i
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan oleh :
Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068
FAKULTAS PSIKOLOGI
ii
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan oleh :
Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068
FAKULTAS PSIKOLOGI
iii
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA
Yang diajukan oleh :
Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068
Telah disetujui untuk dipertahankan di depan
Dewan Penguji
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
iv
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA
Yang diajukan oleh :
Ari Nugroho Irianto F. 100 070 068
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal
25 Juli 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Penguji Utama
Dra. Rini Lestari, M.Si ____________________ Penguji Pendamping I
Dra. Partini, M.Si ____________________ Penguji Pendamping II
Drs. Soleh Amini, M. Si ____________________
Surakarta, 03 Agustus 2012
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan
v
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA
Ari Nugroho Irianto* Rini Lestari*
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan emosi pada anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam menangani unjuk rasa. Informan dalam penelitian sebanyak enam orang. Karakteristik informan penelitian antara lain: (a) Anggota sabhara polri unit pengendalian massa, (b)Pernah menangani unjuk rasa sebanyak lebih dari empat kali. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan metode observasi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam mengelola emosinya pada saat menangani unjuk rasa beraneka ragam tergantung dari kondisi unjuk rasa yang dihadapi. Kondisi unjuk rasa yang dihadapi informanpun berbeda-beda, ada yang berlangsung damai dan ada yang berlangsung anarkis. Hal ini mempengaruhi cara informan dalam mengelola emosinya, seperti perasaan yang muncul, pernyataan perasaan dan arah dorongan emosinya dalam pencapaian target.Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) Pengelolaan emosi anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada saat menangani unjuk rasa yang damai adalah dimana dirinya dapat merasakan emosi positif yaitu gembira dan senang, dan menyatakan emosi yang muncul dengan 3 S: Senyum, Salam, Sapa kepada pengunjuk rasa dan mengamati pengunjuk rasa dengan tetap berada dibarisan. Sehingga dapat mencapai target dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas jalannya unjuk rasa hingga berjalan secara kondusif dan aspirasi masyarakat bisa tersampaikan. (b) Pengelolaan emosi anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada saat menangani unjuk rasa yang anarkis adalah dimana dirinya dapat merasakan emosi negatif yaitu marah, tegang, kecewa, dongkol, sedih dan menyatakan emosi yang muncul dengan memukul, mengamankan provokator dan mendorong mundur massa agar menjauh dari fasilitas umum. Tindakan yang dilakukan dapat membantu dalam pencapaian target yaitu massa menjadi jera dan dapat dijauhkan dari fasilitas umum sehingga unjuk rasa dapat dibubarkan dengan tertib.
Kata kunci: pengelolaan emosi, anggota Sabhara, unjuk rasa
Keterangan:
1 Pendahuluan
Polisi adalah aparat penegak
hukum yang memiliki tugas dalam
menjaga ketertiban masyarakat dan
berperan sebagai penjaga
keseimbangan antara kepentingan
orang yang melaksanakan hak-haknya,
misalnya hak untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat dengan kepentingan orang
lain yang menikmati haknya, misalnya
hak untuk bekerja, hak untuk bergerak,
hak untuk beristirahat, dan sebagainya.
Polisi dalam undang-undang diberi
kewenangan dan kekuasaan luas untuk
menjaga ketertiban dan ketentraman
masyarakat. Polisi berwenang
mengatur masyarakat di jalanan, di
tempat-tempat umum, serta mengawasi
dan memaksa mereka untuk patuh
pada aturan sehingga undang-undang
berjalan semestinya (Kunarto& Tabah,
1995).
Fenomena rakyat turun ke jalan
untuk menyatakan aspirasi dan
pendapat secara terbuka atas topik
apapun yang terkait dengan
aspirasinya cukup lazim sejak
bergulirnya era reformasi di segala
bidang di Indonesia. Kegiatan tersebut,
rapat umum, mimbar bebas,
demonstrasi, merupakan suatu
konsekuensi logis dari kebebasan dan
demokrasi. Namun sayangnya, dalam
kegiatan tersebut seringkali ditandai
oleh benturan-benturan fisik antara
masyarakat (pendemonstrasi) dengan
masyarakat lain atau antara para
pendemonstrasi dengan petugas
penegak hukum.
