ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA BERDASARKAN
TEORI VAN HIELE UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR.
Agnes Rina Widyawati Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian berawal dari potensi dan masalah terkait kurangnya pemahaman siswa kelas IV SD N Sendangadi 2 terhadap bangun ruang sederhana. Potensi yang ada adalah konsep geometri bangun ruang sederhana dapat membantu siswa mengembangkan kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual. Masalah yang adalah 57% siswa tidak paham rusuk balok, 52% siswa tidak paham bidang sisi balok, 47% siswa tidak paham bidang sisi kubus, dan 47% siswa tidak paham jaring-jaring kubus, serta guru kuarng bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Maka peneliti mengembangkan prototipe dengan tujuannya menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas produk.
Penelitian dan pengembangan (R&D) ini menggunakan 6 langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk yang dihasilkan berupa prototipe perangkat pembelajaran berdasarkan lima fase
van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi bebas, fase penjelasan, fase orientasi
bebas, dan fase integrasi. Prototipe telah divalidasi dengan skor rata-rata 3,60 dengan kategori sangat baik, maka layak diujicobakan.
Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Sendangadi 2 pada tanggal 16 Desember 2016 dengan menerapkan lima fase van Hiele, dari fase terakhir yaitu fase integrasi peneliti mendapatkan data jika siswa memahami sifat-sifat kubus.
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF LEARNING I GEOMETRY INSTRUMENT PROTOTYPE ABOUT SIMPLE 3D SHAPES BASED VAN HIELE THEORY
FOR FOURTH GRADE STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL.
Agnes Rina Widyawati Sanata Dharma University
2016
The research started from the potential and problems related to a lack of understanding fourth grade students of SD Negeri Sendangadi 2 about simple 3D shapes. The potential is simple 3D shapes concepts can help students to develop logical-mathematical intelligence and visual space. The problem are 57% of students do not understand the rib beams, 52% of students do not understand the field side of the beam, 47% of students do not understand the field side of the cube, and 47% of students do not understand the nets of the cube, because of learning model which used by teacher is less variation. Researcher then developed a prototype with the aim to explain the process of developing and describing quality of products.
This research and development (R & D) applied 6 steps by Sugiyono which named: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) the revision of the design, and (6) test product. The product is instrument prototype of geometry learning based on the five phases of van Hiele which named: information phase, direct orientation phase, explication phase, free orientation phase, and integration phase. The prototype has been validated with with the average score of 3.60, the result mean excellent category then deserves tested.
Limited trial implementable at SD Negeri Sendangadi 2 on 16 December 2016 by applying the five phases of van Hiele, in the last phase mean integration phase the researcher get the data that students understand the properties of a cube.
Keywords: development, learning instrument, geometry, simple 3D shapes, van
PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT
PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG
SEDERHANA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE
UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Agnes Rina Widyawati NIM: 121134118
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT
PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG
SEDERHANA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE
UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Agnes Rina Widyawati NIM: 121134118
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Kedua orangtuaku tercinta yang selalu mendoakan dan mendukungku.
Sodara tersayang yang selalu memberiku semangat.
Para sahabat yang bersedia berjuang bersama dan saling memberikan semangat.
v
HALAMAN MOTTO
Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha
keras.
(Aeschyius)
Sukacita adalah payung yang menjaga kita saat menghadapi hari-hari yang
berhujan dalam hidup kita.
(Engstrom)
Janganlah menjadi diri anda sendiri. Jadilah lebih besar daripada diri anda yang
kemarin.
viii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA BERDASARKAN
TEORI VAN HIELE UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR.
Agnes Rina Widyawati Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian berawal dari potensi dan masalah terkait kurangnya pemahaman siswa kelas IV SD N Sendangadi 2 terhadap bangun ruang sederhana. Potensi yang ada adalah konsep geometri bangun ruang sederhana dapat membantu siswa mengembangkan kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual. Masalah yang adalah 57% siswa tidak paham rusuk balok, 52% siswa tidak paham bidang sisi balok, 47% siswa tidak paham bidang sisi kubus, dan 47% siswa tidak paham jaring-jaring kubus, serta guru kuarng bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Maka peneliti mengembangkan prototipe dengan tujuannya menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas produk.
Penelitian dan pengembangan (R&D) ini menggunakan 6 langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk yang dihasilkan berupa prototipe perangkat pembelajaran berdasarkan lima fase
van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi bebas, fase penjelasan, fase orientasi
bebas, dan fase integrasi. Prototipe telah divalidasi dengan skor rata-rata 3,60 dengan kategori sangat baik, maka layak diujicobakan.
Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Sendangadi 2 pada tanggal 16 Desember 2016 dengan menerapkan lima fase van Hiele, dari fase terakhir yaitu fase integrasi peneliti mendapatkan data jika siswa memahami sifat-sifat kubus.
ix
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF LEARNING I GEOMETRY INSTRUMENT PROTOTYPE ABOUT SIMPLE 3D SHAPES BASED VAN HIELE THEORY
FOR FOURTH GRADE STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL.
Agnes Rina Widyawati Sanata Dharma University
2016
The research started from the potential and problems related to a lack of understanding fourth grade students of SD Negeri Sendangadi 2 about simple 3D shapes. The potential is simple 3D shapes concepts can help students to develop logical-mathematical intelligence and visual space. The problem are 57% of students do not understand the rib beams, 52% of students do not understand the field side of the beam, 47% of students do not understand the field side of the cube, and 47% of students do not understand the nets of the cube, because of learning model which used by teacher is less variation. Researcher then developed a prototype with the aim to explain the process of developing and describing quality of products.
This research and development (R & D) applied 6 steps by Sugiyono which named: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) the revision of the design, and (6) test product. The product is instrument prototype of geometry learning based on the five phases of van Hiele which named: information phase, direct orientation phase, explication phase, free orientation phase, and integration phase. The prototype has been validated with with the average score of 3.60, the result mean excellent category then deserves tested.
Limited trial implementable at SD Negeri Sendangadi 2 on 16 December 2016 by applying the five phases of van Hiele, in the last phase mean integration phase the researcher get the data that students understand the properties of a cube.
Keywords: development, learning instrument, geometry, simple 3D shapes, van
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi
Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori Pembelajaran van Hiele untuk
Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapat banyak dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A selaku Ketua Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum selaku dosen pembimbing 1 yang telah
membimbing peneliti dengan penuh kesabaran serta memberikan kritik,
saran, semangat, dan dorongan yang positif dalam menyelesaikan skripsi.
4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku dosen pembimbing 2 yang
telah memberi pengarahan dan nasehat dalam membimbing peneliti
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Para validator yang telah berkenan membantu dalam proses validasi
instrumen dan produk.
