SKRIPSI
Oleh :
RIZKIE AINUR RACHMAN 0913010028/FE/AK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pr ogram Studi Akuntansi
Oleh :
RIZKIE AINUR RACHMAN 0913010028 / FE / AK
FAKULTAS EKONOMI
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi dalam jenjang Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur dengan judul
“PENGARUH PERILAKU BELAJ AR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJ AR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN ”VETERAN” J AWA TIMUR ”.
Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran, serta dorongan moril baik secara langsung maupun tidak langsung sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Icshanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs . Ec. H. Rahman Amrullah Suwaidi, MS, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah.
8. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan do’a dan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Pacar yang selalu memberi semangat dan menemani Danirmala Narpaduhita dan para sahabat yang selalu membantu dan mendukung Rifqi, Vrischa, Maya, Fia, Sabam, Orlando, Piter, Anas, Robi, Adam, Kipli, Titis.
10. Pembina Paduan Suara dan teman-teman Paduan Suara “Gita Widya Giri”. 11. Serta bantuan dan dukungan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun karena hal itu sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ………. viii
ABSTRAKSI ……….. x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 RumusanMasalah ... 6
1.3 TujuanPenelitian ... 6
1.4 ManfaatPenelitian ... 7
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 8
2.1. HasilPenelitianTerdahulu ... 8
2.2. LandasanTeori ... 12
2.2.1. Akuntansi Keperilakuan ... 12
2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan ... 13
2.2.1.2. Manfaat dan Tujuan Akuntansi Keperilakuan ... 14
2.2.1.3. Dimensi Akuntansi Keperilakuan…………..……… 14
2.2.1.4. Hubungan Akuntansi Keperilakuan dengan Stres Kuliah……… .... 15
2.2.2. Perilaku Belajar... 17
2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan Emosional……… 25
2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional………. 27
2.2.4. Lingkungan Belajar………. 29
2.2.4.1. Pengertian Lingkungan Belajar……….. 29
2.2.5. Stres Kuliah ... 32
2.2.5.1. Pengertian Stres Kuliah……… 32
2.2.5.2. Penyebab Stres Kuliah………. 33
2.2.5.3. Dampak Stres……….. 38
2.2.5.4. Mengelola Stres………. 38
2.2.6. Pengaruh Perilaku Belajar Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi ... 42
2.2.7. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi………. 43
2.2.8. Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah……… 45
2.2.9. Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Stres Kuliah…….. 46
2.3. KerangkaPikir... 47
2.4. Hipotesis……. ... 48
3.2.2. Sampel………. 55
3.3. TeknikPengumpulan Data ... 54
3.3.1. Jenis Data ... 54
3.3.2. Sumber Data ... 54
3.3.3.Teknik Pengambilan Data ... 54
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 54
3.4.1. Uji Validitas ... 54
3.4.2. Uji Reliabilitas……… 56
3.4.3. Uji Normalitas……… 57
3.4.4. Uji Asumsi Klasik……… 57
3.4.4.1. Autokorelasi………. . 58
3.4.4.2. Multikolinieritas……… 58
3.4.4.3. Heteroskedastisitas……….. 59
3.4.5. Teknik Analisis………. 59
3.4.6. Uji Hipotesis ... 60
3.4.6.1. Uji Spesifikasi Model F ... 60
3.4.6.2. Uji t ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1.3.2. Misi………. . 64
4.1.3.3. Tujuan ... 65
4.1.4. Deskripsi Fakultas Ekonomi ... 65
4.1.5. Riwayat Program Studi Akuntansi ... 66
4.1.5.1.Visi Program Studi Akuntansi ... 67
4.1.5.2. Misi Program Studi Akuntansi ... 67
4.1.5.3. Tujuan Program Studi Akuntansi ... 67
4.2. Deskripsi Penelitian………... 68
4.2.1. Rekapitulasi Jawaban variabel Perilaku Belajar (X1)………… 68
4.2.2. Rekapitulasi Jawaban variabel Kecerdasan Emosional (X2).… 70 4.2.3. Rekapitulasi Jawaban variabel Lingkungan Belajar (X3)……. 71
4.2.4. Rekapitulasi Jawaban variabel Stres Kuliah (Y)………… … 72
4.3. Uji Kualitas Data ……… 73
4.3.1. Uji Validitas …….………..……….. 73
4.3.1.1. Perilaku Belajar (X1)………. .... 74
4.3.1.2. Kecerdasan Emosional (X2)………. ... 75
4.3.1.3. Lingkungan Belajar (X3)………. ... 76
4.3.1.4. Stres Kuliah (Y)………. ... 78
4.5.1. Persamaan Regresi ……… 84
4.5.2. Koifisien Determinasi ……… 86
4.6. Uji Hipotesis... 86
4.6.1. Uji Spesifikasi Model F ... 87
4.6.2. Uji t ... 88
4.7. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 90
4.8. konfirmasi Hasil Penelitian dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian.. 91
4.9. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ……… 92
4.10. Keterbatasan Penelitian ………. 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
5.1. Kesimpulan ... 94
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
TABEL :
Tabel 2.1 Kerangka Kerja Kecakapan Emosi ... 28
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Perilaku Belajar (X1) ……….. 69
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional (X2) ……….. 70
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Lingkungan Belajar (X3) ……… 71
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Stres Kuliah (Y) ……… ... 72
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1) Tahap 1 ……. 74
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1) Tahap 2 ……. 74
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2) Tahap 1 .. 75
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2) Tahap 5.. 76
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Belajar (X3) Tahap 1 ……77
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Belajar (X3) Tahap 2 ……77
Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Stres Kuliah (Y) ……. ... 78
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas……. ... 79
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas ……. ... 80
Tabel 4.16 Hasil Estimasi Koefisien Regresi ……... 84
Tabel 4.17 Pengaruh Variabel. ……. ... 86
Tabel 4.18 Hasil Uji F ……. ... 87
Tabel 4.19 Hasil Uji t ……. ... 88
GAMBAR : Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir ... 47
Oleh :
Rizkie Ainur Rachma n
Abstr ak
Stres banyak digunakan untuk menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang
dilakukan apabila menghadapi suatu tantangan dalam hidup dan ketika gagal
memperoleh respon dalam mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres
didahului oleh adanya sumber stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan
orang mengancam dan membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi
lingkungan.
