• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA Pengelolaan Emosi Pada Anggota SABHARA (Samapta Bhayangkara) Dalam Menangani Unjuk Rasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA Pengelolaan Emosi Pada Anggota SABHARA (Samapta Bhayangkara) Dalam Menangani Unjuk Rasa."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan oleh :

Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh :

Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

iii

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA

Yang diajukan oleh :

Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068

Telah disetujui untuk dipertahankan di depan

Dewan Penguji

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

(4)

iv

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA

Yang diajukan oleh :

Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal

25 Juli 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Penguji Utama

Dra. Rini Lestari, M.Si ____________________ Penguji Pendamping I

Dra. Partini, M.Si ____________________ Penguji Pendamping II

Drs. Soleh Amini, M. Si ____________________

Surakarta, 03 Agustus 2012

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Psikologi

Dekan

(5)

v

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA

Ari Nugroho Irianto* Rini Lestari*

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstraksi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan emosi pada anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam menangani unjuk rasa. Informan dalam penelitian sebanyak enam orang. Karakteristik informan penelitian antara lain: (a) Anggota sabhara polri unit pengendalian massa, (b)Pernah menangani unjuk rasa sebanyak lebih dari empat kali. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan metode observasi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam mengelola emosinya pada saat menangani unjuk rasa beraneka ragam tergantung dari kondisi unjuk rasa yang dihadapi. Kondisi unjuk rasa yang dihadapi informanpun berbeda-beda, ada yang berlangsung damai dan ada yang berlangsung anarkis. Hal ini mempengaruhi cara informan dalam mengelola emosinya, seperti perasaan yang muncul, pernyataan perasaan dan arah dorongan emosinya dalam pencapaian target.Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) Pengelolaan emosi anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada saat menangani unjuk rasa yang damai adalah dimana dirinya dapat merasakan emosi positif yaitu gembira dan senang, dan menyatakan emosi yang muncul dengan 3 S: Senyum, Salam, Sapa kepada pengunjuk rasa dan mengamati pengunjuk rasa dengan tetap berada dibarisan. Sehingga dapat mencapai target dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas jalannya unjuk rasa hingga berjalan secara kondusif dan aspirasi masyarakat bisa tersampaikan. (b) Pengelolaan emosi anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada saat menangani unjuk rasa yang anarkis adalah dimana dirinya dapat merasakan emosi negatif yaitu marah, tegang, kecewa, dongkol, sedih dan menyatakan emosi yang muncul dengan memukul, mengamankan provokator dan mendorong mundur massa agar menjauh dari fasilitas umum. Tindakan yang dilakukan dapat membantu dalam pencapaian target yaitu massa menjadi jera dan dapat dijauhkan dari fasilitas umum sehingga unjuk rasa dapat dibubarkan dengan tertib.

Kata kunci: pengelolaan emosi, anggota Sabhara, unjuk rasa

Keterangan:

(6)
(7)

1 Pendahuluan

Polisi adalah aparat penegak

hukum yang memiliki tugas dalam

menjaga ketertiban masyarakat dan

berperan sebagai penjaga

keseimbangan antara kepentingan

orang yang melaksanakan hak-haknya,

misalnya hak untuk berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat dengan kepentingan orang

lain yang menikmati haknya, misalnya

hak untuk bekerja, hak untuk bergerak,

hak untuk beristirahat, dan sebagainya.

Polisi dalam undang-undang diberi

kewenangan dan kekuasaan luas untuk

menjaga ketertiban dan ketentraman

masyarakat. Polisi berwenang

mengatur masyarakat di jalanan, di

tempat-tempat umum, serta mengawasi

dan memaksa mereka untuk patuh

pada aturan sehingga undang-undang

berjalan semestinya (Kunarto& Tabah,

1995).

Fenomena rakyat turun ke jalan

untuk menyatakan aspirasi dan

pendapat secara terbuka atas topik

apapun yang terkait dengan

aspirasinya cukup lazim sejak

bergulirnya era reformasi di segala

bidang di Indonesia. Kegiatan tersebut,

rapat umum, mimbar bebas,

demonstrasi, merupakan suatu

konsekuensi logis dari kebebasan dan

demokrasi. Namun sayangnya, dalam

kegiatan tersebut seringkali ditandai

oleh benturan-benturan fisik antara

masyarakat (pendemonstrasi) dengan

masyarakat lain atau antara para

pendemonstrasi dengan petugas

penegak hukum.

