BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perekonomian suatu negara dapat dikatakan sebagai tolak ukur dari
perkembangan negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukan proses perubahan
kondisi perekonomian suatu negara secara berkesiambungan, setiap negara akan
selalu berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal, dalam
menghadapi perekonomian yang semakin berkembang, setiap negara harus dapat
menghadapi tantangan di masa depan. Kondisi negara Indonesia saat ini sudah
memasuki era globalisasi ekomoni. Perkembangan ekonomi kreatif pada
akhir-akhir ini telah menjadi alternatif solusi serta strategi global dalam menjaga
pertumbuhan ekonomi. Ekonomi kreatif yang menitikberatkan pada pengetahuan
dan kreatifitas merupakan suatu aset yang dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk
dapat menciptakan keunggulan bersaing ditengah perkembangan ekonomi dan
kompetisi dunia usaha.
Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekonomi kreatif
ditandai dengan keluarnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan
Ekonomi Kreatif yang berisi instruksi Presiden kepada Menteri, Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen, seluruh Gubernur, Bupati/Walikota yang intinya
agar mendukung kebijakan pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015,
utamanya dalam pengembangan kegiatan ekonomi yang mendasarkan pada
kreatifitas, keterampilan daya kreasi dan daya cipta dengan menyusun serta
melaksanakan rencana aksi mendukung suksesnya pengembangan ekonomi kreatif
tersebut. Mengingat peran ekonomi kreatif yang semakin meningkat bagi
perekonomian suatu wilayah, utamanya terhadap pengembangan ekonomi
berbasis Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM), maka saat ini semakin
banyak kota yang menjadikan ekonomi kreatif sebagai ujung
persaingan yang semakin ketat, kota-kota, daerah, dan provinsi harus lebih
menumbuhkan kreatifitas masyarakat yang dapat dijalankan oleh kaum muda
dengan semangat inovasi dan kreatifitas. Melalui terciptanya suatu kota kreatif,
kota tersebut dapat membangun citra dan identitas lokal, memberikan kontribusi
ekonomi yang signifikan, menciptakan iklim bisnis yang positif, menciptakan
inovasi dan kreatifitas yang merupakan keunggulan komptetitif, dan memberikan
dampak sosial yang positif.
Dunia pariwisata telah tumbuh menjadi industri besar dan menjadi sektor
penting yang menopang perekonomian suatu negara maupun daerah. Dimana
pariwisata memiliki peranan dalam pembangunan negara diantaranya adalah
sebagai pencipta lapangan pekerjaan, penyumbang devisa, pengentasan
kemiskinan, sarana diplomasi antar negara, serta pelestarian budaya dan
lingkungan. Pembangunan pariwisata di Indonesia sangat diharapkan menjadi
salah satu sektor yang dapat di andalkan. Sektor ini merupakan sektor yang
mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor lainnya. Seperti yang tertuang
dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan “Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara
serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha”. Melihat hubungan dengan sektor-sektor lainnya selama bertahun-tahun perkembangannya, sektor pariwisata
sudah dapat memberikan bukti nyata dimana sektor ini mampu memberikan
kontirbusi kepada sektor lainnya. Mengingat kekayaan berbagai sumber daya
pariwisata yang dimiliki seperti kekayaan alam, budaya dan buatan manusia di
seluruh wilayahnya memungkinkan sektor pariwisata ini akan berkembang lebih
pesat lagi dengan syarat tumbuh dalam lingkungan kondusif yang menaunginya.
Pengembangan pariwisata saat ini pun sudah semakin berkembang melalui
ekonomi kreatif, dimana salah satunya adalah melalui kota kreatif yang dapat
dijadikan sebagai suatu destinasi pariwisata. Ekonomi kreatif merupakan sebuah
konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengkolaborasikan informasi dan
sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Pada tanggal 4 Juni
2014 dilaksanakan Rakor RPJP Ekonomi Kreatif 2009-2025 oleh Kementeran
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Menparekraf) Mari Elka Pangestu memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) bersama
28 Kementerian terkait untuk membahas percepatan pengembangan ekonomi
kreatif ke depan. Pada rakor tersebut disebutkan bahwa ada tujuh isu strategis
yang menjadi potensi maupun tantangan yang perlu mendapatkan perhatian
pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif, yaitu: (1) Ketersediaan sumber
daya kreatif yang profesional dan kompetitif; (2) Ketersediaan sumber daya alam
yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; serta dan sumber daya budaya yang
dapat diakses secara mudah; (3) Industri yang berdaya saing, tumbuh, dan
beragam; (4) Ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan
kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur
dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Kelembagaan yang mendukung
pengembangan ekonomi kreatif.
Berdasarkan isu strategis ini, maka telah direkomendasikan revisi visi
pengembangan ekonomi kreatif nasional ke depan adalah “Indonesia yang berkualitas hidup, berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan dinamis secara
berkelanjutan” dengan tiga misi utama, yaitu: (1) Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, dan
berkelanjutan; (2) Mengembangkan industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh
dan beragam; (3) Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang
mengarusutamaan kreativitas dalam pembangunan nasional dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan (www.parekraf.go.id).
Kemenparekraf terus berupaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke
setiap daerah di Indonesia, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan
mancanegara melalui berbagai daya tarik dan sumber daya lokal dari tiap daerah
yang kemudian diperkenalkan atau dipromosikan ke dalam maupun luar negeri.