Kasus yang terjadi pada
tanggal 10 Februari 2011, aksi
demonstrasi di Pertigaan UMS Pabelan
Surakarta, saat massa yang terdiri dari
gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa
Perguruan Tinggi Muhammadiyah
(BEM PTM) dan Ikatan
Muhammadiyah (IMM) se Jateng-DIY
mengkritisi pemerintahan
SBY-Boediyono serta menuntut
diturunkannya kepemimpinan SBY
karena dianggap tidak mampu
membawa kesejahteraan kepada
rakyat. Polisi memadamkan kobaran
api ban mobil yang berasal dari ulah
para pengunjuk rasa dan aksi saling
2 pengunjuk rasapun terjadi (Gingga,
2011).
Menurut Kunarto dan Tabah
(1995) bahwa polisi sebagai pelayan
masyarakat harus ramah dan sopan
dengan masyarakat yang dilayani
termasuk dalam etika, serta semua
harus dilayani dengan cepat dan penuh
simpati khususnya saat menangani
unjuk rasa. Unjuk rasa yang berujung
rusuh bukan semata-mata kesalahan
dari pihak kepolisian, tetapi pihak
pengunjuk rasa yang mencoba
merusak fasilitas umum, menutup lajur
kendaraan dan bahkan memukul pihak
kepolisian. Dalam menangani unjuk
rasa, anggota Sabhara khususnya
pasukan pengendalian massa (Dalmas)
dilengkapi dengan peralatan khusus
seperti helm, tongkat, tali, tameng,
penyemprot air, rompi anti peluru, dan
gas air mata yang berfungsi sebagai
pelindung dan untuk melumpuhkan,
tetapi bukan untuk membunuh atau
menyakiti pengunjuk rasa.
Setiap anggota polisi dituntut
untuk memiliki sifat-sifat agresif
sekaligus penyabar, yang akan
menuntun pertimbangannya dalam
setiap situasi yang ia hadapi.
Kerusuhan dapat diredam dengan
penggunaan kekuatan kepolisian
dengan perkuatan kompi-kompi
pengendali massa, kritik tajam
pengunjuk rasa, teriakan-teriakan
dianggap penghujatan, karenanya
dalam menghadapi kerusuhan
seringkali yang menonjol adalah justru
balas dendam melalui penggunaan
kekerasan yang berlebihan (Ismail,
2001).
Mengacu pada rumusan
masalah tersebut, maka peneliti ingin
meneliti lebih lanjut dengan
mengadakan penelitian dengan judul
“Pengelolaan Emosi pada Anggota
Sabhara (Samapta Bhayangkara)
Dalam Menangani Unjuk Rasa”.
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengelolaan
emosi pada anggota Sabhara (Samapta
Bhayangkara) dalam menangani unjuk
rasa.
Tinjauan Pustaka
Pengelolaan Emosi menurut
3 memonitor apa yang dirasakan,
menangani agar perasaan dapat
terungkap dengan tepat, dan dapat
dikelola agar mampu melepaskan diri
dari kesedihan, kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan
berusaha bangkit kembali.
