• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) DI CV. WIDORO INDAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) DI CV. WIDORO INDAH."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI

DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP )

DI CV. WIDORO INDAH

SKRIPSI

D

Di

is

su

us

su

un

n

O

O

le

l

eh

h

:

:

FAMEI VERY ARILIANZA

NPM.0832010066

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

penelitian dengan judul “PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU

PRODUKSI DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING

( RCCP ) DI CV.WIDORO INDAH”.

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk

menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak,

yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan

mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya

bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Bapak Dr.Ir.Minto Waluyo.MM Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri

4. Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas

(3)

5. Bapak Ir. Rus Indianto, MT selaku dosen pembimbing I

6. Ibu Ir.Sumiati, MT selaku dosen pembimbing II

7. Bapak H.Yunus selaku pemimpin CV.WIDORO INDAH

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Kedua Orang Tua Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan

baik materi maupun moril.

10. My hunny Diah Nofita yang selalu support dan ngasi semangat.

11. Seluruh angkatan 2008 TI dari paralel A sampai D,

12. Asslab Prokom&SSI terimakasih banyak suport dan masukanNya, senang

sekali bisa bekerja sama dengan kalian, kalian keluarga baru ku.

13. Anak2 kost menemani di saat senang&sedih,keluarga nomer dua q.

14. Seluruh angkatan 2008 TI khususnya paralel A tercinta, yang menemani

suka maupun duka disa’at menjalani kuliah yang tidak bisa disebutin satu

persatu,’Salam Satu Jiwa’.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi

maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua

pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, Mei 2012

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar. . . i

Daftar Isi. . . Daftar Tabel. . . .. . . .. . . .. . . . iv viii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang . . . 1

1.2.Rumusan Masalah . . . 2

1.3.Batasan Masalah ………… . . . . . . ……. 3

1.4.Asumsi . . . 3

1.5.Tujuan Penelitian. . . .. 1.6.Manfaat Penelitian . . . .. 3 4 1.7.Sistematika Penulisan . . . .. . . 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Produktivitas . . . 6

2.2 Rought Cut Capacity Planning (RCCP) . . . 7

2.2.1 Perbandingan RCCP dari Metode CRP . . . .. . . . .. . .

2.3 Pengukuran Waktu Kerja. . . .. . .

2.3. 2.3.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stop Watch) . . . .

2.3.1.1 Cara Pegukuran dan Pencatatan Waktu Kerja . . . . .. . .

2.3.1.2 Langkah dalam melaksanakan pengukuran waktu kerja . . . 8

9

10

12

(5)

2.3.2 Waktu Baku . . . .. .. . . . .. . . .. . .

2.3.3 Kelonggaran . . . … . .

2.4 Faktor Penyesuaian (Rating Performance). . .

2.5 Perencanaan Produksi . . . . .. . . ..

2.6 Perencanaan produksi agregat . . .

2.7 Perencanaan Kapasitas Produksi . . . . .. . . . . . 15

16

20

22

24

27

2.8 Waktu produksi Tersedia . . . ... 30

2.9 Jadwal Induk Produksi Master Production Schedule (MPS) . . . 31

2.10 Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity planning (RCCP) …. . . . . . .. . . .. 2.11 Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP) . . . .. . 2.12 Peramalan . . . ... . . 34 38 41

2.13 Metode Peramalan . . . 43

2.14 Ukuran akurasi hasil peramalan . . . .. . . . …. . . 2.15 Uji Kondisi Diluar Kendali Moving Average Chart (MPC) . . . .. 46 49 2.16 Peneliti terdahulu (Mursyid 2007) . . . 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu penelitian . . . 55

3.2. Identifikasi variable dan defenisi operasional . . . 55

3.3. Metode penelitian . . . 57

3.4. Metode pengolahan dan analisa data . . . 58

(6)
(7)

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI

DENGAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP )

ABSTRAKSI

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan Perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar.

CV. WIDORO INDAH adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan sandal. Produk sandal yang dihasilkan oleh CV. WIDORO INDAH adalah Sandal untuk laki - laki. Disamping itu CV.WIDORO juga menghasilkan produk lain berupa sandal wanita. CV. WIDORO INDAH sendiri khususnya dalam bagian produksi sandal laki – laki, Dalam pelaksanaan produksi terkadang mengalami perbedaan hasil produksi jadi antara target produksi dengan realisasi tidak sesuai, dikarenakan adanya serta perbedaan antara masing – masing stasiun kerja yang masih terdapat kekurangan jam kerja produksi, dan juga berpengaruh pada banyaknya permintaan konsumen. Jadi kapasitas waktu produksi belum memenuhi permintaan konsumen.

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan” dengan Teknik Bill Of Labor (BOL).