Kasus yang terjadi pada

tanggal 10 Februari 2011, aksi

demonstrasi di Pertigaan UMS Pabelan

Surakarta, saat massa yang terdiri dari

gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa

Perguruan Tinggi Muhammadiyah

(BEM PTM) dan Ikatan

Muhammadiyah (IMM) se Jateng-DIY

mengkritisi pemerintahan

SBY-Boediyono serta menuntut

diturunkannya kepemimpinan SBY

karena dianggap tidak mampu

membawa kesejahteraan kepada

rakyat. Polisi memadamkan kobaran

api ban mobil yang berasal dari ulah

para pengunjuk rasa dan aksi saling

(8)

2 pengunjuk rasapun terjadi (Gingga,

2011).

Menurut Kunarto dan Tabah

(1995) bahwa polisi sebagai pelayan

masyarakat harus ramah dan sopan

dengan masyarakat yang dilayani

termasuk dalam etika, serta semua

harus dilayani dengan cepat dan penuh

simpati khususnya saat menangani

unjuk rasa. Unjuk rasa yang berujung

rusuh bukan semata-mata kesalahan

dari pihak kepolisian, tetapi pihak

pengunjuk rasa yang mencoba

merusak fasilitas umum, menutup lajur

kendaraan dan bahkan memukul pihak

kepolisian. Dalam menangani unjuk

rasa, anggota Sabhara khususnya

pasukan pengendalian massa (Dalmas)

dilengkapi dengan peralatan khusus

seperti helm, tongkat, tali, tameng,

penyemprot air, rompi anti peluru, dan

gas air mata yang berfungsi sebagai

pelindung dan untuk melumpuhkan,

tetapi bukan untuk membunuh atau

menyakiti pengunjuk rasa.

Setiap anggota polisi dituntut

untuk memiliki sifat-sifat agresif

sekaligus penyabar, yang akan

menuntun pertimbangannya dalam

setiap situasi yang ia hadapi.

Kerusuhan dapat diredam dengan

penggunaan kekuatan kepolisian

dengan perkuatan kompi-kompi

pengendali massa, kritik tajam

pengunjuk rasa, teriakan-teriakan

dianggap penghujatan, karenanya

dalam menghadapi kerusuhan

seringkali yang menonjol adalah justru

balas dendam melalui penggunaan

kekerasan yang berlebihan (Ismail,

2001).

Mengacu pada rumusan

masalah tersebut, maka peneliti ingin

meneliti lebih lanjut dengan

mengadakan penelitian dengan judul

“Pengelolaan Emosi pada Anggota

Sabhara (Samapta Bhayangkara)

Dalam Menangani Unjuk Rasa”.

Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengelolaan

emosi pada anggota Sabhara (Samapta

Bhayangkara) dalam menangani unjuk

rasa.

Tinjauan Pustaka

Pengelolaan Emosi menurut

(9)

3 memonitor apa yang dirasakan,

menangani agar perasaan dapat

terungkap dengan tepat, dan dapat

dikelola agar mampu melepaskan diri

dari kesedihan, kecemasan,

kemurungan atau ketersinggungan dan

berusaha bangkit kembali.

Menurut Martin (2008)