Variabel dalam penelitian ini adalah Perilaku Belajar (X1), Kecerdasan
Emosional (X2), Lingkungan Belajar (X3) dan Stres Kuliah (Y). Sampel peneltian ini
adalah 65 Mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi UPN “Veteran” Jawa
Timur Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti kuliah. Data yang
digunakan adalah data Primer. Teknik pengambilan sampel menggunakan random
sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, dan Lingkungan Belajar memberikan
pengaruh yang tidak signifikan terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi UPN
“Veretan” Jawa Timur.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Lata r Belakang
Pengertian umum mengenai konsep stress banyak digunakan untuk
menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila dia menghadapi
suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam
mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber
stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan
membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan
(Handoko, 2000) dalam Marita, dkk. (2008).
Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa terkadang merasa
bosan dan tertekan dengan kuliahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya
kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang akan sangat
menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi. Keadaan mahasiswa
yang merasa bosan dan tertekan ini membuat mahasiswa mengalami stres (Marita,
dkk.: 2008).
Belum lama ini terdengar berita mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan
mahasiswa Indonesia. Penyebab dari kasus bunuh diri tersebut adalah mahasiswa
Seperti kasus David Hartanto Wijaya, mahasiswa tingkat akhir asal Indonesia
yang kuliah di Fakultas Teknik Elektronika Universitas Teknologi Nanyang (NTU)
itu bunuh diri setelah menikam dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap Lup (45),
pada tanggal 2 Maret 2009. David mengalami stress karena beasiswa yang
diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal skripsi yang dikerjakannya cukup
sulit dan butuh waktu lama untuk diselesaikannya (http://www.tempointeraktif.com).
Motivasi peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada pengaruh antara Perilaku belajar, Kecerdasan emosional, dan Lingkungan belajar
mahasiswa akuntansi, khususnya mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi
UPN Veteran Jawa Timur Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti
kuliah, terhadap stres kuliah.
Belajar merupakan hak setiap orang. Akan tetapi, kegiatan belajar di suatu
perguruan tinggi merupakan suatu privilege karena hanya orang yang memenuhi
syarat saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tersebut. Previlege yang
melekat pada seorang yang belajar di suatu perguruan tinggi tidak hanya terletak pada
sarana fisik dan sumber daya manusia yang disediakan, tetapi juga pada pengakuan
secara formal dengan harapan bahwa seseorang yang mengalami proses belajar secara
formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan
perilaku tertentu sesuai dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan
Kebiasaan belajar mahasiswa erat kaitannya dengan penggunaan waktu, baik
untuk belajar maupun untuk kegiatan lain yang menunjang belajar. Belajar yang
efisien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yaitu dengan
mengatur waktu antara saat mengikutin kuliah, belajar di rumah, belajar bersama, dan
mengikuti ujian. Dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik perlu diberikan
karena akan mengarah pada suatu pembentukan sikap dalam bertindak.
Akuntansi keperilakuan dapat merancang sistem informasi untuk
mempengaruhi motivasi, moral, dan produktivitas mahasiswa akuntansi. Perilaku
belajar mahasiswa akuntansi dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa akuntansi dalam
mengikuti dan memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku teks, kunjungan ke
perpustakaan, serta kebiasaan menghadapi ujian (Afifah, 2004: 3).
Suwardjono (1991) dalam Marita, dkk., (2008) menggugat sistem
pembelajaran perguruan tinggi yang belum memenuhi standar proses belajar
mengajar yang benar dan ideal, sehingga hasil belajar di perguruan tinggi tidak
maksimal. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya yaitu
masih ada beberapa dosen yang menciptakan kondisi bahwa dosen merupakan
sumber ilmu satu-satunya sehingga mengakibatkan banyak mahasiswa yang
berperilaku hanya datang, duduk, dengar, dan catat (D3C) saat mengikuti kuliah, atau
dari mahasiswa itu sendiri yang lebih mementingkan nilai daripada proses belajar
yang benar, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses
belajar yang berdampak pada menurunnya atau buruknya kualitas manusia itu sendiri
Kualitas manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang merupakan
rangkaian dari pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan tinggi
sebagai lembaga yang membekali peserta didik dengan penekanan pada nalar dan
pemahaman pengetahuan berdasarkan keterkaitan antara teori dengan
pengaplikasiannya dalam dunia praktik, berperan penting dalam menumbuhkan
kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran yang di ikutinya. McClelland
(1997) dalam Goleman (2000) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan,
nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik
kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam
hidup. Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti
empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka
yang berprestasi biasa-biasa saja (Suryaningsum,dkk.,: 2004).
Seperangkat kecakapan khusus di atas dikenal sebagai kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan
keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual.
Paradigma lama menganggap yang ideal adalah adanya nalar yang bebas dari emosi,
paradigma baru menganggap adanya kesesuaian antara kepala dengan hati
(Suryaningsum, dkk.: 2004).
Proses yang dijalani selama menuntut ilmu di perguruan tinggi secara
langsung ataupun tidak langsung akan melatih kecerdasan emosional. Proses belajar
tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi,
kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasaan sesaat, mengatur
suasan hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.
Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan
dan cita-citanya (Suryaningsum, dkk.: 2004).
Hasil survey yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kecerdasan
emosional menjelaskan bahwa apa yang diinginkan oleh pemberi kerja tidak hanya
keterampilan teknik saja melainkan dibutuhkan kemampuan dasar untuk belajar
dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya adalah kemampuan mendengarkan
dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan,
kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim, dan keinginan memberi kontribusi
terhadap perusahaan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi
akan mampu mengendalikan emosinya sehingga dapat menghasilkan optimalisasi
pada fungsi kerjanya (Melandy dan Aziza, 2006: 2).