Pada tahun 2013, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
mengusulkan empat kota di Indonesia untuk menjadi Kota Kreatif UNESCO
lebih dikenal wisatawan mancanegara, hal itu pun bertujuan untuk memajukan
kota setempat. Keempat kota tersebut adalah Bandung, Solo, Yogyakarta, dan
Pekalongan (www.parekraf.go.id). Ada tujuh kategori Kota Kreatif yang
disyaratkan UNESCO yakni unggul di bidang kerajinan dan kesenian rakyat,
desain, seni media, musik, gastronomi, film, dan literatur. Pada tanggal 1
Desember 2014, Pekalongan telah mendapatkan predikat Kota Kreatif UNESCO
dalam kategori bidang kerajinan dan kesenian rakyat (www.indonesia.travel.com).
Tabel 1.1
UNESCO Creative Cities
No Kota Negara Tema Tahun Keterangan
1 Edinburgh Scotland, UK Literature 2004 Tourism Destination
2 Melbourne Australia Literature 2008 Tourism Destination
3 Iowa City USA Literature 2008 -
4 Dublin Ireland Literature 2010 -
5 Reykjavik Iceland Literature 2011 -
6 Norwich UK Literature 2012 -
7 Bradford England, UK Film 2009 -
8 Sydney Australia Film 2010 -
9 Seville Spain Music 2006 Tourism Destination
10 Bologna Italy Music 2006 Tourism Destination
11 Glasgow Scotland, UK Music 2008 Tourism Destination
12 Ghent Belgium Music 2009 -
13 Bogota Colombia Music 2012 -
14 Santa Fe New Mexico,
USA Craft and Folk Art 2005 Tourism Destination
15 Aswan Egypt Craft and Folk Art 2005 Tourism Destination
16 Kanazawa Japan Craft and Folk Art 2009 -
18 Hangzhou China Craft and Folk Art 2012 -
19 Buenos Aires Argentina Design 2005 Tourism Destination
20 Berlin Germany Design 2005 Tourism Destination
21 Montreal Canada Design 2006 Tourism Destination
22 Nagoya Japan Design 2008 -
23 Kobe Japan Design 2008 -
24 Shenzhen China Design 2008 -
25 Shanghai China Design 2010 -
26 Seoul South Korea Design 2010 -
27 Saint-Etienne France Design 2010 -
28 Graz Austria Design 2011 -
29 Beijing China Design 2012 -
30 Lyon France Media Arts 2008 Tourism Destination
31 Popayan Colombia Gastronomy 2005 Tourism Destination
32 Chengdu China Gastronomy 2010 -
33 Ostersund Sweden Gastronomy 2010 -
34 Jeonju South Korea Gastronomi 2012 -
Sumber: UNESCO, 2013.
Kota Bandung diajukan sebagai kota kreatif bidang desain, artinya Kota
Bandung menjadi trend setter dalam kreativitas pembuatan desain. Hal tersebut
diungkapkan oleh Fiki Satari – Ketua Bandung Creative City Forum. Untuk memperkuat kota kreatif, Kota Bandung membentuk “Bank Kreatif” yang dihimpun melalui Bandung Creative City Forum (BCCF). BCCF adalah wadah
yang mempertemukan beragam individu, komunitas dan organisasi untuk
berdiskusi, berbagi ide, dan berkolaborasi untuk merancang kegiatan bersama,
dimana ide dan inovasi yang kreatif untuk mensejahterakan masyarakat Bandung
pada khususnya (www.bccf-bdg.com).
Kriteria sebagai kota desain antara lain adanya industri desain yang mapan,
penelitian desain, kelompok-kelompok pelatihan bagi perancang dan pencipta
dengan kegiatan yang berkelanjutan, baik pada tingkat lokal maupun nasional,
pengalaman penyelenggaraan event yang didedikasikan untuk desain, kesempatan
bagi perancang lokal dan perencana kota untuk pemanfaatan bahan-bahan
kandungan lokal, serta industri kreatif berbasis desain yang berkelanjutan.
“Bandung merupakan model sebuah kota yang berhasil mengembangkan potensi
ekonomi kreatif, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kualitas hidup
dan mengangkat nama Bandung, Jawa Barat dan Indonesia di dunia”, hal tersebut
pun diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat melakukan
kunjungan kerja ke Kota Bandung pada tanggal 5 September 2014 untuk melihat
perkembangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya (EKSB) dan ekonomi
kreatif berbasis media, desain dan IPTEK (EKMDI) yang dilakukan oleh pelaku
kreatif di Kota Bandung. Kota Bandung telah pula memiliki serangkaian
pengakuan sebagai kota kreatif, diantaranya pada Creative Cities International
Meeting Yokohama pada tahun 2007, Bandung dinobatkan sebagai salah satu
Kota Terkreatif di Asia Timur, British Council menobatkan Bandung sebagai pilot
project kota Terkreatif di Asia Timur, dan pada bulan Desember 2011 Bandung
dinobatkan sebagai Kota Terkreatif di Asia oleh Channel News Asia dari
Singapura (www.parekraf.go.id).
Kota Bandung sudah lama dikenal sebagai destinasi pariwisata yang memiliki
potensi yang bisa ditawarkan pada wisatawan baik itu mancanegara atau
nusantara. Menurut UU Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 pasal 1, “Daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah asministratif yang
didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisatan”. Indonesia memiliki banyak destinasi pariwisata dengan karakteristik dan daya tariknya yang beranekaragam. Persaingan yang terjadi
untuk dapat menarik wisatawan pun menjadi salah satu alasan dalam upaya
peningkatan pembangunan suatu kota untuk dapat menjadi destinasi pariwisata
berdasarkan penelitian ComScore Media Matrix sepanjang 2013 dari situs
Tripadvisor.