individu yang sehat emosinya

mempunyai perkembangan

pengelolaan yang sehat dalam 3 aspek

penting, yaitu: (a) Aspek pengenalan

dan kesadaran jenis perasaan. Individu

yang sehat mampu mengenali,

merumuskan, bahkan menyebut nama

perasaannya maupun perasaan orang

lain secara tepat. Perasaan itu sendiri

terdiri dari dua jenis yaitu perasaan

positif dan perasaan negatif. Contoh

perasaan positif antara lain gembira,

bangga, murah hati, belas kasih, setia,

terharu, mulia, kagum, geli, rindu, dan

sabar. Adapun contoh dari perasaan

negatif, seperti takut, marah, kecewa,

iri hati, sedih, bersalah, bosan, terhina,

dan kesal. (b) Aspek pengendalian dan

pernyataan emosi. Individu yang sehat

mampu mengendalikan dan

menyalurkan perasaannya, sehingga

dapat mengetahui bahwa menyatakan

kemarahan dengan memukul adalah

salah. Sebaliknya, dengan menyatakan

kemarahan dengan cara mengatakan

secara langsung alasan kemarahannya

atau menyatakan lewat gambar dan

tulisan. Individu mampu mengenali

harapan orang lain akan ekspresi

perasaan dan berusaha menyesuaikan

diri sesuai dengan harapan. (c) Aspek

arah dorongan emosi. Individu yang

sehat dapat mengarahkan emosinya

secara baik, sehingga tidak akan larut

dalam kesedihan dan segera bangkit

dan memiliki target yang realistis dan

berjuang untuk mencapai target.

Sabhara Polri, yaitu satuan

polri yang senantiasa siap siaga untuk

menghindari dan mencegah terjadinya

ancaman atau bahaya yang merugikan

masyarakat dalam upaya mewujudkan

ketertiban dan keamanan masyarakat

(Anonim, 2006).

Fungsi kepolisian menurut UU

RI No.2 Tahun 2002 adalah satu

fungsi pemerintahan negara dibidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum,

(10)

4 pelayanan kepada masyarakat. Dalam

pelaksanaan sebagai salah satu alat

negara, kepolisian terjun secara

langsung dalam menjaga keamanan

dan ketertiban masyarakat.

Peran sabhara polri diatur

sesuai dengan tingkat kewilayahannya

sesuai dengan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002,

diantaranya: (1) Tingkat Mabes Polri,

(2) Tingkat Polda/Polwil, (3) Tingkat

Polres, (4) Tingkat Polsek.

Menurut Sutanto (2004), tugas

sabhara polri adalah melaksanakan

fungsi Kepolisian yang bersifat

preventif, antara lain (a) Memberikan

perlindungan, pengayoman dan

pelayanan masyarakat, (b) Mencegah

dan menangkal segala bentuk

gangguan keamanan dan ketertiban

masyarakat (kamtibmas) baik berupa

kejahatan maupun pelanggaran serta

gangguan ketertiban umum lainnya,

(c) Melaksanakan tindakan Refresif

Tahap Awal (Repawal) terhadap

semua bentuk gangguan kamtibmas

lainnya guna memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat. (d)

Melindungi keselamatan orang, harta

benda dan masyarakat, (e) Malakukan

tindakan refresif terbatas (Tipiring dan

penegakan Perda), (f) Pemberdayaan

dukungan satwa dalam tugas

operasional Polri, (g) Melaksanakan

SAR terbatas.

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2005), demonstrasi berarti

pernyataan protes yang dikemukakan

secara massal (unjuk rasa).

Mendemonstrasi berarti menentang

suatu pihak atau seseorang dengan

cara berdemonstrasi.

Sehingga timbul pertanyaan

“Bagaimana pengelolaan emosi pada

anggota sabhara (samapta

bhayangkara) dalam menangani unjuk

rasa?”

Metode Penelitian

Informan dalam penelitian

diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu menentukan

ciri-ciri atau karakteristik tertentu dari

subjek (Milles dan Hubermen,

1993).Informan adalah anggota

Sabhara Polridengan karakteristik

sebagai berikut: (a) Anggota Sabhara

(11)

5 Sukoharjo, (b) Pernah Menangani

Unjuk Rasa.Pengambilan data pada

penelitian ini dilakukan dengan: (a)

Wawancara primer, wawancara primer

adalah data yang diperoleh dari hasil

proses wawancara secara langsung,

berstruktur dan sifatnya berencana dan

berasal dari

sumbernya/informan(Poerwandari,

1998). (b) Observasipenelitian ini

menggunakan metode observasi non

partisipan di mana peneliti tidak ikut

serta dalam kegiatan yang dilakukan

oleh subyek yang diobservasi atau

hanya sebagai pengamat saja. Peneliti

menggunakan metode observasi

anecdotal record(Marzuki, 2002) yaitu

catatan suatu peristiwa dari observasi

yang berlangsung secara bebas dan

informal.