Dari hasil penelitian, Dari sebelas stasiun kerja di CV. WIDORO INDAH terdapat 4 stasiun kerja masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu pada stasiun kerja,proses pengeplongan alas dengan rincian bulan januari sebesar 1.85 jam / bulan, untuk bulan feb sampai dengan desember sebesar 10.86 jam / bulan. Proses proses sablon alas atas dengan rincian bulan Januari sebesar 187.26 Jam/Bulan,untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011 berturut-turut sebesar 196.26 Jam/Bulan untuk pengeboran lubang jepit, dengan rincian bulan Januari sebesar 71.26 Jam/Bulan, untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011 berturut-turut sebesar 78.44 Jam/Bulan. Penggerindaan dengan rincian bulan Januari sebesar 454.98 Jam/Bulan, untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011 berturut-turut sebesar 467.49 Jam/Bulan. dan finishing (mesin blower) dengan rincian bulan Januari sebesar 184.77 Jam/Bulan, untuk bulan Feb sampai dengan Desember 2011 berturut-turut sebesar 193.73 Jam/Bulan.Sehingga perlu adanya penambahan mesin dan tenaga kerja di stasiun kerja proses sablon alas atas, pengeboran lubang jepit, penggerindaan dan finishing (mesin blower).

Kata Kunci : Kapasitas, Master Production Schedule (MPS), Rought Cut

(8)

PLANNING OF CAPACITIES TIME PRODUCE

WITH METHOD OF ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP )

ABSTRACT

Within days of entering the era of free market is all the companies engaged in the industry is expected in a matter that is the level of competitive rivalry. This requires companies to plan production capacity to meet market demand in a timely manner and with the appropriate amount, which is expected to increase corporate profits .. In meeting the needs of the product by consumers, companies need to consider the capacity planning and production control activities should be done in fulfillment of orders in the market.

CV. WIDORO INDAH is a company engaged in the manufacture of slippers. Products produced by CV sandals. CV. WIDORO INDAH Sandal for men - men. Besides CV.WIDORO INDAH also produce other products in the form of women's sandals. CV.WIDORO INDAH itself especially in the production of male sandals - men, in the implementation of production sometimes have differences in yield between the production target to be incompatible with the realization, as well as due to the differences between each - each work station there is still a shortage of working hours of production, as well as influential on consumer demand. So the capacity of the production do not meet consumer demand.

Rought Cut Capacity Planning is an "analysis to test the availability of the available capacity of production facilities in the master production schedule to meet (Master Production Schedule) which has been established" by the Engineering Bill Of Labor (BOL). From the research, from eleven work stations in the CV.WIDORO INDAH contained four work stations still have a shortage of production capacity that is in the process of screen printing work station mats on the details in January for 187.26 hours / month, for the months of February through December 2011 for 196.26 consecutive hours / month for drilling holes flops, The details in January of 71.26 hours / month, for the month of February up to December 2011 respectively for 78.44 Hours / Month. Grinding with a breakdown in January for 454.98 hours / month, for the months of February through December 2011 in a row at 467.49 Hours / Month. and finishing (machine blower) with details in January for 184.77 hours / month, for the months of February through December 2011 in a row at 193.73 Hours / Month. Thus the need for additional machinery and labor in the base station for screen printing process works, drilling holes flops, grinding and finishing (machine blower).

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang

bergerak di bidang industri diharapkan mempunyai suatu masalah yaitu adanya

tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan melakukan

perencanaan kapasitas waktu produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar

dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan

keuntungan perusahaan akan meningkat.

Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh konsumen, perusahaan

perlu memperhatikan perencanaan kapasitas waktu produksi dan pengendalian

aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar. Karena

tanpa adanya perencanaan kapasitas waktu produksi dan pengendalian aktivitas

produksi yang tepat maka bukan tidak mungkin akan terjadi over produksi

(produksi yang berlebihan) ataupun low produksi (kekurangan produksi) dalam

proses produksinya.

CV. WIDORO INDAH adalah perusahaan yang bergerak dalam industri

pembuatan sandal. Produk sandal yang dihasilkan oleh CV. WIDORO INDAH

adalah Sandal untuk laki - laki. Disamping itu CV.WIDORO juga menghasilkan

produk lain berupa sandal wanita. CV. WIDORO INDAH sendiri khususnya

dalam bagian produksi sandal laki – laki, Dalam pelaksanaan produksi terkadang

mengalami perbedaan hasil produksi jadi antara target produksi dengan realisasi

(10)

yang masih terdapat kekurangan jam kerja produksi, dan juga berpengaruh pada

banyaknya permintaan konsumen. Jadi kapasitas waktu produksi belum

memenuhi permintaan konsumen.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought

Cut Capacity Planning (RCCP). Rought Cut Capacity Planning merupakan

“analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas waktu produksi yang tersedia

didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang

telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk

produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang

ketersediaan kapasitas waktu untuk memenuhi target produksi yang disusun

dalam jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk

waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia.

Dengan menggunakan metode Rought Cut Capaciy Planning tersebut

diharapkan perusahaan mampu membuat perencanaan kapasitas waktu produksi

yang tepat sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah yang

ada dapat dirumuskan sebagai berikut : “ Bagaimana merencanakan kapasitas

(11)

1.3 Batasan Masalah

Dengan tanpa mengurangi maksud dan tujuan penelitian serta untuk

menyederhanakan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu

sebagai berikut :

1. Data permintaan produk sandal yang diambil adalah periode bulan Januari

2010 sampai dengan Desember 2011.

2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan kapasitas waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity

Planning (RCCP) berdasarkan pendekatan Bill Of Labour (BOL) dengan stop

watch (jam henti).

3. Jenis produk yang akan dibahas adalah produk sandal (Laki – laki) dan pada

perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya (financial yang terkait).

