• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat matematis sistem voting setuju-tidak setuju terbobot.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat matematis sistem voting setuju-tidak setuju terbobot."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT MATEMATIS SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU TERBOBOT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Libertus Di Umart Alvares NIM: 091414095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi ABSTRAK

Libertus Di Umart Alvares, 2013. Sifat Matematis Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju Terbobot. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Skripsi ini membahas tentang tinjauan matematis sifat terbobot sistem voting setuju-tidak setuju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep dan sifat dalam sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot dan tidak terbobot.Penelitian ini merupakan studi literatur yaitu dengan mempelajari teori-teori yang relevan serta menerapkannya pada suatu kasus tertentu. Kasus yang dibahas dalam skripsi ini adalah sistem voting yang digunakan dalam DPR RI. Dalam kasus ini digunakan data DPR RI 2009-2014.

Dalam skripsi ini ditemukan sebuah sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot maka bertukar kuat. Lebih lanjut sebuah sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot maka berdagang kuat. Hal tersebut berarti sebuah sistem voting yang tidak berdagang kuat maka sistem voting setuju-tidak setuju tersebut tidak terbobot. Sebuah sistem voting yang tidak bertukar kuat maka sistem voting setuju-tidak setuju tersebut tidak terbobot. Jika sistem voting setuju-tidak setuju tidak terbobot maka sistem voting tersebut dapat dinyatakan kedalam sebuah dimensi sistem voting yang selanjutnya dapat dinyatakan dalam sistem voting berbobot-vektor.

Dapat ditunjukan bahwa sistem voting setuju-tidak setuju dalam DPR RI merupakan sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot, yang berarti bersifat bertukar kuat dan berdagang kuat. Selanjutnya diberikan suatu sistem voting setuju-tidak setuju dalam DPR RI di mana sistem tersebut merupakan sistem yang tidak terbobot dengan menunjukan bahwa sistem tersebut tidak berdagang kuat. Akibatnya, Sistem voting ini merupakan sistem voting berdimensi 2, yang lebih lanjut dapat dinyatakan dalam sistem voting berbobot-vektor.

(7)

vii ABSTRACT

Libertus Di Umart Alvares, 2013. The Mathematical Properties of a Weighted Yes-No Voting System. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Sains Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This thesis discusses about the mathematical review on the weighted nature of the yes-no voting system. This research aims to identify the concept and the nature of weighted and non-weighted yes-no voting system. This research is a literature study that studies relevant theories to be applied on a certain case. A voting system used by the DPR RI is the case discussed in this thesis. Furthermore, the case in this research uses the DPR RI 2009-2014 data.

It is revealed through this research that if the yes-no voting system is weighted then swap robust. Moreover, if the yes-no voting system is weighted then trade robust. It means that if the voting system is not swap robust then yes-no voting system will not be weighted and if the voting system is not trade robust then yes-no voting system will not be weighted. Moreover, if a yes-no system voting is not weighted, then the voting system could be included into the next voting system dimension. If the voting system could be included into the next voting system dimension then the system could be included into vector-weighted voting system.

Therefore, it can be concluded that the yes-no voting system used by the DPR RI is the weighted voting system, which means that it has a swap robust and a trade robust nature. Furthermore, given the voting system in DPR RI which are not weighted by showing the voting systems is not trade robust. Moreover this system voting has dimension 2, it means the voting system could be included into vector-weighted voting system.

(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Libertus Di Umart Alvares

Nomor Mahasiswa : 091414095

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya Ilmiah saya yang berjudul:

SIFAT MATEMATIS SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU TERBOBOT

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 14 bulan Agustus tahun 2013 Yang menyatakan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sifat Matematis Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju Terbobot”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakaarta.

Selam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan dan hambatan yang dialami penulis. Namun dengan bantuan berbagai pihak semua kesulitan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu melindungi selama kuliah di USD, 2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito,S.Pd. selaku dosen pembimbing

yang dengan tulus telah membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan serta kritikan yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen, serta karyawan JPMIPA yang telah membantu dan membimbing penulis selama belajar di USD.

(10)

x

5. Stepik, Ririn dan Wiby yang selalu membantu dalam kuliah dan penyusunan srikpsi.

6. Seluruh mahasiswa P.Mat 2009 A yang selalu menyemangati selama kuliah di USD.

7. Semua pihak yang telah bersedia membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

(11)

xi DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penulisan ... 3

D. Manfaat Penulisan ... 3

E. Metode Penulisan ... 3

F. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU ... 5

A. Pengertian Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju ... 5

B. Macam-Macam Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju ... 8

BAB III KETERBOBOTAN SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU ... 18

(12)

xii

B. Sifat Pertukaran Kuat Pemilih ... 22

C. Sifat Perdagangan Kuat Pemilih ... 26

BAB IV SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU TIDAK TERBOBOT ... 32

A. Dimensi Voting Setuju-Tidak Setuju Tidak Terbobot ... 32

B. Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju berbobot-vektor ... 36

BAB V PENERAPAN DALAM SISTEM VOTING DI INDONESIA ... 44

A. Keterbobotan Sistem Voting DPR RI ... 44

B. Dimensi Sistem Voting DPR RI ... 51

C. Sistem Voting DPR RI berbobot-vekror ... 52

BAB VI PENUTUP ... 54

A. KESIMPULAN ... 54

B. SARAN ... 54

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manusia sering dihadapkan oleh berbagai pilihan atau usulan. Dalam kehidupan beroganisasi usulan atau pilihan dipilih dapat melalui kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama dapat dicapai melalui voting. Voting sering digunakan dalam memutuskan setuju atau tidak setujunya sebuah usulan (Comap: 2009).

Setiap pemilih dalam sistem voting memiliki hak suara (Comap: 2009). Hak suara yang dimiliki oleh pemilih dikenal sebagai bobot. Bobot dalam sebuah sistem voting dimungkinkan tidak sama. Jika bobot pemilih A lebih banyak dari pemilih B maka dimungkinkan A mempunyai kekuatan lebih dari B untuk mempengaruhi hasil keputusan. Kemungkinan lain, jika terdapat banyak pemilih yang bergabung dengan B maka kumpulan pemilih ini juga dapat mempengaruhi hasil keputusan. Kumpulan pemilih disebut koalisi, sedangkan jumlah bobot pemilih dalam koalisi disebut bobot koalisi.

(14)

2

Dalam dunia politik di Indonesia, sistem voting juga digunakan dalam DPR RI untuk mengesahkan sebuah rancangan undang-undang (DPR-RI: 2009). Para pemilih dalam sistem voting DPR RI adalah anggota DPR yang bergabung dalam sebuah fraksi partai politik. Banyak koalisi yang dapat dibentuk dalam DPR RI. Koalisi yang terbentuk belum tentu merupakan koalisi pemenang ataupun koalisi kalah.

Dalam skripsi ini akan dibahas sistem voting dengan satu pilihan alternatif dan dinamika pertukaran pemilih. Konsep serta dalil-dalil akan dibahas dan diterapkan dalam suatu kasus sistem voting DPR RI dengan menggunakan data DPR RI tahun 2009-2014.

B.Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

1. Bagaimana cara membuktikan secara matematis sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot?

2. Apakah sistem voting DPR RI merupakan sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot?

(15)

3 C.Tujuan Penelitian

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk:

1. Membuktikan secara matematis sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot.

2. Memberikan alternatif cara pembobotan untuk sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot.

3. Mengaplikasikan sifat sistem voting terbobot guna mengetahui keterbobotan sistem voting setuju-tidak setuju di DPR RI.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat :

1. Diperoleh bukti matematis sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot.

2. Mengetahui alternatif cara pembobotan untuk sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot.

3. Memberikan gambaran kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari terutama keterkaitannya dengan sistem voting.