Menurut Rohani (2004:19) dalam Johari (2006:40) perkembangan seseorang
dalam hidupnya tidak pernah lepas dari adanya faktor pembawaan dan faktor
lingkungan. Diantara keduanya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi dalam
menjadikan manusia yang berkualitas dan bercirikan keunggulan serta mempunyai
karakter dan kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikologi
reaksi inderawi. Sementara itu, “faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal
pembentukan kebiasaan, kepribadian, sikap, dan nilai.”
Berdasarkan fenomena dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah
disebutkan, maka penulis mengambil judul : “ Pengar uh Per ila ku Bela jar ,
Kecer da san Emosiona l, dan Lingkungan Bela ja r Ter hada p Str es Kulia h Pada
Ma hasiswa Akuntansi UPN “ Veter an” J a wa Timur ”
1.2. Per umusa n Ma salah
Berdasarkan Uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; Apakah perilaku belajar , kecerdasan
emosional, dan lingkungan belajar mahasiswa akuntansi UPN Veteran Jatim
berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan menguji secara empiris apakah ada pengaruh antara Perilaku
belajar, Kecerdasan emosional, dan Lingkungan belajar mahasiswa akuntansi,
khususnya mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi UPN Veteran Jatim
Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti kuliah, terhadap stres
1.4. Ma nfa at Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentinhan, antara lain :
1. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang bermanfaat dalam
mengenali mahasiswanya sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana
kelas yang tidak menimbulkan stres kuliah.
2. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari manfaat kecerdasan
emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara tidak langsung mahasiswa
akan belajar untuk mengelola kecerdasan emosional dengan baik dan menggunakan
perilaku belajar yang baik dalam menghadapi stres kuliah.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Ter da hulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dipergunakan dalam penelitian berikut ini
adalah :
1. Ma r ita,dkk. (2008)
Judul Penelitian :
“Kajian Empiris Atas Perilaku Belajar Dan Kecerdasan Emosional Dalam
Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi.”
Rumusan Masalah :
1. Apakah kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa
akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stress kuliah?
2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap
stress kuliah?
3. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh secara
signifikan terhadap stress kuliah?
Kesimpulan:
Kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntansi,
keduanya memberikan pengaruh negative dan signifikan terhadap stes
memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stress kuliah disbanding
variabel perilaku belajar.
2. Sur yaningsum, dkk. (2004)
Judul Penelitian :
“Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan
Emosional.”
Rumusan Masalah :
1. Apakah ada pengaruh antara lama waktu mengikuti proses belajar
mengajar di perguruan tinggi dengan kecerdasan mahasiswa?
2. Apakah ada pengaruh antara pengalaman mengikuti proses belajar
mengajar di lembaga pendidikan tinggi akuntansi dengan kecerdasan
emosional mahasiswa?
3. Apakah ada pengaruh antara kualitas pendidikan tinggi akuntansi
dengan kecerdasan emosional seseorang?
Kesimpulan :
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bulo (2002) yang
menunjukkan bahwa pendidikan tinggi akuntansi tidak berpengaruh secara
demikian hasil penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian Bulo
(2002). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
karyawan lebih baik daripada mahasiswa tingkat akhir, sedangkan dalam
penelitian Bulo (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional
mahasiswa tingkat akhir relative sama dengan karyawan. Dalam penelitian
ini juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mahasiswa tingkat
akhir berakreditasi A lebih baik daripada mahasiswa tingkat akhir
berakreditasi B, sedangkan penelitian Bulo (2002) menunjukkan hasil
yang tidak berbeda secara signifikan.
3. Melandy dan Aziza (2006)
Judul Penelitian :
“Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman
Akuntansi, Kepercayaan Diri Sebagai Variabel Pemoderasi.”
Rumusan Masalah :
1. Apakah kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi mempengaruhi
tingkat pemahaman akuntansi.
2. Apakah Kepercayaan diri Mahasiswa Akuntansi memiliki pengaruh
sebagai variabel moderating yang mempengaruhi hubungan
3. Apakah ada tingkat perbedaan kecerdasan emosional anatara
mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dan mahasiswa yang
memiliki kepercayaan diri lemah.
Kesimpulan :
Pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam
penelitian ini yang memiliki pengaruh positif adalah pengendalian diri dan
empati, sedangkan pengaruh negatif yaitu pengenalan diri, motivasi dan
keterampilan sosial. Pengaruh kepercayaan diri terhadap kelima variabel
independen tersebut adalah sebagai quasi moderator. Pada penelitian ini
pula terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara
mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa yang
memiliki kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk varibel pengendalian
diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.
4. R. Guna wan Sudar ma nto (2006)
Judul Penelitian :
“Pengaruh lingkungan belajar dan minat belajar terhadap prestasi belajar
akuntansi siswa SMK Negri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran
2006/2007.”
1. Apakah lingkungan belajar mempunyai pengaruh terhadap prestasi
belajar akuntansi?
2. Apakah minat belajar mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar
akuntansi?
3. Apakah ada pengaruh lingkungan belajar dan minat belajar terhadap
prestasi belajar akuntansi?
Kesimpulan :
Lingkungan belajar dan minat belajar mampu menjelaskan variasa pada
prestasi belajar akuntansi. Faktor lingkungan belajar di sekolah memiliki
sumbangan yang sangat besar dibandingkan minat belajar, dengan
demikian faktor lingkungan belajar di sekolah memiliki pengaruh yang
lebih dominan dibandingkan minat belajar dalam upaya peningkatan
prestasi belajar akuntansi.