4. Tidak memperhitungkan hasil output produksi.

1.4 Asumsi

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut:

1. Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan.

2. Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia.

3. Fasilitas produksi berjalan pada kondisi normal dan lancar.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis yaitu:

1. Menentukan kapasitas waktu produksi sandal di tiap – tiap stasiun kerja di

(12)

2. Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk

memenuhi permintaan konsumen.

3. Merencanakan dan meramalkan Jadwal Induk Produksi pada beberapa bulan

berikutnya.

1.6 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai perencanaan kapasitas dan

pengendalian aktivitas produksi dengan menggunakan metode Rough Cut

Capacity Planning (RCCP) serta studi banding antara pengetahuan secara teori

dan kenyataan dilapangan.

2. Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna

mencukupi waktu produksi yang diperlukan berdasarkan hasil peramalan

permintaan konsumen pada masa mendatang dengan menggunakan metode

RCCP dengan teknik Bill Of Labour (BOL).

3. Universitas

Sebagai referensi bagi mahasiswa aktif dan sebagai alat perbandingan untuk

melakukan penelitian ini lebih lanjut oleh mahasiswa teknik industri

selanjutnya, khususnya mengenai perencanaan kapasitas dan pengendalian

aktivitas produksi dengan mengunakan metode RCCP dengan teknik Bill Of

(13)

1.7 Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam memahami penelitian ini, maka berikut disajikan

sistem penulisan yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum masalah yang terdiri dari Latar Belakang,

Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Asumsi, Manfaat

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori yang menjadi refrensi atau acuan

yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan dan analisa

masalah nantinya, yang berisi teori metode RCCP serta

teori-teori pendukung lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Mencakup lokasi pencarian data, metode pengumpulan data dan

pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dan pembahasan data yang didasarkan atas teori yang

telah diuraikan di atas dengan menggunakan data-data yang telah

didapat selama penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil

penelitian dan pengolahan data tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Penger tian Pr oduktivitas

Beberapa pengertian produktivitas yang dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk mencari model pengertian produktivitas sebagai berikut :

1. Menurut organisasi for economic and development (OECD), pada

dasarnya produktivitas adalah output dibagi dengan element produksi yang

di manfaatkan.

2. Menurut Goel (1976), produktivitas adalah hubungan antar keluaran yang

dihasilkan dengan masukan yang digunakan pada waktu tertentu.

3. Menurut Mali (1978), produktivitas adalah pengukuran seberapa baik

sumber daya yang digunakan untuk menyelsaikan suatu kumpulan

hasil-hasil.

4. Menurut Internasional Labour Organization (ILO), pada prinsipnya yang

dimaksud dengan produktivitas adalah suatu perbandingan elemen-elemen

produksi seperti tanah, kapital, buruh dan organisasi apa yang dihasilkan.

Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas pada

dasarnya berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi yaitu sistem

dimana faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, mesin, material yang

dikelola dengan suatu cara atau metode yang terorganisasi untuk mewujudkan

barang atau jasa secara efektif dan efesien.

Produktivitas merupakan sarana penujang untuk menganalisa dan

(15)

kemampuan atau ability dan motivasi kerja yang dimiliki oleh sumber daya

manusia masing-masing perusahaan.

Secara sederhana produktivitas dapat didefinisikan suatu rasio atau

perbandingan antar output produksi yang dihasilkan dengan keseluruhan

sumberdaya (input) yang digunakan dalam proses produksi tersebut (Edosamwan

1995) atau dapat di tulis sebagai berikut :

input output tas

produktivi =

Dengan diketahui nilai (indeks) produktivitas, maka akan diketahui pula

seberap efek proses produksi telah didayagunakan untuk meningkatkan output dan

seberapa efisien sumber-sumber input telah berhasil dihemat agar produktivitas

bisa meningkat sehingga perlu diupayahkan proses produksi bisa memberikan

konstribusi sepenuhnya terhadap kegiatan-kegiatan produktif yang berkaitan

dengan nilai tambah dan usaha menghindari atau meminimalkan langkah-langkah

kegiatan yang tidak produktif seperti banyaknya idle atau delay, set up,

loading-unloading, material handling dan sebagainya.

Dari pengukuran tersebut didapatkan suatu manfaat untuk mengetahui

tingkat kemajuan pembangunan suatu pabrik sehingga dapat digunakan sebagai

pengontrol agar dapat survise dalam era persaingan dalam perdagangan, bisnis,

perebutan pasar dan usaha lainnya.

2.2 Rought Cut Capacity Planning (RCCP)

RCCP (Rought cut capacitry planning) didefinisikan sebagai proses

konversi dari Rencana waktu Produksi dan atau MPS (Master Production

(16)

daya kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang,

kapabilitas pemasok material dan parts.

Rought Cut Capacity Planning (RCCP). Rought Cut Capacity Planning

merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas waktu produksi yang

tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule)

yang telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal

induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran

tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun

dalam jadwal induk produksi. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk

waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuam manusia.

2.2.1 Perbandingan RCCP Dar i Metode CRP

Metode RCCP sendiri di definisikan sebagai “analisis untuk menguji

ketersediaan kapasitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk

produksi. Metode RCCP digunakan untuk menguji Mps (Master Production

Schedule), guna menciptakan sumber-sumber daya tertentu pada area-area yang

berpotensi mengalami bottle neck.