Menurut Martin (2008)
individu yang sehat emosinya
mempunyai perkembangan
pengelolaan yang sehat dalam 3 aspek
penting, yaitu: (a) Aspek pengenalan
dan kesadaran jenis perasaan. Individu
yang sehat mampu mengenali,
merumuskan, bahkan menyebut nama
perasaannya maupun perasaan orang
lain secara tepat. Perasaan itu sendiri
terdiri dari dua jenis yaitu perasaan
positif dan perasaan negatif. Contoh
perasaan positif antara lain gembira,
bangga, murah hati, belas kasih, setia,
terharu, mulia, kagum, geli, rindu, dan
sabar. Adapun contoh dari perasaan
negatif, seperti takut, marah, kecewa,
iri hati, sedih, bersalah, bosan, terhina,
dan kesal. (b) Aspek pengendalian dan
pernyataan emosi. Individu yang sehat
mampu mengendalikan dan
menyalurkan perasaannya, sehingga
dapat mengetahui bahwa menyatakan
kemarahan dengan memukul adalah
salah. Sebaliknya, dengan menyatakan
kemarahan dengan cara mengatakan
secara langsung alasan kemarahannya
atau menyatakan lewat gambar dan
tulisan. Individu mampu mengenali
harapan orang lain akan ekspresi
perasaan dan berusaha menyesuaikan
diri sesuai dengan harapan. (c) Aspek
arah dorongan emosi. Individu yang
sehat dapat mengarahkan emosinya
secara baik, sehingga tidak akan larut
dalam kesedihan dan segera bangkit
dan memiliki target yang realistis dan
berjuang untuk mencapai target.
Sabhara Polri, yaitu satuan
polri yang senantiasa siap siaga untuk
menghindari dan mencegah terjadinya
ancaman atau bahaya yang merugikan
masyarakat dalam upaya mewujudkan
ketertiban dan keamanan masyarakat
(Anonim, 2006).
Fungsi kepolisian menurut UU
RI No.2 Tahun 2002 adalah satu
fungsi pemerintahan negara dibidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum,
4 pelayanan kepada masyarakat. Dalam
pelaksanaan sebagai salah satu alat
negara, kepolisian terjun secara
langsung dalam menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat.
Peran sabhara polri diatur
sesuai dengan tingkat kewilayahannya
sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002,
diantaranya: (1) Tingkat Mabes Polri,
(2) Tingkat Polda/Polwil, (3) Tingkat
Polres, (4) Tingkat Polsek.
Menurut Sutanto (2004), tugas
sabhara polri adalah melaksanakan
fungsi Kepolisian yang bersifat
preventif, antara lain (a) Memberikan
perlindungan, pengayoman dan
pelayanan masyarakat, (b) Mencegah
dan menangkal segala bentuk
gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat (kamtibmas) baik berupa
kejahatan maupun pelanggaran serta
gangguan ketertiban umum lainnya,
(c) Melaksanakan tindakan Refresif
Tahap Awal (Repawal) terhadap
semua bentuk gangguan kamtibmas
lainnya guna memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat. (d)
Melindungi keselamatan orang, harta
benda dan masyarakat, (e) Malakukan
tindakan refresif terbatas (Tipiring dan
penegakan Perda), (f) Pemberdayaan
dukungan satwa dalam tugas
operasional Polri, (g) Melaksanakan
SAR terbatas.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005), demonstrasi berarti
pernyataan protes yang dikemukakan
secara massal (unjuk rasa).
Mendemonstrasi berarti menentang
suatu pihak atau seseorang dengan
cara berdemonstrasi.
Sehingga timbul pertanyaan
“Bagaimana pengelolaan emosi pada
anggota sabhara (samapta
bhayangkara) dalam menangani unjuk
rasa?”
Metode Penelitian
Informan dalam penelitian
diambil dengan menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu menentukan
ciri-ciri atau karakteristik tertentu dari
subjek (Milles dan Hubermen,
1993).Informan adalah anggota
Sabhara Polridengan karakteristik
sebagai berikut: (a) Anggota Sabhara
5 Sukoharjo, (b) Pernah Menangani
Unjuk Rasa.Pengambilan data pada
penelitian ini dilakukan dengan: (a)
Wawancara primer, wawancara primer
adalah data yang diperoleh dari hasil
proses wawancara secara langsung,
berstruktur dan sifatnya berencana dan
berasal dari
sumbernya/informan(Poerwandari,
1998). (b) Observasipenelitian ini
menggunakan metode observasi non
partisipan di mana peneliti tidak ikut
serta dalam kegiatan yang dilakukan
oleh subyek yang diobservasi atau
hanya sebagai pengamat saja. Peneliti
menggunakan metode observasi
anecdotal record(Marzuki, 2002) yaitu
catatan suatu peristiwa dari observasi
yang berlangsung secara bebas dan
informal.