E.Metode Penelitian

(16)

4 F. Sistematika Penulisan

Dalam bab I dikemukakan hal-hal yang melatarbelakangi tulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan, manfaat, metode dan sistematika penulisan. Definisi dan macam-macam sistem voting setuju-tidak setuju dibahas dalam bab II. Pembahasan dilengkapi dengan berbagai contoh sistem voting setuju-tidak setuju yang digunakan dalam dunia internasional.

Secara matematis dibahas dalam bab III definisi sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot. Melalui definisi tersebut diulas keterbobotan setiap contoh sistem voting setuju-tidak setuju yang dimuat dalam bab II. Sifat-sifat keterbobotan sistem voting setuju-tidak setuju dibahas dalam bab III yang disajikan dalam dalil-dalil. Dalil-dalil ini juga membantu penulis dalam membuktikan ketidakterbobotan sistem voting setuju-tidak setuju. Sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot secara kusus dibahas dalam bab IV.

(17)

5 BAB II

SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU

A.Pengertian Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju

Banyak cara dapat ditempuh dalam pengambilan keputusan. Salah satunya melalui sistem voting. Sistem voting merupakan seperangkat aturan untuk memutuskan suatu hal melalui pemungutan suara.

Salah satu macam sistem voting adalah sistem voting setuju atau tidak setuju. Perhatikan ilustrasi berikut ini:

Contoh 2.1

(18)

6 Definisi 2.1

Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju (Yes-No Voting System) merupakan

seperangkat aturan untuk memutuskan suatu hal melalui pemungutan suara, di mana setiap pemilih hanya menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap satu usulan. Salah satu hal yang paling pokok dalam aturan tersebut adalah suara mayoritas yaitu jumlah suara minimum yang dibutuhkan untuk disetujuinya

sebuah keputusan.

Untuk selanjutnya dalam tulisan ini Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju kadang cukup disebut dengan sistem voting. Dalam Contoh 2.1 Para pemilih terdiri dari tujuh pemegang saham yang masing-masing berbobot satu. Aturan yang digunakan untuk memutuskan pemilihan kepala direksi adalah adanya minimal empat suara yang mendukung calon kepala direksi. Empat suara dihasilkan oleh separoh jumlah total suara ditambah satu. Dengan kata lain keputusan disetujui jika didukung minimal empat suara atau berbobot empat dari bobot maksimal tujuh. Dengan demikian dalam hal ini suara mayoritas q = 4.

(19)

7

Tabel 2.1. Daftar Pemilik Saham dan Jumlah Saham

Nama Prosentase

Kepemilikan Saham

Bobot Suara

Steve 11,4% 11

Dony 17,9% 17

Erga 41,3% 41

Anggi 11,1% 11

Ardyan 7,2% 7

Frans 7,1% 7

Gany 4% 4

Dalam situasi ketika pemegang saham memiliki prosentase jumlah saham yang berbeda, tentulah setiap pemegang saham memiliki kewenangan yang berbeda. Dalam hal ini perbedaan saham akan memberikan perbedaan bobot suara tiap pemegang saham. Prosentase kepemilikan saham dapat dikonversikan dalam bobot suara. Misalkan pengonversian prosentase kepemilikan saham dilakunan dengan melakukan pembulatan ke bilangan bulat terdekat. Bobot suara untuk masing-masing pemegang saham seperti pada Tabel 2.1 di atas.

Perbedaan bobot ini mengakibatkan perubahan jumlah total bobot menjadi 99 bobot. Dengan demikian aturan dalam pemilihan kepala direksi pun diubah namun tetap menggunakan separoh jumlah total bobot. Perubahan aturan voting atau suara mayoritas q tersebut berubah menjadi:

(20)

8

,5  50.

Dengan pembulatan bilangan asli terdekat, keputusan dicapai ketika jumlah suara para pemegang saham minimal 50 suara.

B.Macam-Macam Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju 1. Penetapan Bobot dan Ketunggalan Suara Mayoritas

Setiap pemilih pastilah mempunyai hak untuk memberikan suara dalam voting. Pemberian suara untuk masing-masing pemilih dikenal dengan penetapan bobot (bilangan real). Dalam sistem voting setuju-tidak setuju dimungkinkan tidak semua pemilih memiliki bobot yang sama. Adanya latar belakang sejarah dan kekuasaan politik juga mempengaruhi adanya perbedaan bobot tiap pemilih.

Perbedaan bobot ini memungkinkan para pemilih melakukan pendekatan politik untuk menggabungkan suara. Kumpulan para pemilih dengan suara yang sama dikenal dengan sebutan koalisi. Koalisi dibutuhkan untuk membangun kekuatan politik yang berpengaruh pada sebuah kemenangan. Jumlah bobot koalisi, yaitu jumlah total bobot pemilih yang tergabung dalam koalisi tersebut.

Koalisi yang menang adalah ketika jumlah bobot dari pemilih “ya”

memenuhi atau melebihi suara mayoritas. Koalisi yang tidak menang disebut koalisi kalah.

(21)

9

ada yang mendominasi kekuasaan terhadap suatu pemilihan dengan bobot terbesar. Penetapan suara mayoritas menggunakan persamaan (2.1) akan sulit diterima jika terdapat beberapa pemilih dengan bobot yang melebihi atau sama dengan suara mayoritas, atau terdapat kumpulan pemilih dengan jumlah bobot minimal setara dengan suara mayoritas. Pemilih dengan bobot kecil akan lebih dirugikan karena memiliki pengaruh yang sedikit, tetapi pemilih dengan bobot lebih besar dari suara mayoritas akan mendominasi keputusan sehingga keputusan dapat dicapai meskipun tidak ada voting. Perhatikan contoh berikut:

Contoh 2.2

Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)

MEE adalah organisasi yang dibentuk pada tahun 1958 melalui Perjanjian Roma ini awalnya memiliki enam anggota. Setiap anggota memiliki bobot yang berbeda dalam proses voting, seperti dalam Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Daftar Negara dan Bobot Anggota MEE Negara Bobot Suara

Perancis 4

Jerman 4

Italia 4

Belgia 2

Belanda 2

Luksemburg 1

(22)

10

adalah pendiri MEE, sedangkan yang lainnya adalah anggota setelah ketiga negara tersebut mendirikan MEE.

Kesepakatan dicapai saat setidaknya dua belas dari tujuh belas suara dipenuhi. Jumlah suara mayoritas q adalah 12 yang disepakati oleh para pemilih sebagai jumlah yang kiranya dapat diterima untuk setiap pemilih. Jika dianalisis tercapainya jumlah suara mayoritas 12 maka diperoleh kemungkinan sebagai berikut :

a. Kemungkinan Pertama.

Tabel 2.4. Kemungkinan Pertama Koalisi dengan Bobot 12

Negara Bobot

Perancis 4

Jerman 4

Italia 4

Jumlah bobot 12

Kemungkinan ini dapat disinyalir bahwa adanya kepentingan politik dari para pendiri MEE untuk “mendominasi” setiap keputusan yang akan dibuat. Jika

(23)

11

b. Kemungkinan Kedua

Kemungkinan kedua dicapai saat dua pemilih dengan bobot 4 dalam satu koalisi ditambah dengan anggota yang lain ( dengan jumlah bobot minimal 4).

Tabel 2.5. Kemungkinan Kedua Koalisi dengan Bobot 12

Negara Bobot

Perancis dan Jerman atau

Perancis dan italia atau

Italia dan Jerman

8

Belgia 2

Belanda 2

Jumlah bobot 12

Pembelotan satu pendiri dengan bobot 4 mengharuskan adanya tambahan 4 suara yang harus diperoleh dari pemilih dengan jumlah bobot 4. Tambahan 4 suara hanya mungkin dicapai dengan penambahan Belgia dan Belanda. Dalam kemungkinan ini Luxembrug tidak terlalu diperhitungkan dengan bobot 1 nya.