2.2. Landasan Teor i
2.2.1. Akunta nsi Keper ilakua n
Akuntansi keperilakuan sebenarnya merupakan bagian dari ilmu akuntansi
yang semakin berkembang dalam 25 tahun belakangan ini. Awal perkembangan
akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi manajemen, khususnya
pada pembuatan anggaran. Tetapi, domain dalam hal ini terus berkembang dan
Perkembangan yang pesat dari akuntansi keperilakuan lebih disebabkan karena
akuntansi secara simultan dihadapkan pada ilmu-ilmu sosial menyeluruh mengenai
bagaimana perilaku manusia mempengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis,
serta bagaimana akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia
(Iksan dan Ishak, 2005: 16).
2.2.1.1. Penger tia n Akuntansi Keper ilakuan
Khomsyah dan Indrianto (2000) menjelaskan bahwa akuntansi merupakan
suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para
pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut
adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk
mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun,
pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek-aspek
keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat
dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi
yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang waktu seiring perkembangan
lingkungan akuntansi, agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
penggunanya (Iksan dan Ishak, 2005: 1).
Menurut Siegel dan Marconi (1989), ilmu keperilakuan mencakup bidang
observasi, perilaku dari manusia dalam lingkungan fisik maupun sosial. Tujuan utama
dari ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, dan mermprediksi
perilaku manusia sampai pada generalisasi yang ditetapkan mengenai perilaku
manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan secara impersonal
melalui prosedur yang terbuka untuk peninjauan maupun replikasi dan dapat
diverifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik (Iksan dan Ihsak, 2005: 25).
2.2.1.2. Tujua n/ Manfaa t Akunta nsi Keper ila kua n
Akuntansi keperilakuan tidak sama dengan akuntansi tradisional yang hanya
melaporkan data keuangan. Akuntansi keperilakuan menggunakan metodologi ilmu
pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan
melaporkan faktor manusia yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka.
Manfaat utama dari akuntansi keperilakuan ini adalah menyediakan informasi bisnis
yang memungkinkan para direktur eksekutif, direktur keuangan, dan perencana
strategis lainnya untuk mengukur data dan mempengaruhi variable-variabel yang
secara konvensional tidak dapat diukur tetapi sangat menentukan bisnis mereka,
sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan mereka (Iksan dan Ihsak, 2005: 4).
2.2.1.3. Dimensi Akunta nsi Keper ilakua n
Akuntansi keperilakuan berada dibalik peran akuntansi tradisional yang
berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat, dan melaporkan informasi. Dengan
desain, konstruksi, serta pengguanaan suatu sistem informasi akuntansi yang efisien.
Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku
manusia dan sistem akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia
dalam suatu organisasi (Iksan dan Ishak, 2005:23).
Secara umum, akuntansi keperilakuan dapat dibagi menjadi tiga bidang besar
(Iksan dan Ihsak, 2005: 24):
1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan penggunaan
sistem akuntansi. Bidang ini berkaitan dengan sikap dan filososfi manajemen
yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian akuntansi yang berfungsi dalam
organisasi.
2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang ini berkenaan
dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas,
pengambilan keputusan, kepuasan kerja, serta kerja sama.
3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku manusia.
Bidang ini berhubungan dengan cara sistem akuntansi digunakan sehingga
mempengaruhi perilaku
2.2.1.4. Hub unga n Akuntansi Keper ilakuan dengan Stres Kuliah
Ilmu pengetahuan keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan
prediksi mengenai keperilakuan manusia. Ilmu pengetahuan keperilakuan merupakan
bagian dari ilmu sosial, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari
Psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi kontributor pertama dari
ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan dan
menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki
perspektif yang berbeda mengenai kondisi manusia (Iksan dan Ihsak, 2005: 29).
Ada banyak factor kompleks yang terkait dengan perilaku manusia.
Faktor-faktor ini dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu (Iksan dan Ihsak,
2005: 29):
1. Struktur karakter
Mengacu pada cirri kepribadian, kebiasaan dan perilaku individu.
2. Struktur sosial
Menunjukkan beberapa hubungan diantara orang-orang yang mencakup
ekonomi, politik, militer, dan kerangka kerja religious yang menggambarkan
perilaku yang biasa diterima.
3. Dinamika kelompok
Dapat dipandang sebagai suatu sintesa atau kombinasi struktur karakter dan
struktur sosial, yang mengacu pada pengembangan interaksi pola manusia,
proses dari interaksi sosial, dan hasil yang berhubungan dengan interaksi
2.2.2. Per ilaku Belajar
2.2.2.1. Penger tia n Per ilaku Bela ja r
Konsep atau pengertian belajar sangat beragam dan tergantung dari sisi
pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar adalah perubahan yang relative
peramanen atau latihan yang diperkuat (http://id.wikipedia.org/wiki/belajar). Belajar
merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi dan pendidikan,
sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian mengenai belajar. Belajar
merupakan kegiatan individual tertentu (Suwardjono, 1991). Belajar adalah proses
perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1992 dalam
Hanifah dan Syukriy) dan merupakan suatu proses usaha yang dilakuakn individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
(Slamet, 1991 dalam Hanifah dan Syukriy, 2001). (Ahmadi, 1993 dalam Hanifah dan
Syukriy, 2001) lebih jauh menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam
diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri
manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar
(Marita, dkk, 2008:4). Sedangkan pengertian perilaku adalah sekumpulan perilaku
yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika,
kekuasaan, persuasi,dan/atau genetika (http://id.wikipedia.org/wiki/perilakumanusia).
Menurut Purwanto (2006:84), beberapa elemen yang penting yang mencirikan
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relative mantap; harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.
2.2.2.2. Kebia saan Belajar
Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan belajar
dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu: memperoleh reinforcement, classical
conditioning, belajar modern, apabila model ini mendapat reinforcement terhadap
tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan. Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy
(2001) mengemukakan lima hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik,
yaitu: kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke
Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu
membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995). Gagne
(1988) dalam usman (2000) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dihubungkan
dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kejadian atau kepandaian
seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan
dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga dimensi belajar
yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik (Benyamin S.
