• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

4. Kondisi Perairan Waduk Cengklik Berdasarkan Parameter Fisika

a. Faktor Fisik

Tabel 4.5 Faktor fisik yang mempengaruhi perairan

No. Parameter Karamba Enceng Pemancingan

1. Suhu (C) 29 28 29 2. Kekeruhan (cm) 29 28 28

3. Penetrasi Cahaya (lux) 25.451 25.451 25.451

b. Faktor Kimiawi

Tabel 4.6 Faktor Kimiawi yang mempengaruhi perairan

No. Parameter Karamba Enceng Pemancingan

1. DO (mg/L) 3,4 3,6 3,2 2. BOD (mg/L) 3,4 3,0 4,0 3. COD (mg/L) 12,4 10,9 15,0 4. Fosfat (mg/L) 0,2360 0,3135 0,2814 5. Nitrat (mg/L) 0,47 0,47 0,61 6. pH 8,1 8,0 8,1

B. Pembahasan

1. Jenis-jenis Fitoplankton di Waduk Cengklik

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di Waduk Cengklik,

diperoleh fitoplankton yang terdiri dari 4 divisi, yaitu Cyanophyta,

Bacillariophyta, Chlorophyta, dan Euglenophyta. Dari ketiga divisi

tersebut diperoleh jumlah total spesies fitoplankton sejumlah 13 spesies.

Pada divisi Cyanophyta diperoleh 8 spesies, yaitu Spirulina sp,

Oscilatoria sonata, Nostoc plantonicum, Gomphosphaeris, Microcytus

flosaqua, Cylindrospermum trichotospermum, Coelosphaerium dubium

dan Anabaena sphaerica. Kemudian untuk divisi Bacillariophyta

diperoleh hasil 3 jenis spesies, yaitu Tabelaria fenestrata, Nitzschia

lorenziana dan Nitzschia vermicularis.Selanjutnya untuk divisi

Chlorophyta diperoleh hasil 1 jenis spesies, yaitu Chlorella.Berikutnya

untuk divisi yang terakhir yaitu Euglenophyta hanya diperoleh satu jenis

spesies dan dengan jumlah yang hanya satu spesies tersebut adalah Pachus

longicula.

Cyanophyta atau alga biru, ialah tumbuhan-tumbuhan pertama

yang bisa berfotosintesis, dan dianggap salah satu pelopor penghidupan

dan memang mempunyai sifat-sifat yang khas, dimana tumbuhan lain

Cyanophyta tahan kering, tahan terhadap panas bahkan dapat mencapai

suhu 60 – 70 C dan mampu mengikat nitrat dari udara. Selain itu fitoplankton dari divisi Cyanophyta belum memiliki inti yang sempurna.

Intinya berupa partikel-partikel chromatine yang berkelompok-kelompok.

Selanjutnya diperoleh divisi Bacillariophyta atau disebut Diatome.

Nama diatome berasal dari diatom yang berarti terdiri dari 2 bagian

dimana tiap bagian tidak dapat dibagi-bagi lagi. Epitheca merupakan tutup

dan hypotheca merupakan wadah. Sedangkan nama Bacillariophyta berarti

bentuknya seperti batang (bacil), memang sebagian besar sel-sel diatome

seperti batang tetapi banyak juga sel-sel diatome yang sama sekali tidak

seperti batang. Habitatnya ialah berada didalam air yang dapat disinari

atau memperoleh cahaya. Diatome berkembang biak melalui pembelahan

diri dan conjugatie. Dengan cara membelah diri ini maka ada spesies –

spesies baru yang besarnya selalu sama dengan induknya akan tetapi ada

spesies – spesies yang menjadi lebih kecil. Spesies – spesies diatome yang memiliki bentuk lebih kecil dari induknya ini harus mengadakan

conjugatie.