Tabel 1.2
Destinasi Pariwisata Terfavorit Tahun 2013
No Destinasi Pariwisata
1 Jakarta
2 Seminyak, Bali
3 Bandung
4 Kuta, Bali 5 Ubud, Bali 6 Yogyakarta 7 Nusa Dua, Bali
8 Surabaya
9 Sanur, Bali
10 Bogor
Sumber : www.bisnishotel.com, 2014
ComScore Media Matrix adalah penyedia layanan pengukuran kepemirsaan
internet yang melaporkan rincian pengguna media online, demografi pengunjung,
dan daya beli online. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan melalui survei
terebut adalah informasi destinasi pariwisata di Indonesia yang paling banyak
dicari oleh wisatawan nusantara. Tabel 1.1 tersebut memperlihatkan bahwa Kota
Bandung berada pada peringkat ketiga diantara destinasi pariwisata lainnya di
Indonesia. Hal itu pun dapat dijadikan tolak ukur dimana Kota Bandung harus
dapat mengembangkan pariwisatanya sehingga dapat meningkatkan kunjungan
wisatawan. Berikut adalah jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung
yang tertuang dalam Tabel 1.2. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa adanya
kenaikan jumlah kunjungan wisatawan yang cukup tinggi pada tahun 2011 dari
Tabel 1.3
Jumlah Wisatawan Kota Bandung
Tahun Wisatawan Mancanegara
Wisatawan Nusantara
Jumlah Wisatawan
2008 175.111 4.320.134 4.495.245
2009 185076 4.822.532 5.007.608
2010 228.449 4.951.439 5.179.888
2011 225.585 6.487.239 6.712.824
2012 176.855 5.080.584 5.257.439
2013 176.432 5.388.292 5.564.724
2014 180.143 5.627.421 5.807.564
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, 2015.
Sejalan dengan proses pengukuhan Kota Bandung sebagai Kota Kreatif
UNESCO, Kota Bandung harus dapat mempersiapkan diri dari segala bidang,
terutama sebagai destinasi pariwisata. Untuk itu Pemerintah Kota Bandung telah
menetapkan arah kinerja pemerintah Kota Bandung yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2014-2018, melalui
visinya yaitu “Terwujudnya Kota Bandung yang unggul, nyaman, dan sejahtera”. Serta misinya yaitu “Membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan”, melalui sasaran strategis yang berkaitan dengan ekonomi kreatif dan pariwisata diantaranya adalah “Berkembangnya sentra industri potensial, industri kreatif, industri kecil menengah, koperasi dan UKM” dan “Optimalisasi Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata yang berdaya saing”. Hal tersebut dapat memperlihatkan adanya keseriusan pemerintah Kota Bandung dalam
mengembangkan industri kreatif yang salah satunya dapat mendukung Kota
Bandung sebagai kota tujuan wisata yang berdaya saing.
Potensi Kota Bandung sebagai kota kreatif dapat dilihat melalui keunikan
yang dimiliki Kota Bandung. Kota Bandung memiliki suasana yang kondusif
keramahan dan terbuka, sehingga karakternya lebih fleksibel dalam menghadapi
perubahan. Perkembangan Kota Bandung dalam industri kreatif sudah cukup
berkembang, saat ini Kota Bandung telah memiliki 7 kawasan sentra industri
kreatif yang dapat berpotensi menjadi pusat bisnis sekaligus tempat wisata.
Tabel 1.4
Kawasan Setra Industri Kreatif Kota Bandung
No Kawasan Sentra Industri Kreatif
1 Sentra Perdagangan Kain Cigondewah 2 Sentra Perdagangan Jeans Cihampelas 3 Sentra Industri Kaos Suci
4 Sentra Idustri Sepatu Cibaduyut
5 Sentra Industri dan Perdagangan Rajutan Binongjati 6 Sentra Industri Boneka Sukamulya Sukajadi
7 Sentra Industri Tahu dan Tempe Cibuntu Sumber : www.bandung.go.id, 2012.
Komunitas kreatif sebagai penggerak laju perkembangan industri kreatif di
Kota Bandung pun sangat menjadi andalan. Tercatat jumlah komunitas kreatif
kota Bandung dari hasil studi yang dilakukan oleh Bappeda Kota Bandung
berjumlah 5.291 yang terklasifikasi dalam lima belas jenis industri kreatif.
Tabel 1.5
Jenis Industri Kreatif Kota Bandung
No Jenis Industri
1 Jasa periklanan
2 Arsitektur
3 Pasar barang seni
4 Kerajinan
Sumber : www.news.indonesiakreatif.net, 2011.
Pada segi budaya, terjadi akulturasi budaya sunda dengan budaya lainnya
yang masuk ke Kota Bandung melalui warga pendatang serta teknologi informasi
yang semakin berkembang. Meskipun demikian, masyarakat Kota Bandung tetap
mempertahankan kearifan lokalnya. Masyarakat Kota Bandung masih
melestarikan seni dan budaya melalui beragam sanggar seni dan budaya serta alat
musik tradisionalnya. Seperti contohnya pertunjukan angklung yang saat ini tetap
dipertahankan dan dilestarikan sehingga dikemas menjadi suatu atraksi wisata
yang menarik.
Guna mendukung Kota Bandung sebagai destinasi pariwisata, aspek
kualitas pelayanan jasa merupakan hal yang sangat penting, mengingat pariwisata
adalah suatu sektor jasa. Kota Bandung yang diusung menjadi kota kreatif tetap
perlu memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan bagi masyarakat Kota 6 Mode/Fashion
7 Video, film dan fotografi
8 Permainan Interaktif
9 Musik
10 Seni pertunjukan
11 Penerbitan dan percetakan
12 Layanan komputer dan perangkat lunak/software
13 Televisi dan radio
14 Riset dan pengembangan
15 Kuliner
Bandung juga bagi wisatawan yang datang ke Kota Bandung, sehingga tetap
menjadi destinasi pariwisata yang dapat memberikan kenyamanan dan terus
didatangi oleh wisatawan. Peneliti telah melakukan penelitian awal mengenai
kualitas pelayana jasa Kota Bandung, peneliti mengambil jumlah sampel
sebanyak 30 responden. Kuesioner disebar pada beberapa titik area wisata di Kota
Bandung, yaitu area Jalan Cihampelas, Jalan Ir. Djuanda dan Jalan RE
Martadinata Bandung. Penelitian awal tesebut menggunakan dimensi service
quality yaitu Tangible (Fasilitas Fisik), Empaty (Kemudahan), Responsiveness
(Kecepatan), Reliability (Kehandalan), dan Assurance (Kepastian), kemudian
dipertajam ke dalam berbagai indikator. Hasil olahan data kuesioner tersebut
tertuang dalam tabel 1.6 berikut.
Tabel 1.6
Data Penilaian Wisatawan Nusantara Mengenai Kualitas Pelayanan Wisata Kota Bandung
5 Kondisi area sentra kerajinan/usaha masyarakat
1.70 3.60 -1.90
6 Kondisi fasilitas taman kota 2.10 3.97 -1.87
7 Kebersihan kota 1.83 3.87 -2.04
8 Ketersediaan dan jumlah moda transportasi publik
1.97 3.57 -1.60
9 Kondisi moda transportasi publik 1.93 3.79 -1.86
Empaty (Kemudahan) 2.48 3.58 -1.10
10 Kemudahan berinteraksi dengan masyarakat 2.77 3.69 -0.92
11 Kemampuan bahasa masyarakat yang mudah dimengerti
2.63 3.16 -0.53
13 Memahami keluhan dan kebutuhan wisatawan 2.33 3.79 -1.46
Responsiveness (Kecepatan) 2.04 3.40 -1.36
14 Kecepatan layanan di tempat wisata 2.15 3.53 -1.38
15 Kecepatan dalam memberikan layanan informasi wisata
1.93 3.27 -1.34
Reliability (Kehandalan) 2.42 3.91 -1.49
16 Ketersediaan layanan Informasi 2.16 3.87 -1.71
17 Ketersediaan layanan pemanduan wisata 2.07 3.46 -1.39
18 Ketersediaan peta lokasi area wisata 1.86 3.57 -1.71
19 Keragaman kerajinan tangan masyarakat 2.57 4.13 -1.56
20 Keragaman kuliner 3.07 4.87 -1.80
21 Keragaman produk fashion 2.90 4.93 -2.03
22 Keragaman seni dan budaya 2.77 4.17 -1.40
23 Akurasi dan kejelasan informasi 1.95 2.27 -0.32
Assurance (kepastian) 2.90 3.76 -0.86
24 Keramahtamahan masyarakat 2.83 3.54 -0.71
25 Keamanan kota 2.97 3.98 -1.01
Total Rata - Rata 2.38 3.71 -1.33
Sumber : Hasil olahan data peneliti, 2014.
Hasil olahan data pada tabel 1.6 memperlihatkan bahwa nilai dari
keseluruhan indikator negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kepuasan
wisatawan terhadap kualitas pelayanan masih rendah. Melihat dari keseluruhan,
indikator yang memiliki nilai negatif tertinggi dari kepuasan pelayanan adalah
mengenai kebersihan kota, hal tersebut dikarenakan kebersihan area wisata
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kenyamanan kegiatan
berwisata. Urutan selajutnya adalah keragaman produk fashion, hal tersebut
dikarenakan ekspektasi wisatawan terhadap keragaman produk fashion di Kota
Bandung sangat tinggi. Wisatawan melalukan kunjungan ke Kota Bandung
memiliki minat yang tinggi terhadap keanekaragaman produk fashionnya yang
dilihat dari desain kreatifnya. Selanjutnya adalah kondisi area wisata kuliner,
dimana kebutuhan makan dan minum merupakan kebutuhan pokok bagi
wisatawan, sehingga kondisi fasilitasnya sangat diperlukan oleh wisatawan untuk
dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi wisatawan.
Pada urutan selanjutnya adalah kondisi fasilitas area belanja, hasil dari
olahan data tersebut memperlihatkan bahwa daya tarik pengunjung yang datang
mayoritas melihat pada keanekaragaman produk fashion yang ditawarkan di Kota
Bandung, hal tersebut menjadikan kondisi fasilitas area belanja merupakan hal
yang berpengaruh terhadap kenyamanan melakukan kegiatan berbelanja.
Selanjutnya adalah kondisi area wisata seni dan budaya, guna memberikan
kenyamanan wisatawan untuk menikmati wisata seni dan budaya yang
ditawarkan, kondisi fasilitas area wisata seni dan budaya perlu ditingkatkan.
Urutan selanjutnya berturut-turut adalah kondisi area sentra kerajinan masyarakat,
kondisi fasilitas taman kota, kondisi moda transportasi publik, keragaman kuliner,
ketersediaan layanan informasi, ketersediaan peta lokasi area wisata, ketersediaan
dan jumlah moda transportasi publik, keragaman kerajinan tangan masryarakat,
kemampuan bahasa masyarakat yang mudah dimengerti, kemudahan
mendapatkan informasi wisata, memahami keluhan dan kebutuhan wisatawan,
kondisi sarana dan prasarana wisata, keragaman seni dan budaya, ketersediaan
layanan pemanduan wisata, kecepatan layanan ditempat wisata, kecepatan dalam
memberikan layanan informasi wisata, keamanan kota, kemudahan berinteraksi
dengan masyarakat, keramahtamahan masyarakat, dan akurasi dan kejelasan
informasi.
Kualitas pelayanan dari keseluruhan indikator tersebut harus ditingkatkan
guna memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada wisatawan, sehingga dapat
menambah pengalaman berkunjung wisatawan ke Kota Bandung sebagai kota
kreatif yang menjadi destinasi pariwisata yang diminati wisatawan. Apabila
melihat kualitas pelayanan yang dinilai wisatawan dari kelima dimensi kualitas
pelayanan yaitu Tangible (Fasilitas Fisik), Empaty (Kemudahan), Responsiveness
(Kecepatan), Reliability (Kehandalan), dan Assurance (Kepastian), maka dari
hasil olahan data tersebut diketahui bahwa penilaian kualitas pelayanan berurut
dari yang bernilai negatif tertinggi adalah pada dimensi Tangible (Fasilitas Fisik),
Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Kecepatan), Reliability (Kehandalan),
merupakan hal yang sangat penting bagi wisatawan guna memberikan
kenyamanan dalam melakukan kegiatan berwisatanya.
Kota Bandung yang telah memiliki banyak hasil industri kreatif
merupakan suatu modal dalam menciptakan kota kreatif. Melalui hasil kreasi dan
inovasinya, Kota Bandung yang dulu dikenal dengan daya tarik atmosphere
kotanya mulai beralih menjadi destinasi pariwisata yang dikenal dengan beragam
kreatifitasnya. Hal tersebut mengundang wisatawan untuk berkunjung ke Kota
Bandung dan menikmati beragam hasil industri kreatif. Penciptaan kota kretif
sebagai destinasi pariwisata memerlukan peran yang sangat besar dari seluruh
pemangku kepentingan. Melalui jabaran diatas maka diketahui bahwa saat ini
pemerintah pusat sudah memberikan dukungan penuh atas pembentukan Kota
Bandung sebagai kota kreatif, dan sejalan dengan proses tersebut, pemerintah
daerah beserta para pemangku kepentingan lainnya di Kota Bandung pun terus
berupaya mewujudkannya. Serta dalam konteks menjadikan kota kreatif tersebut
sebagai daya tarik destinasi pariwisata, wisatawan yang berkunjung pun dapat
berperan aktif melalui kolaborasi antar pelaku usaha bisnis wisata dengan
wisatawan, sehingga dapat menghasilkan berbagai inovasi produk kreatif yang
dapat meningkatkan nilai pengalaman wisatawan.
Co-creation experience dapat dijadikan sebagai model mengkolaborasikan
kerjasama yang dinamis melalui aktivitas kreatif antar pelaku usaha bisnis wisata
dengan wisatawan terhadap kota kreatif sebagai destinasi pariwisata, dimana hal
ini adalah menggali dari sudut pandang wisatawan, serta selanjutnya melihat
dampaknya terhadap revisit intention. Melalui co-creation experience, wisatawan
dapat menambah pengalaman berwisatanya, serta meningkatkan kreatifitas
industri kreatif di Kota Bandung. Diharapkan melalui seluruh kolaborasi para
pemangku kepentingan kota dan juga wisatawan, dapat menciptakan Kota
Bandung sebagai kota kreatif yang memiliki daya saing dan keunggulan
kompetitif, serta menjadi destinasi pariwisata yang dapat terus meningkatkan
minat wisatawan berkunjung kembali (revisit intention), dimana hal tersebut akan
Berdasarkan keseluruhan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Co-Creation Experience terhadap Kota Kreatif
sebagai Destinasi Pariwisata serta dampaknya pada Revisit Intention”, survei pada wisatawan nusantara yang berkunjung ke Kota Bandung.
Merujuk pula pada hal tersebut diatas maka tema sentral penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Perkembangan ekonomi kreatif telah menjadi alternatif solusi serta strategi global dalam menjaga pertumbuhan ekonomi. Pengembangan pariwisata saat ini pun sudah semakin berkembang melalui ekonomi kreatif, dimana salah satunya adalah melalui kota kreatif yang dapat dijadikan sebagai daya tarik destinasi pariwisata. Pada tahun 2013, Kota Bandung menjadi salah satu dari empat kota di Indonesia yang diusulkan Kemenparekraf untuk menjadi Kota Kreatif UNESCO. Penciptaan kota kreatif memerlukan peran yang sangat besar dari seluruh pemangku kepentingan, serta dalam konteks menjadikan kota kreatif tersebut sebagai destinasi pariwisata, wisatawan yang berkunjung pun dapat berperan aktif melalui kolaborasi antar pelaku usaha bisnis wisata dengan wisatawan. Co-creation experience dapat dijadikan sebagai model mengkolaborasikan kerjasama yang dinamis melalui aktivitas kreatif antar pelaku usaha bisnis wisata dengan wisatawan terhadap kota kreatif sebagai destinasi pariwisata, dan selanjutnya melihat dampaknya pada revisit intention.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran co-creation experience, kota kreatif sebagai destinasi
pariwisata, dan revisit intention wisatawan nusantara Kota Bandung ?
2. Bagaimana pengaruh co-creation experience terhadap kota kreatif sebagai
destinasi pariwisata di Kota Bandung ?
3. Bagaimana pengaruh kota kreatif sebagai destinasi pariwisata terhadap revisit
intention wisatawan nusantara ke Kota Bandung ?
4. Bagaimana pengaruh co-creation experience terhadap revisit intention
5. Bagaimana pengaruh co-creation experience terhadap kota kreatif sebagai
destinasi pariwisata, serta dampaknya pada revisit intention wisatawan
nusantara ke Kota Bandung ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memperoleh temuan mengenai :
1. Gambaran co-creation experience, kota kreatif sebagai destinasi pariwisata,
dan revisit intention wisatawan nusantara Kota Bandung;
2. Pengaruh co-creation experience terhadap kota kreatif sebagai destinasi
pariwisata di Kota Bandung;
3. Pengaruh kota kreatif sebagai destinasi pariwisata terhadap revisit intention
wisatawan nusantara ke Kota Bandung;
4. Pengaruh co-creation experience terhadap revisit intention wisatawan
nusantara ke Kota Bandung.
5. Pengaruh co-creation experience terhadap kota kreatif sebagai destinasi
pariwisata, serta dampaknya pada revisit intention wisatawan nusantara ke
Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai co-creation
experience dan destinasi pariwisata, serta menganalisis pengaruhnya
terhadap revisit intention wisatawan nusantara ke Kota Bandung. Sehingga
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi penelitian
pemasaran pariwisata yang berkaitan dengan kajian tersebut.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas
industri kreatif dan pihak lainnya yang terkait. Terutama dalam upaya
menciptakan kota kreatif sebagai destinasi pariwisata dan meningkatkan
minat wisatawan berkunjung kembali ke Kota Bandung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai co-creation
experience terhadap kota kreatif sebagai destinasi pariwisata serta dampaknya
pada revisit intention melalui analisis deskriptif dan verifikatif dengan
menggunakan analisis structural equation modeling (SEM), maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Co-creation expeience yang dirasakan di Kota Bandung dinilai baik oleh
responden, yaitu wisatawan nusantara yang berkunjung ke Kota Bandung.
Penilaian tertinggi responden berdasarkan perhitungan skor mengenai dimensi
dari co-creation experience adalah pada accros multiple channel (interaksi
silang). Selanjutnya adalah product option (pilihan produk), access (akses),
dan price experience relationship (pengalaman terhadap harga). Penilaian
terhadap keseluruhan item dalam variabel co-creation experience memiliki
skor tertinggi pada item mengenai ketersediaan fasilitas bagi wisatawan dalam
memberikan feedback. Selanjutnya adalah kemudahan wisatawan
mendapatkan informasi produk/kegiatan wisata, keterlibatan masyarakat
sekitar dalam membuat produk/kegiatan wisata, keragaman produk/kegiatan
wisata, keterlibatan langsung penyedia produk/kegiatan wisata dalam
berinteraksi dengan wisatawan. Serta item yang memiliki skor terendah adalah
kesesuaian harga/biaya dalam menjangkau tempat wisata.
2. Destinasi pariwisata Kota Bandung dinilai cukup baik oleh wisatawan
nusantara yang berkunjung ke Kota Bandung. Penilaian tertinggi responden
berdasarkan perhitungan skor mengenai dimensi dari destinasi pariwisata
adalah pada attraction (atraksi). Di dalam dimensi atraksi, atraksi wisata
berbasis gastronomi memiliki nilai tertinggi. Selanjutnya adalah dimensi
Penilaian terhadap keseluruhan item dalam variabel destinasi pariwisata
memiliki skor tertinggi pada item mengenai keragaman tempat makan di Kota
Bandung. Selanjutnya adalah ketersediaan sarana perbelanjaan di Kota
Bandung, ketersediaan saluran komunikasi (telepon/internet) di Kota
Bandung, ketersediaan akomodasi di Kota Bandung, kemudahan menjangkau
Kota Bandung, dan keterlibatan wisatawan dalam kegiatan berbasis
gastronomi dan keterlibatan wisatawan dalam kegiatan berbasis kerajinan dan
seni rakyat dinilai hampir mendekati. Serta item yang memiliki skor terendah
adalah ketersediaan tourist information center di Kota Bandung. Di dalam
konteks kota kreatif, pada dimensi activites dan attraction dimasukkan
indikator sesuai kategori kota kreatif yang dikemukakan UNESCO, hal
tersebut guna mengukur kategori yang dinilai paling sesuai dengan kondisi
Kota Bandung, sehingga kategori kota kreatif tersebut dapat dijadikan sebagai
daya tarik wisata yang menjadikan Kota Bandung sebagai destinasi pariwisata.
Wisatawan menilai Kota Bandung sesuai dengan kategori sebagai kota kreatif
berbasis kerajinan dan seni rakyat, serta berbasis gastronomi. Dimana hasil
pengolahan data memperihatkan bahwa indikator kerajinan dan seni rakyat
serta gastronomi memiliki nilai yang tertinggi pada dimensi activities dan
attraction.
3. Revisit intention wisatawan nusantara ke Kota Bandung dinilai baik. Penilaian
tertinggi responden berdasarkan perhitungan skor mengenai dimensi dari
revisit intention adalah pada motivation. Selanjutnya adalah perceived value,
experience, subject norm, attitude, dan perceived behavioral control.
Penilaian terhadap keseluruhan item dalam variabel revisit intention memiliki
skor tertinggi pada item mengenai keinginan berkunjung kembali ke Kota
Bandung. Selanjutnya adalah ketertarikan terhadap produk wisata Kota
Bandung, banyaknya keluarga/rekan yang berkunjung ke Kota Bandung,
mendapatkan pengalaman baru setelah berkunjung ke Kota Bandung,
keinginan untuk mengetahui hal baru di Kota Bandung, dan keinginan untuk
item yang memiliki skor terendah adalah waktu luang yang dimiliki dalam
berkunjung ke Kota Bandung.
4. Terdapat pengaruh yang tinggi dari co-creation experience terhadap kota
kreatif sebagai destinasi pariwisata. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin
meningkatnya penerapan co-creation experience, maka akan semakin tinggi
pula pengaruhnya terhadap destinasi pariwisata Kota Bandung.
5. Terdapat pengaruh yang sangat tinggi dari kota kreatif sebagai destinasi
pariwisata terhadap revisit intention. Sehingga dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi nilai dan karakter destinasi pariwisata, maka akan semakin
tinggi pula minat wisatawan untuk berkunjung kembali ke Kota Bandung.
6. Terdapat pengaruh langsung yang sangat rendah dan pengaruh tidak langsung
yang tinggi dari co-creation experience terhadap revisit intention. Hal tersebut
dapat menunjukkan bahwa co-creation experience merupakan suatu
pengalaman interaksi antara wisatawan dan penyedia produk wisata, dimana
destinasi pariwisata sebagai kumpulan dari produk wisata merupakan objek
dari kegiatan co-creation experience, sehingga adanya pengaruh tidak
langsung yang tinggi antara co-creation experience terhadap revisit intention
wisatawan Kota Bandung.
7. Terdapat pengaruh yang sangat tinggi dari co-creation expereince terhadap
kota kreatif sebagai destinasi pariwisata, serta berdampak pada revisit
intention. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan atau interkasi antara
wisatawan dengan penyedia produk/kegiatan wisata mempengaruhi berbagai
produk wisata yang tergabung dalam suatu destinasi pariwisata, serta kondisi
dan karakteristik destinasi pariwisata mempengaruhi minat wisatawan untuk
berkunjung kembali ke Kota Bandung.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut diatas, maka penulis
menyarankan beberapa hal terkait analisis model co-creation expereince terhadap
kota kreatif sebagai destinasi parserta dampaknya pada revisit intention wisatawan
1. Co-creation experience perlu diterapkan oleh para produsen produk wisata,
hal tersebut guna mengembangkan produk wisata serta terus memiliki inovasi
melalui berbagai kreatifitas. Beragam keterlibatan penyedia produk/kegiatan
wisata, keterlibatan masyarakat, serta kegiatan komunitas kreatif di Kota
Bandung dapat menjalin interaksi silang dengan berbagai pihak. Serta
mendukung Kota Bandung menjadi kota kreatif melalui berbagai kegiatan dan
memberikan kontribusi pemikiran secara aktif. Namun penilaian kesesuaian
harga/biaya dalam menjangkau tempat wisata memiliki skor terendah, hal
tersebut dapat disebabkan karena biaya yang dikeluarkan dan kenyamanan
saat menjangkau tempat wisata dinilai kurang sesuai. Penerapan co-creation
dapat diterapkan pula dalam pengembangan alat transportasi umum di Kota
Bandung. Diantaranya adalah dengan mengembangkan alat transportasi umum
yang unik dan memiliki desain menarik, sehingga dapat pula menjadi daya
tarik wisatawan. Serta diharapkan dengan adanya sistem dan alat transportasi
yang baik dan menarik, dapat menekan jumlah penggunaan alat transportasi
pribadi wisatawan sehingga mampu mengurangi kemacetan. Diperlukan
pengembangan sistem dan alat transportasi melalui keterlibatan atau interaksi
silang antara pemerintah, komunitas kreatif, masyarakat, serta pihak lainnya
yang terkait. Sehingga melalui keterlibatan atau interaksi silang secara aktif
antara stakeholder pariwisata Kota Bandung dan wisatawan diharapkan dapat
mengembangkan destinasi pariwisata dan meningkatkan nilai pengalaman
berwisata.
2. Diperlukan peningkatan mengenai kebersihan, keamanan, pelayanan dan
ketersedian sarana lainnya yang lebih lengkap dan nyaman, seperti
ketersediaan toilet umum yang bersih dan nyaman, tourist information center
yang berfungsi dengan baik, area parkir yang terorganisir, kondisi
aksesibilitas, sehingga tidak hanya menciptakan kenyamanan bagi wisatawan
tetapi khususnya bagi masyarakat Kota Bandung, karena seringkali terjadi
kemacetan yang diakibatkan oleh menumpuknya kendaraan, serta peningkatan
fasilitas pendukung wisata lainnya. Diperlukan kerjasama berbagai pihak guna
kenyamanan Kota Bandung, diantaranya adalah melalui peran aktif
pemerintah, pelaku usaha pariwisata, komunitas, masyarakat, serta pihak
lainnya yang terkait. Sehingga diharapkan dapat terciptanya pengembangan
pariwisata Kota Bandung yang terarah, terintegrasi, serta memberikan dampak
positif bagi berbagai pihak terutama masyarakat Kota Bandung.
3. Di dalam konteks kota kreatif, Kota Bandung diajukan Kemenparekaf sebagai
kota kreatif bidang desain, artinya Kota Bandung menjadi trend setter dalam
kreativitas pembuatan desain. Pengajuan kategori tersebut didasari karena
Kota Bandung memiliki potensi yang cukup tinggi dalam bidang desain, dan
memiliki pusat pelatihan berbasis desain. Namun, wisatawan menilai Kota
Bandung dinilai cocok dengan kategori sebagai kota kreatif berbasis kerajinan
dan seni rakyat, serta berbasis gastronomi. Kategori kota kreatif tersebut dapat
dijadikan sebagai daya tarik yang menjadikan Kota Bandung sebagai destinasi
pariwisata. Penggalian kategori tersebut dapat menjadi salah satu masukan
bagi pemerintah serta pihak lainnya yang terkait guna mendukung usulan
Kemenparekraf mengenai pengusulan Kota Bandung sebagai kota kreatif
UNESCO. Predikat kota kreatif tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu
cara dalam mempromosikan Kota Bandung sebagai destinasi pariwisata yang
berkarakter. Diperlukan pula dukungan dari berbagai pihak, sehingga
diharapkan melalui seluruh kolaborasi para pemangku kepentingan dan juga
wisatawan, dapat menciptakan Kota Bandung sebagai kota kreatif yang
memiliki daya saing, keunggulan kompetitif dan destinasi pariwisata yang
berkarakter.
4. Revisit intention dalam penelitian ini diukur oleh berbagai indikator. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan bahwa perceived value merupakan dimensi
yang paling berpengaruh terhadap revisit intention. Sehingga kualitas dan
kepuasan wisatawan mengenai fasilitas pendukung wisata pun perlu sangat
diperhatikan. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan kondisi dan kualitas
destinasi pariwisata, sehingga diharapkan Kota Bandung dapat bertahan serta
semakin berkembang sebagai destinasi pariwisata yang dapat selalu menarik
5. Pada penelitian ini diketahui bahwa karakter kota kreatif dapat dijadikan suatu
daya tarik destinasi pariwisata, sehingga dapat dikatakan bahwa faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi revisit intention adalah karakter yang dapat pula
dijadikan sebagai identitas destinasi. Sehingga diharapkan destinasi pariwisata
dapat meningkatkan atau memperkuat identitas destinasinya agar dapat terus
meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung kembali.
6. Saran bagi para peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
secara mendalam mengenai co-creation experience terhadap salah satu unit
bisnis usaha pariwisata yang terdapat di Kota Bandung, agar dapat mengetahui
atau menganalisis perkembangan suatu produk wisata melalui penerapan
co-creation experience. Sehingga apabila hasil penelitian tersebut menemukan
hasil positif dari penerapan co-creation experience, diharapkan hal tersebut
dapat menjadi stimulus bagi para produsen produk wisata dan masyarakat
Kota Bandung untuk dapat lebih meningkatkan kreatifitas dan
mengembangkan inovasi produk wisata melalui interaksi dengan wisatawan
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2013. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Baker, Dwayne; Crompton, John. 2000. Quality, Satisfaction and Behavioral
Intentions. Annals of Tourism Research. Vol 27.
Buhalis, Dimitrios. 2000. Marketing The Competitive Destination Of The Future. Journal of Tourism Management. Vol 21.
Chang, Lan-lan. 2013. Influencing Factors On Creative Tourists' Revisiting
Intentions: The Roles Of Motivation, Experience And Perceived Value.
Clemson University.
Hair, Black. 2010. Multivariate Analysis.10thEdition. Pearson Education.
Holloway; Humphreys. 2012. The Business of Tourism. England: Pearson.
Hsieh dan Lug. 2013. Reconstructing Revisit Intention Scale in Tourism. Journal of Applied Sciences.
Indrawan, Rully. 2014. Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jager, Koert. 2009. Co-Creation as a Strategic Element of Tourism Destination
Competitiveness.
Joynathsing, Chavi. 2010. Understanding The Behavioral Intention of European
Tourist. International Research Symposium in Service Management.
Kanuk; Schiffman. 2008. Perilaku Konsumen. PT Indeks.
Kartajaya, Hermawan. 2009. Markplus on Strategy: New Wave Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kertajaya, Hermawan. 2013. Tourism Marketing 3.0. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, Philip; Bowen, John; Makens, James. 2010. Marketing for Hospitality and
Tourism. England: Pearson.
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Bandung: Alfabeta.
Latan, Hengky. 2013. Model Persamaan Struktural: Teori dan Implementasi
Amos. Bandung: Alfabeta.
Lee, Jinsoo. 2009. Cognitive Destination Image, Destination Personality and
Behavioral Intention: An Integrated Perspective of Destination Branding.
Research Article The Hongkong Polytechnic University and Temple University.
Lee, Monkyu; Lawrance, Cunningham. 2001. A Cost/Benefit Approach to
Understanding Service Quality. Journal of Service Marketing.
Lovelock; Mussry. 2011. Pemasaran Jasa. Jakarta : Erlangga.
Majboub W. 2014. Co-creation of Value or co-creation of Experience?.
Interrogations in the field of Cultural Tourism. International Journal of Safety
and Security in Tourism.
Mill, R.C.; Morrison, Alastair. 2012. The Tourism System, 7th Edition. Kendall Hunt
Publishing.
Moelyono, Mauled. 2010. Menggerakan Ekonomi Kreatif. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Morrison, Alastair. 2013. Marketing and Managing Tourism Destination. New York : Routledge.
Morrison, Alastair. 2010. Hospitality and Travel Marketing. Clifton Park, New York : Cengage.
Mulyana, Beni. 2011. Pengembangan Kota Bogor Sebagai Destinasi Pariwisata
Internasional.
Nurhanan Syafiah Abdul Razak, Malliga Marimuthu, Mazlina Mamat. 2013.
Co-Creating Experience Value: The Next Practice Of Value Creation Towards Online Repurchasing Intention In Tourism Services.
Pitana; Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Prahalad; Ramaswany. 2004. Co-creation Experience: The Next Practice in Value
Creation.
Ramadlani; Hadiwidjaja. 2013. Determinants of Tourist Revisit Intention to Kota
Batu. University of Brawijaya.
Santoso, Singgih. 2014. Konsep Dasar dan Aplikasi SEM dengan AMOS 22. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Schebal, Ctirad. 2011. Evaluation Of Tourist Destination Attractivness.
Sugiama, Gima. 2014. Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Aset Pariwisata. Bandung: Guardaya Intimarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Yogyakarta: Gava Media.
Suryana. 2013. Ekonomi Kreatif. Jakarta: Salemba.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Tjiptono, Fandy. 2012. Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Andi.
Tsai, Wen Chia. 2012. A Study of Consumer Behavioral Intention to Use E-books:
The Technology Acceptance Model Perspetive. Innovative Marketing Vol 8.
Tondobala, Linda. 2012. Kelayakan Pusat Kota Manado Sebagai Destinasi
Pariwisata. Media Matrasain Vol 9.
Wijanto. 2008. Structural Equation Model dengan Lisrel. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wright, Bradley. 1998. Behavioral Intention and Opportunities Among Homeless
Individuals: A Reinterpretation of The Theory of Reasoned Action. Social
Psychology Quarterly Vol 61.
Yoeti, Oka. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Internet:
http://www.bandung.go.id
http://www.bccf-bdg.com
http://www.bisnishotel.com
http://www.news.indonesiakreatif.net
http://www.parekraf.go.id