6. Sumayarti, S.Pd.,S.D selaku Kepala Sekolah SD Negeri Sendangadi 2
yang memberikan ijin dalam melakukan penelitian di SD Negeri
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
2.1.1 Pembelajaran Matematika ... 12
2.1.2 Teori van Hiele ... 15
2.1.3 Pembelajaran Kontekstual ... 20
2.1.4 Teori Inteligensi Ganda Howard Gardner ... 23
2.2 Penelitian yang Relevan ... 27
2.2.1 Penelitian tentang Pembelajaran Berdasarkan Teori van Hiele . 28 2.2.2 Peta Konsep Penelitian yang Relevan ... 29
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Hasil Penelitian ... 53
4.2 Pembahasan ... 73
BAB V PENUTUP ... 78
5.1 Kesimpulan ... 78
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 78
5.3 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi ... 39
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pra-Penelitian untuk Guru ... 40
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Angket Pra-Penelitian untuk Siswa ... 41
Tabel 3.4 Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Guru untuk Dosen Ahli ... 42
Tabel 3.5 Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Siswa untuk Dosen Ahli .... 43
Tabel 3.6 Lembar Validasi Produk untuk Dosen Ahli ... 44
Tabel 3.7 Lembar Validasi Produk untuk Guru ... 45
Tabel 3.8 Instrumen Tes Fase Informasi ... 47
Tabel 3.9 Instrumen Tes Fase Orientasi Langsung ... 47
Tabel 3.10 Instrumen Tes Fase Penjelasan ... 48
Tabel 3.11 Instrumen Tes Fase Orientasi Bebas ... 48
Tabel 3.12 Instrumen Tes Fase Integrasi ... 49
Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Produk ... 51
Tabel 4.1 Rekappitulasi Hasil Observasi Pembelajaran ... 54
Tabel 4.2 Rekappitulasi Hasil Angket Pra-penelitian ... 55
Tabel 4.3 Presentase Ketidaktercapaian Angket Pra-Penelitian Siswa ... 58
Tabel 4.4 Presentase Ketidaktercapaian Kisi-kisi ... 59
Tabel 4.5 Rekappitulas Hasil Validasi Produk ... 62
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kubus ... 14
Gambar 2.2 Jaring-jaring kubus ... 14
Gambar 2.3 Balok ... 15
Gambar 2.4 Jaring-jaring balok ... 15
Gambar 2.5 Tingkat-tingkat pemikiran geometris van Hiele ... 18
Gambar 4.1 Siswa membaca teks cerita tentang dadu yang lucu ... 65
Gambar 4.2 Siswa mengamati dadu berbentuk kubus ... 65
Gambar 4.3 Siswa mengerjakan soal cerita dadu yang lucu ... 66
Gambar 4.4 Siswa melakukan observasi ... 67
Gambar 4.5 Siswa mempresentasikan hasil observasinya ... 68
Gambar 4.6 Siswa menggunakan media gambar kubus ... 68
Gambar 4.7 Siswa mengerjakan soal ... 69
Gambar 4.8 Siswa sedang menggambar kubus ... 70
Gambar 4.9 Siswa mengerjakan soal evaluasi ... 70
xvi
DAFTAR BAGAN
Halaman
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Observasi Pembelajaran I ... 83
Lampiran 2. Hasil Observasi Pembelajaran II ... 84
Lampiran 3. Hasil Validasi Angket Pra-Penelitian Guru ... 85
Lampiran 4. Hasil Validasi Angket Pra-Penelitian Siswa ... 87
Lampiran 5. Hasil Angket Pra-Penelitian Guru (SD N Sendangadi 2) ... 88
Lampiran 6. Hasil Angket Pra-Penelitian Guru (SD N Kadirojo) ... 90
Lampiran 7. Rekapan Skor Hasil Angket Pra-Penelitian Siswa ... 92
Lampiran 8. Hasil Validasi Produk oleh Dosen Ahli ... 94
Lampiran 9.Hasil Validasi Produk Oleh Guru ... 96
Lampiran 10.Hasil Pekerjaan Siswa ... 99
Lampiran 11.Hasil Rekap Nilai Ujicoba Produk ... 108
Lampiran 12.Silabus ... 111
Lampiran 13.RPP Pembelajaran 1 ... 114
Lampiran 14. Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 1 ... 121
Lampiran 14. Foto Praktek Uji Coba Produk ... 136
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan uraian tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan
definisi operasional.
1.1Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola
keteraturan dan urutan yang logis (Walle, 2007: 13). Pembelajaran
matematika di SD memiliki tujuan khusus yaitu untuk meningkatkan
kemampuan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari-hari
(Susanto, 2013: 189). Pembelajaran matematika juga bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan matematis-logis. Kemampuan matematis-logis
merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan
logika secara efektif, kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan
perhitungan (Suparno, 2003: 19-45). Melalui matematika siswa dapat
mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang kompleks.
Konsep sederhana yang diajarkan pada siswa SD kelas IV adalah konsep
geometri sederhana. Runtukahu (2014: 164) menyebutkan bahwa geometri
adalah studi tentang bangun datar, bangun ruang, dan hubungan-hubungannya.
Geometri perlu dipelajari agar siswa dapat menggunakan matematika secara
lebih luas dalam kehidupan dan sebagai dasar untuk belajar matematika
selanjutnya. Berdasarkan buku pelajaran matematika kelas IV, siswa kelas IV
dapat dikatakan paham mengenai konsep geometri bangun ruang sederhana
apabila siswa mampu menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana (kubus
dan balok) dan mampu menentukan jaring-jaring kubus dan balok. Apabila
siswa memahami konsep tentang bangun ruang sederhana maka akan dapat
mengembangkan kemampuan ruang-visual siswa. Kemampuan ruang-visual
adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Selain
itu juga mengenal bentuk dan benda secara tepat dan memiliki kepekaan
terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang (Suparno,
2003: 19-45).
Pada saat melaksanakan kegiatan Program Pengamatan Lingkungan
(Probaling), peneliti melakukan pengamatan pembelajaran matematika di
kelas IV untuk mengamati proses pembelajaran matematika tentang bangun
ruang sederhana yang sedang berlangsung. Hasil dari observasi menunjukan
bahwa dari dua kali observasi peneliti melihat pembelajaran di kelas kurang
kondusif dan kegiatan pembelajaran kurang bervariatif, untuk media yang
digunakan hanya bangun ruang dari plastik, metode yang digunakan di
dominasi oleh metode ceramah, dan model pembelajaran dari dua kali
pertemuan adalah kooperatif namun belum begitu nampak, selain itu juga
dapat diketahui bahwa dari dua kali observasi peneliti melihat siswa sering
mengalami kesulitan belajar pada observasi yang pertama siswa kesulitan
untuk memahami sifat-sifat bangun ruang, siswa kesulitan untuk menggambar
bangun ruang dan membedakan bangun ruang kubus dan balok. Berdasarkan
pengamatan peneliti pada waktu siswa kelas IV belajar matematika khususnya
pengumpulan data tentang pembelajaran matematika pada pokok bahasan
bangun ruang sederhana di SDN Sendangadi 2 khususnya kelas IV dengan
cara membagikan angket.