Bloom, 1956) dalam Usman (2000). Dimensi kognitif adalah kemampuan yang
berhubungan dengan berfikir mengetahui, dan memecahkan masalah. Selanjutnya
dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sinstetis, analisis
dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan
dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik yaitu kemampuan yang
berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu hakikatnya hasil belajar adalah
memperoleh kemampuan kognitif (Marita, dkk, 2008:5).
2.2.2.3. Teor i Belajar
Beberapa teori belajar yang terkenal antara lain (Purwanto, 2006:89) :
a. Teori Conditioning
Teori ini dibagi menjadi :
Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan
reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning
iaalah adanya latihan-latihan yang kontinyu. Yang diutamakan dalam teori ini
ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak
lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau
kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang
dialaminya didalam kehidupannya.
2. Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bagaimana cara/metode untuk mengubah
kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan teori conditioning, yaitu :
• Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method). Manusia itu
adalah suatu organism yang selalu mereaksi kepada perangsang-perangsang
tertentu. Jika reaksi terhadap perangsang-perangsang telah menjadi kebiasaan,
maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan menghubungkan
perangsang (stimulus) dengan reaksi (response) yang berlawanan dengan
reaksi buruk yang hendak dihilangkannya.
• Metode Membosankan (Exchaustion Method). Hubungan antara asosiasi
dibiarkan saja sampai lama mengalami keburukan itu sendiri sehingga
menjadi bosan.
• Metode Mengubah Lingkungan (Change of Environment Method). Metode
yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau memisahkan hubungan S dan
R yang buruk yang akan dihilangkannya. Yakni menghilangkan
kebiasaan-kebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang (S) dengan
mengubah perangsangnya itu sendiri.
3. Teori Operant Conditioning (Skinner)
Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara
perangsang dan respon. Skinner membedakan adanya dua macam respon,
yaitu :
• Respondent respons (reflexive respons): yaitu respon yang timbul oleh
perangsang-perangsang tertentu.
• Operant response (instrumental response): yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.
4. Teori Systematic Behavior (Hull)
Clark C. hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan
atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus
ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat
Jadi prinsip yang utama adalah: suatu kebutuhan atau motif harus ada
pada seseorang sebelum belajar itu terjadi ; dan bahwa apa yang dipelajari itu
harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi
kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.
5. Teori connectionism (Thorndike)
Proses belajar menurut Thorndike melalui proses :
1. Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan
2. Law of effect; yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan
diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sedangkan segala tingkah
laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau
dilupakannya.
6. Teori menurut Psikologi Gestalt
Belajar menurut Psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Dalam belajar, faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan
faktor yang penting,. Dengan belajar dapat memahami/ mengerti
hubungan antara pengetahuan dan pengalaman.
2. Dalam belajar, pribadi atau organism memegang peranan yang paling
sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka,
2.2.2.4. Aspek Belajar
Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar diperguruan tinggi,
akhirnya tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan
belajar-mengajar yang disebut kuliah. Beberapa aspek yang berkaitan dengan
kegiatan konkrit belajar yang akan mempengaruhi sikap dan semangat
mahasiswa dalam menjalani proses belajar, antara lain (Suwarjono:2004):
1. Makna kuliah
Dosen dan kuliah bukan merupakan sumber pengetahuan utama dan oleh
karena itu perlu diredefinisi pengertian kuliah sejak dini. Kuliah
merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam
proses belajar mandiri.
2. Fungsi temu kelas
Sebagai medium penguatan pemahaman dan bukan sebagai sumber
pengetahuan. Untuk itu diharapkan mahasiswa menyiapkan diri
sebelumnya agar mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang
memadai.
3. Pengalaman belajar atau nilai
Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian.
Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi
baik, nilai tidak mencerminkan adanya perubahan perilaku walaupun nilai
tersebut menambah atribut seseorang.
4. Konsepsi tentang dosen
Dalam proses belajar-mengajar yang efektif, dosen harus dipandang
sebagai manajer kelas dan merupakan nara sumber proses belajar. Sumber
pengetahuan utama adalah buku, perpustakaan, artikel dalam majalah,
hasil penelitian, dan media cetak atau audio visual lainnya. Dalam
teknologi pendidikan, dikatakan bahwa dosen bertindak sebagai director ,
facilitator, motivator dan evaluator hasil proses belajar.
5. Kemandirian dalam belajar
Kemandirian merupakan sikap yang terbentuk akibat rancangan proses
belajar yang cermat. Sikap/perilaku mandiri merupakan sikap yang
sengaja dibentuk dan bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya.
Kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman belajar itu
sendiri. Kalau proses belajar tidak member pengalaman bahwa belajar
merupakan suatu kegiatan individual maka perilaku mandiri dalam belajar
akan tetap merupakan impian. Kemandirian belajar harus dimulai sejak
pertama kali mahasiswa memasuki perguruan tinggi.
6. Konsep memiliki buku
Buku merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari belajar. Buku
memiliki kertas bergambar huruf dan garis. Buku hendaknya diperlakuakn
sebagai teman atau kekasih sejati; buku harus diajak berdialog. Kurangnya
minat untuk memiliki buku mungkin timbul karena anggapan bahwa
dosen dan kuliah merupakan sumber pengetahuan utama.
7. Kemampuan berbahasa
Kemampuan berbahasa merupakan dasar yang sangat penting untuk dapat
memahami pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Karya ilmiah
dalam perguruan tinggi tidak dapat begitu saja dipahami dengan hanya
menggunakan bahas alamiah. Penguasaan bahasa yang memadai (baik
struktur maupun kosakata) juga sangat membantu seseorang untuk mampu
mengekspresi gagasan dan perasaan atau mendeskripsi masalah secara
cermat dan efektif.
2.2.3. Kecer da san Emosiona l
2.2.3.1. Penger tia n Kecer dasa n Emosional
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang
menjadi fokus di pendidikan formal dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk
mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya
ini saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di
hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan
(Melandy dan Aziza, 2006: 5).
Temuan David Wechsler (1958) dalam Trisniwati dan Suryaningsum (2003)
mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan seseorang untuk
bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional, dan untuk berhubungan dengan
lingkungannya secara efektif. Temuan Wechsler ini mengidentifikasikan, selain aspek
kognisi, aspek non-kognisi juga berpengaruh dalam mencapai keberhasilan hidup.
Kematangan dan kedewasaan menunjukkan kecerdasan dalam emosi. Mayer, dalam
Goleman (2000), menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi berkembang sejalan
dengan usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa, lebih penting lagi
bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari (Budhiyanto dan Nugroho: 2004).
Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah untuk menggunakan
emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, sehingga
memberikan dampak yang positif (Melandy dan Aziza, 2006: 5)
Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan
jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya
pada porsi yang tepat, memilih kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara
kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energy dan pengaruh yang manusiawi
(Suryaningsum, dkk, 2004: 353)
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional merupakan kemampuan-kemampuan untuk mengendalikan diri, mengelola
emosi diri, kemampuan untuk mengatasi masalah, dan kemampuan untuk memotivasi
diri. Menurut Mu’tadin (2002) terdapat tiga unsure penting kecerdasan emosional
yang terdiri dari : kecakapan diri (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial
(menangani suatu hubungan); dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) (Melandy dan Aziza, 2006: 5).
2.2.3.2. Komponen Kecer dasan Emosiona l
Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu
kecakapan pribadi yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, dan
kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial. Goleman,
mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model
Salovely dan Mayer, yaitu : pengendalian diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati, dan kemampuan sosial seperti pada Gambar 1 berikut ini (Marita,dkk,
Tabel 2.1 Ker angka Ker ja Kecakapan Emosi
Kecakapan Pribadi
Menentukan bagaiman kita mengolah diri sendiri
Kecerdasan Sosia l
Menentukan bagaimana kita menanganihubungan Kesadaran Dir i
Mengatahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi.
• Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
• Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
• Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.
Kendali Dir i
Mengelola kondisi, implus, dan sumber daya diri sendiri.
• Kontrol diri : mengelola emosi dan desakan hati yang merusak.
• Dapat dipercaya : memelihara norma kejujuran dan integritas.
• Berhati-hati : bertanggungjawab atas kinerja pribadi.
• Adaptabilitas : keluwesan dalam menghadapi perubahan.
• Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi baru.
Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran.
• Dorongan berprestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
• Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan
• Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
• Optimisme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.
• Memahami oranglain : mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
• Orientasi pelayanan : mengantisipasi, mengenali dan berusahan memenuhi kebutuhan pelanggan.
• Mengembangkan oranglain : merasakan kebutuhan perkembangan oranglain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
• Mengatasi keseragaman : menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.
• Kesadaran politik : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
Keter ampilan Sosial
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada oranglain.
• Pengaruh : memiliki taktik untuk melakukan persuasi.
• Komunikasi : mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.
• Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan oranglain.
• Katalosator perubahan : memulai dan mengelola perubahan.
• Manajemen konflik : negosiasi dan pemecahan silang pendapat.
• Membangun ikatan : menumbuhkan hubungan sebagai alat.
• Kolaborasi dan kooperasi : kerjasama dengan oranglain demi tujuan bersama.
• Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuanbersama.
2.2.4. Lingkungan Bela ja r
2.2.4.1. Penger tia n Lingkungan Bela ja r
Manusia disepanjang hidupnya tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut
dengan lingkungan. Lingkungan dalam kehidupan manusia selalu mengitarinya dan
terdapat hubungan timbale balik diantara keduanya. Lingkungan disatu sisi dapat
mempengaruhi manusia, akan tetapi disisi lain manusia juga dapat mempengaruhi
lingkungan. Demikianhalnya dalam proses belajar mengajar, lingkungan merupakan
sumber belajar yang banyak berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung di dalamnya.
Menurut Rohani (2004:19) dalam Johari (2006:40) perkembangan seseorang
dalam hidupnya tidak pernah lepas dari adanya faktor pembawaan dan faktor
lingkungan. Diantara keduanya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi dalam
menjadikan manusia yang berkualitas dan bercirikan keunggulan serta mempunyai
karakter dan kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikologi
dikatakan bahwa faktor bawaan lebih menentukan dalam hal intelegensi, fisik, dan
reaksi inderawi. Sementara itu, “faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal
pembentukan kebiasaan, kepribadian, sikap, dan nilai.”
Lingkungan belajar menurut Saroni (dalam Purwanti, 2009:45) adalah,
“segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan.
sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling
mendukung, sehingga mahasiswa merasa krasan di universitas dan mau mengikuti
proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”
Sidjabat (2009) menuliskan bahwa: Penelitian mengungkapkan bahwa
efektivitas belajar terjadi jauh lebih besar dalam kelas kecil, daripada dalam kelas
besar (lebih dari 20 peserta). McKeachie, dalam Teaching Tips, menyatakan bahwa
dalam kelas kecil banyak keuntungan yang dapat diperoleh. Dua diantaranya
dijelaskan berikut ini:
a. Kelas ukuran kecil
Kelas ukuran kecil sangat baik dalam meningkatkan gairah dan
kemampuan belajar mereka yang memiliki motivasi rendah sebab dosen dapat
menyapa masing-masing peserta secara pribadi. Dalam kelas ukuran kecil
dosen memiliki kesempatan yang relative besar untuk berinteraksi dengan
peserta didiknya. Intensifnya interaksi menunjukkan bahwa dosen menaruh
perhatian terhadap keberadaan dan kebutuhan mereka. Rasa dihargai akan
muncul dalam diri peserta didik. Sudah tentu hal demikian sangat bermanfaat
bagi diri peserta didik. Sudah tentu hal demikian sangat bermanfaat bagi
tujuan yang menekankan segi-segi penerapan, analisis, sintesis, serta
pemikiran kritis. Pembahasan suatu pokok bahasan secara kritis selalu dapat
b. Kelas ukuran besar
Dalam kelas ukuran besar sebaliknya dosen memiliki kesempatan
yang relative kecil untuk lebih mengenal peserta didiknya. Sering peserta
didik merasa kurang terlibat atau tidak perlu terlibat dalam kegiatan diskusi.