Metode CRP sendiri di definiskan Perintah rencana pembelian dan

perintah pembuatan barang dikonversikan d alam keb utu han waktu yang

d iperlu kan u ntu k setiap pu sat pembuatan dan setiap periode waktu. Pada

perinsipnya CRP (Capacity Requirement Planing) kebutuhan kapasitas tidak

terlalu berbeda dengan RCCP. Perbedaan antara RCCP dan CRP sendiri

perencanaan kapasitas produksinya jangka pendek dan memperhitungkan bahan

baku yang ada di gudang, sedangkan RCCP perencanaan kapasitas produksinya

(17)

2.3 Pengukur an Waktu Ker ja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan

manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran

waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha – usaha menetapkan waktu baku

yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat

diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ).

b. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan atau pekerja.

c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau

pekerja yang berprestasi.

e. Indikasi keluaran ( output ) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Pada garis besarnya teknik – teknik pengukuran waktu kerja ini dapat

dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan

pengukuran waktu secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena

pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan

yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara pengukuran

kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja

(work sampling). Sebaliknya pengukuran waktu secara tidak langsung yaitu

melakukan perhitungan waktu kerja tanpa si pengamat harus di tempat pekerjaan

yang di ukur (Wignojosoebroto, 2003).

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang

harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Jadi

(18)

sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung sehingga waktu

penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk sistem kerja tersebut. Dari hal

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran waktu kerja hendaknya

dilaksanakan apabila kondisi dan metoda kerja dari pekerjaan yang akan diukur

sudah baik. Jika belum maka, kondisi yang ada ini hendaknya diperbaiki dan

kemudian distandartkan terlebih dahulu. Mempelajari kondisi kerja dan cara /

metoda kerja kemudian memperbaiki serta membakukannya adalah sesuatu yang

dilakukan dalam langkah penelitian pendahluan yang harus dipersiapkan dalam

pengukuran waktu kerja (Wignojosoebroto, 2003).

Metode RCCP (Rought Cut Capacity Planning) dalam pelaksanaanya

untuk pengambilan data di gunakan dua pendekatan yaitu dengan Pengukuran

Waktu Kerja Dengan Jam Henti ( Stop watch ) dan Pendekatan Daftar Tenaga

Kerja (Bill of Labor Approach).

2.3.1 Pengukur an Waktu Ker ja Dengan J am Henti ( Stop watch )

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop-watch time study)

diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu.

Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan – pekerjaan yang

berlangsung singkat dan berulang – ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran

maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan,

yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan

bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.

Menurut Wignojosoebroto (2003) Secara garis besar langkah – langkah untuk

(19)

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan

maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati

dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan

seperti lay out, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang

digunakan.

3. Membagi operasi kerja dalam elemen – elemen kerja sedetail – detailnya tapi

masih dalam batas – batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator

untuk menyelesaikan elemen – elemen kerja tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Meneliti

apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau

tidak. Dan kemudian menguji keseragaman data yang diperoleh.

6. Menetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas

kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini

ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk

performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh

mesin maka performance dianggap normal (100 %).

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditujukkan

oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

8. Menetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna mengahadapi kondisi – kondisi

seperti kebutuhan personil yang besifat pribadi, faktor kelelahan,

(20)

9. Menetapkan waktu kerja baku (standart time), yaitu jumlah total antara

waktu normal dan waktu longgar.

2.3.1.1 Car a Pengukur an dan Pencatatan Waktu Ker ja

Ada tiga metode umum yang dipakai untuk mengukur elemen – elemen

kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara

terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang – ulang

(repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative

timing).

Adapun uraian cara pengukuran dan pencatatan waktu kerja adalah

sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu kerja secara terus menerus (continous timing).

Pada pengukuran waktu secara terus menerus ini, pengamat kerja akan

menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan

membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan secara terus menerus sampai

periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus

mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang

ditujukan setiap akhir dari elemen – elemen kerja pada lembar pengamatan.

Waktu sebenarnya dari masing – masing elemen diperoleh dari pengurangan

pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang – ulang (repetitive timing).

Pada pengukuran ini kadang – kadang disebut snap back method. Disini jarum

penunjuk stop watch akan selalu di kembalikan (snap – back) lagi ke posisi

nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat

(21)

bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian

maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat

secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti

yang dijumpai dalam metoda pengukuran secara terus menerus (continous

timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada metode pengukuran waktu secara akumulatif ini memungkinkan

pembaca membaca data secara langsung untuk masing – masing elemen kerja

yang ada. Dalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan

bekerja sama secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus

pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop

watch pertama dijalankan, maka stop watch kedua dan ketiga berhenti dan

jarum akan tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka

tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama

dan menggerakkan stop kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya.