Peneliti bersama teman-teman penelitian kolaboratif membagi angket
kepada 11 guru kelas yang terdiri dari guru 1 guru kelas I, 2 guru kelas II, 2
guru kelas III, 2 guru kelas IV, dan 4 guru kelas V. Pembagian angket
tersebut bertujuan untuk menetahui metode, model, media yang digunakan
saat mengajarkan materi geometri sekaligus menanyakan tentang kesulitan
yang dihadapi siswa dalam mempelajari materi geometri. Data dari hasil
angket menunjukan bahwa metode pembelajaran yang digunakan dari dua
guru kelas IV adalah ceramah, diskusi, dan demonstrasi, sedangkan untuk
model pembelajarannya adalah CTL dan Kooperatif. Data yang hampir sama
juga ditunjukan oleh sembilan guru dari kelas I, II, III, dan V yang
mengatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan
konsep geometri adalah ceramah, diskusi, demonstrasi, dan presentasi,
sedangkan untuk model pemelajaran yang sering digunakan adalah CTL,
Jigsaw, dan Kooperatif. Hal ini menunjukan bahwa metode dan model
pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman konsep
geometri siswa. Peneliti juga melakukan wawancara kepada 11 guru tersebut,
dan dari hasil wawancara kepada 11 guru tersebut, mereka memerlukan satu
contoh model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep
geometri.
Peneliti menggarisbawahi pernyataan guru kelas IV yang mengatakan jika
ruang sederhana adalah membedakan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut. Selain
itu, kedua guru tersebut juga mengatakan bahwa kesulitan yang sering muncul
pada siswa saat mengerjakan jaring-jaring bangun ruang sederhana adalah
beberapa siswa masih kebingungan untuk membedakan jaring-jaring kubus
dan balok. Peneliti kemudian memberikan angket kepada siswa untuk
memperkuat data tersebut. Angket diberikan kepada siswa kelas V di SD
Negeri Sendangadi 2 pada semester ganjil karena siswa tersebut sudah
mempelajari tentang materi bangun ruang sederhana di kelas IV pada semester
genap. Data yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut: dari 22 siswa
terdapat 57% siswa tidak paham tentang rusuk balok, 52% siswa tidak paham
tentang bidang sisi balok, 47% siswa tidak paham tentang bidang sisi kubus,
dan 47% siswa tidak paham tentang jaring-jaring kubus. Kesulitan belajar
tersebut hendaknya harus segera diatasi agar masalah yang menunjukkan
bahwa siswa belum memahami konsep geometri dengan benar dapat
diminimalisir dengan menggunakan model pembelajaran geometri yang
sesuai.
Berdasarkan data-data tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan
prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang sederhana
berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV sekolah dasar. Peneliti
menerapkan teori van Hiele karena van Hiele adalah seorang ahli matematika
yang khusus mencetuskan teori tentang tahapan berpikir geometri siswa dalam
mempelajari geometri. Teori pembelajaran van Hiele terdiri dari lima
tingkatan/ level cara pemahaman ide-ide ruang, yakni level 0 (visualisasi),
(ketepatan). Seseorang bisa memahami konsep geometri berdasarkan
level-level tertentu apabila pemahaman berdasarkan level-level-level-level tertentu tersebut
dikemas dalam pembelajaran dengan menginterasikan lima fase van Hiele
meliputi 1) fase informasi, 2) fase orientasi langsung, 3) fase penjelasan, 4)
fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Oleh karena itu, judul penelitian ini
adalah “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi
Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas IV
Sekolah Dasar”.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini berdasarkan
rumusan latar belakang tersebut adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana proses pengembangan media pembelajaran prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana
berdasarkan teori pembelajaran van Hiele untuk siswa kelas IV SD?
1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri model van
Hiele dapat membantu siswa kelas IV memahami konsep bangun ruang
sederhana?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian pengembangan ini antara lain:
1.3.1 Menjelaskan proses pengembangan prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana
1.3.2 Mengembangkan dan mendeskripsikan prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana
berdasarkan teori pembelajaran van Hiele untuk siswa kelas IV SD.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Siswa
Siswa dengan kesulitan dalam memahami konsep bangun ruang sederhana
lebih termotivasi untuk belajar dan meningkatkan kemampuan dalam
bidang keruangan melalui penggunaan prototipe berupa perangkat
pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran van Hiele.
1.4.2 Bagi Guru
Guru dapat menggunakn prototipe berupa perangkat pembelajaran
matematika berdasarkan teori pembelajaran van Hiele ini untuk membantu
siswa dalam memahami konsep-konsep bangun ruang sederhana dan dapat
menambah referensi pengetahuannya tentang macam-macam model dan
media yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan belajar di
kelas.
1.4.3 Bagi Sekolah
Prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika berdasarkan teori
pembelajaran van Hiele dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
penanganan miskonsepsi bangun ruang sederhana di sekolah, sehingga
1.4.4 Bagi Peneliti
Peneliti memiliki pengalaman untuk mengembangkan prototipe berupa
perangkat pembelajaran matematika tentang geometri (bangun ruang
sederhana) bagi siswa kelas IV SD, diharapkan prototipe tersebut berguna
bagi banyak pihak dalam menangani miskonsepsi bangun ruang sederhana.
1.5Spesifikasi Produk
Produk yang dikembangkan ini mengambil materi tentang bangun
ruang sederhana (kubus dan balok) untuk kelas IV Sekolah Dasar dengan
menggunakan model pembelajaran van Hiele. Prototipe perangkat
pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari 3 bagian yaitu:
1.5.1 Bagian Pertama
Bagian ini adalah bagian pendahuluan untuk mengantarkan para pembaca
prototipe agar lebih memahami dan mengenal teori pembelajaran van
Hiele. Bagian pertama dibagi menjadi tiga sub judul sebagai berikut: 1.5.1.1Kekhasan Tingkat Berpikir dalam Belajar Geometri Berdasarkan van
Hiele
Bagian kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan van
Hiele ini memuat tentang pendahuluan yang berisikan penjelasan
mengenai lima tingkatan pemikiran van Hiele yaitu: level 0 (visualisasi),
level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4
1.5.1.2Lima Fase dalam Pembelajaran van Hiele
Bagian lima fase dalam pembelajaran van Hiele memuat tentang
penjelasan lima fase pembelajaran van Hiele yaitu: 1) fase penyelidikan, 2)
fase orientasi langsung, 3) fase penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5)
fase integrasi.