Dari tabel tersebut dapat diartikan, peran luksembrug sebagai “pelengkap koalisi”. Jika Luksembrug digabungkan dengan pemilih yang lain sedemikian

(24)

12

Tabel 2.6. Kemungkinan Ketiga Koalisi dengan Bobot Minimal 12

Negara Bobot

Perancis atau Italia atau Jerman 4 Perancis atau Italia atau Jerman 4

Belgia 2

Belanda 2

Luksemburg 1

Total 13

Jumlah suara mayoritas 12 mengisyaratkan bahwa ketiga negara pendiri memiliki peran yang besar dalam pengambilan keputusan. Jikalau antar pendiri (negara dengan bobot 4) saling bersilang pendapat, berarti mereka membutuhkan satu pendiri yang lain dan semua anggota lainnya (Belanda, Belgia, dan Luksembrug).

2. Ketidaktungalan Suara Mayoritas dan Hak Veto

(25)

13 Contoh 2.3

Sistem Federal Amerika Serikat (Sistem Ferderal A.S.)

Dalam Sistem Federal A.S. sistem voting setuju-tidak setuju digunakan untuk menentukan sah atau tidaknya Rancangan Undang-Undang (RUU). Terdapat 537 pemilih dalam sistem voting ini yang terdiri dari 435 anggota DPR, 100 anggota Senat, Wakil Presiden, dan Presiden. Presiden mempunyai hak veto yang dapat ditolak oleh suara dari jumlah senat dan DPR. Hak veto adalah hak untuk menolak atau membatalkan suatu keputusan. Syarat penetapan RUU harus memenuhi salah satu cara di antara berikut:

1) 218 atau lebih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 51 atau lebih Senator (dengan atau tanpa Wakil Presiden), dan Presiden. 2) 218 atau lebih anggota DPR dan 50 atau lebih Senator dan Wakil

Presiden, dan Presiden.

3) 290 atau lebih anggota DPR dan 67 atau lebih Senator (baik dengan atau tanpa Presiden atau Wakil Presiden).

Dalam syarat yang ketiga jumlah minimal anggota DPR dan Senator merupakan suara dari jumlah senat dan DPR yang dimaksudkan untuk menolak hak veto yang dimiliki Presiden.

(26)

14

Dalam deskripsi sistem federal AS, digambarkan tiga jenis syarat untuk pengambilan keputusan dalam Sistem Federal A.S. Jika sistemnya monoton yaitu penambahan pemilih pada syarat pemenangan koalisi tidak berpengaruh pada hasil voting, maka hanya dibutuhkan mendaftar koalisi minimal sebagai syarat pemenangan. Dalam Sistem Federal A.S. Wakil Presiden memainkan peran sebagai tie breaker di Senat. Peran Wakil Presiden ini yang menyebabkan Sistem Federal A.S. monoton.

Jika klausul kurung dan frase "atau lebih" dari orang dihapus, maka hasilnya adalah deskripsi dari tiga jenis koalisi minimal sebagai syarat pemenangan dalam Sistem Federal A.S. Koalisi minimal sebagai syarat pemenangan adalah sebagai berikut:

1) 218 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 51 Senator, dan Presiden. 2) 218 anggota DPR dan 50 Senator dan Wakil Presiden, dan Presiden. 3) 290 anggota DPR dan 67 Senator.

3. Kombinasi dari Penetapan Bobot dan Ketunggalan Suara Mayoritas dan Ketidaktungalan Suara Mayoritas dan Hak Veto

Dari kedua macam di atas dapat dikombinasikan sehingga muncul macam yang ketiga. Dalam macam yang ketiga dapat dibedakan menjadi:

a) Penetapan Bobot, Ketidaktunggalan Syarat Suara Mayoritas dan

Hak Veto.

(27)

15

mayoritas. Dalam dunia internasional macam ini digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) . Berikut contoh serta pemaparannya.

Contoh 2.4

Dewan Keamanan PBB

Dalam Dewan Keamanan PBB (DK PBB) para pemilih adalah negara-negara lima belas yang membentuk Dewan Keamanan. Sepuluh negara-negara disebut anggota tidak tetap, sedangkan lima diantaranya adalah Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat. Bahwasanya kepada kelima negara yang dianggap sangat bertanggung jawab pada penyelesaian Perang Dunia II merupakan anggota tetap DK PBB dan mereka diberikan hak veto, yang merupakan imbalan dari tanggung jawab mereka terhadap perdamaian dan keamanan internasional (Sri Setianingsih Suwardi: 2004). Dalam DK PBB permasalahan dibedakan dalam masalah prosedural dan non prosedural. Pengambilan keputusannya melalui voting untuk masalah non prosedural. Adapun masalah yang menyangkut masalah non prosedural antara lain:

1) Permeliharaan perdamaian dan keamanan internasional 2) Penerimaan negara baru sebagai anggota PBB

3) Penunjukan Sekertaris Jendral PBB

(28)

16

b) Terpenuhinya Setiap Syarat Suara Mayoritas

Dalam macam yang ini terdapat suara mayoritas yang tidak tunggal. Berbeda dengan macam yang kedua, dalam bagian ini setiap syarat harus dipenuhi. Sebagai kombinasi terhadap macam yang pertama penetapan bobot tetap digunakan dalam macam terpenuhinya setiap syarat suara mayoritas. Berikut diberikan contoh negara yang mengunakan macam terpenuhinya setiap syarat suara mayoritas.

Contoh 2.5

Konstitusi Kanada

Kanada terdiri dari sepuluh provinsi yang didalamnya terdapat jumlah populasi yang berbeda. Berikut untuk sepuluh provinsi Kanada, berdasarkan Statistik Kanada memperkirakan pada tanggal 1 Januari 2007 dalam Taylor, A. dan Pacelli A. 2008 :

Tabel 2.7. Daftar Provinsi dan Perasentase Populasi Setiap Provinsi di Kanada

(29)

17

Dalam konstitusi Kanada, perbedaan jumlah populasi jika dikonversikan dalam bobot seperti Contoh 2.1. akan menghasilkan:

Tabel 2.7. Daftar Provinsi, Perasentase Populasi dan Bobot Setiap Provinsi di Kanada mayoritas dengan persamaan 2.1 didapatkan 45 suara. Permasalahan muncul dengan adanya provinsi dengan bobot 0 dan banyaknya provinsi dengan bobot kurang dari 5 sehingga persamaan 2.1 tidak berlaku dalam Konstitusi Kanada. Meskipun Negara Bagian dengan bobot kurang dari 5 tetap memberikan kontribusi, tetapi Negara Bagian dengan bobot besar akan mendominasi sistem voting.

(30)

18 BAB III

KETERBOBOTAN SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU

C.Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju yang Terbobot

Berikut ini diberikan definisi secara matematis sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot.

Definisi 3.1 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Sebuah Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju dikatakan terbobot jika terdapat n

pemilih dalam sistem voting dan untuk setiap dapat ditemukan bobot (bilangan real) dan terdapat suara mayoritas q tanpa atau dengan menyebutkan kekuatan veto. Bobot dan suara mayoritas dalam sistem voting setuju-tidak setuju dapat ditulis sebagai

Dengan menggunakan definisi 3.1 akan diperlihatkan contoh-contoh sistem voting dalam bab sebelumnya termasuk terbobot atau tidak.

Contoh 3.1

(31)

19

Tabel 3.1. Daftar Negara dan Bobot Anggota MEE

Negara Bobot

Perancis 4

Jerman 4

Italia 4

Belgia 2

Belanda 2

Luksemburg 1

Suatu keputusan diambil saat setidaknya dua belas dari tujuh belas suara dipenuhi. Nampak bahwa sistem voting ini merupakan sistem voting terbobot dan

dapat dituliskan sebagai .

Berikut ini diberikan contoh sistem voting terbobot yang lebih rumit dalam Dewan Keamanan PBB di mana di dalamnya ada hak veto.