Mereka hadir untuk memenuhi jumlah kehadiran, yang mungkin sebagai
prasyarat bagi kelulusan. Kelas ukuran besar juga cenderung memusatkan
kegiatan mengajarnya kepada dosen. Untuk memukau peserta didik selama
pengajaran berlangsung, dosen harus mengadakan persiapan yang sangat
matang sehingga dapat mengemukakan ide-ide secara jelas, sistematis,
disertai contoh-contoh yang konkret.
Lingkungan belajar dikampus merupakan situasi yang turut serta
mempengaruhi kegiatan belajar individu. Menurut Hamalik (dalam Sudarmanto,
2006:2) menyatakan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang
memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Kondisi lingkungan belajar
yang kondusif baik lingkungan rumah maupun lingkungan universitas akan
menciptakan ketenangan dan kenyamanan mahasiswa dalam belajar, sehingga
mahasiswa akan lebih mudah untuk menguasai materi belajar secara maksimal.
Menurut Slameto (dalam Sudarmanto, 2006:2) menyatakan lingkungan yang baik
perlu diusahakan agar dapat member pengaruh yang positif terhadap anak atau
mahasiswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Menurut Ahmad dan
tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan belajar adalah
segala sesuatu yang berada disekitar mahasiswa dalam proses belajar baik dirumah
maupun dikelas dan di universitas.
2.2.5. Str ess Kulia h
2.2.5.1. Penger tia n Str es
Pengertian umum mengenai konsep stress banyak digunakan untuk
menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila dia menghadapi
suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam
mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber
stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan
membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berfikir dan kondis seseorang. Stres yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan
(Handoko, 2000) dalam Marita, dkk. (2008).
Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi
peluang, kendala, atau tuntutanb yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya
dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Robbins, 2003:
2.2.5.2. Penyebab Stress
Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya sekedar datang
ke kampus, menghadiri kelas, ikut serta ujian, dan kemudian lulus. Tidak sesederhana
itu. Hal ini dapat kita analogikan dengan proses evolusi yang membuat
spesies-spesies mahluk hidup semakin kompleks, demikian juga dunia perkuliahan dewasa
ini. Begitu banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun
dengan teman atau pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui
kegiatan-kegiatan non-akademis, hingga bekerja untuk menambah uang saku. Pola hidup yang
kompleks ini seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah
yang sudah sangat melelahkan. Masalah diluar perkuliahan mau tak mau harus diakui
turut mempengaruhi, baik dari segi suasan hati, konsentrasi, maupun prestasi
akademik. Apalagi grafik usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya
berada dalam tahap remaja (adolescene) hingga deasa muda (early adulthood)
(Santrock, 2006). Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal
kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat
kurang berpengalaman. Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan
maupun kehidupan diluar kampus, dapat menjadi distress yang mengancam. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan
meresponnya. Supaya kita tidak salah mengerti respon ini, maka pertama-tama kita
perlu memahami dulu stressor-stressor apa saja yang mungkin muncul dalam
Stressor memiliki beragam bentuk, dan pada tiap-tiap lingkungan hidup serta
aktivitas manusia, stressor memiliki bentuk-bentuknya tersendiri. Secara garis besar,
dalam dunia perkuliahan sendiri dikenal tiga kelompok stressor, yaitu stressor dari
area personal dan sosial, stressor dari gaya hidup dan budaya, stressor yang datang
dari faktor akademis kuliah itu sendiri (Rice, 1990). Ketiga stressor ini sangat
beragam pengaruhnya pada masing-masing individu (http://all-about-stress.com).
Stressor dari area personal dan sosial antara lain (http://all-about-stress.com):
1. Kesepian (Loneliness)
Kesepian adalah perasaan tak nyaman atau menyakitkan yang bersumber dari
kurangnya relasi sosial (dalam Rice, 1999). Kesepian seringkali dialami oleh
mahasiswa dalam perkuliahan. Masa-masa awal perkuliahan dimana seorang
mahasiswa belum mengenal teman-temannya, perubahan kelas, ataupun gangguan
hubungan pertemanan yang mengakibatkan seorang dikucilkan dan ditinggalkan
sahabatnya adalah contoh-contoh peristiwa yang dapat mngakibatkan perasaan
kesepian muncul. Bagi kaum muda-mudi, kesepian seringkali berarti akhir dari
segalanya. Saat ada masalah, tidak ada yang bisa diajak bicara. Sedangkan, orangtua
seringkali malah tidak bias menolong karena perbedaan usia dan generasi tak jarang
menyebabkan perbedaan pola pikir. Hidup terasa begitu sulit dan hampa. Akibatnya,
timbul rasa malas melakukan kegiatan, frustasi, rendah diri, depresi, tekanan darah
2. Hubungan atau Relasi
Relasi dengan orang lain, baik dengan teman kuliah atau bukan, juga memliki
pengaruh yang besar bagi mahasiswa. Gangguan pada aspek tersebut dapat berubah
menjadi stressor, yang seringkali berkaitan dengan perasaan sendiri atau kesepian.
3. Time Disaster
Kebiasaan hidup dengan tergesa-gesa merupakan “bibit-bibit” awal penyebab
distress muncul. Time management yang buruk membuat seorang mahasiswa
seringkali terjebak macet dijalan, terlambat mengikuti kuliah, tidak mengumoulkan
tugas tepat waktunya, hingga sukit memiliki waktu belajar akibat aktivitas harian
yang tidak direncankan.