1.5.1.3Proses Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran van Hiele
Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele
berisikan tentang uraian pembelajaran yang diuraikan secara jelas dengan
menyertakan kegiatan yang dilakukan, materi, media, soal dan kunci
jawaban (bahan ajar).
1.5.2 Bagian Kedua
Bagian kedua berisikan silabus dan RPP yang digunakan dalam
pembelajaran geometri bangun ruang sederhana (kubus dan balok).
1.5.2.1Silabus
Silabus disusun berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Silabus ini disusun menggunakan tabel yang yang memiliki beberapa
komponen, yaitu: kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, kegiatan
pembelajaran dan penilaian sumber belajar dan alokasi waktu. Silabus
yang dibuat memuat rincian kegiatan inti pembelajaran selama tiga
pertemuan. Kegiatan inti dalam silabus ini menunjukkan fase-fase dalam
pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran Matematika. Format silabus
1.5.2.2Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP yang dikembangkan memiliki komponen identitas, kompetensi inti,
kompetensi dasar yang diturunkan dari silabus. RPP yang akan
dikembangkan menggunakan model pembelajaran van Hiele, hal ini dapat
dilihat pada setiap kegiatan menggunakan fase-fase van Hiele yakni: fase
informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas,
dan fase integrasi. RPP juga dilengkapi dengan penilaian, penilaian
diperoleh dari penjabaran kompetensi dasar pada RPP. Format RPP dapat
dilihat pada lampiran 13.
1.5.3 Bagian Ketiga
1.5.3.1Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS ini menunjukkan aktivitas siswa dalam melaksanakan kegiatan baik
secara mandiri atau kelompok. LKS dilengkapi dengan gambar yang lebih
menarik agar mendorong siswa untuk melakukan kegiatan pada LKS.
Selain itu, kegiatan pada LKS ini juga memuat fase dalam teori van Hiele.
LKS dibagi menjadi 3 pertemuan yaitu: pembelajaran 1) tentang materi
sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran 2) tentang materi sifat-sifat
bangun ruang balok, dan pembelajaran 3) tentang materi jaring-jaring
kubus dan balok.
1.5.3.2Lampiran Materi
Lampiran materi dikembangkan berdasarkan materi bangun ruang
sederhana. Materi pada bahan ajar ini disusun pada setiap pertemuan.
Lampiran materi juga dilengkapi dengan gambar-gambar dan contoh soal
1.6Definisi Operasional
Batasan istilah pada penelitian ini diberikan agar tidak menimbulkan
pertanyaan tentang istilah-istilah yang dikemukakan. Istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian adalah:
1.6.1 Pengembangan adalah proses menghasilkan produk melalui revisi produk yang sudah ada.
1.6.2 Prototipe Menurut Kamus Bahasa Inggris adalah bentuk asli atau bentuk dasar. Prototipe yang peneliti kembangkan berupa bentuk dasar perangkat
pembelajaran geometri yang terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama: a)
tentang kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan van
Hiele, b) lima fase dalam pembelajaran van Hiele, c) proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran van Hiele. Bagian kedua berisi silabus
dan 3 RPP tentang materi sifat-sifat kubus serta balok dan jaring–jarin
kubus serta balok. Bagian ketiga berisi LKS untuk pembelajaran 1 materi
sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran 2 materi sifat-sifat bangun
ruang balok, dan pembelajaran 3 materi jaring-jaring kubus dan balok.
1.6.3 Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan logis yang menggunakan bahasa simbol dimana keindahanya
terdapat dalam keteraturan dan keharmonisan. Matematika memiliki
beberapa pokok bahasan, salah satu pokok bahasan dari matematika adalah
geometri.
tingkatan/level cara pemahaman ide-ide ruang, yakni level 0 (visualisasi),
level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4
(ketepatan). Van Hiele mengungkapkan lima fase urutan pembelajaran
meliputi 1) fase mengumpulkan informasi, 2) fase orientasi langsung, 3)
fase penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Teori
pembelajaran van Hiele dapat digunakan untuk membantu siswa dalam
memahami konsep geometri dengan benar dan sesuai dengan tahapan
berpikir geometri siswa, karena teori pembelajaran van Hiele dikhususkan
untuk materi geometri.
1.6.5 Kubus adalah bangun ruang yang memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut, yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk
dan ukurannya sama.
1.6.6 Balok adalah sebuah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi kongkruen serta memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik
sudut.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan uraian tentang: kajian pustaka, penelitian yang relevan,
kerangka berfikir, dan hipotesis.
3.1Kajian Pustaka
Pada sub bab kajian pustaka ini memuat pembelajaran matematika,
model pembelajaran, teori pembelajaran van Hiele, inteligensi ganda.
3.1.1 Pembelajaran Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema
yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa
Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya
berkaitan dengan penalaran Depdiknas (Susanto, 2013: 186). Johnson &
Rising (dalam Runtukahu, 2014: 28) menyatakan tiga definisi terkenal
mengenai matematika sebagai berikut: (1) matematika adalah pengetahuan
terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan
unsur-unsur yang didefinisikan atau yang tidak didefinisikan dan
berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenaranya,
(2) matemaika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan
menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan
akurat (3) matematika adalah seni, dimana keindahanya terdapat dalam
keteraturan dan keharmonisan. Selain tiga pendapat tersebut, Walle,
(2007: 13) juga mengungkapkan bahwa matematika merupakan ilmu
Jadi matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola
keteraturan dan urutan logis yang menggunakan bahasa simbol dimana
kaidahnya terdapat dalam keteraturan dan keharmonisan. Matematika
memiliki beberapa pokok bahasan, salah satu pokok bahasan dari
matematika adalah geometri.