Metode akumulatif ini memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan

mudah dan lebih teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak

pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai

untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. (

Wignjosoebroto , 2003)

2.3.1.2 Langka h – langkah Dalam Melak sanaka n Pengukur an Waktu Ker ja

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam mengukur waktu kerja, maka

tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan

(22)

dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti

yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah

pengukuran. Menurut Sutalaksana (2005), langkah – langkah yang perlu

dilakukan dalam mengukur waktu kerja yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan

kegiatan harus ditetapkan dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal–hal penting

yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa

tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil

pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mempelajari sistem dan

kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan

agar diperoleh kondisi kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

begitu saja diambil dari pabrik. Operator ini haruslah mempunyai persyaratan

tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Starat – syarat tersebut adalah

kemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum

diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah

ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama

(23)

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan

Disini pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan

gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen – elemen inilah

yang diukur waktunya (waktu siklus). Adapun alasan yang menyebabkan

pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemenya yaitu

untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, untuk

memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen , untuk

memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku, dan

memungkinkan dikembangkannya data waktu standart atau tempat kerja yang

bersangkutan.

6. Menyiapkan alat –alat pengukuran

Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, maka langkah

terakhir sebelum melakukan pengamatan yaitu menyiapkan alat – alat yang

diperlukan, yaitu :

a. Jam henti

b. Lembaran – lembaran pengamatan

c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan

2.3.2 Waktu Baku

Waktu baku digunakan untuk menunjukan kemampuan rata-rata satu

operator yang terlatih dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam keadaan

normal (Niebei, 1988). Jika pengukuran – pengukuran telah selesai,langkah

selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehinggga memberikan waktu baku.

(24)

a. Menghitung waktu siklus rata – rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

Ws =

N Xij

( 2.9 )

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p ( 2.10 )

Keterangan :

Wn = Waktu Normal

Ws = Waktu Siklus

P = Performence

∑ x = Jumlah waktu operasi pada pengamatan

N = Jumlah data

Wb = Waktu Baku

dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini digunakan untuk menormalkan

dari pengamatan yang diperoleh jika operator bekerja dengan kecepatn tidak

wajar.

c. Menghitung waktu baku ( Wb ) :

Wb = Wn x

( )

% allowance

% 100

% 100

− ( 2.11 )

2.3.3 Kelonggaran

Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya

dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata – ratanya.

Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu

hal yang lain kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu

(25)

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi

(personil) menghilangkan rasa fatique, dan hambatan – hambatan yang tidak dapat

dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal – hal yang secara nyata dibutuhkan

oleh pekerja, dan yang selama pengukuran ini tidak diamati, diukur, dicatat,

ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu

normal, kelonggaran perlu ditambahkan.( Sutalaksana, 2005 ).

Kelonggaran dapat meliputi tiga hal :

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pr ibadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal – hal seperti

minum sekedarnya untuk menhilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap–

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan

ataupunkejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak

bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau

melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam

kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja ( karena

merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar ) tetapi juga

merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan

dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya

menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini

berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap

pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang

(26)

besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan

ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria

berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan

pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 % dan wanita 5

%. persentase ini adalah (waktu normal). ( Sutalaksana, 2005 ).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan r asa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik

jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja

dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi

masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana

menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena

masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerjja

lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini

berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggita

badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama

sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja

dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya

gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini.

(27)

3. Kelonggar an untuk hambatan – hambatan tak ter hindar kan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai

“ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang

berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak

terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk

mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain

menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus

diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus

diperhitungkan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah :

1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin.

3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat

potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

4. Mengasah peralatan potong.

5. Mengambil alat – alat khusus atau bahan – bahan khusus dari gudang.

6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun

bahan.

7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi

dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena

banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian

(28)

2.4 Faktor Penyesuaian ( Rating Performance )

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini

dikenal sebagai “ Rating Performance “. Dengan melakukan rating ini diharapkan

waktu kerja yang diukur bisa “ dinormalkan “ kembali. Ketidak-normalan dari

waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu

bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating

adalah suatu persoalan penilaian merupakan bagian dari aktivitas pengukuran

kerja dan untuk menetapkan waktu baku penyelesaian kerja tidak bisa tidak faktor

penilaian terhadap tempo kerja operator harus dibuat time study analyst.

Westing House System’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating

performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja.

Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi

performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi

kerja (working condition) dan consistency dari operator dalam melakukan kerja.

(29)

Tabel 2.1.

Performance Rating dengan Sistem Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 A1 Superskill

+ 0,13 A2

+ 0,11 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good

+ 0,03 C2

0,00 D Average

+ 0,05 E1 Fair

+ 0,010 E2

+ 0,16 F1 Poor

+ 0,022 F2

+ 0,13 A1 Superskill

+ 0,12 A2

+ 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2

+ 0,05 C1 Good

+ 0,02 C2

0,00 D Average

+ 0,04 E1 Fair

+ 0,08 E2

+ 0,012 F1 Poor

+ 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal

+ 0,04 B Excellent

+ 0,02 C Good

0,00 D Average

- 0,33 E Fair

- 0,07 F Poor

+ 0,04 A Ideal

+ 0,03 B Excellent

+ 0,01 C Good

0,00 D Average

-0,02 E Fair

-0,04 F Poor

Sumber Wignojosoebroto (2003 )

Metode Westing House ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam

mengevaluasi performance rating, antara lain :

1. Keterampilan ( skill ) adalah “ Kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan

suatu metode yang diberikan “. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman,

ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha ( effort ) adalah “ Kesungguhan yang ditujukkan atau diberikan oleh

(30)

kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada

tingkat yang tertinggi oleh operator.