Contoh 3.2

(32)

20

suara mayoritas sehingga koalisi pemenang adalah justru koalisi dengan bobot setidaknya

Memang tidak mudah untuk membuktikan keterbobotan sistem Dewan Keamanan PBB. Efek veto harus dibuat untuk penentuan bobot anggota tetap. Semua anggota tidak tetap jelas memiliki pengaruh yang sama tetapi tidak memiliki hak veto sehingga diberi bobot 1. Kelima anggota tetap juga memiliki pengaruh yang sama dan memiliki hak veto. Kelima anggota tetap diberi bobot x, akan dicari nilai x dan q yang memenuhi.

Anggap sebuah koalisi tanpa satu anggota tetap tetapi didukung penuh oleh anggota tetap. Asumsi ini dipilih karena keputusan dapat dibatalkan oleh minimal satu anggota tetap yang tidak dalam koalisi. Bobot yang dimiliki koalisi adalah

. Karena satu anggota tetap tidak dalam koalisi maka koalisi ini adalah koalisi kalah. Jadi .

Jika kelima anggota tetap dalam satu koalisi maka keputusan akan disetujui jika didukung minimal 4 anggota tidak tetap, sehingga . Dengan menyubtitusikan ke dalam diperoleh

dengan mengambil bilangan bulat terkecil yang mendekati nilai dipilihlah

(33)

21

Dalam Sistem Federal A.S. juga mengenal adanya hak veto. Akan diselidiki dengan cara yang sama dalam Contoh 3.2 bahwa Sistem Federal A.S. terbobot atau tidak.

Contoh 3.3

Dalam Sistem Federal A.S. para pemilih terdiri dari anggota DPR, Senator, wakil Presiden dan Presiden. Anggota DPR, Senator dan Wakil Presiden memiliki pengaruh yang sama sehingga diberi bobot 1. Presiden dengan hak vetonya diberi bobot x. Misalkan suara mayoritas yang digunakan adalah q.

Dalam syarat yang pertama dikatakan koalisi pemenang terdiri dari setidaknya 218 DPR dan setidaknya 51 dengan atau tanpa Wakil Presiden, dan Presiden, sehingga .

Koalisi pemenang dalam syarat yang kedua terdiri dari setidaknya 218 anggota DPR dan setidaknya 50 Senator dan Wakil Presiden, dan Presiden sehingga

.

Koalisi pemenang dalam syarat yang ketiga terdiri dari setidaknya 290 anggota DPR dan setidaknya 67 senator sehingga .

Jika persamaan 3 disubtitusikan dalam persamaan 1 maka 357=

x=88. Jika persamaan 3 disubtitusikan dalam persamaan 2 maka 357= 270

x=87. Ketiga persamaan dalam contoh 3.3 akan menghasikan nilai x yang

(34)

22 D.Sifat Pertukaran Kuat Pemilih

Dalam macam sistem voting yang pertama, dengan mudahnya dinyatakan sebuah sistem voting yang terbobot. Sekarang akan dibuktikan bahwa sebuah dapat dikatakan sebagai sistem voting tidak terbobot.

Tentunya tidak bisa hanya dikatakan bahwa sulit untuk menemukan bobot dan suara mayoritas yang sesuai karena tak terhingga banyaknya kemungkinan pilihan bobot dan suara mayoritas. Sistem Federal A.S. ternyata bukanlah sistem voting yang terbobot. Untuk membuktikan bahwa Sistem Federal A.S. tidak terbobot, cukup ditemukan sifat yang dapat dibuktikan:

1. Berlaku untuk setiap sistem voting terbobot, dan 2. tidak berlaku untuk Sistem Federal A.S.

Salah satu sifat seperti diberikan dalam definisi berikut: Definisi 3.2 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju merupakan pertukaran kuat (Swap Robustness)

jika diberikan dua koalisi pemenang yang berbeda X dan Y, pertukaran satu pemilih dalam X tetapi tidak dalam Y dan satu pemilih dalam Y tetapi tidak dalam X, maka akan berakibat setidaknya satu koalisi baru yang terbentuk menjadi

koalisi pemenang.

(35)

23

Perhatikan jika x berada dalam irisan koalisi X dan Y sedang y berada dalam Y tetapi tidak di X maka Y memuat x dan y. Jika X' dan Y' yang merupakan

koalisi hasil dari pertukaran x dan y maka Y' tetaplah merupakan koalisi pemenang karena bobot koalisi Y tidaklah berubah. Bobot koalisi Y' tidak berubah karena x berada dalam irisan koalisi Y dan X. Koalisi X' belum dapat ditentukan sebagai koalisi pemenang atau koalisi kalah.

Kasus lain jika y berada dalam irisan koalisi X dan Y sedang x dalam X tetapi tidak dalam Y. Pertukaran x dan y menghasilkan kolisi X'' dan Y''. Koalisi X'' merupakan koalisi pemenang karena bobot koalisi tidak berubah karena x berada dalam irisan kedua koalisi. Koalisi Y'' belum dapat ditentukan sebagai koalisi pemenang atau koalisi kalah. Jika x dan y berada dalam irisan kedua koalisi maka pertukaran tidak akan merubah bobot koalisi. Pertukaran x dan y tidaklah berarti karena keduanya tetap sebagai koalisi pemenang seperti asumsi awal.

(36)

24 Teorema 3.1 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008) Jika sistem voting terbobot maka bertukar kuat. Bukti:

Misalkan untuk sembarang sistem voting terbobot dengan sembarang dua koalisi pemenang X dan Y, dengan setidaknya satu pemilih x di dalam X tetapi tidak di dalam Y dan satu pemilih y di dalam Y tetapi tidak di dalam X. Misalkan pemilih x dipertukarkan dengan pemilih y , sehingga diperoleh koalisi baru X' dan Y' . Jika x dan y memiliki bobot yang sama maka X' dan Y' tetap koalisi pemenang. Di sisi lain jika bobot x lebih besar dari bobot y, maka bobot Y' lebih besar dari pada bobot Y , sehingga koalisi Y' tetap merupakan koalisi pemenang. Sebaliknya jika y lebih bobot daripada x, maka secara analog diperoleh bahwa koalisi X' adalah koalisi pemenang. Jadi terbukti sistem voting tersebut merupakan sistem voting yang bertukar kuat.

Contoh 3.4

(37)

25

Tabel 3.2 koalisi X dan Y dalam Sistem Federal A.S. Koalisi X Koalisi Y

Presiden, Presiden,

51 senator terbawah 51 senator teratas, 218 anggota terbawah

dari DPR

218 anggota teratas dari DPR

Misalkan x menjadi senator terbawah dan y menjadi anggota teratas dari DPR. Perhatikan bahwa baik X dan Y koalisi pemenang, dan x yang ada di X tapi tidak di Y dan y dalam Y tetapi tidak di X. Misalkan X' dan Y' merupakan hasil dari pertukaran x untuk y, maka susunan koalisi berbubah seperti dalam tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 koalisi X' dan Y' akibat pertukaran x dan y Koalisi X' Koalisi Y'

Presiden Presiden 50 senator 52 senator 219 anggota DPR 217 anggota DPR

(38)

26

Perhatikan bahwa "pertukaran" tidak dapat melibatkan pemilih yang merupakan anggota dari kedua koalisi awal. Hal ini dihindari dalam pembuktian di atas dengan membuat X melibatkan senator terbawah sedangkan Y melibatkan 51 senator teratas. Inilah sebabnya mengapa x pasti di X tapi tidak di Y.

Sebuah akibat langsung dari Contoh 3.4 di atas adalah Sistem Federal AS adalah sebuah sistem voting yang tidak terbobot. Dalam Teorema 3.1 dinyatakan Jika Sistem Federal AS terbobot, maka akan bertukar kuat. Tapi ini kemudian akan bertentangan dengan Teorema 3.2 karena Sistem Federal A.S tidak bertukar kuat sehingga Sistem faderal A.S tidak terbobot.

E. Sifat Perdagangan Kuat Pemilih

Teorema 3.1 menyatakan bahwa jika voting terbobot maka bertukar kuat. Artinya, ada sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot, meskipun merupakan pertukaran yang kuat. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana dapat ditunjukkan bahwa sistem seperti ini tidak terbobot. Menjawab pertanyaan ini adalah tujuan utama dari bagian ini, tetapi dimulai dengan contoh kasus berikut:

Contoh 3.5

(39)

27

tapi tidak di B dan y yang merupakan provinsi di B tetapi tidak di A. Koalisi A dan B sebagai kolaisi pemenang memenuhi kedua kondisi berikut:

1. Ini berisi setidaknya tujuh provinsi.

2. Provinsi mengandung mewakili setidaknya setengah dari populasi Kanada. Berikut ditampilkan dalam tabel 3.4 koalisi A dan B beserta data statistik jumlah penduduk untuk mendukung penjelasan dari pernyataan 3.4

Tabel 3.4 Koalisi A dan B dengan jumlah Penduduk Kanada Tahun 2007 berdasarkan Lembaga Staistik Kanada

Saskatchewan 3% British Columbia 13%

Quebec 23,4% Manitoba 3,6%

British Columbia 13% Nova Scotia 2,8%

(40)

28

adalah bertukar kuat. Artinya, jika x memiliki populasi lebih dari y, maka B’ adalah koalisi menang karena memiliki populasi lebih dari B, dan sehingga B’ memenuhi kondisi 2 karena B memenuhi kondisi 2 (akibat pertukaran satu-untuk-satu). Di sisi lain, jika y memiliki populasi lebih dari x, maka A' adalah koalisi pemenang oleh argumentasi yang serupa.

Komentar kurung dalam pernyataan di atas menjanjikan bukti bahwa prosedur untuk mengubah Konstitusi Kanada tersebut tidak terbobot. Kunci dalam membukikan Konstitusi Kanada tidak terbobot terletak dalam mencari sifat yang lebih kuat dari pertukaran kuat, yang berlaku untuk setiap sistem suara terbobot tapi itu tidak berlaku untuk prosedur untuk mengubah Konstitusi Kanada. Salah satu sifat tersebut menunjukkan bahwa memperkuat sifat pertukaran kuat berikut:

Definisi 3.4 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Sebuah Sistem Voting disebut Perdagangan Kuat (Trade Robust) jika ada

pertukaran pemilih di antara koalisi pemenang beberapa menciptakan kumpulan baru koalisi setidaknya salah satunya adalah masih koalisi pemenang. Perdagangan kuat bersifat lebih umum dari pertukaran kuat. Dengan demikian, perdagangan kuat berbeda dengan pertukaran kuat di dua cara penting:

(41)

29

Berikut ini adalah penguatan yang diharapkan dari Teorema 3.1: Teorema 3.2 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Jika sistem voting terbobot maka berdagang kuat. Bukti:

Perhatikan bahwa serangkaian perdagangan dari pemilih dibuat di antara sekelompok koalisi pemenang. Perdagangan ini tidak merubah bobot total dan jumlah pemilih. Ini berarti bahwa bobot rata-rata koalisi tidak berubah oleh berbagai perdagangan. Karena semua koalisi adalah koalisi pemenang sebelum perdagangan dibuat, rataan bobot dari koalisi harus lebih besar dari suara mayoritas. Oleh karena itu, setelah perdagangan dibuat, setidaknya satu dari koalisi akan memiliki bobot setidaknya sebesar rataan bobot, koalisi ini kemudian akan melebihi suara mayoritas dan dengan demikian menjadi koalisi pemenang.

Contoh 3.6

Untuk menyimpulkan bahwa sistem untuk mengamandemen Konstitusi Kanada tidak terbobot, dimulai dengan menunjukan bahwa prosedur untuk mengamandemen Konstitusi Kanada tidak perdagangan kuat.

(42)

30

Tabel 3.5 koalisi X dan Koalisi Y

Koalisi X Koalisi Y

7 Provinsi dengan populasi 72.9% 7 Provinsi dengan populasi 59.1%

Koalisi X' dan koalisi Y' diperoleh dengan perdagangan Prince Edward Island dan Newfoundland dengan Britis Columbia. Adapun anggota dari Koalisi X' dan koalisi Y' tertuang dalam Tabel 3.6 sebagai berikut:

Tabel 3.6 koalisi X’ dan koalisi Y’

(43)

31

Kemudian ternyata bahwa X' adalah koalisi kalah karena memiliki provinsi terlalu sedikit (setelah menyerah dua provinsi dalam pertukaran untuk satu), sedangkan Y' adalah koalisi kalah karena delapan provinsi di Y mewakili kurang dari setengah penduduk Kanada. Dengan demikian sistem untuk mengamandemen Konstitusi Kanada tidak bertukar kuat.

Dalam Teorema 3.2 dinyatakan bahwa jika sistem voting terbobot, maka berdagangan kuat. Tapi Prosedur untuk mengubah Konstitusi Kanada tidak bertukar kuat. Akibatnya prosedur untuk mengubah Konstitusi Kanada tidak terbobot.

(44)

32 BAB IV

SISTEM VOTING SETUJU-TIDAK SETUJU TIDAK TERBOBOT

A. Dimensi Voting Setuju-Tidak Setuju Tidak Terbobot

Titik awal dalam bagian ini adalah prosedur untuk mengubah Konstitusi Kanada merupakan sistem voting yang tidak terbobot, yang pada kenyataannya dibangun oleh "menempatkan bersama" dua sistem terbobot dalam cara yang sangat alami. Artinya, kumpulan pemilih diperbaiki menjadi sepuluh provinsi Kanada dan mempertimbangkan dua sistem voting setuju-tidak setuju. Misalkan W1 adalah sistem I sebagai koalisi pemenang yang justru terdiri dari tujuh atau

lebih pemilih (provinsi). Misalkan W2 adalah sistem II sebagai koalisi pemenang yang justru meWakili setidaknya setengah dari populasi Kanada. Perhatikan bahwa, misalnya koalisi terdiri dari tujuh provinsi yang berpenduduk paling sedikit adalah di W1 tetapi tidak dalam W2. Sementara koalisi terdiri dari dua provinsi yang paling padat penduduknya adalah di W2 tetapi tidak di W1.

Sistem I adalah sistem voting terbobot karena berbobot 1 setiap provinsi dan mengatur suara mayoritas pada 7. Demikian pula, Sistem II adalah sistem voting terbobot karena provinsi berbobot sama dengan persentase penduduk Kanada yang tinggal di sana dan mengatur suara mayoritas pada 50.

(45)

33

pemenang dalam sistem Kanada, maka koalisi X dalam W jika dan hanya jika berada dalam dan . Terminologi matematika standar akan menggambarkan ini dengan mengatakan bahwa himpunan W adalah irisan dari dan . Dinotasikan dengan:

.

Dengan demikian, telah ditunjukkan meskipun sistem Kanada bukanlah sistem voting terbobot, tetapi dapat digambarkan sebagai irisan dari dua sistem voting terbobot.

Definisi 4.1 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Sistem voting setuju-tidak setuju dikatakan berdimensi n jika dapat

direpresentasikan sebagai irisan k sistem voting terbobot tetapi bukan sebagai irisan atau kurang dari n sistem voting terbobot. (Jika dapat direpresentasikan sebagai irisan minimal n sistem voting terbobot.)

Dalam Sistem federal Amerika Serikat sistem voting yang digunakan adalah sistem voting yang tidak terbobot. Dengan demikian dapat dinyatakan dalam sistem voting berdimensi n.