3.1.1.1Geometri
Runtukahu (2014: 164) menyebutkan bahwa geometri adalah studi
tentang bangun datar, bangun ruang, dan hubungan-hubungannya. Bangun
ruang dalam geometri juga sering disebut sebagai bangun tiga dimensi
(3D). Bangun ruang yang diajarkan pada siswa kelas IV SD adalah bangun
ruang sederhana (kubus dan balok). Manfaat dari geometri sendiri adalah:
(1) mengetahui sifat-sifat bangun ruang sederhana (2) mengetahui
jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok
2.1.1.2Kubus
Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa kubus memiliki enam sisi,
dua belas rusuk, dan delapan titik sudut. Kubus adalah bangun ruang yang
dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama
(Simangunsong, 2008: 46). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kubus adalah bangun ruang yang memiliki enam sisi, dua belas
rusuk, dan delapan titik sudut, yang dibentuk oleh tiga pasang persegi
Gambar 2.1 Kubus
Menurut buku ajar kelas IV, kubus memiliki jaring-jaring sebagai berikut:
Gambar 2.2 Jaring-jaring kubus
2.1.1.3Balok
Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa balok memiliki enam sisi,
dua belas rusuk, dan delapan titik sudut. Balok adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh tiga pasang persegi panjang dimana setiap pasang persegi
panjang saling sejajar/ berhadapan dan berukuran sama (Mustaqim, 2008:
211). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa balok adalah
sebuah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi kongkruen serta
Gambar 2.3 Balok
Menurut buku ajar kelas IV, balok memiliki jaring-jaring sebagai berikut:
Gambar 2.4 Jaring-jaring balok
Konsep-konsep bangun ruang sederhana harus dikuasai oleh siswa
kelas IV SD. Salah satu ahli yang mencetuskan model pembelajaran untuk
pembeajaran geometri adalah Pierre van Hiele, model pembelajaran yang
dicetuskan olehnya adalah teori van Hiele.
2.1.2 Teori van Hiele
2.1.2.1Sejarah Teori Pembelajaran van Hiele
Model pembelajaran geometri van Hiele muncul dari karya Dina
Van Hiele-Geldf dan suaminya Pierre Van Hiele pada tahun 1950-an di
Universitas Utrecht, Belanda. Disertasi Pierre terutama mencoba untuk
menjelaskan sebab dari murid mengalami masalah dalam pendidikan
geometri (dalam hal ini itu jelas dan deskriptif), disertasi Dina adalah
pembelajaran konten geometri dan kegiatan siswa belajar. Namun tidak
lama setelah menyelesaikan disertasinya doktor Dina van Hiele-Geldf
meninggal dan yang meneruskan, mengklasifikasikan, mengubah dan
mengembangkan disertasinya adalah Pierre van Hiele dan terciptalah teori
van Hiele (Crowley, 1987: 1).
Teori van Hiele telah diakui secara internasional dan memberikan
pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan
Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum
geometri berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet
telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele.
Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa
sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, penelitian yang
memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele
memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.
2.1.2.2Lima Level dalam Pemahaman Ide-Ide Ruang van Hiele
Model pembelajaran van Hiele memiliki hirarki tingkatan yang tiap
tingkatannya menggambarkan proses pemikiran untuk diterapkan dalam
konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang
bagaimana kita berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang kita pikirkan.
Tingkatan pemikiran ini ada lima, (Walle 2008 : 151-154) sebagai berikut:
Level 0 : Visualisasi
Objek-objek pikiran pada level 0 berupa bentuk-bentuk. Penekanan
dibentuk, dipisahkan, atau digunakan dengan beberapa cara. Tujuan umum
yaitu menelusuri bagaimana bentuk-bentuk serupa atau berbeda, serta
menerapkan ide-ide ini untuk membuat berbagai kelompok dari
bentuk-bentuk (baik secara fisik maupun mental).
Level 1 : Analisis
Objek-objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok-kelompok
bentuk bukan bentuk-bentuk individual. Pada tingkat ini siswa dapat
menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya dan
mulai mengerti bahwa kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan
sifat atau ciri-cirinya. Hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah sifat-sifat dari
bentuk.
Level 2 : Deduksi Informal
Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari bentuk. Pada
tingkat 2 siswa akan dapat mengikuti dan mengapresiasi
pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat-sifatnya. Hasil
pemikiran pada level 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek
geometri.
Level 3 : Deduksi
Objek pemikiran pada tingkat 3 berupa hubungan diantara
sifat-sifat objek geometri. Siswa pada tingkat ini mampu bekerja dengan
pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat
Level 4 : Ketepatan (Rigor)
Objek-objek pemikiran pada tingkat 4 berupa sistem-sistem
deduktif dasar dari geometri. Hasil pemikiran dari tingkat 4 berupa
perbandingan dan perbedaan di antara berbagai sistem-sistem geometri
dasar.
Gambar 2.5 Tingkat-tingkat pemikiran geometris van Hiele
2.1.2.3Lima Fase Tahapan Pembelajaran van Hiele
Van Hiele menawarkan model pembelajaran yang terdiri dari lima
fase berurutan, yang sekaligus sebagai tujuan pembelajaran (Crowley,
1987: 5), sebagai berikut:
a. Fase inkuiri/informasi (Inquiry/ Infamation), guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktivitas seperti tanya jawab tentang obyek
studi atau konsep baru yang akan dipelajari. Melalui kegiatan tanya
jawab, guru akan memperoleh informasi tentang pengetahuan awal
siswa untuk materi yang dipelajari, sedangkan siswa akan
b. Fase orientasi terarah (Directed Orientation), guru mengarahkan siswa meneliti obyek yang dipelajari kemudian siswa mengeksplorasinya
dari kegiatan eksplorasi siswa mampu menguraikan obyek tersebut,
ini merupakan rangkaian tugas singkat untuk memperoleh respon
siswa. Tujuan dari aktivitas ini adalah merangsang siswa agar aktif
mengeksplorasi obyek, melalui kegiatan seperti: melipat, mengukur
untuk menemukan hubungan sifat dari bentuk-bentuk bangun datar
atau bangun ruang.
c. Fase penjelasan (Explication), guru mendorong siswa untuk membangun pengalaman mereka sebelumnya, di sini siswa berbagi
pengalaman dengan temannya. Pada fase ini siswa berpeluang untuk
menguraikan pengalaman, mengekspresikan, dan mengubah
pengetahuan awal mereka yang tidak sesuai struktur/ pengetahuan
yang sudah diperoleh.
d. Fase orientasi bebas (Ree Orientation), pemberian masalah kompleks kepada siswa, di sini guru berperan dalam memilih materi dan soal
yang sesuai dengan pembelajaran. Siswa diberi masalah yang
kompleks dan harus memecahkan masalah tersebut sesuai caranya
sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman
menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan
strateginya sendiri.
e. Fase integrasi (integration), siswa meninjau dan membuat ringkasan tentang seluruh materi yang telah dipelajari mulai dari pengamatan,
memiliki peran untuk membantu mengintegrasikan pengetahuan siswa
dengan cara meminta mereka supaya membuat refleksi dan klarifikasi
atas pengetahuan geometrinya. Tujuan kegiatan ini adalah
mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan.
Teori van Hiele selain memiliki kelebihan dalam tingkatan berpikir
dan model pembelajaran, teori van Hiele juga mendukung proses
pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual akan
membantu siswa dalam memahami setiap materi geometri yang
disampaikan.