3. Kondisi ( condition ) adalah “ Kondisi fisik lingkungan di tempat kerja “, yang

meliputi keadaan pencahayaan, temperature dan kebisingan ruangan. Kondisi

merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator

dan bukan pada operasi.

4. Konsistensi ( consistency ) adalah “ Suatu keadaan yang stabil dari operator

dalam melaksanakan pekerjaanya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan,

karena pada kenyataanya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang

sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu

berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (

perfect ) jika waktu penyelesaianya selalu sama setiap saat.

“ Skill dan Effort “ dibagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair,

dan poor. Sedangkan “ Condition dan Consistency “ dibagi menjadi ideal,

excellent, good, average, fair, dan poor. ( Wignjosoebroto, 2003 ).

2.5 Perencanaan Produk si

Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari

tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus

dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh

karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang

diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat

(31)

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada

tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi

yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka

perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan

yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam

menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa

jika ada permintaan yang harus dipenuhi, menurut Nasution (2006) terdapat tiga

macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi

yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan.

2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang.

3. Produksi dan persediaan yang masih ada.

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari

bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan

mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai

output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – betul dapat menghasilkan

barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap perencanaanya

harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu, terukur,

berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang. ( Nasution, 2006 )

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan

periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

(32)

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian

perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang

muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang

diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1

sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah

ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini

didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya

produktif yang ada ( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi,

jumlah supplier, dan subkontraktor ), dengan asumsi kapasitas produksi relatif

tetap.

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan

kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi.

Tujuan dari dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan actual (

yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya

yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya

operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ),sesuai

batasan–batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.( Nasution, 2006 ).

2.6 Per encanaan pr oduksi agr egat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup

(33)

industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian

perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk

memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang

memenuhi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus

dicari (Kusuma, 2004).

Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah.

Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1

sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan

jangka waktu produksi. Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun

suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat

dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia

dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini

merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk

penyusunan jadwal induk produksi ( JIP ). ( Baroto, 2004 )

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Ga mbar . 2.1.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi

( Nasution, 2006 ) Kebutuhan Gudang

Peramalan

Kebutuhan Komponen dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan

Penyesuian

Persediaan Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat

(34)

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana

mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen,

menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir

mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat

digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat

dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution, 2006 ).

PERIODIK

Gambar 2.2.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ( Nasution, 2006 )

PHASE 1

Peramalan Permintaaan Agregat

Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : - Over time - Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak

Variabel Tenaga Kerja : - Penyewaan - Pemberhen tian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua

tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear

(35)

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan

kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis

produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk

Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini

biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara

6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan

peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “

produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur

yang besar.

2.7 Per encanaan Kapasitas Pr oduk si

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang

dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari

definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana

tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau

cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi

tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas

(36)

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh

fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan

sama dengan kapasitas efektif.

Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor

produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain,

keputusa – keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus

mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut,

termasuk di dalamnya efisiensi dan utilitasnya, adapun faktor – faktor yang

mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas

bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin /

fasilitas, serta rancangan pekerjaan. Untuk perencanaan kapasitas dapat meliputi :

1. Per encanaan Kapasitas J angka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk

pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka

pendek ini dilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan

kedepan.(Kusuma, 2004)

2. Per encanaan Kapasitas J angka Menengah

Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat

apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang

telah ditetapkan. Proses disagregasi telah menghasilkan suatu jadwal induk

(37)

maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang

lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu

bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka

menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja

tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat. (

Kusuma, 2004 ).

3. Per encanaan Kapasitas J angka Panjang

Dalam jangka panjang ( dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke

depan ) perencanaan kapasitas digunakan untuk merencanakan ekonomisasi

fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang

ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk –

produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas

Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada

(38)

Perencanaan Produksi

Gambar . 2.3.

Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi

2.8 Waktu Produksi Ter sedia

Waktu Produksi tersedia adalah waktu yang disediakan untuk melakukan

proses produksi. Rated Capacity merupakan tingkat keluaran persatuan waktu

yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk

memproduksinya. Menurut Handoko (2004) Rated Capacity dapat dihitung

dengan rumus :

Rated Capacity = Jumlah mesin x Jam kerja x Utilisasi x Efisiensi mesin ( 2.12 )

Jam kerja / bulan = Jam kerja / hari x Hari / minggu x Minggu / bulan

Dimana untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut :

Utilisasi =

Jangka Panjang

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas

Rought - Cut

Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan

Penjadwalan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan Produksi

Jadwal Induk Produksi

Peramalan

Perencanaan Disagregat

(39)

Efisiensi =

2.9 J adwal Induk Pr oduksi Master Production Schedule ( MPS )

Perencanaan produksi menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur

suatu perusahaan. Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan

di-desagregasikan kedalam kebutuhan – kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk

masing –masing jenis produk. Perencanaan ini disebut jadwal induk produksi. (

Master Production Schedule, MPS ). Master Production Schedule biasanya

menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6

sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu

jadwal yang berisikan informasi tentang “ kapan “ produksi harus dielesaikan.

