• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley) sebagai imunomodulator melalui pengamatan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag pada tikus jantan Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley) sebagai imunomodulator melalui pengamatan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag pada tikus jantan Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK EKSTRAK ETANOLIK BUAH LABU AIR

(Langenaria siceraria (Mol.) Standley) SEBAGAI IMUNOMODULATOR MELALUI PENGAMATAN KAPASITAS DAN INDEKS FAGOSITOSIS MAKROFAG PADA TIKUS JANTAN Sprague Dawley YANG DIPEJANI

DOKSORUBISIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria Larizza Handoyo

NIM : 098114075

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

EFEK EKSTRAK ETANOLIK BUAH LABU AIR

(Langenaria siceraria (Mol.) Standley) SEBAGAI IMUNOMODULATOR MELALUI PENGAMATAN KAPASITAS DAN INDEKS FAGOSITOSIS MAKROFAG PADA TIKUS JANTAN Sprague Dawley YANG DIPEJANI

DOKSORUBISIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria Larizza Handoyo

NIM : 098114075

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Jika yang lebih baik bagimu masih mungkin, mengapakah

engkau berhenti pada yang cukup?”

-(Mario

Teguh)-Skripsi ini aku persembahkan kepada : Mami, dan OOku, sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku karena telah menyerahkan segala waktu, tenaga, dan pikirannya untuk merawat dan mendampingiku terus bertumbuh.

Otniel Sanjaya, yang menghadirkan semangat dan kebahagian dalam hidupku. Sahabatku Vincentia Adelina serta almamaterku.

JESUS looked at them and said,

“With man this is impossible,

But with GOD all things are possible.”

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Ekstrak Etanolik Buah Labu Air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley) sebagai Imunomodulator melalui Pengamatan Kapasitas dan Indeks Fagositosis Makrofag pada Tikus Jantan Sprague Dawley yang Dipejani Doksorubisin” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dukungan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. CJ. Soegihardjo, Apt. sebagai Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Agustina Setiawati, S. Farm., Apt., M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian

dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, Ph. D., Apt. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan

kesediaannya menguji skripsi ini.

4. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan

kesediaannya menguji skripsi ini.

5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

(9)

viii

6. Segenap dosen, laboran dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

7. Instalasi Tulip Rumah Sakit Dr. Sardjito atas kesediaanya menyediakan

doksorubisin untuk kepentingan penelitian ini.

8. Pimpinan dan staff LPPT UGM : Ibu Istini dan Pak Sutari yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian serta membantu selama

masa penelitian.

9. Kelompok labu air (Vincentia Adelina Hariyanto, Joseph Singgih

Dwilaksono, dan Reza Eka Putra) terimakasih atas kesabaran dan kerjasama

yang telah dilewati bersama dalam penelitian ini

10. Sahabat-sahabatku, Christina, Vanny Christy, dan Yenny atas doa dan

dukungannya selama ini.

11. Teman-teman Farmasi kelas B angkatan 2009, serta teman-teman kos Difa

(Melantina Maria, Maretta Putri, Defillia Anogra, Oki Christina, Flavia

Norphina Sungkit, dan Galih).

12. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangan dan

jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Harapan penulis semoga penelitian dan penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1.Permasalahan ... 3

2.Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan ... 5

1.Tujuan umum ... 5

(11)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A.Kemoterapi dan Kemoterapi Kombinasi (Ko-Kemoterapi) ... 6

B. Doksorubisin ... 8

C. Respon Seluler dan Humoral Terhadap Sel Tumor ... 11

D. Makrofag ... 12

E. Imunomodulator ... 15

F. Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) ... 16

G. Landasan Teori ... 18

I. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 21

C. Bahan Penelitian... 22

D. Alat Penelitian... 23

E. Tata Cara Penelitian... 24

1. Determinasi tanaman ... 24

2. Pembuatan ekstrak etanolik ... 24

3. Pembuatan sediaan... 25

4. Penyiapan hewan uji ... 25

5. Perlakuan hewan uji ... 25

6. Isolasi makrofag ... 26

7. Uji fagositosis makrofag dengan menggunakan latex ... 27

(12)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 30

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering dan Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Labu

Air (Lageneraria siceraria) ... 31 C. Penetapan Dosis dan Lama Perlakuan Ekstrak Etanol Buah Lageneraria

siceraria... 33 D. Uji Fagositosis Makrofag ... 34

E. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Buah Labu Air (Lagenaria siceraria) Terhadap Tikus Jantan Galur Sprague Dawley yang Dipejani Doksorubisin ... 38

1. Pengaruh ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) dosis 1000 mg/kgBB; 750 mg/kgBB; dan 500 mg/kgBB terhadap kapasitas fagositosis

makrofag pada hewan uji tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin ... 43

2. Pengaruh ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) dosis 1000 mg/kgBB; 750 mg/kgBB; dan 500 mg/kgBB terhadap indeks fagositosis

makrofag pada hewan uji tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin ... 47

3. Dosis efektif pemberian ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) terhadap peningkatan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag serta

(13)

xii

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 60

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perlakuan terhadap hewan uji... 26

Tabel II. Purata ± SE kapasitas fagositosis makrofag setelah pemberian

ekstrak etanol labu air dalam berbagai peringkat dosis... 38

Tabel III. Purata ± SE indeks fagositosis makrofag setelah pemberian

ekstrak etanol labu air dalam berbagai peringkat dosis... 39

Tabel IV. Hasil analisis uji Post-hoc LSD kapasitas fagositosis makrofag setelah pemberian ekstrak etanol labu air dalam berbagai

peringkat dosis... 41 Tabel V. Hasil analisis uji Post-hoc LSD indeks fagositosis makrofag

setelah pemberian ekstrak etanol labu air dalam berbagai

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur doksorubisin……… 8

Gambar 2. Struktur antrasiklin yang terkonjugasi dengan formaldehid:

doxoform (R=OH)……… 9

Gambar 3. Virtual cross-linking antara doksorubisin dan DNA..…………. 10 Gambar 4. Buah labu air………. 17

Gambar 5. Perbandingan morfologi makrofag tikus dengan pengecatan

Giemsa perbesaran 100x... 37

Gambar 6. Diagram batang kapasitas fagositosis tikus perlakuan ekstrak

etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) pada berbagai peringkat dosis... 43

Gambar 7. Diagram batang indeks fagositosis tikus perlakuan ekstrak

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Buah labu air... 61

Lampiran 2. Komposisi media tumbuh makrofag... 62

Lampiran 3. Data orientasi kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis

makrofag pada tiap kelompok kontrol………... 62

Lampiran 4. Analisis statistik kapasitas fagositosis pengaruh ekstrak etanol

buah labu air (Lagenaria siceraria) pada berbagai variasi dosis terhadap imunosupresan doksorubisin……….. 63

Lampiran 5. Analisis tatistic indek fagositosis makrofag pengaruh

ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) pada berbagai variasi dosis terhadap imunosupresan

doksorubisin……….. 66

Lampiran 6. Determinasi buah labu air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley)……….. 69

(17)

xvi Intisari

Penggunaan doksorubisin sebagai agen kemoterapi dapat menimbulkan efek supresi sumsum tulang belakang, penurunan interleukin-2 (IL-2) dan produksi interferon-γ (INF-γ), sehingga produksi monosit mengalami penurunan yang diikuti penurunan produksi makrofag yang merupakan sistem imun seluler. Oleh karena itu perlu dikembangkan agen ko-kemoterapi untuk mengurangi efek imunosupresi dari doksorubisin salah satunya buah labu air (Langenaria siceraria) sebagai imunomodulator. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria) terhadap kapasitas dan indeks fagositosis makrofag tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin..

Penelitian ini merupakan eksperimental murni. Sebanyak 25 ekor tikus

Sprague Dawley dibagi menjadi 5 kelompok : Kelompok I sebagai kelompok kontrol pelarut. Kelompok II sebagai kelompok kontrol doksorubisin. Kelompok III diberikan doksorubisin dan ekstrak labu air dosis 1000 mg/kg BB secara p.o. Kelompok IV diberikan doksorubisin dan ekstrak labu air dosis 750 mg/kg BB secara p.o. Dan kelompok V diberikan doksorubisin dan ekstrak labu air dosis 500 mg/kg BB secara p.o. Perlakuan dilakukan selama 15 hari terus-menerus kemudian diamati kapasitas dan indeks fagositosis makrofag. Data dianalisis dengan uji one way ANOVA taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji LSD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria) berpengaruh terhadap kapasitas dan indeks fagositosis makrofag pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin dimana dosis paling efektif pemberian ekstrak etanolik buah labu air untuk meningkatkan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag, yaitu 1000 mg/KgBB.