2.1.3 Pembelajan Kontekstual
2.1.3.1Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
menurut Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2010: 14) adalah konsep belajar yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang di ajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan juga mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sendiri. Sedangkan menurut Johnson (dalam Taniredja
2011: 49) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan proses
pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Lebih
lanjut, menurut Elaine (dalam Rusman, 2013: 187) menyatakan bahwa
dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan
akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Peneliti dapat menyimpulkan dari ketiga pendapat di atas bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep suatu sistem pembelajaran yang
cocok dengan otak karena membantu siswa untuk menghasilkan makna
dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan
sehari-hari. Selain itu juga untuk membantu guru dalam menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa.
2.1.3.2Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Rusman (2013: 193-198) pembelajaran kontekstual
memiliki tujuh prinsip yang harus di kembangkan oleh guru, yaitu:
a. Konstruktivisme (Constructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
b. Menemukan (Inquairy)
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari kontekstual, melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
bukan merupakan hasil mengingat perangkat fakta-fakta, tetapi hasil
menemukan sendiri.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam kontekstual. Penerapan
kebiasaan bertanya akan mendorong pada peningkatan kualitas dan
produktifitas pembelajaran, dengan kata lain bertanya dapat membuat
pembelajaran lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil yang
lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur
terkait sebelumnya yang tidak terpikirkan oleh guru maupun siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari
teman-teman belajarnya. Kebiasaan penerapan dan mengembangkan
masyarakat belajar dalam kontekstual sangat dimungkinkan dan
dibuka dengan luas untuk memanfaatkan masyarakat belajar lain di
luar kelas. Ketika siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman
yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula siswa akan
mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunikasinya.
e. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan merupakan tahap pembuatan model jika guru mengalami
keterbatasan dalam mengajarkan suatu pembelajaran, maka solusinya
adalah pembuatan model untuk mengembangkan pembelajaran agar
siswa siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan
membantu mengatasi keterbatasan guru.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau
baru saja dipelajari, dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke
saat refleksi, siswa diberikan kesempatan untuk mencerna,
menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi
dengan dirinya sendiri (learning to be) tentang segala proses yang
telah mereka lalui.
g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian merupakan tahapan paling akhir dalam pembelajaran
kontekstual. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran
memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi
kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual akan membantu anak untuk mengasah
atau mengembangkan berbagai macam kecerdasan. Ketika
pembelajaran konteksual digunakan untuk mengajarkan geometri,
kemungkinan kecerdasan yang bisa dikembangkan adalah kecerdasan
matematis-logis dan ruang-visual. Kecerdasan matematis-logis dan
ruang-visual adalah bagian dari inteligensi ganda.
2.1.4 Inteligensi Ganda
2.1.4.1Kriteria Suatu Inteligensi
Ketika seseorang menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan
dalam memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemuinya dalam
kehidupan hal ini disebut sebagai kemampuan atau inteligensi. Selain itu,
juga dapat menciptakan suatu produk baru, ataupun dapat menciptakan
persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan
baru. Secara garis besar, maka dalam kemampuan ada unsur pengetahuan
Kemampuan yang dapat dipertimbangakan sebagai inteligensi
dalam teori inteligensi Gardner memiliki syarat yaitu bersifat universal.
Berikut ini adalah delapan kriteria untuk menentukan apakah kemampuan
itu sungguh inteligensi. Kedelapan kriteria itu adalah sebagai berikut
Amstrong (Suparno 2003: 23):
a. Terisolasi dalam bagian otak tertentu. Setiap inteligensi berkaitan
dengan bagian otak tertentu. Bila kemampuan ini hilang karena
kerusakan otak, maka tidak akan mempengaruhi kerusakan
kemampuan lainnya.
b. Kemampuan itu independen. Ini tampak pada orang yang pandai
tapi idiot (idiot savants) dan orang autis. Orang tersebut mempunyai
kemampuan tinggi dalam hal tertentu, tetapi mempunyai kelemahan
pada kemampuan lainnya.
c. Memuat satuan operasi khusus. Setiap inteligensi mengandung
keterampilan operasi tertentu yang berbeda satu sama lain dan
seseorang dengan keterampilan operasi tersebut dapat
mengekspresikan kemampuannya dalam menghadapi persoalan.
d. Mempunyai sejarah perkembangan sendiri. Setiap inteligensi
mempunyai waktunya sendiri dalam berkembang, menuju puncak lalu
akan turun. Kita dapat melihat puncak inteligensi pada orang-orang
yang berinteligensi tertentu secara luar biasa.
e. Berkaitan dengan sejarah evolusi zaman dulu. Setiap inteligensi
dapat dicari awalnya dari evolusi manusia kuno, bahkan dari evolusi
manusia dari manusia purba dan bahkan dari makhluk lain yang
berkaitan.
f. Dukungan psikologi eksperimental. Tugas-tugas psikologis yang
diberikan tampak bahwa inteligensi bekerja saling terisolasi.
Seseorang yang kuat/ pandai dalam bidang tertentu belum tentu kuat/
pandai dalam bidang lain. Hal tersebut sangat jelas bahwa inteligensi
satu ke inteligensi lain sering tidak bisa. Jelas bahwa inteligensi itu
terisolasi.
g. Dukungan dari penemuan psikometrik. Inteligensi yang ditemukan
Gardner memang benar terbukti dari beberapa tes psikologis
terstandar.
h. Dapat disimbolkan. Kemampuan untuk menggunakan simbol dalam
hidup merupakan salah satu tanda tingkah laku inteligensi manusia.
Menurut Gardner, setiap inteligensi yang ditelitinya memiliki simbol
khusus yang berbeda-beda dan sistem notasi yang khas.
2.1.4.2Sembilan Inteligensi Ganda
Pada tahun 1999 Howard Gardner melakukan kajian ilmiah
psikologi, Gardner yang juga merupakan ahli saraf di Universitas Harvard
membuat klasifikasi kecerdasan berdasarkan fakta empiris. Howard
Gardner menghasilkan karya intelektual berjudul “Intelligence Reframed”
yang menyatakan bahwa otak manusia setidaknya menyimpan sembilan
jenis kecerdasan yang disepakati dan diterima (Chatib, 2012: 79).
Sembilan kecerdasan tersebut yaitu: 1) inteligensi lingusitik (linguistic
intelligence), 3) Inteligensi Ruang (spatial intelligence), 4) Inteligensi kinestetik-badani (bodily-kinesthetic intelligence), 5) inteligensi musikal
(musical intelligence), 6) inteligensi interpersonal (interpersonal
intelligence), 7) inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence), 8) inteligensi lingkungan/ naturalis (naturalist intelligence), 9) inteligensi eksistensial (existential intelligence), (Suparno, 2003: 19-45). Penelitian
ini akan membantu siswa untuk mengembangkan kecerdasan
matematis-logis dan ruang-visual.
a. Inteligensi matematis-logis (logical-matematical intelligence).
Merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan
dan logika secara efektif, kepekaan pada pola logika, abstraksi,
kategorisasi, dan perhitungan. Siswa yang memiliki inteligensi ini
biasanya mempunyai nilai matematika yang tinggi, dapat
memecahkan masalah dengan logis dan suka belajar skema serta
bagan.
b. Inteligensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut dengan intelligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia
ruang-visual secara tepat. Selain itu juga mengenal bentuk dan benda
secara tepat dan memiliki kepekaan terhadap keseimbangan, relasi,
warna, garis, bentuk, dan ruang. Anak yang memiliki inteligensi ini
dapat dengan mudah belajar ilmu ukur ruang, mudah menentukan
letak suatu benda yang berada dalam ruangan dan dapat
2.1.4.3Mengembangkan Matemais-logis dan Ruang-visual.
Menurut Suparano (2003: 67-78) ada latihan tersendiri untuk
membantu siswa dalam mengembangkan matematis-logis dan
ruang-visual, langkah itu sebagai berikut:
a. Inteligensi matematis-logis, siswa dilatih membuat simbol, membuat
kesimpulan dari konkret ke abstrak, membuat garis besar jalan
pikiran, membuat grafik, mengurutkan bilangan, berhitung,
membiasakan problem solving. Problem solving tersebut membantu
siswa untuk mengembangkan penalaran dengan selalu melihat
sebab-akibatnya.
b. Inteligensi ruang-visual, siswa dilatih untuk membayangkan sesuatu
bentuk/ benda di otaknya, berlatih dengan warna, menggambar,
membuat peta, membangun suatu bangun petak-petak yang
mengembangkan gambaran, mematung, bermain mencari jejak,
mengamati gambar 3 dimensi sesuai dengan situasi kelas.
2.2 Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini,
yaitu :
daripada instruksi sesuai dengan metode tradisional dalam mengembangkan
tingkat berpikir kreatif siswa.
Kedua, Husnaeni. (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan
bahwa: (1) teori van Hiele dapat membantu siswa dalam memahami konsep
segitiga. Implementasi model pembelajaran sesuai dengan teori van Hiele
mengarahkan siswa untuk mengubah konsepsinya yang tidak tepat dan
memudahkan siswa untuk membangun konsepsi geometri yang sama dengan
konsep ilmiah, dan (2) model pembelajaran van Hiele dapat meningkatkan
kualitas berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analisis. Dengan
demikian penerapan model geometri van Hiele ternyata efektif meningkatkan
kualitas berpikir siswa.
Ketiga, Samiyati (2012), melakukan penelitian yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar Siswa Tentang Volume Kubus dan Balok melalui
Penerapan Teori van Hiele bagi Siswa Kelas V Semester I SD Negeri 3
Tlogorejo”. Hasil penelitian ini adalah pembelajaran dengan menerapkan teori
van Hiele berpengaruh positif pada hasil belajar siswa.
Keempat, Astuti, Budi (2015), melakukan penelitian yang berjudul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Volume Kubus dan
Balok Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar”.
Hasil dari penelitian ini adalah kualitas produk yang dihasilkan sangat baik
Bagan 2.1. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang tahapan
pembelajaran van Hiele Penelitian tentang level van Hiele
Erdogan. (2009)
The effect of the van Hiele model based instruction on the creative the thinking levels.
Husnaeni. (2006)
Model pembelajaran van Hiele dapat membantu siswa kelas IV SD membangun konsep segitiga
Kesimpulan dari penelitian Erdogan. (2009) , Husnaeni. (2006), Astuti Budi. (2015), &
Samiyati. (2012)
Teori van Hiele memiliki dampak yang sangat baik untuk pembelajaran matematika
Samiyati. (2012)
Teori van Hiele dapat
meningkatkan hasil belajar siswa tentang volume kubus dan balok.
Astuti. (2015)
Perangkat pembelajaran geometri materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van Hiele
memiliki kualitas yang baik.
Penelitian yang akan dilakukan berjudul:
2.3 Kerangka Berpikir
Penelitian Husnaeni (2012) menginspirasi peneliti jika model
pembelajaran van hiele dapat membantu siswa kelas IV SD membangun
konsep segitiga. Penelitian Samiyati (2012) penerapan teori van hiele
dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang volume kubus dan balok.
Menurut penelitian Astuti (2015) perangkat pembelajaran geometri materi
volume kubus dan balok berdasarkan teori van hiele memiliki kualitas
yang baik, Selain itu, menurut penelitian Erdogan (2009), teori van Hiele
memiliki dampak yang lebih baik jika dibandingkan dengan teori
pembelajaran tradisional. Keempat penelitian tersebut menjadi acuan
peneliti untuk mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran kelas IV
tentang bangun ruang sederhana, khususnya mengenai sifat-sifat bangun
ruang sederhana (kubus dan balok) serta jaring-jaring kubus dan balok
dengan menerapkan model pembelajaran van Hiele. Ada 3 perangkat
pembelajaran yang peneliti kembangkan. Pembelajaran I tentang materi
sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran II tentang materi sifat-sifat
bangun ruang balok, dan pembelajaran III tentang materi jaring-jaring
kubus dan balok.
Prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti susun untuk
menjawab permasalahan siswa di SD Negeri Sendangadi 2. Permasalahan
yang ada ialah siswa belum paham tentang sifat-sifat kubus, sifat-sifat
balok, jaring-jaring kubus dan jaring-jaring balok.
Prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti kembangkan
pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami materi geometri
tentang bangun ruang sederhana. Peneliti menggunakan model
pembelajaran van Hiele untuk membantu guru dalam menyampaikan
materi bangun ruang sederhana.
Prototipe perangkat pembelajaran peneliti kembangkan dengan
memperhatikan tingkat berpikir siswa kelas IV yang termasuk ke dalam
level 1 yaitu analisis. Tujuannya adalah mengarahkan siswa untuk
menemukan sifat-sifat dan bentuk bangun ruang sederhana. hal tersebut
menjadi acuan bagi peneliti dalam menyusun RPP menggunakan lima fase
van Hiele yaitu: 1) fase informasi, 2) fase orientasi langsung, 3) fase
penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.
2.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasakan teori di atas, maka dapat beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
2.4.2 Bagaimana proses pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri bangun ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa
kelas IV Sekolah Dasar?