( Nasution, 2006 )

Pada dasarnya jadwal induk produksi ( MPS ) merupakan suatu pernyataan

tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang

merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode

waktu. Aktivitas penjadwalan induk produksi ( Master Production Schedulling )

pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan perperbaharui jadwal

induk produksi,memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS,

memelihata aktivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode

waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. MPS

berkaitan dengan pernyataan tentang produksi dan bukan pernyataan tentang

pasar. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian Jam standart yang diperoleh atau diproduksi

(40)

manufacturing sehingga seyogianya sebagian pemasaran juga mengetahui

informasi yang ada pada MPS.

Penjadwalan induk produksi berkaitan dengan aktivitas melakukan empat

fungsi utama yaitu sebagai berikut :

1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan

kebutuhan material dan kapasitas material.

2. Menjadwalkan pesanan – pesanan produksi dan pembelian ( production and

purcahase order ) untuk item – item MPS.

3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan

kapasitas.

4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk ( MPS )

membutuhkan lima input utama yang ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar . 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk

Rougt Cut Capacity Planning ( RCCP )

PROSES :

Penjadwalan Produksi Induk

( MPS ) INPUT :

1.Data Permintaan Total 2.Status Inventory 3.Rencana Produksi 4.Data Perencanaan 5.Informasi Data RCCP

OUTPUT :

Jadwal Produksi Induk ( MPS )

(41)

Keterangan :

1. Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses

penjadwalan bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total

berkaitan dengan ramalan penjualan dan pemesanan pesanan.

2. Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory,

pemesanan – pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm

planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak

inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.

3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan

sumber –sumber daya lain.

4. Data perencanaan berkaitan dengan Lost sizing yang digunakan, Shrinkage

factor, safety stock, lead time dari masing –masing item.

5. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk

mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya

MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada pada level yang sama dalam

hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas MRP. RCCP

menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji

kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau

penyusun jadwal produksi induk ( Master Scheduler ) untuk mengambil tindakan

perbaikan apabila ditemukan ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk

dan kapasitas tersedia.

Jadwal Induk Produksi ( JIP ) adalah suatu rencana produksi jangka

(42)

yang diinginkan dengan waktu penyediaanya. Secara garis besar pembuatan suatu

JIP biasanya dilakukan atas tahapan – tahapan sebagai berikut :

• Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui

besarnya permintaan produk tiap akhir periodenya.

• Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk

memenuhi

• permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya

dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan

global. Dalam tahapan ini diidentifikasi kemampuan dari setiap sumber

daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.

• Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap

ini merupakan penjabaran ( disagregasi ) dari rencana agregat sehingga

akan dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan

sumber daya yang diperlukan. ( Safirin, 2003 )

2.10 Perencanaan Kapasitas Kasar Rought Cut Capacity Planning

( RCCP)

Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) digunakan untuk memverifikasi

kapasitas yang diperlukan untuk membuat MPS ( Jadwal Induk Produksi ). Jangka

waktu perencanaan RCCP ini sama dengan MPS, biasanya 1 – 3 tahun kedepan.

Sama seperti MPS, RCCP mendapatkan laporan yang dirubah pada saat

produksi. Bagaimanapun, RCCP tidak mendapatkan komponen persediaan yang

sudah diproduksi dan disimpan atau pada saat diproses, sehingga kapasitas yang

(43)

berpotensial untuk menjadi masalah adalah jika jadwal induk produksi tidak

mengandung informasi tentang perencanaan pemesanan. Rought Cut Capacity

Planning digunakan untuk membuat keputusan dalam mengatur kapasitas pada

jangka waktu tertentu. Keputusan mungkin akan meliputi standart mesin dan

subkontrak. ( Smith, 1989 )

Dalam jangka panjang, perhitungan dan perencanaan kebutuhan kapasitas

dilakukan dengan metode Rougt Cut Capacity Planning. Analisis ini dilakukan

untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam

memenuhi jadwal induk produksi ( MPS ) yang telah ditetapkan. Dengan kata

lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan.,

karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk

memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Hali ini

dilakukan mengingat rencana induk produksi diturunkan dari optimasi ongkos –

ongkos produksi sehingga tidak mencerminkan realita kebutuhan kapasitas

sebenarnya. Pada kenyataanya, keputusan – keputusan penambahan fasilitas baru,

lembur atau subkontrak pada hakikatnya dihasilkan pada tahap ini. Jadi tujuan

MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan

terpisah untuk masing – masing item individu . selain itu MPS juga dapat

mengevaluasi jadwal – jadwal alternative dalam hal kebutuhan kapasitas,

menyediakan input sistem dan membantu manajer produksi untuk mengahasilakn

prioritas – prioritas untuk penjadwalan produksi.

Untuk melakukan perhitungan kebutuhan kapasitas dengan menggunakan

(44)

• Ramalan permintaan dan rencana produksi yang dihasilkan dari proses

peramalan, perencanaan agregat, serta proses diisagregasi.

Struktur produk dan bill of material-nya.

Waktu Set Up dan waktu proses suatu produk di suatu departemen.

Jumlah produksi yang ekonomis dari produk tersebut ( EPQ : Economic

Production Quantity ).