Sedangkan metode analisis

data dalam penelitian ini adalah

dengan cara induktif yaitu proses

pengumpulan data yang menggunakan

gambaran cerita dengan cara

melakukan abstraksi setelah rekaman

fenomena-fenomena khusus

dikelompokkan menjadi satu. Teori

yang dikembangkan dengan cara ini

muncul dari bawah, yang berasal dari

sejumlah besar bukti yang terkumpul

yang saling berhubungan satu dengan

yang lain (Hadi, 1986).

Hasil Penelitian

Pengelolaan emosi ini memilik

tiga aspek perkembangan pengelolaan

sehingga individu dapat dikatakan

secara sehat. Adapun bagian dari

aspek-aspek pengelolaan emosi pada

anggota Sabhara dalam menangani

unjuk rasa berdasarkan teori Martin

(2008), antara lain: (a) Aspek

pengenalan dan kesadaran jenis

perasaan, (b) Aspek pengendalian dan

pernyataan emosi, (c) Aspek arah

dorongan emosi.

Informan I (A.R.) dimana

dirinya pada saat kondisi unjuk rasa

berjalan damai merasakan emosi

positif yaitu gembira kemudian

mengendalikan dan menyatakan

perasaan yang muncul tersebut dengan

3 S yaitu Senyum, Salam, Sapa.

Dengan memberi senyuman, salam

yang hangat dan menyapa kepada

pengunjuk rasa, sehingga target

(12)

6 unjuk rasa dapat berjalan lancar dan

damai. Informan I (A.R.) dimana

dirinya pada saat kondisi unjuk rasa

berjalan anarkis merasakan emosi

negatif yaitu tegang dan marah

kemudian mengendalikan dan

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan mendorong mundur

massa sehingga kondisi unjuk rasa

berjalan kondusif dan massa tidak

keluar kejalan.

Informan II (D) dimana dirinya

pada saat kondisi unjuk rasa berjalan

damai merasakan emosi positif yaitu

senang kemudian mengendalikan dan

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan tetap tenang sambil

berbincang-bincang dengan temannya,

sehingga target informan dalam

bertugas tercapai yaitu unjuk rasa

dapat berjalan lancar dan damai

dibawah pengawasan informan dan

anggota Sabhara yang lain. Informan II

(D) dimana dirinya pada saat kondisi

unjuk rasa berjalan anarkis merasakan

emosi negatif yaitu marah dan kecewa

kemudian mengendalikan dan

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan membuat barisan

pertahanan diri sambil mendorong

mundur massa sehingga kondisi unjuk

rasa berjalan kondusif sehingga massa

tidak mengganggu pengguna jalan

yang lain.

Informan III (M.N.) dimana

dirinya pada saat kondisi unjuk rasa

berjalan damai merasakan emosi

positif yaitu senang kemudian

mengendalikan dan menyatakan

perasaan yang muncul tersebut dengan

berbincang-bincang dengan temannya

sambil berdiam diri menunggu

perintah pimpinan, sehingga target

informan dalam bertugas tercapai yaitu

unjuk rasa dapat berjalan lancar dan

damai dan aspirasi bisa tersampaikan.

Informan III (M.N.) dimana dirinya

pada saat kondisi unjuk rasa berjalan

anarkis merasakan emosi negatif yaitu

marah kemudian mengendalikan dan

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan mendorong mundur

massa, dan informan dapat merubah

keadaan unjuk rasa menjadi lebih

kondusif dan massa tidak merusak

fasilitas umum.

Informan IV (S) dimana

(13)

7 berjalan damai merasakan emosi

positif yaitu senang kemudian

mengendalikan dan menyatakan

perasaan yang muncul tersebut dengan

berusaha tenang sambil

berbincang-bincang dengan temannya, sehingga

target informan dalam bertugas

tercapai yaitu unjuk rasa dapat berjalan

tenang dan aman. Informan IV (S)

dimana dirinya pada saat kondisi unjuk

rasa berjalan anarkis merasakan emosi

negatif yaitu marah kemudian

mengendalikan dan menyatakan

perasaan yang muncul tersebut dengan

bertahan sambil mendorong mundur

massa, dan informan mampu mencapai

target yaitu merubah keadaan unjuk

rasa menjadi lebih kondusif.