Contoh 4.1

(46)

34

sudah cukup untuk menghasilkan dua sistem terbobot, dengan himpunan yang sama dari pemilih sebagai Sistem Federal A.S. Berikut ditampilkan bobot dalam dua sistem di Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Bobot Sistem I dan Sistem II

Pemilih

Bobot

Sistem I Sistem II

Setiap anggota DPR 0 1

Setiap anggota Senat 1 0

Wakil Presiden 0

Presiden 16 72

Suara Mayoritas 67 290

Sekarang akan ditunjukkan bahwa koalisi yang menang di Sistem Federal A.S. jika dan hanya jika menang dalam Sistem I dan Sistem II.

Misalkan kemudian bahwa X adalah koalisi yang menang dalam Sistem Federal A.S. Tanpa mengurangi perumuman, diasumsikan bahwa X adalah koalisi pemenang minimal. Dengan demikian, X merupakan salah satu dari tiga jenis berikut koalisi:

1. X terdiri dari 218 anggota DPR, 51 Senator, dan Presiden;

(47)

35

Untuk sebaliknya akan diberikan cara untuk menemukan koalisi pemenang minimal yang memenuhi kedua sistem tersebut. Menganggap bahwa X adalah koalisi menang di kedua Sistem I dan di Sistem II. Dengan dipertimbangkan dua kasus:

Kasus 1: X Memuat Presiden

Karena X yang menang dalam Sistem I, itu pasti Sistem I berbobot setidaknya 67. Karena Sistem I bobot Presiden adalah 16 anggota lain dari X harus berkontribusi

setidaknya berbobot 50 . Tapi anggota DPR memiliki bobot 0 dalam Sistem I, sehingga X harus berisi minimal 51 Senator atau setidaknya 50 Senator dan Wakil Presiden. Sekarang, melihat bobot X dalam Sistem II, yang setidaknya 290 termasuk 72 disumbangkan oleh Presiden, terlihat bahwa X juga harus berisi minimal 290-72 = 218 anggota DPR. Dengan demikian, dalam kasus 1, terlihat bahwa X adalah koalisi pemenang dalam sistem federal, seperti yang diinginkan. Kasus 2: X tidak memuat Presiden.

Karena X menang dalam Sistem I, itu pasti sistem I berbobot setidaknya 67. Oleh karna tidak memuat Presiden dan bobot Senat adalah 1, jumlah Senat yang berada dalam sistem I minimal 67 Senat dengan atau tanpa Wakil Presiden. Sehingga setidaknya memenuhi suara mayoritas sistem I.

(48)

36

B. Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju Berbobot-Vektor

Dalam bab sebelumnya, disarankan bahwa pengamatan bahwa Dewan Keamanan PBB pada kenyataannya adalah sistem voting terbobot yang mungkin secara alami diduga bahwa setiap sistem voting setuju-tidak setuju adalah terbobot. Telah diketahui bahwa hal tersebut tidak akan terjadi, dan banyak hal yang telah dilakukan pada bagian ini dan sebelumnya telah bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana sistem tersebut dapat gagal dilakukan pembobotan. Pada bagian ini, ditunjukkan bahwa intuisi yang diberikan oleh kertebobotan dari Dewan Keamanan PBB jauh lebih alami daripada yang telah dibahas sebelumnya.

Generalisasi selalu memainkan peran penting dalam matematika. Tujuan dalam bagian ini adalah untuk memberikan suatu generalisasi dari gagasan sistem suara berbobot. Titik awal akan dijadikan pengamatan bahwa seseorang dapat menggantikan gagasan tentang bilangan real oleh salah satu generalisasi: pasangan terurut dari bilangan real. Pasangan ini dapat "dijumlahkan" sebagai berikut:

Selain itu, dapat "dibandingkan ukuran" dari pasangan terurut parsial sebagai berikut:

(49)

37

bukan menetapkan bilangan real sebagai bobot, tapi ditetapkan pasangan terurut

sebagai bobot dengan cara berikut:

Tabel 4.2 Bobot Vektor Setiap Provinsi di Kanada Provinsi Bobot Vektor

Prince Edward Island Newfoundland

New Brunswick Nova Scotia

Manitoba

Saskatchewan

Alberta

British Columbia

Quebec

Ontario

Perhatikan bahwa entri pertama dari masing-masing pasangan terurut adalah 1 dan entri kedua adalah persentase dari populasi Kanada yang berada di provinsi itu. pasangan terurut (7, 50) berfungsi sebagai "suara mayoritas."

(50)

38

menghasilkan sepasang terurut sebagai "bobot" untuk koalisi, yang kemudian dapat dibandingkan dengan pasangan yang terurut suara mayoritas.

Misalnya, jika X adalah koalisi yang terdiri dari Manitoba, Saskatchewan, Alberta, British Columbia, dan Ontario, maka "bobot" dari X adalah

Jika dibandingkan dengan suara mayoritas ditemukan bahwa bobot koalisi ini tidak memenuhi suara mayoritas, yaitu, pernyataan

adalah tidak benar karena 7 tidak kurang dari atau sama dengan 5.

Perhatikan bahwa dengan definisi "bobot" dan "suara mayoritas," bobot koalisi telah memenuhi suara mayoritas tersebut jika dan hanya jika mengandung setidaknya tujuh provinsi dan gabungan penduduk dari provinsi di koalisi setidaknya setengah populasi Kanada. Biimpikasi tersebut menjamin entri pertama dalam bobot yang setidaknya sama besar sebagai entri pertama dalam suara mayoritas dan menjamin bahwa entri kedua dalam bobot yang setidaknya sama besar sebagai entri kedua dalam suara mayoritas. Dengan demikian, koalisi telah memenuhi suara mayoritas jika dan hanya jika itu adalah koalisi pemenang dalam sistem Kanada.

Dalam pembahasan sistem Kanada di atas, digunakan pasangan terurut sebagai "bobot" dan "suara mayoritas."

(51)

39

disebut sebagai n-pasangan terurut. N-pasangan terurut dapat dijumlahkan dan dibandingkan seperti 2-pasangan terurut.

Penjumlahan n-pasangan terurut di definisikan sebagai

Perbandingan n-pasangan terurut didefinisikan sebagai:

Semua ini mengarah ke definisi berikut:

Definisi 4.2 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Sebuah sistem voting setuju-tidak setuju dikatakan sistem terbobot-vektor jika untuk suatu bilangan bulat positif n , terdapat n-pasangan terurut "bobot" untuk setiap pemilih dan n-pasangan terurut "suara mayoritas" sehingga koalisi yang menang justru ketika jumlah dari bobot vektor dari pemilih dalam koalisi memenuhi atau melebihi suara mayoritas.

Teorema 4.1 (Taylor, A. dan Pacelli A: 2008)

Setiap sistem voting setuju-tidak setuju adalah sistem terbobot-vektor. Selain itu, jika sistem voting berdimensi n, maka bobot dan suara mayoritas masing-masing dapat diambil sebagai n-pasangan terurut tetapi tidak -pasangan terurut. Bukti:

(52)

40

sehingga untuk setiap X koalisi dari V, didapati bahwa X adalah Koalisi Pemenang dalam S jika dan hanya jika X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan ... dan X adalah koalisi pemenang di .

Misalkan:

menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan ,

menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan

menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan .

Jika X adalah koalisi pemenang maka X menang di dan X menang di dan X menang di dan dan X menang di jika dan hanya jika

. Jika v adalah sembarang pemilih, dapat dihasilkan

n-pasangan sebagai bobot untuk v dengan menggunakan n bobot yang telah ditetapkan dalam sistem bobot sebagai berikut:

Selain itu dapat dikombinasikan n suara mayoritas ke dalam n-pasangan suara mayoritas :

(53)

41

bobotnya memenuhi atau melebihi suara mayoritas (dalam arti membandingkan n-pasangan terurut). Dimisalkan koalisi X memiliki anggota sehingga

Sekarang, meletakkan persamaan ini bersama-sama dengan apa yang diketahui. X adalah koalisi pemenang di S jika dan hanya jika X adalah koalisi pemengang di

(54)

42

Contoh 4.2

Teorema 4.1 mengakibatkan dapat ditentukan 2-pasangan terurut yang mewakili bobot dalam Sistem Federal A.S. karena Sistem Federal A.S. berdimensi 2. Berikut adalah 2-pasangan terurut yang mewakili bobot dalam Sistem Federal A.S.:

Tabel 4.3 Bobot Vektor Tiap Pemilih dalam Sistem Federal A.S. Pemilih Bobot Vektor

Senat (1,0)

DPR (0,1)

Wakil Presiden ( , 0)

Presiden (16 , 72)

Suara Mayoritas (67, 290)

(55)

43

1. X terdiri dari 218 anggota DPR, 51 Senator, dan Presiden, sehingga bobot

minimal yang dihasilkan adalah

2. X terdiri dari 218 anggota DPR, 50 Senator, Wakil Presiden, dan Presiden, sehingga bobot minimal yang dihasilkan adalah

(56)

44 BAB V

PENERAPAN DALAM SISTEM VOTING DI INDONESIA

A. Keterbobotan Sistem Voting DPR RI

Konsep sistem voting dan sifat-sifatnya dalam bahasan sebelumnya akan digunakan untuk membahas sistem voting yang digunakan dalan DPR RI . Berikut data anggota DPR RI 2009-2014:

Tabel 5.1. Data Fraksi DPR RI 2009-2014

Partai Jumlah

(57)

45

voting terbobot dan dapat dituliskan sebagai <281:148,106,94, 57,46,38,28,26,17>.

Sistem voting DPR RI seperti di atas merupakan sistem terbobot, sehingga menurut Teorema 3.1 dan 3.2, sistem voting tersebut bertukar kuat dan berdagang kuat. Contoh 5.1 dan 5.2 berikut memberikan ilustrasi sifat tersebut.

Contoh 5. 1

Misalkan diberikan dua koalisi pemenang X dan Y seperti dalam Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2. Data Koalisi X dan Koalisi Y

Koalisi X Bobot Koalisi Y Bobot

Demokrat 148 PDIP 94

PKS 57 Golkar 106

PPP 38 Gerindra 26

Hanura 17 Hanura 17

PKB 28 PAN 46

Jumlah Bobot 288 Jumlah Bobot 289

Misalkan PKB dan PDIP bertukar, sehingga terbentuk koalisi baru seperti dalam Tabel 5.3 berikut.

Table 5.3. Daftar Koalisi X' dan Y'

Koalisi X' Bobot Koalisi Y' Bobot

Demokrat 148 PKB 28

PKS 57 Golkar 106

(58)

46

Hanura 17 Hanura 17

PDIP 94 PAN 46

Jumlah Bobot 354 Jumlah Bobot 223

Dari Tabel 5.3 di atas nampak Koalisi X' merupakan koalisi pemenang, karena bobot koalisi yang dimilikinya lebih dari suara mayoritas, sehingga sistem voting bersifat bertukar kuat, meskipun koalisi Y' menjadi koalisi yang kalah.

Contoh 5.2 Misalkan diberikan dua koalisi pemenang X dan Y seperti dalam Tabel 4 di atas. Pertukaran antara PKS dan PKB dengan PAN membentuk koalisi baru X'' dan Y'' seperti dalam Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4. Daftar Kolisi X'' dan Y''

Koalisi X'' Bobot Koalisi Y'' Bobot

Demokrat 148 PDIP 94

PPP 38 Golkar 106

PAN 46 Gerindra 26

Hanura 17 PKS 57

Hanura 17

PKB 28

(59)

47

Dari Tabel 5.4 di atas nampak Koalisi Y'' merupakan koalisi pemenang, karena bobot koalisi yang dimilikinya lebih dari suara mayoritas, sehingga sistem voting bersifat berdagang kuat.

Telah ditunjukan bahwa sistem voting setuju-tidak setuju dikatakan terbobot dengan adanya bobot dan suara mayoritas. Sebaliknya untuk membuktikan sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot, dalam kasus ketakterhinggaan bobot dan suara mayoritas (Taylor & Pacelli: 2008) sistem voting dapat diperiksa melalui kontraposisi Teorema 3.1 dan 3.2 di atas. Contoh 5.3 berikut memberikan contoh suatu sistem voting di DPR RI yang tidak terbobot.

Contoh 5.3 (DPR RI adalah sistem bertukar kuat).

Misalkan dalam suatu voting di DPR RI, syarat suatu keputusan dapat disetujui jika:

1. Setiap provinsi harus terwakili.

2. Disetujui sekurang-kurangnya 281 suara.

(60)
(61)

49

1 1 - - - 1 - Maluku Utara

- 1 - - - 2 - Papua Barat

1 3 1 1 - 1 3 - Papua

Misalkan untuk sembarang sistem voting terbobot dengan sembarang dua koalisi pemenang G dan H, dengan setidaknya satu pemilih x di dalam G tetapi tidak di dalam H dan satu pemilih y di dalam H tetapi tidak di dalam G. Dari data keterwakilan di atas mengingat syarat 1, Partai Demokrat dan Partai Golkar berada dalam koalisi yang berbeda. Jika terjadi pertukaran antara x dan y maka syarat 1 akan selalui dipenuhi oleh minimal salah satu koalisi yang baru. Misalkan pemilih x dipertukarkan dengan pemilih y , sehingga diperoleh koalisi baru G' dan H', selanjutnya dengan argumentasi yang sama dengan pembuktian Teorema 3.1, dapat dipahami bahwa sistem voting tersebut merupakan sistem voting yang bertukar kuat.

Dalam Contoh 5.3 di atas tidak dapat disimpulkan apakah sistem voting tersebut terbobot atau tidak. Dalam Contoh 8 berikut ditunjukkan bahwa sistem voting pada Contoh 5.3 di atas merupakan sistem voting yang tidak berdagang kuat.

Contoh 5.4

(62)

50

Tabel 5.6 Daftar Koalisi Pemenang A dan B

Koalisi A Bobot Koalisi B Bobot

Demokrat 148 PDIP 94

Hanura 17 Gerindra 26

PKB 28 Hanura 17

PPP 38 Golkar 106

PKS 57 PAN 46

Jumlah Bobot 288 Jumlah Bobot 289

Pertukaran Golkar dengan PKB, PKS dan PPP diperoleh koalisi baru A' dan B' seperti dalam Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7. Daftar Koalisi A dan B

Koalisi A Bobot Koalisi B' Bobot

Demokrat 148 PDIP 94

Hanura 17 Gerindra 26

Golkar 106 Hanura 17

PAN 46

PKB 28

PPP 38

PKS 57

(63)

51

Koalisi A' adalah koalisi kalah karena bobot koalisi kurang dari yang disyaratkan. Koalisi B' juga koalisi kalah karena Propinsi Papua Barat tidak terwakili. Jadi sistem voting ini tidak berdagang kuat. Dengan menggunakan kontraposisi Teorema 3.2 dapat disimpulkan bahwa sistem voting ini tidak terbobot.

B. Dimensi Sistem Voting DPR RI

Dengan diketahuinya bahwa sistem voting DPR RI dalam Contoh 5.3 adalah sistem voting yang tidak terbobot. Dengan demikian, itu sudah cukup untuk menghasilkan dua sistem terbobot, dengan himpunan yang sama dari pemilih sebagai sistem voting DPR RI.Berikut diberikan bobot pemilih dalam Sistem I dan Sistem II dalam Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Bobot Pemilih dalam Sistem I dan Sistem II

Partai

Bobot

Sistem I Sistem II

PDIP 0 94

Gerindra 0 26

Hanura 0 17

Golkar 1 106

PAN 0 46

Demokrat 1 148

Hanura 0 17

(64)

52

PPP 0 38

PKS 0 57

Suara

Mayoritas 1 281

Sekarang akan ditunjukkan bahwa koalisi yang menang di sistem voting DPR RI jika dan hanya jika menang dalam Sistem baik I dan di Sistem II. Misalkan kemudian bahwa X adalah koalisi yang menang dalam sistem voting DPR RI. Tanpa mengurangi perumuman, diasumsikan bahwa X adalah koalisi pemenang minimal. Dengan demikian, X terdiri dari partai Demokrat dan/atau partai Golkar ditambah dengan partai-partai dengan jumlahan bobot dalam sistem II setidaknya 281.

C. Sistem Voting DPR RI Terbobot-Vektor

Dengan diketahuinya bahwa Sistem Voting DPR RI dalam contoh 5.3 berdimensi 2, berakibat dapat ditetapkan 2-pasangan terurut sebagai bobot vektor. Entri pertama diisi untuk mengakomodasi syarat 1 dalam suara mayoritas. Entri kedua diisi untuk mengakomodasi syarat 2 dalam suara mayoritas. Berikut adalah bobot vektor dari sistem voting DPR RI.

Tabel 5.8 Bobot Vektor Setiap Partai Partai Bobot Vektor

(65)

53

Gerindra (0,26)

Golkar (1,106)

PAN (0,46)

Demokrat (1,148)

Hanura (0,17)

PKB (0,28)

PPP (0,38)

PKS (0,57)

Dengan suara mayoritas yang ditetapkan adalah (1,281) dan dapat dinyatakan sebagai:

<(1,281); (1,148), (0,57), (0,38), (0,46), (0,28), (0,17), (0,26), (0,94), (1,106) >. Sebagai contoh misalkan C adalah koalisi yang terdiri dari Demokrat, PKS, PPP dan Golkar sehingga jumlah bobotnya adalah (1,148) + (0,57) + (0,38) + (1,106) = (2,349). Ditemukan bahwa bobot koalisi ini memenuhi suara mayoritas oleh sebab (2,349) ≥ (1,281) sehingga koalisi C adalah koalisi

(66)

54 BAB VI PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari pembahasan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Terbukti bahwa sistem voting terbobot adalah bertukar kuat dan/atau berdagang kuat.

2. Pembobotan sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot dapat dinyatakan dalam sistem voting berdimensi n dan dapat dinyatakan juga dalam sistem voting terbobot-vektor. Selain itu, ditemukan bahwa jika sistem adalah berdimensi n, maka bobot dan suara mayoritas masing-masing dapat diambil sebagai n-pasangan terurut tetapi tidak -pasangan terurut.

3. Sistem voting setuju-tidak setuju di DPR RI adalah sistem voting yang terbobot.

B.Saran

Adapun saran-saran yang diberikan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pemahaman keterbobotan sistem voting lebih lanjut, dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan voting setiap pemilih.

(67)

55

(68)

56

DAFTAR PUSTAKA

Comap. 2009. For All Practical Purposes : Mathematical Literacy in Today's World.(8thed.). New York: Macmillan.

DPR-RI. 2009. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor Tahun 2009 Tentang Tata Tertib. Diakses tanggal 5 April 2013 dari http://www.dpr.go.id/uu/appbills/RUU_PERATURAN_DPR_RI_TTG_

TATA_TERTIB.pdf

Soeprapto. 1995. Hubungan Internasional, Sistem, Interaksi, dan Perilaku. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sri Setianingsih Suwardi. 2004. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI Press.

(69)

vi

ABSTRAK

Libertus Di Umart Alvares, 2013. Sifat Matematis Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju Terbobot. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Skripsi ini membahas tentang tinjauan matematis sifat terbobot sistem voting setuju-tidak setuju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep dan sifat dalam sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot dan tidak terbobot.Penelitian ini merupakan studi literatur yaitu dengan mempelajari teori-teori yang relevan serta menerapkannya pada suatu kasus tertentu. Kasus yang dibahas dalam skripsi ini adalah sistem voting yang digunakan dalam DPR RI. Dalam kasus ini digunakan data DPR RI 2009-2014.

Dalam skripsi ini ditemukan sebuah sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot maka bertukar kuat. Lebih lanjut sebuah sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot maka berdagang kuat. Hal tersebut berarti sebuah sistem voting yang tidak berdagang kuat maka sistem voting setuju-tidak setuju tersebut tidak terbobot. Sebuah sistem voting yang tidak bertukar kuat maka sistem voting setuju-tidak setuju tersebut tidak terbobot. Jika sistem voting setuju-tidak setuju tidak terbobot maka sistem voting tersebut dapat dinyatakan kedalam sebuah dimensi sistem voting yang selanjutnya dapat dinyatakan dalam sistem voting berbobot-vektor.

Dapat ditunjukan bahwa sistem voting setuju-tidak setuju dalam DPR RI merupakan sistem voting setuju-tidak setuju yang terbobot, yang berarti bersifat bertukar kuat dan berdagang kuat. Selanjutnya diberikan suatu sistem voting setuju-tidak setuju dalam DPR RI di mana sistem tersebut merupakan sistem yang tidak terbobot dengan menunjukan bahwa sistem tersebut tidak berdagang kuat. Akibatnya, Sistem voting ini merupakan sistem voting berdimensi 2, yang lebih lanjut dapat dinyatakan dalam sistem voting berbobot-vektor.

(70)

vii

ABSTRACT

Libertus Di Umart Alvares, 2013. The Mathematical Properties of a Weighted Yes-No Voting System. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Sains Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This thesis discusses about the mathematical review on the weighted nature of the yes-no voting system. This research aims to identify the concept and the nature of weighted and non-weighted yes-no voting system. This research is a literature study that studies relevant theories to be applied on a certain case. A voting system used by the DPR RI is the case discussed in this thesis. Furthermore, the case in this research uses the DPR RI 2009-2014 data.

It is revealed through this research that if the yes-no voting system is weighted then swap robust. Moreover, if the yes-no voting system is weighted then trade robust. It means that if the voting system is not swap robust then yes-no voting system will not be weighted and if the voting system is not trade robust then yes-no voting system will not be weighted. Moreover, if a yes-no system voting is not weighted, then the voting system could be included into the next voting system dimension. If the voting system could be included into the next voting system dimension then the system could be included into vector-weighted voting system.

Therefore, it can be concluded that the yes-no voting system used by the DPR RI is the weighted voting system, which means that it has a swap robust and a trade robust nature. Furthermore, given the voting system in DPR RI which are not weighted by showing the voting systems is not trade robust. Moreover this system voting has dimension 2, it means the voting system could be included into vector-weighted voting system.

Gambar

Tabel 2.1. Daftar Pemilik Saham dan Jumlah Saham
Tabel 2.2. Daftar Negara dan Bobot Anggota MEE
Tabel 2.4. Kemungkinan Pertama Koalisi dengan Bobot 12
Tabel 2.5. Kemungkinan Kedua Koalisi dengan Bobot 12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil dan pembahasan pada Rancang Bangun Game “ Who Wants to Be a Brillianaire ” berbasis Android adalah game ini dapat

11 Dengan metode ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui respon dari peserta didik dalam jawaban secara tertulis sesuai dengan pertanyaan mengenai pengaruh metode the learning

Maka dari itu, sesuai dengan penjelasan latar belakang diatas, dengan menggunakan Information System Success Model yang memiliki enam dimensi terintegrasi, penelitian ini

Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

Penambahan luas ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah kabupaten terutama DKP yang terus melakukan pembangunan dan optimalisasi TPST untuk dapat memenuhi Sidoarjo Zero

yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :.. pelaksanaan titel eksekutorial oleh

Biaya'operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan untuk pembayaran honorarium, pengadaan bahan, alat tulis kantor, cetak/stensil, fotocopy/penggandaan,

Selain itu, dapat kami sampaikan pula bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Komite Remunerasi dan Nominasi mengacu kepada regulasi yang berlaku, diantaranya adalah