Kata kunci : Langenaria siceraria, imunomodulator, kapasitas fagositosis,

(18)

xvii ABSTRACT

Doxorubicin, as chemotherapy, has immunosupresion effect such as bone marrow suppression, interleukin-12 (IL-12) depression, and interferon- γ (INF-γ) depression. The depression of monocyte productions followed by depression of macrophage productions which plays role as cellular immune system. Therefore, it’s need to develop co- chemotherapy to reduce doxorubicin’s immunosupresion effect by Langenaria siceraria fruits as immunomodulator. The objective of this study was to obtain information on the effect of ethanolic extract of Langenaria siceraria on the phagocytic capacity and phagocytic index of macrophages on

Sprague Dawley rats induced by doxorubicin.

This research design was experimental using one way randomized complete design. Each group was given doxorubicin 4,5 mg/Kg BW + ethanolic extract of Langenaria siceraria with dose of 1000 mg/Kg BW; 750 mg/Kg BW; 500 mg/Kg BW, solvent control group was given CMC Na 1%, and doxorubicin control group was given doxorubicin 4,5 mg/Kg BW. Treatment was given 15 days respectively and then it was continued by evaluating capacity and index phagocytosis of macrophages. Data were analyzed by one way ANOVA test with a confidence level of 95%, followed by LSD.

The result showed that administration of ethanolic extract of Langenaria siceraria has an effect on capacity and index phagocytosis of macrophages on

Sprague Dawley rats induced by doxorubicin with 1000 mg/Kg BW as the most effective dose to increase capacity and index phagocytosis of macrophages.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker disebabkan oleh sel abnormal dalam jaringan tubuh yang tumbuh

dan berkembang dengan cepat dan tak terkendali. Kanker merupakan penyakit

mematikan kedua di dunia setelah penyakit jantung. Peningkatan jumlah pasien

kanker di dunia sebanyak 6,25 juta setiap tahunnya. Data dunia menyatakan

bahwa sebanyak 11-12 juta orang saat ini merupakan pengidap berbagai jenis

kanker (Zuhud, 2011).

Penyembuhan kanker secara medis ditangani dengan kemoterapi, operasi,

dan radioterapi (Zuhud, 2011). Penggunaan agen kemoterapi sistemik tidak

selektif dan sangat toksik bagi jaringan lain yang normal. Selain itu, penggunaan

kemoterapi yang berkepanjangan dapat menyebabkan melemahnya sistem

imunitas tubuh dan menyebabkan pasien rentan terhadap penyakit dan infeksi

yang lain (Patel, Shukla, dan Gupta 2007). Doksorubisin merupakan salah satu

agen kemoterapi yang banyak digunakan dalam terapi kanker. Doksorubisin

merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang banyak digunakan untuk terapi

berbagai macam jenis kanker seperti leukemia akut, kanker payudara, kanker

tulang dan ovarium (Childs, Phaneuf, Dirks, Phillips, and Leeuwenburgh, 2002). Penggunaan doksorubisin dapat menimbulkan efek supresi sumsum tulang

belakang (Phillip, Garai, dan Valenzuela, 2006), penurunan interleukin-2 (IL-2)

(20)

2005) secara signifikan sehingga menyebabkan timbulnya leucopenia

(penurunan sel darah putih) (Anonima, 2007). Salah satu komponen sel darah

putih (leukosit) yang berperan dalam sistem imun seluler yaitu monosit. Monosit

yang meninggalkan sirkulasi darah kemudian mengalami perubahan-perubahan

dan menetap di jaringan yang disebut makrofag (Baratawidjaja, 2000). Makrofag

yang teraktivasi menjalankan fungsi fagositosis terhadap bakteria, protozoa dan

sel tumor dalam sistem imun non spesifik maupun berfungsi sebagai antigen presenting cells (APC) (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Oleh karena itu, penggunaan doksorubisin sebagai agen kemoterapi dapat menyebabkan penurunan

sistem imun seluler yang disebabkan oleh penurunan produksi makrofag.

Dengan melihat efek imunosupresan dari penggunaan doksorubisin

tersebut, maka pengembangan agen antikanker dengan efek imunosupresan yang

rendah maupun agen kombinasi yang dapat menurunkan efek imunosupresan dari

doksorubisin masih perlu terus diupayakan. Salah satu agen kombinasi yang dapat

digunakan untuk mengurangi efek imunosupresan dari doksorubisin yaitu buah

labu air (Langenaria siceraria). Menurut Gangwal, Panmar, Gupta, Rana and Sheth. (2008) adanya kandungan terpenoid dan flavonoid yang diidentifikasi

merupakan asam oleanolat dan isoquersitrin pada ekstrak methanol fraksi

n-butanol dan etil asetat buah labu air (Langenaria siceraria) secara signifikan dapat meningkatkan total sel darah putih, neutrofil, dan jumlah limfosit. Menurut

Deshpande, Choundhari, Mishra, Meghre, Wadodkar, dan Dorle (2008), ekstrak

(21)

dipejani chemical stressor seperti pyrogallol (Deshpande, et al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa adanya kandungan terpenoid dan flavonoid pada ekstrak

buah labu air yang memiliki potensi sebagai imunomodulator.

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

entanol buah labu air pada sistem imun dengan mengkaji kemampuan fagositosis

makrofag melalui pengamatan kapasitas dan indeks fagositosis pada tikus jantan

galur Sprague Dawley yang sebelumnya telah dipejani doksorubisin, sehingga dapat diperoleh informasi penggunaan ekstrak entanol buah labu air sebagai

imunomodulator yang dapat digunakan sebagai ko-kemoterapi untuk mengurangi

efek imunosupresan dari penggunaan doksorubisin. Setelah diketahui efek ekstrak

etanolik buah labu air sebagai imunomodulator, hasil dari penelitian ini dapat

digunakan untuk melengkapi penelitian bersama mengenai ekstrak etanolik buah

labu air sebagai hepatoprotektor, kardioprotektor dan imunomodulator pada tikus

jantan galur Sprague Dawley yang sebelumnya telah dipejani doksorubisin.

1. Rumusan masalah

Dari uraian diatas, dapat ditarik rumusan permasalahan:

a. Apakah pemberian ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria)

bepengaruh terhadap kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag

pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin?

b. Berapa dosis paling efektif pemberian ekstrak etanolik buah labu air

(22)

indeks fagositosis makrofag pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, penelitian mengenai

efek ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria) sebagai imunomodulator melalui pengamatan kapasitas fagositosis dan indeks

fagositosis makrofag pada tikus Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin belum pernah dilakukan. Penelitian tentang labu air sebagai imunomodulator

yang pernah dilakukan adalah Efek Imunomodulator Buah Lagenaria siceraria pada Tikus (Gangwal, et al., 2008) dan Beneficial Effects of

Lagenaria siceraria (Mol.) Standley Fruit Eficarp in Animal Model (Deshpande, et al., 2008). Pada penelitian sebelumnya, dilakukan pengamatan buah labu air (Lagenaria siceraria) sebagai imunomodulator. Akan tetapi, pada penelitian Gangwal, et al. (2008) pengamatan efek imunomodulator ekstrak metanolik Lagenaria siceraria dengan induksi cyclophospamide dan pada penelitian Deshpande, et al. (2008) pengamatan efek imunomodulator ekstrak etanolik Lagenaria siceraria dengan induksi pyrogallol, sedangkan pada penelitian ini pengamatan efek imunomodulator ekstrak etanolik

(23)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bahwa buah labu air

(Langenaria siceraria) dapat digunakan sebagai ko-kemoterapi untuk mengurangi efek imunosupresi pada penggunaan doksorubisin.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah bukti ilmiah yang

dapat menunjukkan pengaruh ekstrak etanolik buah labu air dalam

modulasi sistem imun sehingga dapat dijadikan dasar penggunaan tanaman

labu air (Langenaria siceraria) sebagai agen ko-kemoterapi.

B. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum

Menemukan alternatif ko-kemoterapi yang dapat digunakan untuk

mengurangi efek imunosupresi dalam terapi kanker.