2.4.3 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri model van
Hiele dapat membantu siswa kelas IV memahami konsep bangun ruang
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian tentang: jenis penelitian, setting penelitian, prosedur
pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian
pengembangan produk atau penelitian Research and Development (R&D).
Borg, W.R. dan Gall, M.D. (Setyosari, 2010: 194) mengungkapkan bahwa
penelitian pengembangan merupakan penelitian untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk penelitian. Sugiyono (2011: 297) mengungkapkan
bahwa “Research and Development merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan untuk menguji keefektifan dari produk tersebut”. Menurut Trianto ( 2010: 206) metode R&D
merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk
dan prosedur baru yang diuji, dievaluasi, dan direvisi secara sistematis sampai
menemukan produk yang dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa penelitian Research and Development atau penelitian pengembangan
merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji
suatu produk. Melalui penelitian ini, peneliti akan mengembangkan sebuah
ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV Sekolah
Dasar dengan kesulitan memahami konsep matematika bangun ruang
sederhana. Produk ini akan dikembangkan melalui prosedur-prosedur yang
sesuai dengan metode penelitian pengembangan atau penelitian Research and
Development (R&D).
3.2Setting Penelitian 3.2.1 Objek Penelitian
Objek pada penelitian pengembangan ini adalah prototipe berupa
perangkat pembelajaran matematika berbasis teori pembelajaran van
Hiele. Perangkat pembelajaran ini merupakan sebuah buku yang
berisikan tentang perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dan
Bahan ajar) sesuai dengan fase-fase van Hiele yaitu: fase informasi,
fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase
integrasi.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek ujicoba produk pada penelitian ini adalah siswa kelas IV
SDN Sendangadi 2 pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.
Dengan jumlah siswa sebesar 11 laki-laki dengan jumlah 5 dan
perempuan dengan 6.
3.2.3 Lokasi Penelitian
Penelitian R&D ini dilakukan di SDN Sendangadi 2 yang terletak
di Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini notabennya
3.2.4 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan selama tujuh bulan, terhitung mulai dari
bulan April 2015 sampai Februari 2016.
3.3Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Research
and Development, sehingga peneliti membuat rancangan penelitian sesuai
dengan langkah-langkah penelitian R&D. Langkah-langkah penelitian
pengembangan atau penelitian R&D menurut Sugiyono, (2009: 408 - 427)
antara lain:
3.3.1 Potensi dan Masalah
Potensi dan masalah merupakan hal yang mendasari dilakukannya
suatu penelitian. Potensi merupakan hal-hal yang dapat digunakan,
sedangkan masalah adalah penyimpangan antara sesuatu yang
diharapkan dengan kenyataan yang terjadi.
3.3.2 Mengumpulkan Informasi
Peneliti perlu memperhatikan langkah-langkah mengumpulkan
data/informasi yang meliputi usaha membatasi penelitian serta
mengumpulkan informasi melalui metode-metode yang sesuai dengan
permasalahan dan ketelitian tujuan.
3.3.3 Desain Produk
Desain produk dalam penelitian pengembangan harus diwujudkan
dan menilainya. Selain itu, produk juga perlu disertai dengan
mekanisme penggunaan, cara kerja, serta kelebihan dan kekurangannya.
3.3.4 Validasi Desain
Validasi desain merupakan langkah untuk menilai suatu rancangan
produk yang dapat dilakukan dengan menghadirkan pakar atau tenaga
ahli dan berpengalaman untuk menilai desain produk tersebut.
3.3.5 Revisi Desain
Perbaikan desain merupakan langkah memperbaiki desain produk
yang telah divalidasi sebelumnya.
3.3.6 Ujicoba Produk
Ujicoba produk pada penelitian pengembangan diperlukan untuk
mengetahui efektifitas dan efisiensi sistem lama dengan sistem yang
baru. Pengujian produk ini memerlukan eksperimen untuk
membandingkan keadaan sebelum dan sesudah menggunakan sistem
baru. Eksperimen juga dapat dilakukan dengan membandingkan dua
kelompok yaitu kelompok yang menggunakan sistem baru atau dengan
kelompok yang tetap menggunakan sistem lama.
3.3.7 Revisi Produk
Setelah dilakukan pengujian produk, maka peneliti dapat
mengetahui kelemahan produk yang dikembangkan.
3.3.8 Ujicoba Pemakaian
Ujicoba pemakaian merupakan tahapan ujicoba produk pada
kelompok yang lebih luas untuk kemudian memperoleh informasi
3.3.9 Revisi Produk
Revisi produk perlu dilakukan jika dalam ujicoba produk yang lebih
luas masih terdapat kekurangan dan kelemahan.
3.3.10 Pembuatan Produk Masal
Pembuatan produk masal dapat dilakukan bila produk telah
dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian.
Bagan 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 409)
3.4Prosedur Pengembangan
Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Sugiyono tersebut,
peneliti kemudian mengadaptasi, memodifikasi, dan menginovasi
langkah-langkah tersebut untuk diimplementasikan dalam prosedur penelitian.
Langkah-langkah penelitian pengembangan yang dilakukan oleh peneliti
meliputi tahap yaitu kajian standar kompetensi dan standar kompetensi, studi
pendahuluan dan analisis kebutuhan, pengembangan perangkat pembelajaran,
Langkah-langkah pengembangan yang akan dilakukan oleh peneliti dijabarkan
dalam tahapan-tahapan berikut ini:
3.4.1 Potensi dan Masalah
Tahap pertama pada penelitian ini adalah dengan mencari potensi
dan masalah di SD Negeri Sendangadi 2 menggunakan analisis
kebutuhan. Analisis dan kebutuhan dilakukan dengan observasi di kelas
IV saat pembelajaran matematika pada tanggal 14 April 2015 dan 16
April 2015, agar lebih yakin mengenai potensi dan masalah yang ada
maka peneliti mengumpulkan informasi lebih lanjut.
3.4.2 Mengumpulkan Informasi
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara membagikan
angket pra-penelitian kepada siswa kelas V tentang materi geometri
bangun ruang sederhana, alasanya peneliti memilih siswa kelas V
karena siswa kelas V sudah mendapatkan materi bangun ruang
sederhana di kelas IV semester genap. Peneliti juga membagikan angket
pra-penelitian kepada dua guru wali kelas IV di SDN Sendangadi 2 dan
SDN Kadirojo. Data yang diperoleh akan digunakan peneliti untuk
mengetahui kesulitan siswa dan membantu menentukan kebutuhan guru
dalam pembelajaran geometri agar dapat menjadi acuan untuk
merancang produk prototipe berupa perangkat pembelajaran geometri
berdasarkan teori van Hiele.
3.4.3 Desain Produk
Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah