrol emosi, mengurangi
ketegangan dan mengendurkan syaraf-syaraf.
b) Konseli disuruh mempertanyakan hal-hal tentang kayakinan irrasional
yang harus ditantang dan diubah atau DIBS (disputing irrational
beliefs).
c) Konseli diminta untuk menggunakan kalimat yang lebih positif untuk
mengekspresikan keyakinan rasional seperti mengganti “tidak bisa
melakukan” dengan “belum melakukan” atau dikenal juga dengan
sebutan Presisi semantic (semantic precision).
d) Konseli diminta membuat daftar yang memuat tentang sisi negatif dan
sisi positif dari permasalahan yang dialami atau suatu konsep tertentu
atau mereferensikan (referenting).
e) Konseli diberikan tugas rumah yang berkaitan dengan kognitifnya.
Setelah koseli terampil dalam pengisian formulir, konseli didorong
untuk lebih aktif mempertanyakan keyakinan irasional dan rasional
tanpa menggunakan formulir atau cognitive homework forms.
4) Pada sesi 4, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Konseli menuliskan pernyataan rasional untuk mengahadapi masalah
dalam sebuah kartu ukuran 5x3cm dan menggunakannya sebagai
b) Konseli diminta membayangkan suatu situasi dimana ia menggunakan
keyakinan irrasional kemudian mengganti dengan keyakinan rasional
(coping imagery).
5) Pada sesi 5, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Konseli diberikan hukuman atau hadiah setiap kali gagal atau berhasil
melakukan suatu tugas (Hadiah dan hukuman)
b) Konseli mempraktikkan bagaimana “diri rasional” bertindak dalam
menghadapi berbagai keadaan (gladi perilaku).
8. Format Isian Tertulis
Format yang digunakan dalam Konseling Rasional Emotif Perilaku
berjumlah empat macam yakni; angket Self-esteem, jurnal kegiatan, lembar
monitoring diri, dan lembar observasi. Format angket self-esteem, jurnal
kegiatan dan lembar monitoring diri diisi oleh siswa dan lembar observasi
diisi oleh peneliti. Berikut penjelasan tentang format-format tersebut.
1) Angket self-esteem merupakan instrument pengungkap self-esteem
yang diadaptasi dari Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI) yang
dikembangkan oleh Coopersmith pada tahun 1967.
2) Jurnal kegiatan, lembar monitoring diri, dan lembar observasi
dirancang sesuai dengan komponen yang ada dalam Konseling
Rasional Emotif Perilaku. Format-format isian tersebut diuji
keterbacaan oleh beberapa siswa kelas VIII SMP Negeri 48 Surabaya.
9. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan
Evaluasi terhadap keberhasilan intervensi Konseling Rasional Emotif
Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa menggunakan angket
self-esteem yang diberikan kepada siswa. Selain evaluasi keberhasilan secara
umum, evaluasi proses juga dilakukan dengan melihat pencapaian tujuan pada
setia sesi dengan menggunakan jurnal kegiatan, lembar monitoring diri dan
lembar observasi.
Indikator keberhasilan pada masing-masing sesi adalah sebagai
berikut.
1) Siswa menyatakan kesungguhannya dalam mengikuti setiap sesi
konseling sampai pada sesi akhir yakni sesi 5.
2) Siswa mampu memahami secara garis besar proses Konseling Rasional
Emotif Perilaku (memahami model ABCDEF)
3) Siswa mampu mendeskripsikan siapa dirinya, kelebihan dan
kekurangannya.
4) Siswa memahami konsep self-esteem dan aspek-aspek self-esteem
5) Teridentifikasinya pikiran irasional sebagai penyebab self-esteem
rendah.
6) Siswa memahami permasalahan yang dihadapi dan penting untuk
segera ditangani.
b. Pada sesi 2, indikator keberhasilannya adalah sebagai berikut.
1) Siswa mampu mengidentifikasi berbagai pikiran irasionalnya dan
menggantikan dengan pikiran rasional.
2) Siswa mampu mengaplikasikan model ABC dan DEF
3) Self-esteem siswa meningkat yang ditunjukkan berdasarkan hasil
angket self-esteem, format isian rekaman pikiran, jurnal 2 dan lembar
monitor diri.
c. Pada sesi 3, indikator keberhasilannya adalah sebagai berikut.
1) Siswa mampu menyusun rencana untuk meningkatkan self-esteem
serta upaya peningkatan kekuasaan.
2) Self-esteem siswa meningkat yang ditunjukkan berdasarkan hasil
angket self-esteem, jurnal 3 dan lembar monitor diri.
d. Pada sesi 4, indikator keberhasilannya adalah sebagai berikut.
1) Siswa mampu berpikir secara logis dan sistematis sehingga dapat
meminimalkan munculnya keyakinan irasional.
2) Self-esteem siswa meningkat yang ditunjukkan berdasarkan hasil
angket self-esteem, jurnal 4 dan lembar monitor diri.
e. Pada sesi 5, indikator keberhasilannya adalah sebagai berikut.
1) Siswa mampu menjadi konselor bagi dirinya sendiri sebagai upaya
2) Self-esteem siswa meningkat yang ditunjukkan berdasarkan hasil
angket self-esteem, jurnal 4 dan lembar monitor diri.
H. Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai efektivitas Konseling
Rasional Emotif Perilaku untuk meningkatkan self-esteem siswa maka digunakan
dua teknik analisis data, yakni analisis visual dan analisis statistik.
1. Analisis Visual
Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan statistik deskriptif
sederhana. Analisis data dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh intervensi
terhadap sasaran perilaku yang hendak diintervensi dengan menggunakan
analisis visual. Analisis visual yakni analisis dengan cara melakukan
penggalian data secara langsung dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik
(split-middle technique). Barlow, Nock & Hersen (2008) menjelaskan bahwa
bukti adanya intervensi yang efektif ditunjukkan oleh adanya perbedaan yang
berarti antara nilai rata-rata kondisi subjek. Karena jenis data yang dianalisis
merupakan data nominal maka dalam penelitian ini menggunakan skor modus.
Untuk itu komponen penting yang dianalisis dengan cara ini adalah banyaknya
data dalam setiap kondisi yang dikenal dengan panjang kondisi (level) dan
kecenderungan arah grafik (trend).
2. Analisis Statistik
Untuk melihat keefaktifan perubahan data yang terjadi pada subyek
maka dilakukan analisis statistik sederhana. Nourbakhsh & Ottenbacher
(1994) menjelaskan teknik dua standart deviasi (two standart deviation
method) adalah teknik analisis statistik yang digunakan untuk melihat
efektivitas antara kondisi baseline dan intervensi.
Untuk mempertegas pengaruh intervensi maka selanjutnya dianalisis
dengan menghitung percentage Non-Overlapping Data (PND) antara kondisi
baseline dengan kondisi intervensi (Morgan & Morgan, 2009). Karena
Konseling Rasional Emotif Perilaku diharapkan dapat meningkatkan
self-esteem siswa maka PND dihitung dengan menggunakan data yang paling
khusus, analisis visual dan deskriptif dilakukan dengan tujuan memeriksa
jumlah titik pada kondisi intervensi yang berada dibawah garis titik terbawah
pada baseline. Pedoman interpretasi skor PND menggunakan panduan dari
Morgan & Morgan (2008).
Tabel 3.8
Interpretasi skor Percentage Non-Overlapping Data (PND)
Nilai PND Interpretasi >90% Sangat efektif
70 – 90% Efektif
50 70% Dipertanyakan
Ayong Lianawati, 2015
BAB V
SIMPULAN DN REKOMENDASI
Pada bab ini dikemukakan mengenai simpulan dari hasil penelitian dan
rekomendasi penelitian bagi guru Bimbingan dan Konseling dan Peneliti
selanjutnya.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil uji efektivitas, dapat disimpulkan bahwa Konseling
Rasional Emotif Perilaku efektif untuk meningkatkan self-esteem empat siswa
yang menjadi subjek penelitian. Efektivitas tersebut dapat dilihat dari adanya
kenaikan skor self-esteem berdasarkan analisis grafik pada kondisi baseline dan
intervensi. Tiga subjek penelitian yakni VLP, SKW dan FDL mengalami
peningkatan pada empat aspek self-esteem dan subjek NGT tidak meningkat pada
aspek kompetensi.