Informan V (A.T.H.) dimana

dirinya pada saat kondisi unjuk rasa

berjalan damai merasakan emosi

positif yaitu senang dan gembira

kemudian menyatakan perasaan yang

muncul tersebut dengan berusaha

tenang, melihat situasi sambil

berbincang-bincang dengan temannya,

sehingga target informan dalam

bertugas tercapai yaitu unjuk rasa

dapat berjalan tenang dan aman.

Informan V (A.T.H.) dimana dirinya

pada saat kondisi unjuk rasa berjalan

anarkis merasakan emosi negatif yaitu

marah dan kecewa kemudian

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan memukul dan

mengamankan provokator, sehingga

unjuk rasa dapat berubah menjadi

tenang kembali.

Informan VI (A.B.) dimana

dirinya pada saat kondisi unjuk rasa

berjalan damai merasakan emosi

positif yaitu senang kemudian

menyatakan perasaan yang muncul

tersebut dengan berdiri berjajar sambil

memperhatikan pengunjuk rasa

sehingga target informan dalam

bertugas tercapai yaitu unjuk rasa

dapat berjalan landai. Informan VI

(A.B.) dimana dirinya pada saat

kondisi unjuk rasa berjalan anarkis

merasakan emosi negatif yaitu dongkol

dan kecewa kemudian menyatakan

perasaan yang muncul tersebut dengan

mendorong mundur massa, dan unjuk

rasa yang berlangsung dapat dirubah

(14)

8 Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data dan

pembahasan dari penelitian yang telah

dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengelolaan emosi

pada anggota Sabhara (Samapta

Bhayangkara) dalam menangani unjuk

rasa adalah suatu proses anggota

Sabhara dalam mengenali,

mengendalikan dan menyatakan

emosinya dengan tepat serta

memberikan arah dorongan emosi

dirinya secara baik dalam mencapai

target sehingga emosi tersebut dapat

dihadapi, diatasi dan dikontrol.

a. Pengelolaan emosi anggota

Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada

saat menangani unjuk rasa yang damai

adalah dimana dirinya dapat

merasakan emosi positif yaitu gembira

dan senang, dan menyatakan emosi

yang muncul dengan 3 S: Senyum,

Salam, Sapa kepada pengunjuk rasa

dan mengamati pengunjuk rasa dengan

tetap berada dibarisan. Sehingga

anggota Sabhara (Samapta

Bhayangkara) dapat mencapai target

dalam menjalankan tugasnya sebagai

pengawas jalannya unjuk rasa hingga

berjalan secara kondusif dan aspirasi

masyarakat bisa tersampaikan.

b. Pengelolaan emosi anggota

Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada

saat menangani unjuk rasa yang

anarkis adalah dimana dirinya dapat

merasakan emosi negatif yaitu marah,

tegang, kecewa, dongkol, sedih dan

menyatakan emosi yang muncul

dengan memukul, mengamankan

provokator dan mendorong mundur

massa agar menjauh dari fasilitas

umum yang berada didekat lokasi

unjuk rasa sambil dan bertahan dari

lemparan batu pengunjuk rasa.

Dorongan massa, pemukulan,

pengamanan provokator, tindakan

informan tersebut dapat membantu

informan dalam pencapaian target

yaitu unjuk rasa yang anarkis dapat

kembali kondusif, massa dapat

menjauh dari fasilitas umum dan

massa menjadi jera sehingga unjuk

rasa dapat dibubarkan dengan tertib.

Berdasarkan hasil penelitian

dan kesimpulan yang diperoleh selama

pelaksanaan penelitian, maka peneliti

memberikan sumbangan saran yang

(15)

9 1. Bagi Pimpinan Polres Sukoharjo

Berdasarkan dari hasil analisis

diketahui bahwa pengelolaan emosi

pada anggota sabhara bukan atas

kesadaran diri masing-masing

individu, melainkan karena adanya

peraturan dari institusi kepolisian yang

harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh

anggota kepolisian, selain itu masih

adanya tindakan kekerasan yaitu

pemukulan yang dilakukan oleh

anggota Sabhara terhadap pengunjuk

rasa. Diharapkan Pimpinan Polres

Sukoharjo dapat meningkatkan

kemampuan pengelolaan emosi

anggotanya. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara:

a. Lebih membantu

anggotanya untuk melakukan

pengelolaan emosidengan mengadakan

pelatihan dan peningkatan kemampuan

yang efektif dan efisien khususnya

pelatihan pengendalian massa secara

rutin agar dapat mengelola emosinya

dan dalam bertindak dengan cara

represif dan tidak melakukan

kekerasan atau membalas tindakan

anarkis para pengunjuk rasa.