Keempat macam data tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung

kebutuhan kapasitas periode per periode. Tahapan perhitungan kapasitas dengan

menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ialah sebagai sebagai

berikut :

Step 1 : Menentukan rencana produksi melalui proses peramalan dan proses

perencanaan produksi.

Step 2 : Membuat struktur produk dan bill of material produk.

Step 3 : Menghitung standart waktu kerja ( Standart Run Hours : SRH )

dengan menggunakan persamaan berikut :

RunTime

EPQ SetupTime

SRH = +

Keterangan : SRH : Menghitung standart waktu kerja

EPQ : Jumlah produksi yang paling ekonomis ( dalam

satuan waktu per menit ).

SRH ini menunjukkan total waktu yang dibutuhkan untuk membuat

satu unit produk pada suatu kelompok mesin.

Step 4 : Menghitung kebutuhan sumber daya ( Bill of Resource ).

(45)

RCCP merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas

kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi

terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam herarki perencanaan

prioritas produksi. Guna menetapkan sumber – sumber spesifik tertentu

khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial ( potensial

bottleneck ) adalah untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat

membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi

tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan

total itu.

Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa

RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas

dengan menggunakan faktor – faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan

kebutuhan – kebutuhan kapasitas untuk departemen – departemen, individu atau

mencakup periode waktu 3 bulanan.

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka

akan berdampak seperti :

• Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau

diproses.

• Terjadi antrian.

Lead time tinggi ( waktu menyelesaikan produk ).

Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian kapasitas dapat

(46)

Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian

kapasitas

2.11 Teknik – Teknik Rought Cut Capacity Planning ( RCCP )

Ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan

mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan, adalah :

1. Per encanaan Kapasitas mengganti selur uh factor ( Capacity Planning

Using Overall Factor, CPOF )

Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk

o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

Total Waktu Produksi = typical time x jumlah produksi ( MPS )

Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci.

Production planning Material requirements planning Master production schedule Production activity control Demand management Final assembly scheduling Resource requirement planning Rough cut capacity planning Capacity requirement planning Input/output control Long range Medium range Short range Cap acity management techniques

Refer ensi : Chapt er 12

Fogart hy D.W.,

Blackst one J.H.,

Hoffmann T.R.,

Product ion and

Invent ory

M anagement , South

West ern Pub. Co,

(47)

= total waktu produksi x proporsi

WaktuTotal WaktuMe sin

( 2.27 )

2. Bill of Labor

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center.

- Data yang diperlukan:

o MPS

o Waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk

o Proporsi waktu yang digunakan untuk setiap sumber daya

- Jika ada n produk, maka: Kapasitas yang diperlukan = untuk seluruh i,j

- Dimana:

aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i

bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j

- RCCP = ( Matrik Waktu ) x ( Matrik Produksi ) ( 2.28 )

Berikut ini adalah tabel matrik pendekatan Rought Cut Capacity Planning

( RCCP ) dan Boll of Labour ( BOL ) :

( Smith, 1989 )

Matr ik Waktu

1 2 3 . .

a11 a12 a13

.

. Matr ik Pr oduksi

J P M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 b20 b21 b22

WC

Produk

P

(48)

mounth

product

Contoh Bill of Labour : 2 Produk, 2 bulan, 2 work center.

BILL OF LABOR

P1 P2

WC1 a11 a12

WC2 a21 a22

MPS

RCCP

c11 = a11 . b11 + a12 . b21

c12 = a11 . b12 + a12 . b22

c21 = a22 . b11 + a22 . b21

c22 = a21 . b12+ a22 . b22

(2.29)

dimana :

Cij = kapasitas yang diperlukan untuk seluruh k periode j.

Aik = waktu yang diperlukan produk k di stasiun kerja i.

Bkj = jumlah produk k yang akan diproduksi pada periode j.

www.ti.itb.ac.id/.../(pak%20oyo)%20RCCP%20BARU%202008.ppt

M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

M1 M2

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

Produk

WC

=

= n k

kj ik ij a b c

1

mounth

(49)

Gambar

Gambar. 2.1.
Gambar 2.2. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat
Gambar 2.5. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian
Tabel 4.3. Data Pemintaan CV. WIDORO INDAH
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Aji Hardika Desa Karaban Gabus Pati dalam pendekatan Supply Chain.

Hasil uji signifikansi (sig.) secara parsial dari variabel X3 yaitu Semangat Kerja, terhadap Y yaitu Kinerja Karyawan sebesar 0,001 yang berarti koefisien regresi X3 terhadap

Judul skripsi : Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Hasil Belajar Mekanika Teknik Pada Siswa Kelas X TGB SMKN 2 Sukoharjo

penghasilan setelah penerapan UU Nomor 36 Tahun 2008. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN…, SISKA DHANY ANGGIA KUSUMA, Fakultas Ekonomi UMP, 2014.. 9. 1.3

Maka Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali dengan judul: “ Pengaruh Debt To Equity Ratio, Return on Equity Dan Net Profit Margin Terhadap Price Earning

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Buitendach & Field (2011) menunjukkan kebahagiaan memiliki hubungan dengan work engagement dan komitmen organisasi, hal

Secara umum, suatu IDE (Intergrated Development Environment) terdiri dari application designer, yaitu program aplikasi untuk merancang aplikasi WAP yang kaya akan fasilitas dan