Kemudian divisi yang diperoleh adalah Chlorophyta. Fitoplankton

dari divisi ini mengambil peranan penting di perairan air tawar karena

menjadi produsen primer yang dapat dimanfaatkan langsung oleh

disebut juga sebagai alga-hijau, perairan pada suatu danau, rawa bahkan

pada sebuah aquarium ketika airnya berwarna hijau maka sebagian besar

disebabkan oleh fitoplankton dari divisi ini.Alga hijau merupakan fillum

alga yang terbesar di air tawar, artinya terdiri dari banyak

golongan-golongannya. Sifat-sifat umum fitoplankton dari divisi ini yaitu

flagel-flagelnya selalu sama panjang, pigmen yang mengandung klorofil yang

dimana dapat menyebabkan warna hijau. Selain itu fitoplankton dari divisi

ini memiliki makanan cadangan yang terdiri dari karbohidrat dan

protein.Dinding sel fitoplankton dari divisi chlorophyta terdiri dari

selulosa dan beberapa diantaranya terdiri dari 2 lapis yang konsentris.

Alga hijau berkembangbiak dengan cara asexual dan sexual. Untuk

perkembangbiakan dengan cara asexual dilakukan dengan cara membelah

diri dan membentuk macam-macam spora.

Berikutnya divisi terakhir yang dioeroleh dari penelitian ini adalah

divisi Euglenophyta. Divisi ini 90% spesiesnya hidup di perairan tawar,

pada permukaan perairan yang tidak bergerak beberapa spesies dari

golongan Euglena dapat membentuk cysta yang menutupi seluruh

permukaan perairan dan berwarna merah, hijau, kuning atau warna-warna

yang terdiri dari campuran warna-warna tersebut. Selain itu beberapa

spesies dari Euglenophyta mempunyai cadangan makanan berupa

flagel dengan jumlah yang berbeda-beda namun kebanyakan flagel

tersebut berjumlah 1. Cara berkembangbiak spesies dari divisi

Euglenophyta adalah dengan cara membelah diri secara longitudinal dan

dengan cara isogami, akan tetapi perkembangbiakan secara isogami

tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut karena belum diketahui

bagaimana prosesnya.

2. Densitas Fitoplankton

Dari hasil perhitungan densitas tiap spesies diperoleh hasil yang

berbeda-beda dari masing-masing stasiun. Untuk spesies Anabaena

sphaerica pada stasiun 1 diperoleh hasil 13760 ind/ml, stasiun 2 diperoleh

hasil 7360 ind/ml dan untuk stasiun 3 diperoleh hasil 8320 ind/ml dengan

rata-rata 9813,3 ind/ml. Selanjutnya untuk spesies Chlorella pada stasiun

1 diperoleh hasil 41600 ind/ml, stasiun 2 diperoleh hasil 12800 ind/l dan

stasiun 3 diperoleh hasil 20160 ind/ml dengan rata-rata 24853,3 ind/ml.

Kemudian untuk spesies Coelosphaerium dubium pada stasiun 1 diperoleh

hasil 4160 ind/ml, sedangkan pada stasiun 2 tidak ditemukan jenis spesies

tersebut. Pada stasiun 3 kembali diperoleh jenis spesies tersebut dengan

hasil 7360 ind/ml dengan jumlah rata-rata 3840 ind/ml. Untuk spesies

berikutnya yaitu Cylindrospermum trichotospermum hanya ditemukan di

stasiun 1 sedangkan untuk stasiun 2 dan 3 tidak diperoleh jenis spesies

rata-rata 5333,3 ind/l. Untuk jenis spesies fitoplankton Gomphosphaeris

aponia diperoleh nilai densitas pada stasiun 1 dengan jumlah 11520

ind/ml, stasiun 2 diperoleh 7360 ind/l dan stasiun 3 diperoleh 11520

ind/ml dengan nilai rata-rata 10133,3 ind/ml.

Untuk hasil selanjutnya pada spesies Microcystus flosaqua pada

stasiun 1 dan 3 tidak diperoleh jenis spesies tersebut. Untuk spesies

Microcystus flosaqua hanya ditemukan di stasiun 2 dengan nilai densitas

sejumlah 7360 Ind/ml dengan nilai rata-rata 2453,3 ind/ml. Kemudian

untuk jenis spesies Nitzschia lorenziana diperoleh nilai densitas pada

stasiun 1 sejumlah 30720 Ind/ml, untuk stasiun 2 diperoleh hasil 48000

Ind/ml dan pada stasiun 3 diperoleh 71360 Ind/ml dengan nilai rata-rata

50026,3 Ind/ml. Selanjutnya spesies Nitzschia vermicularis diperoleh

nilai densitas pada stasiun 1 32000 Ind/ml, pada stasiun 2 diperoleh 26560

Ind/ml dan untuk stasiun 3 diperoleh nilai densitas 14720 Ind/ml dengan

nilai rata-rata 24426,6 Ind/ml. Nostoc planctonicum merupakan spesies

yang didapatkan selanjutnya, pada spesies ini hanya diperoleh di stasiun 1

dengan nilai densitas 8320 Ind/ml dan nilai rata-ratanya 2773,3 Ind/ml.

spesies yang diperoleh selanjutnya adalah Oscillatoria sonata, spesies ini

diperoleh di seluruh stasiun untuk stasiun 1 dan 2 diperoleh nilai

densitasnya 14720 Ind/ml, kemudian 3 diperoleh nilai densitasnya 16000

Pachus longicaula merupakan spesies fitoplankton yang hanya diperoleh

di stasiun 3 saja. Nilai densitas yang diperoleh dari spesies ini adalah 960

Ind/ml dengan nilai rata-rata 320 Ind/ml. Berikutnya adalah dua spesies

terakhir yang dimana dua spesies ini hanya diperoleh di stasiun 2

saja.Spesies tersebut adalah Spirulina dan Tabellaria fenestrata. Nilai

densitas dari masing-masing spesies tersebut adalah 16000 Ind/ml untuk

spesies Spirulina dan dengan nilai rata-rata 5333,3 Ind/ml. Sedangkan

untuk spesies Tabellaria fenestrata diperoleh nilai densitasnya 1920

Ind/ml dengan nilai rata-ratanya 640 Ind/ml.

Pada pengamatan ini tidak semua spesies fitoplankton ditemukan

pada setiap stasiun, spesies yang diperoleh disemua stasiun adalah

Anabaena sphaerica, Chlorella, Gomphosphaeris aponia, Nitzschia

lorenziana, Nitzschia vermicularis dan Oscillatoria sonata. Keenam

spesies tersebut memiliki lokasi penyebaran yang merata di waduk

tersebut dan bisa dikatakan spesies tersebut tumbuh subur di lingkungan

waduk. Kemudian untuk spesies yang hanya ditemukan di dua stasiun saja

adalah spesies Coelosphaerium dubium, spesies ini hanya ditemukan di

stasiun 1 dan 3. Ada juga spesies yang ditemukan di salah satu stasiun saja

yaitu spesies Cylindrospermum trichotospermum dan Nostoc

planctonicum yang dimana spesies ini hanya didapatkan di stasiun 1.

spesies Microcystus flosaqua, Spirulina dan Tabellaria fenestrata.

Berikutnya untuk spesies yang hanya ditemukan di stasiun 3 saja adalah

Pachus longicaula. Spesies yang hanya ditemukan pada stasiun-stasiun

tertentu rata-rata memiliki jumlah yang sedikit dan bisa dikatakan

pertumbuhan spesies fitoplankton tidak terlalu subur di waduk tersebut.

Nilai densitas paling tinggi adalah pada spesies Nitzschia

lorenzianadengan nilai rata-rata densitasnya 50026,3 Ind/ml. Sedangkan

untuk nilai densitas paling rendah yaitu pada jenis spesies Pachus

longicaula dengan nilai rata-rata 320 Ind/l.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa tidak semua spesies

fitoplankton ditemukan disemua lokasi pengambilan sampel. Hal ini dapat

disebabkan karena persebaran fitoplankton yang tidak merata pada lokasi

waduk tersebut. Selain itu faktor fisika dan kimia juga dapat menjadi

faktor penentu ketidak merataan spesies pada setiap lokasi pengambilan

sampel, yang dimana faktor fisika dan kimia tidak menunjang untuk

kehidupan jenis fitoplankton tertentu pada lokasi pengambilan sampel.

3. Nilai Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Waduk Cengklik

Berdasarkan analisis data yang diperoleh disemua titik atau stasiun

penelitian, menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman fitoplankton

berada pada stasiun 1 atau lokasi karamba dengan indeks keanekaragaman

fitoplankton sebesar 2,03. Untuk stasiun 2 atau lokasi enceng gondok

memiliki nilai indeks keanekaragaman fitoplankton sebesar 1,85 dan

untuk stasiun 3 atau lokasi pemancingan memiliki nilai indeks

keanekaragaman fitoplankton paling rendah. Nilai indeks keanekaragaman

fitoplankton pada lokasi pemancingan yaitu 1,63.

Indeks keanekaragaman fitoplankton di waduk cengklik

berdasarkan klasifikasi indeks keanekaragaman Shannon-Wiener termasuk

dalam kategori sedang yaitu berada diantara nilai 1,0< H‟ < 3,0 dan dari

hasil analisis nilai indeks keanekaragaman fitoplankton dimasing-masing

stasiun memiliki nilai antara 1,63 – 2,03. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener maka waduk Cengklik memiliki

keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang.

Menurut Krebs (1989) keanekaragaman fitoplankton dalam waduk

tesebut sedang dengan penyebaran individu tiap jenis sedang dan

kestabilan komunitas sedang namun komunitas tersebut mudah berubah.

Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman fitoplankton dipengaruhi

oleh jumlah spesies, jumlah individu serta penyebaran individunya.

Perbedaan nilai indeks keanekaragaman fitoplankton di Waduk

Waduk Cengklik. Faktor abiotik yang diukur pada saat penelitian meliputi

kondisi fisika dan kimia. Kondisi fisika yang diukur meliputi suhu,

penetrasi cahaya dan kekeruhan. Sedangkan untuk kondisi kimia yang

diukur meliputi pH, DO, BOD, COD, fosfat dan nitrat. Dari hasil tersebut

dilihat dari parameter fisika kualitas perairan paling baik berada pada

stasiun 1 karena memiliki nilai suhu yang optimum yaitu 29 °C kemudian

nilai kekeruhan 29 cm dan untuk penetrasi cahaya pada semua lokasi

pengambilan data memiliki nilai yang sama yaitu 25451 Lux. Pada stasiun

2 memiliki nilai suhu yang lebih rendah yaitu 28°C dan untuk nilai

kekeruhan 28 cm. Selanjutnya pada stasiun 3 memiliki nilai suhu yang

sama dengan stasiun 1 yaitu 29°C dan nilai kekeruhannya sama dengan

stasiun 2 yaitu 28 cm. Nilai suhu pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai yang

sama yaitu 29°C kemudian untuk kekeruhannya stasiun 1 memiliki hasil

yang lebih baik daripada stasiun 2 dan 3, nilai kekeruhan tersebut 29 cm.

Dari hasil tersebut stasiun 1 memiliki kualitas air yang lebih baik daripada

stasiun 2 dan 3 dilihat dari parameter fisika karena stasiun 1 memiliki nilai

parameter fisika yang lebih baik secara keseluruhan.

Kemudian dilihat dari parameter kimia kualitas perairan paling

baik terdapat pada stasiun 2 atau enceng gondok yaitu memiliki kadar DO

paling tinggi dengan nilai 3,6 mg/L , BOD, COD dan nitrat dengan kadar

10,9; dan 0,47. Walaupun nilai fosfat pada stasiun dua ini memiliki nilai

paling tinggi namun jika dibandingkan dengan stasiun yang lainnya pada

stasiun 2 memiliki kualitas perairan yang paling baik jika dilihat dari

parameter kimia. Kualitas perairan yang baik selanjutnya berada pada

stasiun 1 atau lokasi karamba yang dimana memiliki selisih nilai kualitas

yang tidak terlalu jauh dibandingkan lokasi enceng gondok. Pada stasiun 1

memiliki nilai fosfat paling rendah yaitu dengan nilai 0,23. Sedangan

untuk kualitas perairan yang paling jelek adalah pada stasiun 3 atau lokasi

pemancingan hal ini dikarenakan pada stasiun 3 memiliki hasil nilai

kualitas perairan yang paling rendah dilihat dari parameter kimia. Nilai

keanekaragaman fitoplankton paling tinggi berada pada lokasi karamba

yaitu dengan nilai 2,03. Stasiun 1 karamba memiliki nilai keanekaragaman

fitoplankton paling tinggi hal ini dikarenakan pada Stasiun 1 memiliki

kualitas perairan paling baik dilihat dari parameter fisika. Walaupun nilai

kualitas perairan pada stasiun 1 dilihat dari parameter kimia tidak lebih

baik dari stasiun 2 namun nilai tersebut masih berada pada keadaan

normal. Selain itu jika mengacau terhadap nilai kekeruhan yang diperoleh

disetiap stasiun maka stasiun 1 memiliki nilai yang paling baik dengan

nilai 29 cm. Dengan adanya penetrasi cahaya yang baik perkembangan

fitoplankton di stasiun tersebut juga semakin baik karena mendukung

4. Kondisi perairan Waduk Cengklik berdasarkan parameter fisik

Hasil pengukuran kualitas air Waduk Cengklik berdasarkan

parameter fisik yang meliputi suhu, turbiditas dan penetrasi cahaya pada

masing-masing stasiun hampir memiliki jumlah yang sama. Pada stasiun 1

diperoleh suhu 29C dan penetrasi cahaya sebesar 25.451 Lux. Kemudian untuk stasiun 2 diperoleh suhu 28C dan penetrasi cahaya sebesear 25.451 Lux. Sedangkan untuk stasiun 3 memiliki hasil yang sama seperti pada

stasiun 1 yaitu diperoleh suhu air 29C dan penetrasi cahaya sebesar 15.451 Lux. Dari hasil uji berdasarkan parameter fisika yang telah

diperoleh akan dibahas sebagai berikut :

a. Suhu air

Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu air

berkisar antara 28 – 29 C. Suhu yang relatif hampir disemua stasiun atau lokasi pengambilan data, hal ini menunjukkan bahwa

kondisi lingkungan waduk memang relatif konstan baik di lokasi

karamba, enceng gondok dan pemancingan. Karena lingkungan

yang terbuka dari sinar matahari maka suhu air relatif tinggi.

Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu air waduk

mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton atau makhluk hidup

lainnya. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolism organisme,

karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan

air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu air dapat

mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu

melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.

Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen di

dalam air, dan sebaliknya (Kordi, 2010). Maka dari itu selain dari

pengukuran suhu dilakukan juga pengukuran DO untuk

mengetahui kandungan oksigennya.

b. Kecerahan

Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan dan

pengukuran cahaya sinar matahari didalam air dapat dilakukan

dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk.Masuknya

cahaya matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan.Dari

hasil penelitian yang telah dilakukan dari ketiga titik atau lokasi

pengambilan data diperoleh hasil pada lokasi karamba nilai

kecerahannya 29 cm sedangkan untuk lokasi enceng gondok dan

pemancingan diperoleh nilai kecerahannya 28 cm.

Nilai kecerahan yang normal untuk kehidupan fitoplankton

yang baik untuk suatu perairan adalah berkisar antara 30-40 cm

(Kordi, M.G.H.K., 2010).Berdasarkan sumber tersebut maka nilai

kecerahan di perairan Waduk Cengklik baik untuk kehidupan

fitoplankton dan kurang baik untuk perairan seperti waduk atau

danau.Kekeruhan pada suatu perairan dapat disebabkan oleh

adanya plankton, jasad renik atau lumpur.Fitoplankton yang dapat

menyebabkan keruhnya suatu perairan adalah fitoplankton dari

jenis Cyanophyceae, Microcystis, Anabaena dan juga

Bacillariophyta (Kordi, M.G.H.K., 2010).

c. Penetrasi Cahaya

Dari pengukuran penetrasi cahaya yang telah dilakukan

diperoleh nilai yang sama dari masing-masing lokasi pengamatan.

Pengukuran yang dilakukan dilokasi karamba, enceng gondok dan

pemancingan semua memiliki nilai penetrasi cahaya sebesar

25.451 Lux. Persamaan nilai intensitas cahaya dilokasi waduk

dikarenakan semua lokasi pengambilan data merupakan lokasi

terbuka yang secara langsung mengalami pemaparan cahaya.

Cahaya yang mencapai perairan akan diubah menjadi

energi panas. Air memiliki sifat pemanasan yang khas karena

memiliki kapasitas panas spesifik yang tinggi. Hal ini berarti

bahwa energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu air

meningkatkan suhu materi lain sebesar 1 C (Jeffries dan Mills, 1996). Intensitas cahaya yang ada di Waduk Cengklik memiliki

nilai yang merata sehingga suhu air di waduk tersebut juga merata

dengan intensitas cahaya dan suhu yang relatif merata maka lokasi

waduk secara keselurahan mendukung untuk pertumbuhan

makhluk hidup air seperti fitoplankton maupun ikan.

Dokumen terkait