Sedangkan metode analisis
data dalam penelitian ini adalah
dengan cara induktif yaitu proses
pengumpulan data yang menggunakan
gambaran cerita dengan cara
melakukan abstraksi setelah rekaman
fenomena-fenomena khusus
dikelompokkan menjadi satu. Teori
yang dikembangkan dengan cara ini
muncul dari bawah, yang berasal dari
sejumlah besar bukti yang terkumpul
yang saling berhubungan satu dengan
yang lain (Hadi, 1986).
Hasil Penelitian
Pengelolaan emosi ini memilik
tiga aspek perkembangan pengelolaan
sehingga individu dapat dikatakan
secara sehat. Adapun bagian dari
aspek-aspek pengelolaan emosi pada
anggota Sabhara dalam menangani
unjuk rasa berdasarkan teori Martin
(2008), antara lain: (a) Aspek
pengenalan dan kesadaran jenis
perasaan, (b) Aspek pengendalian dan
pernyataan emosi, (c) Aspek arah
dorongan emosi.
Informan I (A.R.) dimana
dirinya pada saat kondisi unjuk rasa
berjalan damai merasakan emosi
positif yaitu gembira kemudian
mengendalikan dan menyatakan
perasaan yang muncul tersebut dengan
3 S yaitu Senyum, Salam, Sapa.
Dengan memberi senyuman, salam
yang hangat dan menyapa kepada
pengunjuk rasa, sehingga target
6 unjuk rasa dapat berjalan lancar dan
damai. Informan I (A.R.) dimana
dirinya pada saat kondisi unjuk rasa
berjalan anarkis merasakan emosi
negatif yaitu tegang dan marah
kemudian mengendalikan dan
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan mendorong mundur
massa sehingga kondisi unjuk rasa
berjalan kondusif dan massa tidak
keluar kejalan.
Informan II (D) dimana dirinya
pada saat kondisi unjuk rasa berjalan
damai merasakan emosi positif yaitu
senang kemudian mengendalikan dan
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan tetap tenang sambil
berbincang-bincang dengan temannya,
sehingga target informan dalam
bertugas tercapai yaitu unjuk rasa
dapat berjalan lancar dan damai
dibawah pengawasan informan dan
anggota Sabhara yang lain. Informan II
(D) dimana dirinya pada saat kondisi
unjuk rasa berjalan anarkis merasakan
emosi negatif yaitu marah dan kecewa
kemudian mengendalikan dan
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan membuat barisan
pertahanan diri sambil mendorong
mundur massa sehingga kondisi unjuk
rasa berjalan kondusif sehingga massa
tidak mengganggu pengguna jalan
yang lain.
Informan III (M.N.) dimana
dirinya pada saat kondisi unjuk rasa
berjalan damai merasakan emosi
positif yaitu senang kemudian
mengendalikan dan menyatakan
perasaan yang muncul tersebut dengan
berbincang-bincang dengan temannya
sambil berdiam diri menunggu
perintah pimpinan, sehingga target
informan dalam bertugas tercapai yaitu
unjuk rasa dapat berjalan lancar dan
damai dan aspirasi bisa tersampaikan.
Informan III (M.N.) dimana dirinya
pada saat kondisi unjuk rasa berjalan
anarkis merasakan emosi negatif yaitu
marah kemudian mengendalikan dan
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan mendorong mundur
massa, dan informan dapat merubah
keadaan unjuk rasa menjadi lebih
kondusif dan massa tidak merusak
fasilitas umum.
Informan IV (S) dimana
7 berjalan damai merasakan emosi
positif yaitu senang kemudian
mengendalikan dan menyatakan
perasaan yang muncul tersebut dengan
berusaha tenang sambil
berbincang-bincang dengan temannya, sehingga
target informan dalam bertugas
tercapai yaitu unjuk rasa dapat berjalan
tenang dan aman. Informan IV (S)
dimana dirinya pada saat kondisi unjuk
rasa berjalan anarkis merasakan emosi
negatif yaitu marah kemudian
mengendalikan dan menyatakan
perasaan yang muncul tersebut dengan
bertahan sambil mendorong mundur
massa, dan informan mampu mencapai
target yaitu merubah keadaan unjuk
rasa menjadi lebih kondusif.
Informan V (A.T.H.) dimana
dirinya pada saat kondisi unjuk rasa
berjalan damai merasakan emosi
positif yaitu senang dan gembira
kemudian menyatakan perasaan yang
muncul tersebut dengan berusaha
tenang, melihat situasi sambil
berbincang-bincang dengan temannya,
sehingga target informan dalam
bertugas tercapai yaitu unjuk rasa
dapat berjalan tenang dan aman.
Informan V (A.T.H.) dimana dirinya
pada saat kondisi unjuk rasa berjalan
anarkis merasakan emosi negatif yaitu
marah dan kecewa kemudian
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan memukul dan
mengamankan provokator, sehingga
unjuk rasa dapat berubah menjadi
tenang kembali.
Informan VI (A.B.) dimana
dirinya pada saat kondisi unjuk rasa
berjalan damai merasakan emosi
positif yaitu senang kemudian
menyatakan perasaan yang muncul
tersebut dengan berdiri berjajar sambil
memperhatikan pengunjuk rasa
sehingga target informan dalam
bertugas tercapai yaitu unjuk rasa
dapat berjalan landai. Informan VI
(A.B.) dimana dirinya pada saat
kondisi unjuk rasa berjalan anarkis
merasakan emosi negatif yaitu dongkol
dan kecewa kemudian menyatakan
perasaan yang muncul tersebut dengan
mendorong mundur massa, dan unjuk
rasa yang berlangsung dapat dirubah
8 Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data dan
pembahasan dari penelitian yang telah
dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengelolaan emosi
pada anggota Sabhara (Samapta
Bhayangkara) dalam menangani unjuk
rasa adalah suatu proses anggota
Sabhara dalam mengenali,
mengendalikan dan menyatakan
emosinya dengan tepat serta
memberikan arah dorongan emosi
dirinya secara baik dalam mencapai
target sehingga emosi tersebut dapat
dihadapi, diatasi dan dikontrol.
a. Pengelolaan emosi anggota
Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada
saat menangani unjuk rasa yang damai
adalah dimana dirinya dapat
merasakan emosi positif yaitu gembira
dan senang, dan menyatakan emosi
yang muncul dengan 3 S: Senyum,
Salam, Sapa kepada pengunjuk rasa
dan mengamati pengunjuk rasa dengan
tetap berada dibarisan. Sehingga
anggota Sabhara (Samapta
Bhayangkara) dapat mencapai target
dalam menjalankan tugasnya sebagai
pengawas jalannya unjuk rasa hingga
berjalan secara kondusif dan aspirasi
masyarakat bisa tersampaikan.
b. Pengelolaan emosi anggota
Sabhara (Samapta Bhayangkara) pada
saat menangani unjuk rasa yang
anarkis adalah dimana dirinya dapat
merasakan emosi negatif yaitu marah,
tegang, kecewa, dongkol, sedih dan
menyatakan emosi yang muncul
dengan memukul, mengamankan
provokator dan mendorong mundur
massa agar menjauh dari fasilitas
umum yang berada didekat lokasi
unjuk rasa sambil dan bertahan dari
lemparan batu pengunjuk rasa.
Dorongan massa, pemukulan,
pengamanan provokator, tindakan
informan tersebut dapat membantu
informan dalam pencapaian target
yaitu unjuk rasa yang anarkis dapat
kembali kondusif, massa dapat
menjauh dari fasilitas umum dan
massa menjadi jera sehingga unjuk
rasa dapat dibubarkan dengan tertib.
Berdasarkan hasil penelitian
dan kesimpulan yang diperoleh selama
pelaksanaan penelitian, maka peneliti
memberikan sumbangan saran yang
9 1. Bagi Pimpinan Polres Sukoharjo
Berdasarkan dari hasil analisis
diketahui bahwa pengelolaan emosi
pada anggota sabhara bukan atas
kesadaran diri masing-masing
individu, melainkan karena adanya
peraturan dari institusi kepolisian yang
harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh
anggota kepolisian, selain itu masih
adanya tindakan kekerasan yaitu
pemukulan yang dilakukan oleh
anggota Sabhara terhadap pengunjuk
rasa. Diharapkan Pimpinan Polres
Sukoharjo dapat meningkatkan
kemampuan pengelolaan emosi
anggotanya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara:
a. Lebih membantu
anggotanya untuk melakukan
pengelolaan emosidengan mengadakan
pelatihan dan peningkatan kemampuan
yang efektif dan efisien khususnya
pelatihan pengendalian massa secara
rutin agar dapat mengelola emosinya
dan dalam bertindak dengan cara
represif dan tidak melakukan
kekerasan atau membalas tindakan
anarkis para pengunjuk rasa.
b. Menyelenggarakan
pelatihan Emotional Quality
Management (EQM) kepada anggota
agar mengoptimalkan pengelolaan
emosi dalam pekerjaan, kaitannya
dengan hubungan interpersonal dengan
rekan kerja, pimpinan serta
masyarakat.
2. Bagi informan penelitian
a. Lebih mampu menahan
perasaannya, sanggup menahan
egonya, dan melampiaskan kemarahan
secara tepat, tidak dengan melakukan
pemukulan dan tidak melanggar kode
etik kepolisian,sehingga dapat menjadi
anggota Sabhara (Samapta
Bhayangkara) yang menjadi sosok
Polisi yang diharapkan oleh
masyarakat yang bertugas sebagai
pelayan dan pengayom masyarakat
dengan menghormati dan menghargai
hak asasi manusia.
b. Mengevaluasi diri sendiri
agar lebih bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas bahwa mengelola
emosi perlu ditanamkan bukan hanya
karena ketakutan akan peraturan yang
dibuat oleh institusi Polri tetapi
10 3. Bagi Masyarakat
Agar lebih menerima dan
menghargai tindakan pengendalian
massa yang dilakukan oleh anggota
Sabhara (Samapta Bhayangkara)
karena tindakan kekerasan yang
dilakukan seperti mendorong mundur
dan memukul tidak semata-mata untuk
mematikan ataupun melukai, tetapi
untuk mekanisme pertahanan diri dan
membuat jera khususnya para
provokator yang menyebabkan unjuk
rasa menjadi anarkis. Diharapkan agar
masyarakat dalam menyampaikan
aspirasi juga tidak melakukan tindakan
yang anarkis sehingga unjuk rasa dapat
berjalan damai dan aspirasi dapat
tersalurkan.
4. Bagi peneliti lain
Diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberi pengetahuan dan
mendorong peneliti yang akan
melakukan penelitian dengan tema
sejenis untuk dapat melakukan
penelitian lebih mendalam sehingga
dapat menambah hasil penelitian
mengenai pengelolaan emosi pada
anggota Sabhara (Samapta
Bhayangkara) yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Anonim. (2006). Buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta.
______. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.
Gingga. (2011). Boneka Pocong Warnai Aksi Gabungan BEM PTN & IMM. Koran Pabelan. 16 Februari 2011. Halaman 10.
Hadi, S. (1986). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Ismail, C. (2001). POLISI: Demokrasi vs Anarkhi. Jakarta: Jakarta Cipta.
Kunarto dan Tabah, A. (1995). Polisi
Harapan dan Kenyataan.
Klaten: CV Sahabat.
Martin, A. (2008). Emotional Quality
Management. Jakarta: HR
Excellency.
Marzuki. (2002). Metodologi Riset.
Yogyakarta: PT. Prasetia
Widya Pratama.
Milles, M.& Hubermen, A. (1993).
Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Universitas Indonesia.
11
Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sutanto. (2004). Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan. Jakarta:
Mabes Polri (Tidak
diterbitkan).