Secara khusus, selain dilihat dari perubahan berdasarkan analisis grafik
pada kondisi baseline dan intervensi, perubahan juga dilihat dari perilaku empat
subjek penelitian sebelum dan setelah diberikan intervensi Konseling Rasional
Emotif Perilaku. Masing-masing subjek penelitian menunjukkan perubahan yang
positif terkait dengan permasalahan yang dialaminya.
Gambaran singkat perubahan pada masing-masing subjek penelitian.
VLP yang awalnya mengganggap dirinya adalah sosok yang bodoh dan tidak
mampu dalam bidang akademik memunculkan perilaku pasif ketika dikelas serta
tidak berani mencoba hal baru. Perilaku yang ditampakkan VLP sedikit berubah
selama intervensi. VLP sudah mulai berani untuk bertanya kepada guru ketika ada
materi yang tidak dimengerti. SKW mengganggap dirinya jelak secara fisik dan
dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi sehingga dirinya merasa tidak
pantas punya teman. Perilaku yang muncul yakni SKW sering menyendiri dan
sulit untuk mengenal orang baru. hasil akhir dari pelaksanaan intervensi selama
lima minggu SKW mampu mengenal dan menjalin pertemanan terhadap dua
Ayong Lianawati, 2015
orang lain. NGT merasa nasibnya tidak sebaik teman-temannya dan merasa
kurang beruntung karena keluarganya tidak memberikan perhatian yang ia
perlukan. Di sekolah NGT cenderung menghindar dan menarik diri dari
lingkungan yang berdampak pula pada proses belajarnya. Ketika ada tugas
kelompok NGT jarang sekali untuk ikut untuk belajar kelompok. Selama
intervensi NGT mulai bisa memahami kondisi keluarganya, akan tetapi dalam hal
yang berkaitan dengan akademik ia sulit untuk merubahnya. FDL adalah siswa
yang suka bertingkah semaunya sendiri dan sering melanggar peraturan sekolah.
FDL seringkali keluar kelas ketika jam pelajaran. Hal tersebut ia lakukan karena
ketika di rumah segala perilakunya selalu dikendalikan oleh orang tuanya. Akhir
dari pelaksanaan intervensi FDL mulai bisa mengurangi intensitas kebiasaan
keluar pada saat jam pelajaran.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, rekomendasi untuk guru Bimbingan
dan Konseling, peneliti selanjutnya adalah:
1. Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian menunjukkan Konseling Rasional Emotif
Perilaku efektif untuk meningkatkan self-esteem siswa. Guru Bimbingan
dan Konseling dapat menggunakan pendekatan Rasional Emotif Perilaku
untuk meningkatkan self-esteem siswa. Dalam pelaksanaan intervensi ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru Bimbingan dan Konseling,
antara lain:
a. Pelaksana intervensi yang belum mendapatkan lisensi sebagai konselor
(sudah menempuh program profesi konselor) dapat melakukan
konsultasi secara intensif kepada konselor untuk setiap sesi konseling.
b. Waktu atau jam pemberian intervensi menjadi salah satu pertimbangan
yang harus diperhatikan karena berkaitan dengan kondisi psikologis
konseli. Kondisi fisik konseli berpengaruh terhadap keefektifan proses
Ayong Lianawati, 2015
c. Dalam membangun hubungan baik dengan konseli diperlukan
kesabaran dari pelaksana intervensi. Ketika konseli belum merasa
nyaman dengan keberadaan fasilitator maka konseli cenderung tertutup
terhadap permasalahannya.
d. Penggunaan Konseling Rasional Emotif Perilaku cocok untuk
karakteristik konseli yang aktif dan terbuka.
2. Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya ketika menggunakan Konseling Rasional
Emotif Perilaku sebagai salah satu pendekatan untuk membantu
permasalahan konseli hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a. Rancangan intervensi yang dijadikan sebagai dasar pemberian bantuan
hendaknya dirancang untuk masing-masing subjek penelitian
berdasarkan karakteristik masalah yang dihadapi konseli karena satu
rancangan intervensi kurang optimal jika digeneralisasikan untuk
empat subjek penelitian.
b. Instrumen yang diberikan kepada konseli di setiap akhir sesi konseling
hendaknya dilakukan pengacakan item pernyataan untuk menghindari
kebosanan konseli dalam mengisi dan untuk menghindari bias