ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN WADUK
CENGKLIK BOYOLALI
Bayu Yudi Hartanto Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma
Waduk Cengklik merupakan ekosistem yang difungsikan sebagai penyedia air baku. selain itu Waduk Cengklik mempunyai banyak manfaat diantaranya untuk konservasi sumber daya air, pengendalian banjir, untuk perikanan dan sebagai pasokan penyedia air baku di Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan di waduk Cengklik, yang merupakan penelitian observasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi keanekaragaman fitoplankton serta faktor fisik dan kimia untuk mengetahui kualitas air di waduk tersebut. Identifikasi fitoplankton dilakukan di laboratorium pendidikan biologi dengan menggunakan mikroskopsedangkan untuk uji faktor fisika dan kimia dapat dilakukan dilokasi waduk da nada yang diamati di laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta.
Hasil dari penelitian diperoleh hasil bahwa kualitas perairan di Waduk Cengklik masuk dalam baku mutu air kelas III. Hal tersebut berdasarkan hasil dari tingkat keanekaragaman fitoplankton yang sedang serta parameter fisika dan kimia. Kesimpulan yang diperoleh adalah kualitas perairan di Waduk Cengklik Boyolali berada dalam baku mutu air kelas III yang dimana dapat digunakan untuk budidaya ikan, peternakan dan mengairi persawahan.
ABSTRACT
THE DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON AND RELATION WITH WATER PARAMETERS IN PHYSICS AND CHEMISTRY IN THE CENGKLIK
RESERVOIR BOYOLALI Bayu Yudi Hartanto
Biology Education Sanata Dharma University
Cengklik reservoir is the ecosystem functioned as a provider of raw water reservoirs. Besides, Cengklik reservoir has many benefits including conservation of water resources, flood control, fisheries and the supply of raw water provider in Boyolali.
This study aims to determine the water quality in the reservoir Cengklik , which is an observational study . This research was carried out by identifying the diversity of phytoplankton as well as physical and chemical factors to determine the water quality in the reservoir. Identification of phytoplankton was carried out in the laboratory of biology education by using microscope. Whereas, to test the physical and chemical factors could be carried out in the location of the reservoir, and were observed in the laboratory Center for Environmental Health Engineering and Disease Control Yogyakarta.
Results of the study showed that the water quality in the Cengklik reservoir included in the third class of water quality standard. It is based on the normal results of the level and diversity of phytoplankton and physical and chemical parameters. In conclusion, the quality of water in the Cengklik reservoir Boyolali is in the third class of water quality standards which can be used for fish farming, livestock and rice field irrigation.
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN WADUK
CENGKLIK BOYOLALI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun Oleh :
Bayu Yudi Hartanto
NIM: 111434038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
i
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN WADUK
CENGKLIK BOYOLALI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun Oleh :
Bayu Yudi Hartanto
NIM: 111434038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
iv
PERSEMBAHAN
Karyaku yang sederhana ini kupersembahkan kepada:
Allah SWT
Orang Tua
Kakak dan Adik tercinta
Keponakan tersayang
Keluarga dan sanak saudara
Para Sahabat
Program Studi Pendidikan Biologi
v MOTTO
“Jangan pernah merasa puas dalam menuntut ilmu dan beranilah bermimpi untuk masa depan”
“Manusia sukses adalah manusia yang berani menarik gambar sukses yang
viii ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN WADUK
CENGKLIK BOYOLALI
Bayu Yudi Hartanto Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma
Waduk Cengklik merupakan ekosistem yang difungsikan sebagai penyedia air baku. selain itu Waduk Cengklik mempunyai banyak manfaat diantaranya untuk konservasi sumber daya air, pengendalian banjir, untuk perikanan dan sebagai pasokan penyedia air baku di Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan di waduk Cengklik, yang merupakan penelitian observasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi keanekaragaman fitoplankton serta faktor fisik dan kimia untuk mengetahui kualitas air di waduk tersebut. Identifikasi fitoplankton dilakukan di laboratorium pendidikan biologi dengan menggunakan mikroskopsedangkan untuk uji faktor fisika dan kimia dapat dilakukan dilokasi waduk da nada yang diamati di laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta.
Hasil dari penelitian diperoleh hasil bahwa kualitas perairan di Waduk Cengklik masuk dalam baku mutu air kelas III. Hal tersebut berdasarkan hasil dari tingkat keanekaragaman fitoplankton yang sedang serta parameter fisika dan kimia. Kesimpulan yang diperoleh adalah kualitas perairan di Waduk Cengklik Boyolali berada dalam baku mutu air kelas III yang dimana dapat digunakan untuk budidaya ikan, peternakan dan mengairi persawahan.
ix ABSTRACT
THE DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON AND RELATION WITH WATER PARAMETERS IN PHYSICS AND CHEMISTRY IN THE CENGKLIK
RESERVOIR BOYOLALI Bayu Yudi Hartanto
Biology Education Sanata Dharma University
Cengklik reservoir is the ecosystem functioned as a provider of raw water reservoirs. Besides, Cengklik reservoir has many benefits including conservation of water resources, flood control, fisheries and the supply of raw water provider in Boyolali.
This study aims to determine the water quality in the reservoir Cengklik , which is an observational study . This research was carried out by identifying the diversity of phytoplankton as well as physical and chemical factors to determine the water quality in the reservoir. Identification of phytoplankton was carried out in the laboratory of biology education by using microscope. Whereas, to test the physical and chemical factors could be carried out in the location of the reservoir, and were observed in the laboratory Center for Environmental Health Engineering and Disease Control Yogyakarta.
Results of the study showed that the water quality in the Cengklik reservoir included in the third class of water quality standard. It is based on the normal results of the level and diversity of phytoplankton and physical and chemical parameters. In conclusion, the quality of water in the Cengklik reservoir Boyolali is in the third class of water quality standards which can be used for fish farming, livestock and rice field irrigation.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Keanekaragaman Fitoplankton dan Hubungannya dengan Kualitas Perairan di Waduk Cengklik Boyolali”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan,
semangat, dan doa yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Oleh sebab itu, penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada:
1. Allah SubhanahuWaTa‟ala, yang selalu memberikan petunjuk, bimbingan,
kemudahan serta ridho, dan kasih sayang yang tiada terkira kepada setiap
hamba-Nya, dan tidak terkecuali kepada penulis.
2. Nabi besar Muhammad SAW sebagai panutan hingga akhir zaman kelak dan yang
dinantikan syafaatnya dikehidupan yang akan datang.
3. Orangtua yang sangat kusayangi, Bapak Jupri dan Ibu Sri Daryani yang selalu
mendoakan untuk keberhasilanku, memberikan banyak inspirasi, dukungan serta
kasih sayang yang tak terhingga. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kelimpahan kebahagian kepada beliau.
4. Saudara ku tercinta Nur Priyadi, Fajar Wahyu Ardiyanto dan Hemairul Aini Lulu
serta seluruh keluarga besar yang selalu membuatku termotivasi.
5. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama
xi
6. Seluruh dosen yang ada di Prodi Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma,
yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.
7. Seluruh Karyawan dan Staff Tata Usaha Pendidikan Biologi Universitas Sanata
Dharma Indonesia Yogyakarta.
8. Imerda Yuan Perwirasari yang selalu membantu, mendoakan, menyemangati serta
pendamping berbagi dalam susah dan senang, tetap semangat untuk
membahagiakan orang tua
9. Teman-teman terbaik saya Rio Adriana, Herdyanata Adi W, Remik, Ipul, Ryan,
Basir, Yudi, Ancis, Jimmy, Wayan, Thomas, Budin, Mario, Roben, Jhon, dan
Vebri yang selalu menemani begadang saat mengerjakan tugas dan skripsi dan
yang selalu saling mendukung, menyemangati, berbagi ilmu, dan sama-sama
berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini, dan untuk teman-teman baik saya yang
lain yang tak bisa saya sebutkan satu per satu.
10.Teman-teman dekat saya angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu per
satu yang sedang berjuang dalam skripsi, terus semangat kalian pasti bisa
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan dan bagi pembaca umumnya.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 3
C. Batasan Masalah... 4
D. Tujuan Penelitian... 5
xiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
A. Ekosistem Perairan Air Tawar... 6
1. Perairan Menggenang... 7
2. Perairan Mengalir... 9
B. Plankton... 9
C. Fitoplankton... 10
D. Parameter Kualitas Air... 16
1. Parameter Air Secara Fisika... 16
2. Parameter Air Secara Kimia... 19
E. Kerangka Berfikir... 23
F. HasilPenelitian yang Relevan………... 24
G. KerangkaBerfikir………..…. 24
BAB III METODE... 25
A. Jenis Penelitian... 25
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan... 26
C. Alat dan Bahan... 26
D. Prosedur Penelitian... 27
E. Pengambilan data Analisis... 29
F. Parameter Kualitas Air... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32
A. Hasil Penelitian... 32
1. Jenis-jenis Fitoplankton di Waduk Cengklik... 33
2. Densitas Fitoplankton... 37
3. Nilai Keanekaragaman Fitoplankton diperairan waduk Cengklik... 38
4. Kondisi Perairan Waduk Cengklik Berdasarkan Parameter fisika-kima... 42
B. Pembahasan... 43
1. Jenis-jenis Fitoplankton di Waduk Cengklik... 43
xiv
3. Nilai Keanekaragaman Fitoplankton diperairan waduk Cengklik... 49
4. Kondisi Perairan Waduk Cengklik Berdasarkan Parameter Fisika... 52
5. Kondisi Perairan Waduk Cengklik Berdasarkan Parameter Kimia.... 56
BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN... 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 67
A. Kesimpulan...67
B. Saran... 69
DAFTAR PUSTAKA... 70
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Densitas Fitoplankton di Perairan Waduk Cengklik... 37
Tabel 4.2 Karamba... 38
Tabel 4.3 Enceng Gondok... 39
Tabel 4.4 Pemancingan... 40
Tabel 4.5 Faktor Fisik yang Mempengaruhi Perairan... 42
Tabel 4.6 Faktor Kimia yang Mempengaruhi Perairan... 42
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir………...………... 24
Gambar 3.1 Peta Waduk Cengklik... 25
Gambar 4.1 Spirulina... 33
Gambar 4.2 Oscilatoria Sonata………...……….. 33
Gambar 4.3 Nostoc plantonicum……….………... 34
Gambar 4.4 Gomphosphaeris aponia………..……….. 34
Gambar 4.5 Microcytus flosaqua……….. 34
Gambar 4.6 Cylindrospermum T………..……… 34
Gambar 4.7 Coelosphaerium dubium………...……… 35
Gambar 4.8Anabaena sphaerica………...……… 35
Gambar 4.9Tabelaria fenestrate………... 35
Gambar 4.10Nitzschia vermicularis……….……… 35
Gambar 4.11 Nitzschia lorenziana……… 36
Gambar 4.12Chlorella………..……… 36
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian... 73
Surat Hasil Pengujian Spesimen... 74
Daftar Klasifikasi Fitoplankton... 76
Silabus... 81
RPP... 84
LKS... 89
Instrumen Tes Tertulis... 90
InstrumenPenilaianPresentasi………. 92
Penilaian Tes... 92
InstrumenPenilaianSikap………...……. 93
Rubrik Penilaian... 94
Intrumen Penilaian Observasi... 95
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Ekosistem perairan terdapat di darat, secara umum dibagi menjadi dua
yaitu perairan lentik atau yang disebut juga perairan menggenang (misalnya
danau, rawa, waduk, telaga dan perairan lotik yang disebut juga perairan
mengalir (misalnya kanal, sungai dan parit). Perbedaan utama antara perairan
lentik dan perairan lotik adalah dalam kecepatan arus. Perairan lentik
mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi masa air
dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya
mempunyai kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan masa air yang
berlangsung dengan cepat dan secara terus menerus (Barus, 2004: 21).
Berdasarkan bentuknya perairan dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu perairan buatan dan alami. Contoh perairan buatan menggenang adalah
waduk dan embung, sedangkan contoh perairan menggenang alami adalah
rawa, danau dan telaga.
Ekosistem perairan oleh disusun dua komponen yaitu komponen biotik
dan komponen abiotik. Komponen biotik terdiri dari makhluk hidup yang ada
diperairan, baik berupa flora maupun fauna, sedangkan komponen abiotiknya
Waduk Cengklik merupakan ekosistem yang difungsikan sebagai
penyedia air baku yang memiliki luas genangan air 300 ha dan volume
tampung 9 juta meter kubik dengan kedalaman air rata-rata sekitar 9,10 m.
Perairan Waduk Cengklik memiliki fungsi untuk menopang kehidupan
masyarakat, mengatur hidrologis, serta menjaga sistem dan proses-proses
alami. Waduk Cengklik mempunyai banyak manfaat diantaranya untuk
konservasi sumber daya air, pengendalian banjir, meningkatkan potensi wisata
di Kabupaten Boyolali, untuk perikanan dan sebagai pasokan penyedia air
baku di Kabupaten Boyolali.
Waduk Cengklik dibangun dengan cara membendung sungai dari arah
Sambi. Waduk Cengklik terletak dekat dengan pemukiman warga sehingga
potensi terjadinya pencemaran sangat tinggi. Akibat bermacam-macam
limbah yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar, berbagai limbah masuk
ke-dalam perairan waduk cengklik dan dapat mempengaruhi kualitas perairan
tersebut. Kondisi perairan waduk cengklik saat ini banyak terjadi perubahan
seperti semakin banyaknya enceng gondok dan karamba di lokasi waduk yang
dimana kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi kualitas air waduk.
Parameter kualitas suatu perairan dapat dilihat dari segi fisik, kimiawi
dan biologis. Parameter fisik antara lain suhu, kekeruhan dan penetrasi
cahaya. Untuk parameter kimiawi antara lain pH, oksigen terlarut, BOD,
COD, fosfat dan nitrat. Sedangkan untuk parameter biologis dapat
orgnisme akuatik dapat digunkan sebagai bioindikator kualitas perairan salah
satunya fitoplankton. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik
atau lokasi. Ketiga lokasi tersebut adalah lokasi karamba (stasiun 1), lokasi
enceng gondok (stasiun 2), lokasi pemancingan (stasiun 3).
Fitoplankton merupakan salah satu organisme yang hidup di perairan,
keberadaan fitoplankton sangat mempengaruhi kehidupan diperairan karena
memegang peranan penting sebagai produsen primer. Fitoplankton
menyediakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya,
salah satunya zooplankton yang berperan sebagai konsumen primer.
Keanekaragaman fitoplankton baik jenis maupun jumlahnya dapat
menunjukkan kualitas suatu perairan. Diwaduk cengklik penelitian tentang
“Keanekaragaman Fitoplankton Di Waduk Cengklik dan Hubungannya
Dengan Kualitas Perairan“ belum banyak dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dapat dirumuskan
beberapa masalah yaitu :
1. Apa saja jenis-jenis fitoplankton di perairan Waduk Cengklik dan berapa
jumlah fitoplankton di lokasi waduk tersebut?
2. Berapa nilai indeks diversitas fitoplankton diperairan Waduk Cengklik?
3. Apakah kualitas air di Waduk Cengklik dapat dikategorikan dalam baku
4. Apakah keanekaragaman fitoplankton dan kualitas air di kawasan Waduk
Cengklik dapat sebagai sumber belajar biologi terkait dengan kurikulum
2013 untuk peserta didik SMA kelas X smester I, yang selanjutnya akan
dikemas menjadi bahan ajar?
C. Batasan Masalah
Dari penelitian yang dilakukan ditetapkan beberapa batasan masalah yaitu :
1. Fitoplankton yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi semua anggota
devisi alga mikroskopis yang ditemukan di Waduk Cengklik yang diambil
dengan menggunakan planktonet no. 25 dan diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 100x.
2. Keanekaragaman jenis dalam penelitian ini yang dimaksud adalah
keanekaragaman jenis fitoplankton yang terdapat di Waduk Cengklik.
3. Faktor fisik dan kimia di Waduk Cengklik pada penelitian ini adalah
parameter suhu air, pH, BOD, COD, Fosfat, dan Nitrat.
4. Lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada lokasi
karamba, enceng gondok dan pemancingan hal tersebut dikarenakan
ketiga lokasi tersebut yang mendominasi lokasi waduk.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian yang
dilakukan ini untuk :
2. Mengetahui nilai indeks diversitas fitoplankton di perairan Waduk
Cengklik.
3. Mengetahui kualitas perairan di Waduk Cengklik berdasarkan nilai indeks
diversitas fitoplankton.
4. Mengetahui potensi keanekaragaman fitoplankton dan kualitas air di
kawasan Waduk Cengklik sebagai sumber belajar biologi terkait dengan
kurikulum 2013 untuk peserta didik SMA kelas X smester I.
E. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bidang perikanan
Sebagai sumber informasi untuk mengembangkan perikanan air tawar
mengingat fitoplankton merupakan produsen primer yang dapat
dimanfaatkan sebagai makanan alami ikan.
2. Masyarakat
Sebagai informasi bagaimana kondisi kualitas air di Waduk Cengklik.
3. Mahasiswa
Sebagai tambahan pengetahuan dan masukan untuk penelitian selanjutnya.
4. Pendidikan
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistem Perairan Air Tawar
Sumber air tawar berasal dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Perairan menggenang (Lentik)
Perairan menggenang meliputi danau, waduk, rawa, dan sebagainya.
a. Danau
Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang
tahun serta terbentuk secara alami. Pembentukan danau terjadi karena
gerakan kulit bumi sehingga bentuk dan luasnya sangat bervariasi.
Danau yang terbentuk sebagai akibat gaya tektonik kadang-kadang
badan airnya mengandung bahan-bahan dari perut bumi seperti
belerang dan panas bumi (Kordi, 2010).
Danau dicirikan dengan arus yang lambat atau tidak ada arus
sama sekali. Oleh karena itu waktu tinggal air dapat berlangsung lama.
Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah. Berdasarkan proses
pembentuknya dibagi menjadi dua yaitu danau vulkanik, danau yang
danau yang terbentuk karena peristiwa tektonik misalnya akibat
gempa bumi.
b. Waduk
Waduk adalah salah satu sumber air tawar yang menunjang
kehidupan semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi
manusia. Air waduk digunakan untuk berbagai pemanfaatan antara
lain sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, perikanan
dsb. Jadi betapa pentingnya air tawar yang berasal dari
waduk/danau bagi kehidupan. Waduk dibangun dengan cara
membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara
dan menggenangi bagian daerah aliran sungai (DAS). Waduk dapat
dibangun didataran rendah maupun dataran tinggi (Kordi, 2010).
c. Rawa
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang
tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman
ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi).
Genangan air dapat berasal dari hujan atau luapan air sungai pada
saat pasang (Adawiyah, 2010). Pada musim hujan lahan tergenang
sampai satu meter, tetapi pada musim kemarau menjadi kering,
bahkan sebagian muka air tanah turun mencapai jeluk (depth) > 50
cm dari permukaan tanah (Noor, 2004).
Ekosistem rawa dibagi menjadi tiga yaitu: tawar, asin, dan payau.
sering digenangi air tawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6.
Kondisi air tidak selalu tetap, adakalanya naik atau adakalanya
turun, bahkan suatu ketika dapat pula mengering (Irwan, 2007).
2. Perairan mengalir (Lotik)
Perairan mengalir (lotik) dicirikan adanya arus yang
terus-menerus dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air
berlangsung terus-menerus. Contohnya antara lain: sungai, kali, kanal,
parit, dan lain-lain.
B. Plankton
Seperti halnya di daratan, di dalam air umumnya juga terdapat
beranekaragam makroorganisme dan mikroorganisme (Ruslan Prawiro,
1988). Menurut Ahmad Mudjiman, plankton adalah organisme (tumbuhan
dan hewan) yang hidup melayang-layang di dalam air tanpa mempunyai
kemampuan untuk melawan gerakan air. Pada umumnya plankton
berukuran renik. Ada beberapa jenis yang berukuran sedang sehingga
mudah dilihat dengan mata telanjang. Plankton dapat berupa jasad-jasad
nabati /tumbuhan (fitoplankton, plankton nabati) dan jasad-jasad hewani
/binatang (zooplankton, plankton hewan).
Plankton adalah organisme yang melayang-layang di dalam air
yang gerakannya relatif pasif (Suin, 2002). Kemampuan berenang
organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga pergerakannya
Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik
pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton dibagi menjadi
fitoplankton yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan
zooplankton yaitu plankton yang bersifat hewan (Barus, 2004: 25).
Berdasarkan siklus hidupnya, plankton dapat dikenal sebagai
holoplankton yaitu plankton yang seluruh hidupnya bersifat planktonik
sedangkan meroplankton yaitu plankton yang sebagian hidupnya bersifat
sebagai planktonik. Sebenarnya, plankton memiliki alat gerak (misalnya
flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan
gerakan-gerakan tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi
pergerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton
sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004 : 25).
C. Fitoplankton
Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani : „‟Phyton‟‟:
tanaman dan plankton yang berarti “pengembara” atau “penghanyut”. Fitoplankton merupakan organisme yang berukuran renik, sekitar 1μm
-200 μm. Fitoplankton memiliki gerakan yang sangat lemah dengan
bergerak mengikuti arah arus dan dapat melakukan fotosintesis karena
memiliki klorofil. Fitoplankton sebagian besar terdiri dari alga (ganggang)
bersel tunggal yang berukuran renik, akan tetapi, beberapa jenis
diantaranya ada juga yang berbentuk koloni (Ahmad Mudjiman, 2004:
47). Algae tidak saja hidup sebagai plankton, akan tetapi juga sebagai
neuston (hidup pada permukaan air), symbion (hidup bersama-sama
makhluk hidup lain).
Menurut Nybakken (1992: 36) bahwa fitoplankton dapat
digolongkan berdasarkan ukuran :
a. Megaplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2.0 mm
b. Makroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 0,2 -2,0 mm
c. Mikroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 20μm - 0,2mm
d. Nanoplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2 μm –20 μm
e. Ultraplankton yaitu fitoplankton yang berukuran kurang dari 2 μm
Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam
ekosistem perairan karena memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis.
Proses fotosintesis pada air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen)
merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme air lainnya yang berperan
sebagai konsumen, dimulai dari zooplankton dan diikuti organisme lainnya
yang membentuk rantai makanan (Barus, 2002). Fitoplankton yang
mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari Diatomeae, ganggang
hijau (Chlorophyceae) dan ganggang biru (Cyanophyceae). Menurut Nontji
(1993), fitoplankton yang dapat ditangkap dengan planktonet standar (no.
25) adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 μm.
Fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar dikelompokkan kedalam
a. Cyanophyceae (ganggang biru)
Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal atau berbentuk
benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana.Warna biru
kehijauan, autrotrof. Inti dan kromatofora tidak ditemukan dinding
selnya mengandung pektin, hemiselulosa, dan selulosa, yang
kadang-kadang berupa lendir, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan
ganggang lendir (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya
terkandung zat warna klorofil a, karotenoid, dan dua macam
kromaprotein yang larut dalam air yaitu fikosianin yang berwarna biru
dan fikoeritrin yang berwarna merah. Perbandingan macam-macam zat
warna itu amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap,
kadang-kadang tampak kemerah-merahan, kadang-kadang
kebiru-biruan. Gejala ini dianggap sebagai suatu penyesuaian diri terhadap
sinar (adaptasi kromatik).
Ganggang biru umumnya tidak bergerak diantara jenis-jenis yang
berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang meluncur
pada alas yang basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin
sekali karena adanya kontraksi tubuh dan diabntu dengan pembentukan
lender. Cyanophyceae dibedakan dalam tiga bangsa yaitu bangsa
Chroococcales, Chamaesiphonales, dan Hormogonales (Gembong
b. Chlorophyceae (ganggang hijau)
Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni
berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang
membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi.
Biasanya hidup di dalam air tawar, merupakan penyusun plankton atau
sebagai bentos yang bersel besar ada yang hidup di air laut, terutama
dekat pantai. Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang
berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Anggota
bangsa dari Chlorophyceae meliputi Chlorococcales, Ulotrichales,
Cladophorales, Chaetophorales, Oedogoniales, Siphonales
(Tjitrosoepomo, 2005:55-68).
c. Conjugatae (ganggang gandar)
Conjugatae merupakan golongan ganggang dengan beraneka rupa
bentuk yang sebagian besar hidup dalam air tawar. Ada yang bersel
tunggal, ada yang merupakan koloni berbentuk benang yang tidak
melekat pada sesuatu alas. Ganggang ini tidak membentuk zoospore
maupun gamet yang mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu
zigot. Setelah mengalami waktu istirahat, zigot mengadakan
pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugatae adalah
organisme yang haploid. Conjugatae dibedakan menjadi dua bangsa
d. Phaeophyceae (ganggang pirang)
Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang dalam
kromatoforanya mengandung klorofil a, karotin, dan santofil, tetapi
terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang
menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Kebanyakan
Phaeophyceae hidup di dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang
hidup dalam air tawar. Ganggang ini termasuk bentos, melekat pada
batu-batu, kayu, sering juga sebagai epifit pada talus lain ganggang,
bahkan ada yang hidup sebagai endofit. Phaeophyceae dibedakan
menjadi empat bangsa, diantaranya yaitu Phaeosporales, Laminariales,
Dicyotales, dan Fucales (Tjitrosoepomo, 2005:77-85).
e. Rhodophyceae (ganggang merah)
Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang
juga lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk
cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid,
tetapi warna itu tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan
fluoresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenis-jenis tertentu terdapat
fikosianin. Hidupnya sebagai bentos, melekat pada substrat dengan
benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Kebanyakan
Rhodophyceae hidup di dalam air laut, terutama dalam lapisan-lapisan
air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya bergelombang
pendek. Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae
f. Flagellatae
Flagellatae adalah ganggang yang merupakan penyusun plankton,
bersel tunggal dan mempunyai inti yang sungguh, dapat bergerak
dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang kluar dari
suatu tempat pada sel tadi. Sel-sel Flagellatae mempunyai vakuola
berdenyut dan kebanyakan juga mempunyai suatu bintik merah seperti
mata yang dinamakan stigma. Warna merah dikarenakan mengandung
karotenoid.Flagellatae terdapat dalam semua perairan sampai dalam
samudera, dan kadang-kadang sangat banyak. Pada kelas Flagellatae
dibedakan menjadi 7 bangsa, diantarnya yaitu Chrysomonadales,
Heterochloridales, Cryptomonadales, Dinoflagellatae, Euglenales,
Protochloridales dan Volvocales (Tjitrosoepomo, 2005:33-48).
g. Diatomeae (ganggang kersik)
Diatomeae atau Bacillariophyta adalah jasad renik bersel satu
yang masih dekat dengan Flagellatae. Bentuk sel macam-macam,
semuanya dapat dikembalikan ke dua bentuk dasar yaitu bentuk yang
bilateral dan sentrik. Dalam sel-sel Diatomeae mempunyai inti dan
kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil a,
karotin, santofil, dan karotenoid lainnya yang sangat menyerupai
fikosantin. Beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai zat warna dan
hidup sebagai saprofit. Diatomeae hidup dalam air tawar maupun dalam
membentuk koloni.Diatomeae dibagi menjadi 2 bangsa yaitu Centrales
dan Pennales (Tjitrosoepomo, 2005).
D. Parameter Kualitas Perairan
1. Parameter air secara fisik
a. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang,
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan
suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan
air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas
atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya,
algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik
pada kisaran suhu berturut-turut 30°C – 35°C dan 20°C – 30°C.
Filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu
yang lebih tinggi dibanding dengan Chlorophyta dan diatom
(Haslam, 1995).
Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air,
dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 –
penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen
sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi
organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan
respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran
suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah
20°C – 30°C (Effendi, 2003).
b. Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan.
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Secchi
disk dikembangkan oleh profesor Secchi pada sekitar abad 19,
yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif.
Tingkat kecerahan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang
dikenal dengan kecerahan Secchi disk (Jeffries and Mils, 1996).
Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini
sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya
dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003). Bila warna air
hijau tua, plankton yang dominan adalah Cyanophyceae,
Microcystis, dan Anabaena yang mengandung klorofil berwarna
Warna air hijau kecoklatan mencerminkan dominasi Diatome dari
kelas Bacillariophyta, sedangkan Dinoflagellata memberikan
warna coklat kemerahan pada air. Semua plankton jadi berbahaya
kalau kecerahan sudah kurang dari 25 cm kedalaman pinggan
secchi disk (Kordi, 2010).
c. Penetrasi Cahaya
Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan permukaan
perairan terdiri atas cahaya yang langsung (direct) berasal dari
matahari dan cahaya yang disebarkan (diffuse) oleh awan (Cole,
1988). Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat
dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan laut, letak
geografis, dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat
dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi
permukaan air, dan bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di
dalam air (Boyd, 1988; Welch, 1952).
Cahaya merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis
algae dan tumbuhan air. Cahaya sangat mempengaruhi tingkah
laku organisme akuatik. Algae planktonik menunjukkan respon
yang berbeda terhadap perubahan intensitas cahaya. Perubahan
intensitas cahaya menyebabkan Dinoflagellata melakukan
pergerakan vertikal pada kolom air dan Cyanophyta mengatur
pada kolom air, sedangkan zooplankton melakukan migrasi
vertikal harian (Jeffries and Mils, 1996).
2. Parameter air secara kimia
a. pH
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH yaitu
logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam
suatu cairan. Air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga
memiliki ion H + dan ion H- dalam konsentrasi yang sama
konsentrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian pH air murni =
7. Semakin tinggi kosentrasi ion H+, akan semakin rendah
konsentrasi ion OH- dan pH < 7, perairan semacam ini bersifat asam.
Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH >
7, maka perairan bersifat alkalis (basa). Perairan umum dengan
segala aktivitas fitosintesis dan respirasi organisme yang hidup
didalamnya membentuk reaksi berantai karbonat-karbonat.
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan
erat dengan karbodioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas
dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tiggi pula nilai
alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondiosida bebas. Larutan
yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif (Effendi, 2003).
Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar antara 4 – 9.
Walaupun demikian, pada daerah hutan mangrove, pH dapat
pada tanah dasar tersebut tinggi. Karena nilai pH didefinisikan
sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+, maka yang harus
diperhitungkan dalam menentukan rata-rata nilai pH rendah
bersamaan dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan
sebaliknya. Dimana mineral tersebut digunakan sebagai nutrien di
dalam siklus produksi perairan dan pada umumnya perairan yang
alkali adalah lebih produktif daripada perairan yang asam (Kordi,
2010).
b. Disolve Oxygen (DO)
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) adalah satu jenis gas
terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu
menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari
segi kepentingan untuk budidaya perairan, oksigen menempati
urutan teratas. Oksigen diperlukan biota air untuk pernafasannya
harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor
pembatas, sehingga bila ketersediannya didalam air tidak mencukupi
kebutuhan biota, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi,
2010).
Peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi
oksigen sekitar 10% (Brown, 1987). Dekomposisi bahan organik dan
oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut
hingga mencapai nol (anaerob). Semakin tinggi suhu, kelarutan
berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen
dilaut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan
tawar (Effendi, 2003).
Perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15
mg/liter pada suhu 0°C dan 8 mg/liter pada suhu 25°C, sedangkan di
perairan laut berkisar antara 11 mg/liter pada suhu 0°C dan 7 mg/
liter pada suhu 25° (McNeely et al., 1979).
c. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan
bahan-bahan organik di dalam air. Rendahnya nilai BOD
menunjukkan sedikitnya jumlah bahan organik yang dioksidasi dan
semakin bersihnya perairan dari pencemaran limbah organik.
Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah
mengalami pencemaran (Effendi, 2000). Berdasarkan nilai BOD,
Lee.Et. Al (1991) mengelompokkan kualitas perairan atas empat
yaitu tidak tercemar (>3,0 ppm), tercemar ringan (3,0-4,9 ppm),
tercemar sedang (4,9-15,0 ppm) dan tercemar berat (>15,0 ppm).
d. Chemical Oxygen Demand (COD)
Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) menunjukkan
jumlah oksigen total yang dibutuhkan di dalam perairan untuk
mengoksidasi senyawa kimiawi yang masuk ke dalam perairan
nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiawi yang ada
di dalam perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD
mengindikasikan rendahnya senyawa kimiawi yang ada di dalam
perairan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air bahwa
kadar COD golongan III adalah sebesar 50 mg/l.
e. Fosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfat terutama berasal dari sedimen
yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk
ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari
atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu
air kelas III kadar fosfat ≤ 1 mg/L. Kadar fosfat yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan perairan mengalami keadaan eutrof sehingga
menjadi bloming dari salah satu jenis fitoplankton yang
mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil
kegiatan perikanan pada daerah perairan (Wibisono, 2005. Hlm :66).
f. Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.
antara 0,01-0,7 mg/l sedangkan menurut Effendi (2003) bahwa kadar
nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1
mg/l, akan tetapi jika kadar nitrat lebih besar 0,2 mg/l akan
mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan) yang selanjutnya
menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat.
E. Baku Mutu Air
Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada peraturan pemerintah
nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air yang menetapkan mutu air ke dalam empat kelas yaitu :
1. Baku mutu air kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
air minum dan peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2. Baku mutu air kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan bahan
baku yang diolah untuk air minum dan keperluan rumah tangga dan
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
3. Baku mutu air kelas III, alah air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk sarana atau prasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, mengairi pertamanandan untuk peruntukan lain
yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Baku mutu air kelas IV, adalah air yang peruntukannya dapat
dan sebagai sumber tenaga listrik atau peruntukan lain yang
mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
F. Hasil Penelitian yang Relevan
Dari beberapa hasil penelitian yang relevan berkaitan dengan
penelitian tentang fitoplankton dan hubungannya dengan kualitas perairan
diperoleh hasil sebagai berikut. (Rina, 2013) Keanekaragaman
Fitoplankton di Tambak Boyo dan Hubungannya dengan Kualitas
Perairan, diperoleh kesimpulan berdasarkan hasil perhitungan indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener diketahui bahwa Embung Tambak
Boyo memiliki tingkat keanekaragaman tercemar sedang yaitu antara 1,40,
1,30 dan 1,33 dan termasuk dalam kualitas air golongan C yaitu hanya
untuk perairan.
Kemudian untuk hasil penelitian dari (Suci, 2012) dengan judul
Perbedaan Keanekaragaman Jenis Fitoplankton di Daerah Sekitar
Karamba dan Sekitar Warung Apung rawa Jombor Hubungannya dengan
Kualitas Perairan diperoleh kesimpulan bahwa kualitas perairan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Rawa Jombor termasuk
air golongan III, kualitas perairannya tergolong tidak tercemar. Akan tetapi
menurut Nilai Indeks Keanekaragaman tergolong tercemar sedang. Tidak
perairan di daerah sekitar karamba dan daerah sekitar warung apung Rawa
Jombor.
G. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dari penelitian ini diawali dari Waduk Cengklik
itu sendiri yang merupakan lokasi pengambilan sampel. Pada tahap
pertama dilakukan pengujian kualitas air berdasarkan parameter fisika dan
kimia dan dilanjutkan dengan pengamatan keanekaragaman fitoplankton.
Dari hasil pengamatan keanekaragaman fitoplankton dimasukkan dalam
indeks keanekaragaman fitoplankton untuk mengetahui kriteria
keanekaragamannya. Setalah itu dari ketiga hasil penelitian yang telah
dilakukan yaitu pengujian kualitas air berdasarkan parameter fisika, kimia
dan biologi dapat dilihat bagaimana kualitas air di Waduk Cengklik.
Waduk Cengklik
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Fisik Kimia
Keanekaragaman Fitoplankton
Indeks Keanekaragaman
25 BAB III METODE A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan model rancangan
penelitian observasi. Penelitian Observasi merupakan teknik pengumpulan data,
dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004).
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil air diwaduk dari titik
lokasi waduk tersebut yaitu area yang terdapat enceng gondok, karamba dan area
tempat memancing ikan. Dari beberapa sampel air yang telah diambil tersebut
akan diteliti keanekaragaman fitoplanktonnya dan hubungannya dengan kualitas
air di waduk tersebut.
Sumber : Kantor Balai Pengelolaan SDA Bengawan Solo
B. Waktu dan tempat pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai bulan Februari dan
diakhiri bulan Maret di Waduk Cengklik.
C. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan dalam penelitian :
1. Planktonet no. 25
2. Termos es
3. Thermometer
4. Mikroskop cahaya
5. Secchi disk
6. Pipet tetes
7. Gelas objek dan penutup
8. pH meter
9. Tali
10.Botol plankton
11.Kamera digital
12.Laptop dan optilap
13.Plastik
14.Kertas label
15.Alat tulis
17.Perahu
b. Bahan yang digunakan dalam penelitian :
1. Es batu
2. Formalin 4%
3. Aquades
D. Prosedur Penelitian
1. Kegiatan dilapangan
a. Menentukan titik pengambilan sampel
Titik pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi, hal ini ditentukan
berdasarkan lokasi karamba, enceng gondok dan Pemancingan.
Pemilihan ketiga lokasi tersebut dikarenakan area tersebut
mendominasi lokasi waduk.
b. Pengukuran faktor fisika-kimia perairan yaitu suhu, kecerahan,
penetrasi cahaya dan pH.
c. Pengambilan sampel
1. Menenggelamkan planktonet no.25 kedalam masing-masing
stasiun sampai kedalaman 5 meter dan menariknya kembali.
2. Memasukkan air hasil saringan kedalam botol plankton yang
telah diberi label.
3. Menyimpan botol plankton kedalam termos yang telah berisi air
4. Mengulang langkah tersebut sebanyak tiga kali.
5. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari pada pukul 9-11
WIB untuk mendapatkan fitoplankton.
2. Kegiatan dilaboratorium
a. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan seperti tisu, mikroskop,
objek gelas beserta penutupnya, pipet tetes dan optilab.
b. Mengocok sampel perlahan hingga homogen.
c. Mengambil sampel dengan pipet tetes.
d. Meneteskan air pada objek gelas, pengamatan dilakukan sebanyak
1cc dari masing-masing botol kemudian mengamatinya dibawah
mikroskop.
e. Mengamati fitoplankton dimulai dari sisi kiri atas objek gelas kearah
bawah, kemudian digeser terus keatas sampai batas akhir cover gelas,
selanjutnya digeser kekanan dan terus kebawah sampai batas cover
gelas.
f. Memotret atau mengambil gambar fitoplankton yang diperoleh.
g. Melakukan perhitungan dan identifikasi obyek yang teramati.
3. Kegiatan identifikasi
Kegiatan identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku panduan
dari buku identifikasi fitoplankton :
b. Website yang berhubungan dengan fitoplankton dari hasil-hasil
penelitian.
E. Pengambilan Data Analisa
1. Menghitung Keanekaragaman Fitoplankton
Data yang diperoleh selanjutnya dihitung dengan menggunakan
indeks keanekaragaman (Diversity Index/H‟) dengan formula sebagai
berikut :
Indeks keanekaragaman (Shannon – Weiner 1949)
Keterangan :
H‟ = indeks keanekaragaman Pi = ni / N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu semua jenis
Kisaran indeks keanekaragaman Shannon – Weiner, 1949 (Odum,1993) H' <1,0 = keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah 1,0< H' <3,0 = keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang H' >3,0 = keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
2. Menghitung Densitas Fitoplankton
Densitas merupakan rumus untuk mengetahui jumlah tiap spesies
fitoplankton pada sampel yang diperoleh. Berikut rumus densitas
a
xv
V
sKeterangan :
a = Jumlah fitoplankton
V = Jumlah Volume total
Vs = Volume sampel air
F. Parameter kualitas air
1. Pengukuran fisika :
Pengukuran suhu air
Pengukuran suhu air waduk dilakukan dengan menggunakan
thermometer air raksa yang dimasukkan ke permukaan air waduk.
Pengukuran penetrasi cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan secchi
disk yang diturunkan secara perlahan-lahan kedalam air hingga pola
secchi disk tidak terlihat lagi.
Pengukuran kekeruhan
Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan turbidimeter
yang sudah dikalibrasi kemudian sampel dimasukkan pada tempat
2. Pengukuran kimia
pH
Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan kertas pH yang
kemudian dicocokan dengan pH meter untuk mengetahui pH air
tersebut.
Untuk pengukuran kimia yang lain seperti DO, BOD, COD, fosfat
32 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan di lokasi Waduk Cengklik, yang
dimana Waduk Cengklik tersebut berada di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah.
Lokasi waduk lebih tepatnya berada di perbatasan antara Boyolali dan Solo,
Waduk Cengklik dibangun dan difungsikan sebagai penyedia air baku di wilayah
Boyolali dan sekitar Solo. Selain itu perairan Waduk Cengklik memiliki fungsi
untuk menopang kehidupan masyarakat seperti konservasi sumber daya air,
pengendali banjir, meningkatkan potensi wisata, pemasok air untuk area
persawahan dan untuk perikanan. Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat
memberi gambaran terhadap masyarakat tentang kualitas air yang ada diwaduk
tersebut terutama bagi masyarakat yang memanfaatkan air waduk untuk mengaliri
area persawahan dan untuk perikanan.
Kondisi yang ada di Waduk Cengklik terbagi dalam tiga kategori khusus
yaitu perairan yang digunakan untuk budidaya ikan atau karamba, perairan dengan
banyak tanaman enceng gondok, dan perairan yang digunakan untuk memancing.
Sampling air waduk yang digunakan untuk penelitian diambil dari ketiga lokasi
tersebut, hal ini dikarenakan pada lokasi-lokasi tersebut sering terjadi aktivitas
yang dapat mempengaruhi kualitas air waduk sehingga menarik untuk dilakukan
1. Jenis-jenis Fitoplankton di Waduk Cengklik
Hasil penelitian di perairan waduk cengklik ditemukan fitoplankton
yang meliputi 4 divisi yaitu :
a. Divisi yang pertama yaitu divisi Cyanophyta, yang dimana pada divisi
ini diperoleh 8 species. Species tersebut adalah Spirulina sp,
Oscilatoria sonata, Nostoc plantonicum, Gomphosphaeris aponia,
Microcytus flosaqua, Cylindrospermum trichotospermum,
Coelosphaerium dubium dan Anabaena sphaerica.
Gambar 4.3 Nostoc plantonicum Gambar 4.4 Gomphosphaeris
aponia
Gambar 4.7 Coelosphaerium dubium Gambar 4.8 Anabaena sphaerica
b. Divisi yang kedua Bacillariophyta, pada divisi ini diperoleh 3 species
yaitu Tabelaria fenestrata, Nitzschia lorenziana dan Nitzschia
vermicularis.
Gambar 4.11 Nitzschia lorenzian
c. Selanjutnya divisi yang ketiga yaitu Chlorophyta, pada divisi ini hanya
ditemukan 1 spesies dan species tersebut adalah Chlorella.
Gambar 4.12 Chlorella
d. Divisi yang terakhir adalah Euglenophyta, pada divisi ini sama dengan
divisi Chlorophyta karena hanya ditemukan 1 spesies dan hanya dalam
Gambar 4.13Pachus longicula
2. Densitas Fitoplankton
Berdasarkan perhitungan densitas fitoplankton di perairan waduk
Cengklik diperoleh hasil sebagai berikut.
Spesies St 1 St 2 St 3 Rata-rata
Anabaena sphaerica 13760 7360 8320 9813,3
Chlorella 41600 12800 20160 24853,3
Coelosphaerium dubium 4160 - 7360 3840
Cylindrospermum trichotospermum 16000 - - 5333,3
Tabel 4.1 Densitas Fitoplankton di perairan waduk Cengklik (Ind/ml)
Keterangan :
Ind/ml : Individu/mililiter
St 1 : Lokasi Karamba
St 2 : Lokasi Enceng Gondok
St 3 : Lokasi Pemancingan
3. Nilai Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Waduk Cengklik
Indeks keanekaragaman fitoplankton total masing-masing stasiun
pengambilan sampel dapat dihitung dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2 Lokasi Karamba
Spesies St 1 St 2 St 3 Rata-rata
Microcystus flosaqua - 7360 - 2453,3
Nitzschia lorenziana 30720 48000 71360 50026,3
Nitzschia vermicularis 32000 26560 14720 24426,6
Nostoc planctonicum 8320 - - 2773,3
Oscillatoria sonata 14720 14720 16000 15146,6
Pachus longicaula - - 960 320
Spirulina - 16000 - 5333,3
Spesies N N Ni Pi H
Anabaena sphaerica 13 164 0.079268 -0.20094 0.200939
Spesies N N Ni Pi H
Chlorella 39 164 0.237805 -0.34156 0.34156
Gomphosphaeris
aponia 11 164 0.067073 -0.18123 0.18123
Nitzschia lorenziana 29 164 0.176829 -0.30637 0.306369
Nitzschia vermicularis 30 164 0.182927 -0.31073 0.310732
Nostoc planctonicum 8 164 0.04878 -0.14734 0.147338
Oscillatoria sonata 14 164 0.085366 -0.21007 0.210069
Cylindrospermum
trichotospermum 15 164 0.091463 -0.21876 0.218764
Coelosphaerium
dubium ₂ 164 0.02439 -0.09057 0.090575
Microcystus flosaqua 1 164 0.006098 -0.0311 0.031097
2.038672
Tabel 4.3 Lokasi Enceng Gondok
Spesies N N Ni Pi H
Chlorella 12 125 0.096 -0.22497 0.224967
aponia
Microcystus flosaqua 8 125 0.064 -0.17593 0.175928
Spesies N N Ni Pi H
Nitzschia lorenziana 45 125 0.36 -0.36779 0.367794
Nitzschia vermicularis 25 125 0.2 -0.32189 0.321888
Oscillatoria sonata 14 125 0.112 -0.2452 0.245197
Tabellaria fenestrate 2 125 0.016 -0.06616 0.066163
Spirulina 5 125 0.04 -0.12876 0.128755
Anabaena sphaerica 7 125 0.056 -0.16141 0.161415
1.853521
Tabel 4.4 Lokasi Pemancingan
Spesies N N Ni Pi H
Chlorella 19 142 0.133803 -0.26913 0.269129
Coelosphaerium
dubium 7 142 0.049296 -0.14838 0.148376
Gomphosphaeris
aponia 11 142 0.077465 -0.19815 0.19815
Nitzschia lorenziana 67 142 0.471831 -0.35441 0.354409
Oscillatoria sonata 15 142 0.105634 -0.23744 0.237441
Anabaena sphaerica 8 142 0.056338 -0.16205 0.16205
Spesies N N Ni Pi H
Pachus longicaula 1 142 0.007042 -0.0349 0.0349
1.632869
Keterangan : ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu semua jenis
Pi : ni/N
H' <1,0 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas
rendah
1,0< H' <3,0 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas
Sedang
H' >3,0 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas
tinggi
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada nilai indeks diversitas,
menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman di ketiga stasiun
(karamba, enceng gondok, pemancingan) masing-masing sebesar 2.038672,
1.853521dan 1.632869 ini termasuk dalam kriteria keanekaragaman sedang
4. Kondisi perairan Waduk Cengklik berdasarkan parameter fisik-kimiawi
a. Faktor Fisik
Tabel 4.5 Faktor fisik yang mempengaruhi perairan
No. Parameter Karamba Enceng Pemancingan
1. Suhu (C) 29 28 29
2. Kekeruhan (cm) 29 28 28
3. Penetrasi Cahaya (lux) 25.451 25.451 25.451
b. Faktor Kimiawi
Tabel 4.6 Faktor Kimiawi yang mempengaruhi perairan
No. Parameter Karamba Enceng Pemancingan
1. DO (mg/L) 3,4 3,6 3,2
2. BOD (mg/L) 3,4 3,0 4,0
3. COD (mg/L) 12,4 10,9 15,0
4. Fosfat (mg/L) 0,2360 0,3135 0,2814
5. Nitrat (mg/L) 0,47 0,47 0,61
B. Pembahasan
1. Jenis-jenis Fitoplankton di Waduk Cengklik
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di Waduk Cengklik,
diperoleh fitoplankton yang terdiri dari 4 divisi, yaitu Cyanophyta,
Bacillariophyta, Chlorophyta, dan Euglenophyta. Dari ketiga divisi
tersebut diperoleh jumlah total spesies fitoplankton sejumlah 13 spesies.
Pada divisi Cyanophyta diperoleh 8 spesies, yaitu Spirulina sp,
Oscilatoria sonata, Nostoc plantonicum, Gomphosphaeris, Microcytus
flosaqua, Cylindrospermum trichotospermum, Coelosphaerium dubium
dan Anabaena sphaerica. Kemudian untuk divisi Bacillariophyta
diperoleh hasil 3 jenis spesies, yaitu Tabelaria fenestrata, Nitzschia
lorenziana dan Nitzschia vermicularis.Selanjutnya untuk divisi
Chlorophyta diperoleh hasil 1 jenis spesies, yaitu Chlorella.Berikutnya
untuk divisi yang terakhir yaitu Euglenophyta hanya diperoleh satu jenis
spesies dan dengan jumlah yang hanya satu spesies tersebut adalah Pachus
longicula.
Cyanophyta atau alga biru, ialah tumbuhan-tumbuhan pertama
yang bisa berfotosintesis, dan dianggap salah satu pelopor penghidupan
dan memang mempunyai sifat-sifat yang khas, dimana tumbuhan lain
Cyanophyta tahan kering, tahan terhadap panas bahkan dapat mencapai
suhu 60 – 70 C dan mampu mengikat nitrat dari udara. Selain itu
fitoplankton dari divisi Cyanophyta belum memiliki inti yang sempurna.
Intinya berupa partikel-partikel chromatine yang berkelompok-kelompok.
Selanjutnya diperoleh divisi Bacillariophyta atau disebut Diatome.
Nama diatome berasal dari diatom yang berarti terdiri dari 2 bagian
dimana tiap bagian tidak dapat dibagi-bagi lagi. Epitheca merupakan tutup
dan hypotheca merupakan wadah. Sedangkan nama Bacillariophyta berarti
bentuknya seperti batang (bacil), memang sebagian besar sel-sel diatome
seperti batang tetapi banyak juga sel-sel diatome yang sama sekali tidak
seperti batang. Habitatnya ialah berada didalam air yang dapat disinari
atau memperoleh cahaya. Diatome berkembang biak melalui pembelahan
diri dan conjugatie. Dengan cara membelah diri ini maka ada spesies –
spesies baru yang besarnya selalu sama dengan induknya akan tetapi ada
spesies – spesies yang menjadi lebih kecil. Spesies – spesies diatome yang
memiliki bentuk lebih kecil dari induknya ini harus mengadakan
conjugatie.
Kemudian divisi yang diperoleh adalah Chlorophyta. Fitoplankton
dari divisi ini mengambil peranan penting di perairan air tawar karena
menjadi produsen primer yang dapat dimanfaatkan langsung oleh
disebut juga sebagai alga-hijau, perairan pada suatu danau, rawa bahkan
pada sebuah aquarium ketika airnya berwarna hijau maka sebagian besar
disebabkan oleh fitoplankton dari divisi ini.Alga hijau merupakan fillum
alga yang terbesar di air tawar, artinya terdiri dari banyak
golongan-golongannya. Sifat-sifat umum fitoplankton dari divisi ini yaitu
flagel-flagelnya selalu sama panjang, pigmen yang mengandung klorofil yang
dimana dapat menyebabkan warna hijau. Selain itu fitoplankton dari divisi
ini memiliki makanan cadangan yang terdiri dari karbohidrat dan
protein.Dinding sel fitoplankton dari divisi chlorophyta terdiri dari
selulosa dan beberapa diantaranya terdiri dari 2 lapis yang konsentris.
Alga hijau berkembangbiak dengan cara asexual dan sexual. Untuk
perkembangbiakan dengan cara asexual dilakukan dengan cara membelah
diri dan membentuk macam-macam spora.
Berikutnya divisi terakhir yang dioeroleh dari penelitian ini adalah
divisi Euglenophyta. Divisi ini 90% spesiesnya hidup di perairan tawar,
pada permukaan perairan yang tidak bergerak beberapa spesies dari
golongan Euglena dapat membentuk cysta yang menutupi seluruh
permukaan perairan dan berwarna merah, hijau, kuning atau warna-warna
yang terdiri dari campuran warna-warna tersebut. Selain itu beberapa
spesies dari Euglenophyta mempunyai cadangan makanan berupa
flagel dengan jumlah yang berbeda-beda namun kebanyakan flagel
tersebut berjumlah 1. Cara berkembangbiak spesies dari divisi
Euglenophyta adalah dengan cara membelah diri secara longitudinal dan
dengan cara isogami, akan tetapi perkembangbiakan secara isogami
tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut karena belum diketahui
bagaimana prosesnya.
2. Densitas Fitoplankton
Dari hasil perhitungan densitas tiap spesies diperoleh hasil yang
berbeda-beda dari masing-masing stasiun. Untuk spesies Anabaena
sphaerica pada stasiun 1 diperoleh hasil 13760 ind/ml, stasiun 2 diperoleh
hasil 7360 ind/ml dan untuk stasiun 3 diperoleh hasil 8320 ind/ml dengan
rata-rata 9813,3 ind/ml. Selanjutnya untuk spesies Chlorella pada stasiun
1 diperoleh hasil 41600 ind/ml, stasiun 2 diperoleh hasil 12800 ind/l dan
stasiun 3 diperoleh hasil 20160 ind/ml dengan rata-rata 24853,3 ind/ml.
Kemudian untuk spesies Coelosphaerium dubium pada stasiun 1 diperoleh
hasil 4160 ind/ml, sedangkan pada stasiun 2 tidak ditemukan jenis spesies
tersebut. Pada stasiun 3 kembali diperoleh jenis spesies tersebut dengan
hasil 7360 ind/ml dengan jumlah rata-rata 3840 ind/ml. Untuk spesies
berikutnya yaitu Cylindrospermum trichotospermum hanya ditemukan di
stasiun 1 sedangkan untuk stasiun 2 dan 3 tidak diperoleh jenis spesies