b. Menyelenggarakan

pelatihan Emotional Quality

Management (EQM) kepada anggota

agar mengoptimalkan pengelolaan

emosi dalam pekerjaan, kaitannya

dengan hubungan interpersonal dengan

rekan kerja, pimpinan serta

masyarakat.

2. Bagi informan penelitian

a. Lebih mampu menahan

perasaannya, sanggup menahan

egonya, dan melampiaskan kemarahan

secara tepat, tidak dengan melakukan

pemukulan dan tidak melanggar kode

etik kepolisian,sehingga dapat menjadi

anggota Sabhara (Samapta

Bhayangkara) yang menjadi sosok

Polisi yang diharapkan oleh

masyarakat yang bertugas sebagai

pelayan dan pengayom masyarakat

dengan menghormati dan menghargai

hak asasi manusia.

b. Mengevaluasi diri sendiri

agar lebih bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugas bahwa mengelola

emosi perlu ditanamkan bukan hanya

karena ketakutan akan peraturan yang

dibuat oleh institusi Polri tetapi

(16)

10 3. Bagi Masyarakat

Agar lebih menerima dan

menghargai tindakan pengendalian

massa yang dilakukan oleh anggota

Sabhara (Samapta Bhayangkara)

karena tindakan kekerasan yang

dilakukan seperti mendorong mundur

dan memukul tidak semata-mata untuk

mematikan ataupun melukai, tetapi

untuk mekanisme pertahanan diri dan

membuat jera khususnya para

provokator yang menyebabkan unjuk

rasa menjadi anarkis. Diharapkan agar

masyarakat dalam menyampaikan

aspirasi juga tidak melakukan tindakan

yang anarkis sehingga unjuk rasa dapat

berjalan damai dan aspirasi dapat

tersalurkan.

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan hasil penelitian ini

dapat memberi pengetahuan dan

mendorong peneliti yang akan

melakukan penelitian dengan tema

sejenis untuk dapat melakukan

penelitian lebih mendalam sehingga

dapat menambah hasil penelitian

mengenai pengelolaan emosi pada

anggota Sabhara (Samapta

Bhayangkara) yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Anonim. (2006). Buku Pedoman

Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta.

______. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.

Gingga. (2011). Boneka Pocong Warnai Aksi Gabungan BEM PTN & IMM. Koran Pabelan. 16 Februari 2011. Halaman 10.

Hadi, S. (1986). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Ismail, C. (2001). POLISI: Demokrasi vs Anarkhi. Jakarta: Jakarta Cipta.

Kunarto dan Tabah, A. (1995). Polisi

Harapan dan Kenyataan.

Klaten: CV Sahabat.

Martin, A. (2008). Emotional Quality

Management. Jakarta: HR

Excellency.

Marzuki. (2002). Metodologi Riset.

Yogyakarta: PT. Prasetia

Widya Pratama.

Milles, M.& Hubermen, A. (1993).

Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia.

(17)

11

Pengembangan Sarana

Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sutanto. (2004). Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan. Jakarta:

Mabes Polri (Tidak

diterbitkan).

Referensi

Dokumen terkait

Nefritis adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan bagian glomerulus yang disebabkan oleh adanya bakteri Streptococcus.. Nefritis seringkali disebut

Metode penelitiann kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai

دم نع نقيلا نب قاحسإ نب موصعم مي اربإ يزاغلا نب لام نيدلا نسح نب دمأ نب دبع ها نب كلما دبع نب يولع نب دم نب بحاص دابزما نب يلع ِاخ ماسق يولع نب نب دم نب يولع نب دبع

Working Capital Turnover atau rasio perputaran modal kerja adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola modal

pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. 77 Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber, triangulasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Melalui suatu aktivitas bersiklus dengan menggunakan Four-D

[r]

 Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 1,84 persen; makanan jadi,