2. Tujuan khusus

Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanolik buah labu air

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kemoterapi dan Kemoterapi Kombinasi (Ko-Kemoterapi)

Penyembuhan kanker secara medis biasanya ditangani dengan kemoterapi,

operasi, dan radioterapi (Zuhud, 2011). Kemoterapi adalah pengobatan

sistemik kanker, yang sering digunakan sebagai terapi “adjuvant” pada pembedahan dan radiasi. Kemoterapi berarti menggunakan obat-obatan untuk

membunuh sel kanker. Agen kemoterapeutik bekerja dengan mempengaruhi

siklus hidup sel kanker sehingga dapat mengatasi penyakit metastatik atau

risiko tinggi kekambuhan (Marrelli, 2000).

Berbeda dengan pembedahan dan terapi radiasi yang bersifat lokal,

kemoterapi bersifat sistemik. Ada empat cara penggunaan kemoterapi:

1. Terapi adjuvant, merupakan suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai tambahan terapi lainnya (misalnya pembedahan, radiasi, dan

bioterapi) dan ditujukan untuk mengobati mikrometastasis

2. Kemoterapi neoadjuvant, merupakan pemberian kemoterapi untuk mengecilkan tumor sebelum dilakukan pembedahan untuk pengangkatan

tumor

3. Kemoterapi primer, merupakan terapi untuk pasien dengan kanker lokal. 4. Kemoterapi kombinasi, pemberian dua atau lebih zat kemoterapi

sehingga pada pengobatan dapat memperkuat obat lainnya atau bertindak

(25)

Akibat penggunaan obat-obat kemoterapi ini maka menimbulkan kerusakan

pada sel tumor maupun sel normal. Kerusakan yang terjadi pada sel tumor

merupakan tujuan penggunaan obat kemoterapi.Kerusakan yang terjadi pada sel

normal memberikan manifestasi efek samping.

Pemberian kemoterapi membutuhkan waktu yang cukup lama.Biasanya

dinamakan dengan istilah siklus. Satu siklus terdiri dari masa pemberian obat,

yang biasanya bervariasi antara 1 -5 hari, yang setelah itu dilanjutkan dengan

masa istirahat (Leung, Miyashita, Young, and Tsao, 1993). Pemberian kemoterapi

dapat dilakukan sebanyak 4 – 8 siklus, sesuai dengan tujuan pemberian

kemoterapi tersebut (Feusner, 1996). Masa istirahat dalam satu siklus ditentukan

berdasarkan lamanya kejadian efek samping. Efek samping yang paling

ditakutkan adalah mielosupresi, yang akan pulih dalam waktu 21 – 28 hari paska kemoterapi (Leung, et al., 1993).

Siklus sel merupakan serangkaian kejadian yang menghasilkan mitosis

(replikasi DNA dan pembagian yang merata pada sel anakan). Sel normal dan sel

kanker mengalami siklus yang sama yang ditandai dengan fase: G0 (fase

istirahat/dorman), G1 (fase sintesis protein untuk menyiapkan fase S sintesis

DNA) dan D2 (fase untuk sintesis protein lebih lanjut dan mempersiapkan fase

M-mitosis dan pembelahan sel). Obat-obat kemoterapi aktif dalam melawan sel yang

membelah dalam tiap fase, kecuali pada fase G0. Agen kemoterapi akan

mempengaruhi sel-sel normal yang membelah termasuk sumsum tulang

(trombosit, sel darah merah dan putih), folikel rambut, mukosa saluran cerna, sel

(26)

Kemoterapi yang diberikan biasanya merupakan suatu kombinasi atau

yang biasa disebut dengan kemoterapi. Salah satu tujuan utama pemberian

ko-kemoterapi adalah untuk mencegah timbulnya sel kanker yang resisten serta

mengurangi toksisitas agen kemoterapi pada jaringan normal tanpa mempengaruhi

efektivitas dari agen kemoterapi (Meiyanto, 2012).

B. Doksorubisin

Gambar 1. Struktur Doksorubisin (Scalabrin, 2011)

Doksorubisin (Gambar `1) merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang

banyak digunakan untuk terapi berbagai macam jenis kanker seperti leukemia

akut, kanker payudara, kanker tulang dan ovarium (Childs et al., 2002).

Mekanisme kerja doksorubisin melalui 4 cara, yaitu:

(1). Penghambatan topoisomerase II,

(2). interkalasi DNA yang mengakibatkan penghambatan sintesis DNA dan RNA,

(3). pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion, dan

(4). pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui

proses yang tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim

(27)

Doksorubisin merupakan prodrug yang dapat bersifat lebih sitotoksik

terhadap sel kanker dalam bentuk konjugatnya dengan formaldehid (doxoform)

(Gambar 2).

Gambar 2. Struktur antrasiklin yang terkonjugasi dengan formaldehid: doxoform (R=OH) (Scalabrin, 2011)

Adanya formaldehid (H2CO) in vivo, dapat mengaktivasi doksorubisin menjadi

lebih elektrofil sehingga membentuk ikatan kovalen dengan DNA (Cutts, et al., 2005). Doksorubisin mengkatalasi pembentukkan formaldehid (H2CO) pada

kondisi stress oxidative dalam kondisi buffer terkontrol. Adanya besi dalam tubuh memperantarai pembentukan radikal bebas sehingga doksorubisin dapat

memproduksi formaldehid (H2CO) dari karbon dalam sel seperti lipid. Terlebih

lagi, doksorubisin dapat berikatan dengan formaldehid membentuk konjugat di

mana dua molekul antrasiklin menjadi berikatan melalui tiga gugus metilen

Konjugat ini disintesis melalui reaksi antara antrasiklin (doksorubisin)

dengan formaldehid dalam larutan metanol dalam dapar asetat pada pH 6,

(28)

pembentukan doxazolidin (bentuk intermediet) diikuti pembentukan pembentukan

doxoform. Konjugat antrasiklin-formaldehid ini (Gambar 3) menunjukkan

peningkatan toksisitas terhadap sel tumor karena kemampuannya dalam

menginterkalasi DNA, membentuk ikatan kovalen antara gugus amino pada

doksorubisin dan 2-amino pada basa guanin pada DNA dihubungkan melalui

jembatan metilen dari formaldehid serta ikatan hydrogen pada 9-OH dari basa

guanin (Taatjes, Guadiano, Resing, and Koch, 1997). Secara keseluruhan kombinasi interkalasi, ikatan kovalen, dan ikatan hidrogen ini disebut dengan

virtual cross-linking DNA oleh antrasiklin (Taatjes, and. Koch, 2001).

Gambar 3. Virtual cross-linking antara doksorubisin dan DNA (Scalabrin, 2011)

Pada penggunaan doksorubisin banyak dijumpai efek toksik secara

imunologis. Hal ini disebabkan obat-obat sitostatik seperti doksorubisin akan

berefek pada sel-sel yang mengalami pembelahan sel secara cepat seperti sumsum

(29)

prekusor hemopoetik merupakan sel yang paling sensitif terhadap sitotoksisitas

dari doksorubisin (Uspenkaya et al, 2004). Oleh karena itu, pada penggunaan doksorubisin banyak dijumpai efek supresi sumsum tulang belakang

(myelosuppresi) (Anonima, 2007), kerontokan rambut, serta muntah-muntah.

Depresi sumsum tulang sangat memudahkan terjadinya infeksi karena

dapat menyebabkan neutropenia (penurunan sel darah putih), penurunan interleukin-2 (IL-2) dan produksi interferon-γ (IFN-γ) yang merupakan komponen

penting dalam sistem imun. Hal ini dapat menurunkan jumlah sel sitotoksik

natural killer (NK), proliferasi limfosit serta ratio limfosit T CD4+/CD8+ (Zhang

et al., 2005). Menurut hasil penelitian pada pasien penderita kanker paru-paru, neuropenia parah dan infeksi berkurang saat dibandingkan penggunaan

doksorubisin 20 mg per m2 setiap minggu dengan penggunaan doksorubisin 60

mg per m2 setiap 3 minggu sekali (31 % dengan 19%, p= 0,29) (Perry, 2008).

C. Respon Seluler dan Humoral Terhadap Sel Tumor

Respon imun merupakan hasil interaksi antara antigen dengan sel-sel

imunokompeten. Limfosit merupakan unit dasar terbentuknya respon imun karena

mampu berdiferensiasi menjadi sel lain serta berperan dalam mengenal sekaligus

bereaksi dengan antigen. Induksi limfosit T dalam respon imun hampir selalu

bersifat makrofag-dependent.Makrofag berfungsi untuk memproses imunogen dan

(30)

D. Makrofag

Makrofag terdistribusi di berbagai jaringan dan sinus cavity, seperti paru-paru (alveolar), otak (microglial), ginjal (masangial), tulang (osteoclast), hati (kupffer), limpa, dan lymphonode (marginal) sebagai sel bebas dan tetap. Makrofag mempunyai waktu hidup yang panjang dan aktif menfagosit dengan

granula lisosom yang berkembangbiak untuk degranulasi dan eliminasi sebagai

bagian dari mekanisme proteksi terhadap infeksi (Dasgupta, 1992).

Makrofag mempunyai fungsi tambahan saat pengenalan antigen terhadap

sel limfosit T dan aktivasi pada fase adaptive immunity. Fungsi tambahan makrofag yaitu meningkatkan pertemuan antara mikroba dengan sitokin saat

respon imun alami sedang berlangsung. Pada respon imun spesifik, makrofag

akan memfagosit antigen lebih efektif dengan bantuan sel limfosit T (Abbas and

Litchman, 2005). Fungsi terpenting makrofag adalah fagositosis atau pencenaan

seluler terhadap bahan yang mengganggu. Makrofag mempunyai sejumlah besar

lisosom yang berfungsi untuk mencerna bahan asing serta lipase yang dapat

mencerna membran lipid tebal pada bakteri tertentu (Campbell, Reece, and

Mitchell, 1999).

Bila bakteri menyerang tubuh, sumsum tulang dirangsang untuk

menghasilkan dan mengeluarkan netrofil dalam jumlah besar sebagai garis

pertahanan pertama (Handayani, 2009). Monosit mengikuti netrofil masuk daerah

infeksi dan membentuk garis pertahanan kedua. Monosit berasal dari sel induk

(31)

sumsum tulang, beredar sebentar kemudian masuk ke dalam jaringan untuk

menjadi makrofag (Ganong, 2002). Makrofag menelan dan membunuh kuman

melalui proses yang sama dengan netrofil (Handayani, 2009).

Proses fagositosis terjadi saat bakteri yang masuk ditangkap dan ditelan

dengan bantuan reseptor pada membran sel. Makrofag menonjolkan pseudopodia

ke semua arah di sekeliling partikel kemudian pseudopodia akan saling bergabung sehingga terjadi ruang tertutup berisi partikel yang difagositosis (Handayani,

2009). Apabila bakteri sudah ditelan, membran akan menutup, selanjutnya bakteri

akan digerakan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang

mengandung bakteri yang disebut fagosom. Sel fagosit mengandung enzim

lisosom yang akan bersatu dengan fagosom yang akan membentuk fagolisosom.

Fagolisosom ini akan memungkinkan terjadinya degradasi bakteri oleh enzim

yang terkandung dalam granul lisosom. Isi lisosom ini diperlukan untuk memecah

bakteri. Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II kemudian akan mengikat bakteri tersebut dan dikenal kepada T helper untuk mengaktivasi

limfosit (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Selain itu, makrofag berperan sebagai APC (Antigen Precenting Cell), yaitu proses pengenalan antigen kepada sel T. Makrofag sebagai APC ini akan

mengenalkan antigen kepada sel T kemudian mengaktivasinya melalui

mekanisme interaksi efektor sel T dengan makrofag. Proses ini akan

menghasilkan produk respon imun yang disebut sitokin dan akan mengaktivasi

(32)

Makrofag yang berperan dalam mekanisme lisisnya sel tumor, yaitu

makrofag aktif. Makrofag aktif merupakan makrofag yang diaktifkan oleh MAF,

suatu sitokin yang dihasilkan oleh limfosit T yang distimulasi antigen. Makrofag

yang tidak aktif tidak memiliki kemampuan melisiskan sel tumor (Goodman,

1994).

Kapasitas fagositosis menunjukan persentase jumlah sel makrofag yang

aktif dari 100 sel makrofag , sedangkan indeks fagositosis menunjukan jumlah

rata-rata lateks yang dapat difagositosis oleh setiap sel makrofag yang aktif

(Jensch-Junior, Pressinoti, Berges and Silva, 2006). Faktor –faktor yang

mempengaruhi fagositosis makrofag:

a. Stres

Menurut hasil penelitian Tambunan (2006), pada pemberian stres berupa

renjatan listrik pada mencit betina BALB/c ternyata terbukti secara bermakna

dapat menurunkan kemampuan fagositosis makrofagnya. Adanya stres

melalui hormon katekolamin dapat menekan sintesis IL-12 dan meningkatkan

produksi IL-10.

b. Obat-obatan

Xu, et al. (1996) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa antibiotika golongan makrolida kecuali asitromisin secara signifikan menstimulasi

pertumbuhan dari sel fagosit.

c. Makanan

Menurut penelitian Susilaningsih ,Johan , Gunardi, dan Winarto (2005),

(33)

tubuh yaitu mempunyai efek meningkatkan proliferasi limfosit, meningkatkan

produksi IL-12 dan meningkatkan fagositosis.

d. Bahan asal bakteri

Endotoksin atau lipopolisakarida (LPS) adalah komponen dinding bakteri

Gram negative seperti E.coli, Shigella dan Salmonela yang dapat merangsang

proliferasi sel B dan sel T serta megaktifkan makrofag. Keterbatasan

pemakaiannya terutama disebabkan karena sifatnya yang imumogenik dan

pirogenik (Baratawidjaja , 2000).

E. Imunomodulator

Imunomodulator merupakan zat yang dapat memodulasi (mengubah atau

memengaruhi) sistem imun tubuh menjadi ke arah normal. Imunomodulator

terutama menginduksi pertahanan non spesifik (paramunitas) baik melalui

mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Induktor semacam ini bekerja

sebagai mitogen, yaitu menaikan proliferasi sel yang berperan pada

imunitas.Induktor paramunitas biasanya menginduksi sel makrofag, granulosit,

limfosit T dan B, untuk menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mekanisme

pertahanan spesifik maupun non spesifik biasanya saling barpengaruh (Widianto,

1987).

Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara:

1. Imunorestorasi: merupakan suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem

imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun,

(34)

hyperimmune serum globulin (HSG), plasma dan transplantasi sumsum

tulang, jaringan hati, dan timus (Baratawidjaja , 2000).

2. Imunostimulasi / imunopotensiasi: cara memperbaiki fungsi sistem imun

dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut (Biological Response Modifier (BRM)) (Baratawidjaja , 2000).

3. Imunosupresi: suatu tindakan untuk menekan respons imun, kegunaannya di

klinik terutama pada transplantasi alat tubuh dalam usaha mencegah reaksi

penolakan dan pada penyakit autoimun untuk menghambat pembentukan

antibodi (Baratawidjaja , 2000).

F. Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley)

1. Klasifikasi taksonomi:

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Cucurbitales

Family : Cucurbitaceae

Genus : Lagenaria

Species : L. siceraria

Part used : Fruit, root, leaves and seed oil

(35)

2. Buah labu air sebagai imunomodulator

Gambar 4. Buah Labu Air (Belly, J., 2012)

Buah labu air (gambar 4) diketahui memiliki efek imunomodulator.

Menurut hasil penelitian Gangwal, et al. (2008) ekstrak metanol fraksi n-butanol dan etil asetat buah labu air (Langenaria siceraria) memiliki aktifitas imunomodulator karena dapat meningkatkan jumlah antibodi primer dan sekunder

serta mampu menghambat reaksi hipersensitivitas pada tikus. Kedua fraksi secara

signifikan dapat meningkatkan total sel darah putih, neutrofil, dan jumlah limfosit,

tetapi perubahan yang tidak signifikan pada monosit, eusinofil, dan basofil.

Campuran terpenoid dan flavonoid yang diisolasi dari ekstrak metanol fraksi

n-butanol dan etil asetat buah labu air diidentifikasi merupakan asam oleanolat dan

isokuersetin (Shah, Seth and Desai, 2010).

Flavonoid sebagai imunomodulator bekerja pada sel sel tubuh yang

menjadi bagian dari sistem imun. Mekanisme imunomodulator dari flavonoid

dapat melalui beberapa cara, yaitu:

(1). mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel, sehingga sel bekerja lebih

optimal,

(36)

(3). memperbaiki proses penguraian sel lain (Ma’at, 2009).

Flavonoid dapat memperbaiki sistem imun karena berpotensi terhadap

limfokin yang dihasilkan oleh sel T sehingga merangsang sel-sel fagosit untuk

meningkatkan aktivitas fagositosis (Kusmardi, Kumala, dan Triana, 2007).

Adanya kandungan asam oleanolat dalam ekstrak etanol labu air dapat

meningkatkan sekresi IFN-γ (Rios,2010) yaitu aktivator poten fagosit

mononuclear yang akan menstimulasi makrofag membunuh sel tumor dan

mikroba fagosit. Selain itu, adanya senyawa fenolik dapat menstimulasi pelepasan

sitokin IL-12 (Shen and Louine, 1999). IL-12 berfungsi merangsang produksi

IFN-γ oleh sel NK, sementara IFN-γ berperan dalam aktivasi makrofag

(Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Selain itu, hasil penelitian menggunakan ekstrak etanol labu air juga

menunjukkan hasil ekstraksi etanolik labu air mencegah penurunan respon imun

humoral, respon imun seluler, dan persen netrofil secara signifikan pada tikus

yang diinduksi dengan pyrogallol (Deshpande, et al., 2008).

G. Landasan Teori

Penyembuhan kanker secara medis dapat ditangani dengan kemoterapi,

operasi, dan radioterapi. Salah satu agen kemoterapi yang sering digunakan, yaitu

doksorubisin. Penggunaan doksorubisin dapat menimbulkan efek supresi sumsum

tulang belakang, sehingga menyebabkan timbulnya neuropenia (penurunan sel darah putih) demikian pula produksi monosit mengalami penurunan yang diikuti

(37)

terhadap sistem imun seluler. Oleh karena itu, perlu dikembangkan agen

ko-kemoterapi untuk mengurangi efek imunosupresi dari doksorubisin.

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai imunomodulator adalah buah

labu air. Adanya kandungan asam oleanolat dan isokuersetin pada ekstrak

metanolik fraksi n-butanol dan fraksi etil asetat buah labu air dapat meningkatkan

total sel darah putih, neutrofil, dan jumlah limfosit secara signifikan (Shah, et al.,

2010). Selain itu, ekstrak etanol buah labu air dapat mencegah penurunan respon

imun humoral, respon imun seluler, dan persen neutrofil secara signifikan pada

tikus yang diinduksi dengan pyrogallol (Deshpande, et al., 2008). Oleh karena itu, pada percobaan diamati pengaruh pemberian ekstrak etanol buah labu air

terhadap tikus jantan Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin terhadap kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag untuk mengetahui efek

imunomodulator ekstrak etanol buah labu air.

Hasil pengamatan kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag

dari kelompok perlakuan Ekstrak Etanol Buah Labu Air (EELA) dibandingkan

dengan kelompok kontrol menggunakan uji statistik. Batas nilai yang dianggap

signifikan dalam penelitian adalah jika p<0,05 dengan interval kepercayaan 95%.

Apabila EELA dapat meningkatkan kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis

makrofag dibandingkan kontrol doksorubisin, menunjukkan EELA memiliki efek

imunomodulator pada tikus uji yang telah dipejani doksorubisin sehingga dapat

(38)

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, dapat dihipotesiskan bahwa ekstrak etanolik

buah labu air dapat meningkatkan kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis

(39)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni karena

adanya perlakuan berupa pemberian ekstrak etanolik buah labu air terhadap

hewan uji. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas : dosis pemberian ekstrak etanolik buah labu air. b. Variabel tergantung : kemampuan ekstrak etanolik buah labu air untuk

meningkatkan kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag.

c. Variabel pengacau terkendali : galur hewan uji, yaitu galur

Sprague Dawley, umur hewan uji 2–3 bulan, jenis kelamin jantan, berat badan 150 -300 g, jalur pemejanan doksorubisin secara intraperitonial dan

ekstrak etanolik buah labu air secara oral serta jenis pakan yang diberikan

pada hewan uji.

d. Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patologis hewan uji.

2. Definisi Operasional

(40)

Ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering buah

labu air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley) dalam pelarut etanol 80% yang dibuat dengan proses remaserasi dengan perbandingan serbuk dan

pelarut 1:10. Filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh bobot tetap.

b. Kapasitas fagositosis

Kapasitas fagositosis menunjukan persentase jumlah sel makrofag yang

aktif dari 100 sel makrofag (Jensch-Junior, et al., 2006). c. Indeks fagositosis

Indeks fagositosis menunjukan jumlah rata-rata lateks yang dapat

difagositosis oleh setiap sel makrofag yang aktif (Jensch-Junior, et al.,

2006).

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Bahan uji yang digunakan, yaitu buah labu air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) yang diperoleh dari Pasar Beringharjo.

b. Subyek uji yang digunakan yaitu tikus jantan putih galur Sprague Dawley

usia 2-3 bulan, berat badan 150-300 g yang diperoleh dari Laboratorium

Imono Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan penginduksi penurunan sistem imun yang digunakan adalah

doksorubisin, yang diperoleh dari PT. Genepharm

(41)

c. Pelarut untuk maserasi berupa etanol 80% yang diperoleh dari PT.

Brataco.

d. Pelarut untuk doksorubisin berupa cairan NaCl Fisiologis yang diperoleh

dari PT. Otsuka.

e. Bahan untuk mengukur kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis berupa

klorofom, coverslips bulat diameter 12mm, akuades, Roswell Park Memorial Institute Medium (RPMI 1640) (Sigma), alkohol 70%,

Phosphate Buffer Saline (PBS) steril, latex beads diameter 3 μm (Sigma Chem. Co), Giemsa 20%, Water for Injection (Otsuka, Indonesia), medium komplit yang terdiri dari RPMI 1640, Fetal Bovine Serum (FBS) (Gibco) 10%, Penisilin-Streptomisin 2% (Gibco) dan fungizon 1%

(Gibco).

D. Alat Penelitian

a. Pengujian kadar air serbuk kering buah labu air (Lagenaria siceraria)

Halogen moisture analyser (HG 53, Mettler- Toledo).

b. Pembuatan ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria)

Seperangkat alat gelas, yaitu gelas piala, gelas ukur, labu ukur, cawan

(42)

c. Pengujian kapasitas dan indeks fagositosis makrofag

Inkubator CO2 5%; 37oC (Heraeus), plate 24 well (Nunc), sentrifus

Eppendorf (Sorfall MC 12 V, Dupont), Eppendorf tube, Laminar Air Flow

(Labquib), hemositometer (Nebaeur), mikropipet (Eppendorf), neraca elektronik

(Sartorius), filter 0,22 μm (Sartorius), tabung sentrifus 15 mL (Nunc), spet injeksi

10 mL (Terumo), mesin Vortex, pipet Pasteur, yellow dan blue tip, Inverted Microscope (Olympus), mikroskop binokuler, lampu spiritus, pinset, gunting, tabung reaksi, dan alat-alat gelas yang telah disterilkan.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi sampel buah labu air yang digunakan berdasarkan

pengamatan ciri morfologinya dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pembuatan ekstrak etanolik

Buah labu air yang didapat dari pasar Beringharjo dibersihkan dengan

cara dicuci dengan air mengalir, dikupas kulitnya, dipotong kecil – kecil, dibuang

bijinya kemudian dikeringkan, diblender dan dimaserasi dengan pelarut etanol.

Maserasi diulangi sebanyak tiga kali. Maserasi yang pertama dilakukan selama 2

kali 24 jam, kemudian disaring dengan penyaring Buchner sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Ampas dimaserasi lagi selama 1 kali 24 jam. Ampas yang

(43)

diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga tidak ada pelarut yang menetes lagi.

3. Pembuatan sediaan

Ekstrak etanol buah labu air dibuat suspensi dengan konsentrasi 15%

dalam CMC Na 1%.

4. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan disiapkan, dan ditempatkan dalam kandang

berisi sekam dengan tutup kawat kasa selama 1 minggu untuk adaptasi.Setiap

kandang berisi lima ekor tikus. Kandang ditempatkan dalam ruangan ber AC

dengan suhu 20 – 25oC dan kelembapan udara yang tetap (± 50%), ventilasi

cukup dan dengan penerangan 12 jam sehari. Hewan uji diberi pakan pellet

AD-II (PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk), setiap satu kali sehari dan minum air kran secara ad libitum melalui botol yang diletakkan dibagian atas kandang.

5. Perlakuan hewan uji

Dua puluh lima ekor tikus yang telah diadaptasikan dibagi secara acak

dalam lima kelompok di mana tiap kelompok berisi lima ekor tikus. Perlakuan

(Tabel 1) dilakukan selama 15 hari terus-menerus.

a. Kelompok I sebagai kelompok kontrol pelarut senyawa uji (CMC-Na 1%)

2,5 mL setiap hari dari H1 hingga H10.

b. Kelompok II sebagai kelompok kontrol doksorubisin dengan dosis 4,5

mg/kg BB secara intraperitonial diberikan pada H11, H13, dan H15.

(44)

d. dari H1 hingga H10 serta doksorubisin dosis 4,5 mg/kg BB secara

intraperitonial pada H11, H13, dan H15.

e. Kelompok IV diberikan EELA dosis 750 mg/kg BB secara p.o setiap hari

dari H1 hingga H10 serta doksorubisin dosis 4,5 mg/kg BB secara

intraperitonial pada H11, H13, dan H15.

f. Kelompok V diberikan EELA dosis 500 mg/kg BB secara p.o setiap hari

dari H-1 hingga H10 serta doksorubisin dosis 4,5 mg/kg BB secara

intraperitonial pada H11, H13, dan H15.

Tabel 1. Perlakuan terhadap Hewan Uji

6. Isolasi makrofag

Isolasi makrofag dilakukan pada H19. Tikus dikorbankan dengan cara

inhalasi menggunakan kloroform, lalu dibaringkan telentang dan kemudian

kulit bagian perut dibuka dan dibersihkan selubung peritoniumnya dengan

(45)

alkohol 70%. Sebanyak 10 mL RPMI dingin disuntikan ke rongga peritoneum

tikus kemudian ditunggu tiga menit sambil digoyang-goyang agar makrofag

yang menempel di rongga tersebut dan di sekitar usus dapat terlepas dan

tersuspensi dalam RPMI

Cairan peritoneal dikeluarkan dengan cara menekan organ dalam

dengan kedua jari, cairan diaspirasi dengan tabung injeksi, dipilih bagian yang

tidak berlemak dan jauh dari usus. Aspirat disentrifugasi 1200 rpm 4oC selama

4 menit. Supernatan dibuang dan ditambah 3 mL medium komplit pada pellet

yang didapat. Jumlah sel dihitung dengan hemositometer, kemudian

diresuspensi dengan medium komplit sehingga didapat suspense sel dengan

kepadatan 5 x 106 /mL.

Suspensi yang telah dihitung kemudian dikulturkan pada plate 24

sumuran yang telah diberi coverslips bulat dengan diameter 12 mm, setiap sumuran berisi 1 mL. Sel diinkubasi dalam incubator CO2 5% pada suhu 37oC

selama 30 menit, lalu ditambahkan medium komplit 1mL/sumuran, diinkubasi

2 jam. Sel dicuci RPMI sebanyak 2 kali kemudian ditambah medium komplit

1mL/sumuran, dan inkubasi dilanjutkan sampai 24 jam.

7. Uji fagositosis makrofag dengan menggunakan Latex

Latex beads diameter 3 µm disuspensikan dalam PBS sehingga didapat konsentrasi 2,5 x 107 /mL. Makrofag peritoneum yang dikulturkan sehari

sebelumnya dicuci menggunakan RPMI sebanyak dua kali, kemudian

(46)

dalam inkubator CO2 5% 37oC. Sel dicuci PBS 3 kali untuk menghilangkan

lateks yang tidak terfagositosis. Dikeringkan pada suhu ruangan dan difiksasi

dengan methanol 30 detik, kemudian methanol dibuang dan coverslips

didiamkan sampai kering.

Setelah kering coverslips dipulas dengan Giemsa 20% v/v selama 30 menit kemudian dicuci akuabides dan dikeringkan pada suhu kamar.Makrofag

diamati dan dihitung jumlah makrofag yang memfagositosis partikel lateks dan

jumlah lateks yang difagositosis oleh makrofag. Pengamatan makrofag

menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Kemampuan fagositosis

makrofag dinyatakan dapal kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis.

Kapasitas fagositosis = x 100%

Indeks fagositosis =

(a) : Jumlah lateks yang difagosit oleh satu makrofag (b) : Jumlah makrofag yang memfagositosis

(c) : Jumlah makrofag yang diperiksa

(Jensch-junior, et al., 2006).

8. Perhitungan statistik

Data kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag dari tiap

kelompok uji selanjutnya diolah dan dilakukan analisa statistik menggunakan

SPSS 17.0. Data dinilai normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika distribusi data dinilai normal maka dilanjutkan ke uji hipotesis dengan uji one way analysis of variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Post hoc. Apabila distribusi data dinilai tidak normal maka uji hipotesis dilakukan

(47)

Batas nilai yang dianggap signifikan dalam penelitian adalah jika p<0,05

(48)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat dari

ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) sebagai imunomodulator pada tikus jantan yang diinduksi doksorubisin melalui pengamatan kapasitas fagositosis

dan indeks fagositosis. Kemampuan fagositosis makrofag dapat dilihat dari

jumlah makrofag yang mampu memfagositosis partikel lateks selain itu

ditunjukkan pula dari jumlah lateks yang dapat difagositosis oleh makrofag. Data

yang diperoleh dari uji fagositosis dianalisis secara statistik menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data, selanjutnya dilakukan analisis one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan bertujuan menetapkan kebenaran sampel

yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri morfologis tanaman berdasarkan

kepustakaan dan menghindari kesalahan dalam proses pengumpulan bahan.

Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian buah. Menurut

Stephens (2009), deskripsi buah labu air:

1. Berwarna hijau muda atau hijau tua, warna hijau tua dapat berupa warna hijau

(49)

2. Ukuran buah beragam mulai dari diameter 2 inci hingga 12 inci dan panjang

4 hingga 40 inci.

3. Buah dapat memiliki bagian leher yang steril (tidak berbiji) dangan panjang

hingga 15 inci dan lebar 1 hingga 2 inci. Bagian leher yang lebih lebar

biasanya berbiji dan memiliki tonjolan. Biji bervariasi mulai dari pipih

hingga bundar, silinder, atau panjang dan sempit.

Dari hasil determinasi dinyatakan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar

buah labu air (Lagenaria siceraria) dengan ciri – ciri berwarna hijau muda, panjang 14 inci, diameter leher 3 inci, diameter badan buah 5 inci, dan biji

berbentuk pipih dengan panjang 12 mm (Lampiran 1).

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering dan Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Labu Air (Lageneraria siceraria)

Pembuatan ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) menggunakan metode maserasi. Pertimbangan menggunakan metode maserasi

karena sterol dan flavonoid yang akan disari mudah larut dalam etanol 80% serta

proses serta peralatan yang digunakan sederhana. Maserasi digunakan untuk

penyarian simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam cairan penyari.

Pada penelitian ini akan dilakukan penyarian terpenoid dan flavonoid dari

simplisia dimana senyewa-senyawa tersebut mudah larut dalam etanol 80%. Pada

proses ekstraksi ini pelarut yang digunakan adalah etanol 80%. Penggunaan etanol

80% sebagai pelarut karena etanol memiliki perbedaan kepolaran yang kecil

dengan metanol 80% yang merupakan pelarut universal. Perbedaan kepolaran

(50)

senyawa terpenoid dan flavonoid yang terkandung di serbuk simplisia. Proses

maserasi yang dilakukan merupakan proses remaserasi. Proses remaserasi ini

dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kondisi jenuh saat penyarian

sehingga proses penyarian senyawa dalam serbuk simplisia menjadi maksimal.

Sebelum dilakukan maserasi, simplisia dibuat serbuk terlebih dahulu

untuk memperkecil ukuran partikel simplisia labu air sehingga memiliki luas

permukaan partikel yang besar. Luas permukaan partikel yang besar ini akan

memudahkan kontak dengan pelarut sehingga ekstraksi dapat lebih maksimal.

Luas permukaan yang besar ini juga memudahkan partikel serbuk kontak dengan

lembab di udara. Adanya lembab dapat memicu tumbuhnya mikroba dan kapang

serta menyebabkan senyawa aktif mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, serbuk

terlebih dahulu dihitung kadar airnya menggunakan metode gravimetri dan

dilakukan sebanyak tiga replikasi hingga didapatkan rerata kadar air sebesar

7,86%. Menurut Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan (1999),

persyaratan kadar air dalam serbuk simplisia yang baik adalah kurang dari 10%.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk kering buah L. siceraria telah memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.

Ekstrak cair yang didapatkan dari proses maserasi kemudian diuapkan

pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator. Penguapan pelarut dengan menggunakan rotary evaporator ini dilakukan sampai tidak ada lagi tetesan pelarut. Untuk lebih memastikan ada atau tidaknya pelarut yang terkandung dalam

esktrak kental, dilakukan pengeringan di oven sampai bobot tetap. Penyimpanan

(51)

C. Penetapan Dosis dan Lama Perlakuan Ekstrak Etanol Buah Lageneraria siceraria

Penelitian yang dilakukan bersifat preventif dimana hewan uji diberikan

ekstrak dengan berbagai dosis terlebih dahulu sebelum dipejani dengan

doksorubisin. Hewan uji dibagi menjadi lima kelompok sebagai kelompok kontrol

pelarut (CMC Na 1%), kontrol doksorubisin, dan perlakuan berupa variasi dosis

ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) sebesar 1000 ; 750 ; dan 500 mg/KgBB. Dosis doksorubisin yang digunakan sebesar 4,5 mg/KgBB. Tidak

digunakan kontrol ekstrak etanol buah labu air karena menurut hasil orientasi,

nilai kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis ekstrak etanol buah labu air dosis

1000 mg/kgBB hampir sama dari kontrol pelarut, namun menunjukkan hasil yang

jauh lebih tinggi dari kontrol doksorubisin (Lampiran 3.). Hal ini menunjukkan

ekstrak etanol buah labu air tidak memberikan pengaruh penurunan kapasitas

fagositosis dan indeks fagositosis pada tikus sehingga dapat diartikan kondisi

sama seperti normal.

Dikarenakan belum adanya penelitian sejenis, maka dipilih dosis ekstrak

etanolik buah labu air adalah sebesar 500 mg/kgBB, 750 mg/kgBB, dan 1000

mg/kgBB yang bertujuan sebagai skrining awal dosis efektif ekstrak etanol labu

air sebagai imunomodulator yang sebelumnya telah diinduksi dengan

doksorubisin. Peringkat dosis ekstrak etanol buah labu air ini diperoleh dengan

penambahan dosis, yaitu sebanyak 250 mg/KgBB. Dengan penambahan dosis ini

tidak dapat ditentukan dosis efektif (ED) ekstrak etanol buah labu air. Perlu

(52)

agar dapat ditentukan dosis efektif ekstrak etanol buah labu air dalam

meningkatkan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag.

Lama pemberian ekstrak etanolik buah labu air adalah 10 hari. Penelitian

bersama ini bersifat eksploratif sehingga dapat mengetahui pemberian ekstrak

etanol buah labu air selama 10 hari dapat menimbulkan efek imunomodulator,

hepatoprotektor serta kardioprotektor akibat pemejanan doksorubisin. Menurut

hasil penelitian Gangwal, Parmar, and Sheth (2010) pemberian ekstrak metanolik

Langenaria siceraria selama 5 hari sudah dapat meningkatkan kemampuan fagositosis pada tikus melalui pengamatan carbon clearance. Pada penelitian selanjutnya lebih baik dilakukan orientasi lamanya pemejanan ekstrak etanol buah

labu air yang dapat menaikan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag paling

maksimal.

Pengambilan cairan intraperitonium dilakukan 4 hari setelah induksi

doksorubisin. Pengambilan sampel pada hari ke-4 setelah pemberian doksorubisin

terakhir dilakukan karena menurut hasil penelitian Kasianningsih (2011) sistem

imun hewan uji mengalami penurunan 4 hari setelah pemberian doksorubisin

terakhir.

D. Uji Fagositosis Makrofag

Pada penelitian ini sel makrofag diisolasi melalui cairan intraperitonial

karena menurut Rosanti (2005), sel makrofag pada cairan intraperitonial

jumlahnya lebih banyak (70%-95%) dibanding dengan organ limfa. Makrofag

(53)

Makrofag biasanya tergantung di dalam jaringan yang ditempati, oleh karena itu

biasa disebut fixed macrophage, tetapi pada cairan intraperitonial berada dalam bentuk bebas dalam cairan intraperitonium sehingga memudahkan dalam isolasi

makrofag (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Isolasi sel makrofag dari cairan

intraperitonium dilakukan dengan cara menyuntikan medium RPMI dingin ke

dalam rongga peritoneal kemudian dipijat-pijat agar sel makrofag terbawa dalam

RPMI kemudian cairan diaspirasi ke dalam spuit. Digunakan medium RPMI

dingin agar sel makrofag yang diisolasi tidak rusak, karena makrofag lebih stabil

pada suhu rendah (dingin). Medium RPMI merupakan medium pertumbuhan sel

yang mengandung asam amino, vitamin, dan garam-garam organik. Pada

penelitian ini juga digunakan medium komplit yang terdiri dari campuran medium

RPMI, FBS (Fetal Bovine Serum) yang merupakan serum untuk memacu pertumbuhan sel dan membuat sel bertahan lebih lama. Selain itu adanya

penisilin-streptomisin (penstrep) dan fungison yang berfungsi sebagai antimikroba. Pada

cairan peritoneum yang diisolasi, selain terdapat sel makrofag juga ditemukan sel-sel

lain seperti limfosit dan sel granulosit yang saling berdekatan sehingga sulit

dibedakan antara sel makrofag dengan sel lain. Kemampuan sel makrofag untuk

menempel pada coverslip membedakan sel makrofag dengan sel yang lain. Oleh karena itu, dalam percobaan digunakan coverslips sebagai tempat penempelan makrofag.

Perbedaan kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag antara

kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dapat dilihat dari kemampuan sel

(54)

mengetahui sejauh mana kemampuan ekstrak etanolik Lagenaria siceraria

sebagai imunomodulator sehingga dapat digunakan sebagai agen ko-kemoterapi

pada penggunaan doksorubisin. Makrofag merupakan salah satu sel fagosit yang

berperan penting pada saat terjadi invasi oleh bakteri atau parasit. Latex tersebut berfungsi sebagai antigen, sehingga diharapkan makrofag tersebut dapat

memfagositosis latex. Setelah itu, dilakukan penghitungan makrofag yang memfagositosis latex berdasarkan hasil pengamatan mikroskop, yaitu mengamati makrofag yang menempel atau sudah memakan latex (Hutomo, Sutarno, Winarno, Kusmardi, 2005).

Dilakukan pengecatan Giemsa untuk memberikan warna pada sel

makrofag sehingga sel makrofag tampak berwarna keunguan sehingga mudah

diamati di bawah mikroskop. Sebelum diwarnai dengan Giemsa, sel difiksasi

dengan metanol absolut sehingga membran makrofag lebih terbuka dan zat warna

Giemsa lebih mudah masuk. Latex merupakan polystyrene yang tidak bereaksi dengan Giemsa sehingga partikel lateks tidak berwarna, penambahan metanol

memperkecil pori-pori latex sehingga akan mengkerut. Pengamatan menggunakan mikroskop memperlihatkan makrofag yang berwarna ungu dan latex yang berwarna putih (Gambar 5) sehingga dapat dibedakan antara latex dan sel makrofag yang difagositosis dan latex yang tidak difagositosis (Nie, Perry, Zhao, Huang, Kincade, Farrar, and Sun 2008). Kemampuan fagositosis sel makrofag

dapat dilihat dari kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis makrofag dimana

(55)

morfologi sel makrofag yang memfagositosis latex setelah dilakukan pengecatan Giemsa pada masing-masing kelompok perlakuan.

Gambar 5. Perbandingan morfologi makrofag tikus dengan pengecatan Giemsa perbesaran 100x

(a) : Latex berwarna putih (b) : Sel makrofag berwarna ungu

(c) : Partikel latex yang difagositosis oleh sel makrofag

Kontrol pelarut : kelompok tikus yang diberi CMC Na 1%, menunjukkan morfologi sel makrofag yang teraktivasi dengan membentuk kaki semu maupun fagososom. Kontrol doxo : kelompok tikus yang diberi doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB

EELA 1000 mg/kgBB : kelompok tikus yang diberi doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB

+ ekstrak etanolik buah labu air dosis 1000 mg/kgBB menunjukkan morfologi sel makrofag yang teraktivasi dengan membentuk kaki semu maupun fagosom. EELA 750 mg/kgBB : kelompok tikus yang diberi doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB

+ ekstrak etanolik buah labu air dosis 750 mg/kgBB menunjukkan morfologi sel makrofag yang teraktivasi dengan membentuk kaki semu maupun fagosom EELA 500 mg/kgBB : kelompok tikus yang diberi doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB

(56)

E. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Buah Labu Air (Lagenaria siceraria)Terhadap Tikus Jantan Galur Sprague dawley yang Dipejani

Doksorubisin

Pada penelitian ini dilakukan pembuktian terhadap efek imunomodulator

dari ekstrak etanol buah labu air (Lagenaria siceraria) sebagai agen ko-kemoterapi akibat induksi doksorubisin. Efek imunomodulator diamati melalui

peningkatan kapasitas dan indeks fagositosis setelah pemberian ekstrak etanol

labu air peringkat dosis tinggi, sedang dan rendah dibandingkan dengan kontrol

doksorubisin dan kontrol pelarut.

Tabel II. Purata ± SE Kapasitas Fagositosis Makrofag setelah Pemberian Ekstrak Etanol Labu Air dalam Berbagai Peringkat Dosis

Kelompok perlakuan n Purata ± SE (%) P

Kelompok III : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 1000 mg/kgBB

Kelompok IV : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 750 mg/kgBB

Kelompok V : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

(57)

Tabel III. Purata ± SE Indeks Fagositosis Makrofag setelah Pemberian Ekstrak Etanol Labu Air dalam Berbagai Peringkat Dosis

Kelompok perlakuan n Purata ± SE P

Kelompok III : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 1000 mg/kgBB

Kelompok IV : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 750 mg/kgBB

Kelompok V : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 500 mg/kgBB B : Berbeda bermakna

Kontrol pelarut dibuat untuk mengetahui nilai kapasitas fagositosis normal

dan indeks fagositosis normal sebelum diinduksi doksorubisin. Dari percobaan

(Tabel II dan III) diketahui rata-rata nilai kapasitas fagositosis kelompok kontrol

pelarut sebesar 50,08± 4,47 % dan rata-rata indeks fagositosis kelompok kontrol

pelarut sebesar 1,26 ± 0,27. Nilai kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis ini

yang dijadikan patokan nilai normal untuk penelitian ini selanjutnya.

Doksorubisin merupakan salah satu agen kemoterapi yang dapat

menyebabkan penurunan sistem imun seluler sehingga digunakan kontrol

doksorubisin untuk mengetahui pengaruh penggunaan doksorubisin sebagai

imunosupresan melalui pengamatan penurunan nilai kapasitas dan indeks

fagositosis makrofag. Selain itu, kontrol doksorubisin juga digunakan sebagai

patokan dalam menganalisa efek imunomodulator dari ekstrak etanol labu air.

Menurut Herwandhani, Nagadi, dan Saktiningtyas (2011) dosis doksorubisin

(58)

toksik bagi tikus uji apabila diberikan dalam dosis tunggal, sehingga doksorubisin

diberikan dalam 2 kali pemberian yaitu 4,67 mg/KgBB. Penelitian bersama ini

digunakan dosis yang dapat menginduksi ketiga efek imunosupresan,

hepatotoksik, maupun kardiotoksik sehingga digunakan dosis yang lebih tinggi

berupa 3 kali pemberian yaitu 4,5 mg/KgBB. Rata-rata nilai kapasitas fagositosis

kelompok kontrol doksorubisin sebesar 37,79± 3,19% dan rata-rata indeks

fagositosis kelompok kontrol doksorubisin sebesar 0,66± 0,05. Dibandingkan

dengan kapasitas fagositosis kontrol CMC Na 1% sebesar 50,08 ± 4,47 % maka

terlihat terjadi penurunan kapasitas fagositosis lebih kurang 0,75 kalinya

dibandingkan dengan kontrol pelarut. Indeks fagositosis bila dibandingkan dengan

indeks fagositosis kontrol CMC Na 1% sebesar 1,26 ± 0,27 maka terlihat adanya

penurunan indeks fagositosis lebih kurang 0,52 kalinya dibandingkan dengan

kontrol pelarut. Hal ini menunjukkan pemberian doksorubisin dalam 3 kali

pemberian yaitu 4,5 mg/KgBB dapat menimbulkan efek imunosupresan melalui

penurunan nilai kapasitas dan indeks fagositosis. Meskipun pemberian

doksorubisin dalam 3 kali pemberian yaitu 4,5 mg/KgBB dapat menimbulkan

efek imunosupresan, dikhawatirkan penurunan sistem imun lebih baik pada 2 kali

pemberian dibandingkan dengan 3 kali pemberian. Oleh karena itu, pada

penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan orientasi dosis doksorubisin yang

dapat menurunkan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag yang paling

(59)

Tabel IV. Hasil Analisis Uji Post-hoc LSD Kapasitas Fagositosis Makrofag setelah Pemberian Ekstrak Etanol Labu Air dalam Berbagai Peringkat Dosis

Kelompok

Kelompok III : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 1000 mg/kgBB

Kelompok IV : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah labu

air dosis 750 mg/kgBB

Kelompok V : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah labu

air dosis 500 mg/kgBB BB : Berbeda bermakna; BTB : Berbeda tidak bermakna

Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-hoc LSD Indeks Fagositosis Makrofag setelah Pemberian Ekstrak Etanol Labu Air dalam Berbagai Peringkat Dosis

Kelompok

Kelompok III : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 1000 mg/kgBB

Kelompok IV : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 750 mg/kgBB

Kelompok V : doksorubisin dosis 4,5 mg/kgBB + ekstrak etanolik buah

labu air dosis 500 mg/kgBB BB : Berbeda bermakna; BTB: Berbeda tidak bermakna

Dari hasil analisis statistik (Tabel IV dan V), adanya penurunan kapasitas

(60)

yang berbeda bermakna (p<0,05) terhadap kelompok kontrol pelarut (CMC Na

1%) menandakan doksorubisin dapat menyebabkan penurunan jumlah makrofag

yang aktif memfagosit lateks. Hal ini dikarenakan pemberian doksorubisin akan

berefek pada sel-sel yang mengalami pembelahan sel secara cepat seperti sumsum

tulang (Phillip et al., 2006). Di antara sel sumsum tulang belakang, prekusor hemopoetik merupakan sel yang paling sensitif terhadap sitotoksisitas dari

doksorubisin (Uspenkaya et al, 2004). Oleh karena itu, pada penggunaan doksorubisin banyak dijumpai leucopenia (jumlah sel darah putih yang terlalu rendah) serta penurunan interleukin-2 (IL-2) dan produksi interferon-γ (IFN-γ)

yang merupakan komponen penting dalam sistem imun. Hal ini dapat

menurunkan jumlah sel sitotoksik natural killer (NK), proliferasi limfosit serta

ratio limfosit T CD4+/CD8+ (Zhang et al., 2005) yang juga menurunkan jumlah makrofag aktif dalam sistem imun.

Doksorubisin dapat menyebabkan penurunan jumlah makrofag yang aktif

memfagosit lateks, namun tidak diketahui seberapa besar penurunan kapasitas dan

indeks fagositosisnya akibat tidak adanya patokan nilai kapasitas dan indeks

fagositosis yang mengalami penurunan akibat doksorubisin. Pada penelitian

selanjutnya, sebaiknya dilakukan pengkajian ulang obat kemoterapi lain yang

dapat menimbulkan efek penekanan nilai kapasitas dan indeks fagositosis

Gambar

Tabel I. Perlakuan terhadap hewan uji.......................................................
Gambar 1. Struktur doksorubisin……………………………………………
Gambar 1. Struktur Doksorubisin (Scalabrin, 2011)
Gambar 2. Struktur antrasiklin yang terkonjugasi dengan formaldehid: doxoform
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji t digunakan untuk menguji salah satu hipotesis di dalam penelitian yang menggunakan regresi linier berganda. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial

Lebih lanjut apabila pendulum diberikan suatu kecepatan tertentu  baik dengan cara diayunkan (arah kiri)   0 ataupun didorong terlebih dahulu ke belakang

Dengan latar belakang demikian, Penulis ingin meneliti hubungan antara kepatuhan dan cara mengkonsumsi obat pengikat fosfat apakah merupakan faktor resiko terhadap

Sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan sebagai berikut: 1) Kepada guru matematika khususnya, untuk dapat menggunakan pembelajaran dengan

Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian

Sistem operasi Komputer adalah perangkat lunak komputer atau software yang bertugas untuk melakukan kontrol dan manajemen perangkat keras dan juga operasi- operasi dasar sistem,

(8) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk sungai lintas kabupaten/kota dengan cabang sungai orde yang lebih kecil yang masuk wilayah kabupaten/kota

Menimbanga, bahwa karena dalam petitum nomor 4 tersebut Pemohon telah ditetapkan sebagai pengampu / wali dari adik Pemohon yang bernama ADIK PEMOHON