Stressor dari gaya hidup dan budaya, antara lain (http://all-about-stress.com):
1. Hambatan keungan
Kuliah tidak lagi sekedar belajar dikampus. Menjalani aktivitas kuliah berarti
terlibat dengaqn lingkungan sosial tempat kuliah. Hidup bersama
mahasiswa-mahasiswa lain dan menjalani aktivitas baru yang berbeda dengan rutinitas
pendidikan jenjang sebelumnya. Sehingga, keungan tidak hanya diperlukan untuk
biaya akademis, namun juga untuk mendanai gaya hidup yang baru. Pergi ke mall
keeping DVD dari teman ketimbang pergi menonton film di bioskop bersama sahabat
atau kekasih.
Kegiatan-kegiatan seperti contoh diatas bukan lagi menjadi kebutuhan tertier yang
bercorak mewah, namun sudah menjadi kebutuhan primer bagi kawula muda di
zaman modern ini. Sehingga, mahasiswa seringkali dibuat pusing dan terganggu
pikirannya akibat biaya kuliah yang telah begitu membebani orang tua, sementara itu,
uang saku yang ada tidak jarang tertinggal jauh dibanding harga tiket bioskop,
makanan cepat saji, atau baju keluaran terbaru yang dijual dimall. Pikiran tak lagi
bias fokus pada kuliah, melainkan terganggu oleh segala keinginan yang tak tercapai
akibat segi financial kurang mencukupi.
2. Akulturasi dan isu ras
Akulturasi menyatakan perubahan dari nilai-nilai kepribadian dan sikap yang
diakibatkan bertemunya suatu budaya dengan budaya lain (Rice, 1999). Di era
globalisasi ini, kampus seringkali menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa dari
berbagai tempat, baik itu dalam suatu Negara maupun lintas Negara (Cross-country).
Fenomena ini dapat menjadi masalah sendiri bagi mahasiswa. Kelompok mahasiswa
minoritas seringkali merasa tersisih dan diabaikan oleh mahasiswa dari golongan
mayaoritas. Sehingga, muncul perasaan diasingkan, kesepian, tak percaya diri, dam
minder. Jika dibiarkan berlarut-larut, akan mengganggu kegiatan akademik dan
Stressor yang datang dari faktor akademis kuliah itu sendiri, anatara lain (
http://all-about-stress.com):
1. Test anxiety
Banyak mahasiswa merasa begitu gugup ketika akan menghadapi ujian. Perasaan
cemas, was-was ditambah dengan perut yang tiba-tiba sakit, keringat dingin keluar
tanpa sebab yang jelas, serta gemetaran menjadi gejala-gejala umum dari “demam
ujian” ini. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut. Mulai dari persiapan
untuk ujian yang tidak matang, kurang percaya diri, atau tuntutan; baik dari diri
sendiri atau orang-orang terdekat; untuk memperoleh nilai dan prestasi yang tinggi.
Akibatnya, hasil ujian seringkali tidak memuaskan. Hal ini akan member beban stres
lebih kepadaa mahasiswa yang mengalaminya. Tekanan sebelum ujian berlangsung
ditambah lagi dengan tekanan akibat hasil yang tak sesuai harapan.
2. Overload, beban yang berlebihan
Tuntutan akademis kuliah di masa sekarang tidak jarang begitu berat dan sangat
menyengsarakan mahasiswa. Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian
(achievment) yang telah ditentukan, baik oleh pihak fakultas atau universitas maupun
mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat memberi tekanan yang melampaui batas
kemampuan mahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka overload tersebut
akan “mengundang” distress, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan
2.2.5.3. Dampak Str ess
Orang yang mengalami stres dapat mengalaminya hanya untuk sementara
waktu saja atau dapatuntuk waktu yang lama. Pada tahap akhir, stres psikologik akan
menampakkan diri dalam bentuk sakit fisik dan sakit psikis, antara lain: kesehatan
jiwa terganggu, orang dapat menjadi agresif, dapat menjadi depresi, dapat menderita
neurosis cemas, dapat menderitagangguan psikomatik, dan dapat tidak sehat badan
atau menderita penyakit fisik; yaitu: tekanan darah tinggi, sakit jantung, sesak nafas
(asthma bronkial), radang usus, tukak lambung atau usus, sakit kepala (tension
headache), sakit eksim kulit (neurodermatitis), konstipasi, arthritis, kanker,dll
(http://all-about-stress.com).
2.2.5.4. Mengelola str ess
Stress telah menjadi mimpi buruk bagi banyak mahasiswa dari tahun ke tahun,
bahkan tidak jarang stress berkembang menjadi “mesin penghancur” hidup para
mahasiswa. Namun, “tamu tak diundang” ini sebenarnya dapat kita siasati.
Memahami stress dan mengenali gangguan stress yang seringkali muncul pada
mahasiswa, akan membantu kita dalam menemukan “jurus” yang ampuh untuk
menyiasatinya.
Menurut P.A. Martinus Leonardo (2008), stress dapat dikelola dengan cara
melakukan coping stress strategies. Coping stress strategies adalah istilah yang
Folkman dan Lazarus (1980) mendefinisikan. Coping sebagai usaha-usaha dari aspek
pikiran dan sikap (behavior) untuk menguasai, mengurangi, atau menetralkan
tuntutan. Coping sendiri seringkali bertujuan untuk menyelaraskan antara demand
sebagai stressordengan diri seseorang yang mengalaminya (dalam Rice, 1999).
Lazarus menyatakan bahwa ada dua kategori dari strategi coping; yaitu untuk
menyelesaikan demand atau tuntutan sebagai stressor yang terjadi (problem focused),
atau untuk menangani gangguan emosional yang terjadi akibat kemunculan tuntutan
tersebut (emotional focused) (dalam cooper, 2001) yang dikutip oleh P.A. martinus
Leonardo.
Beberapa strategi coping untuk menangani stressor-stressor yang muncul
dalam kehidupan perkuliahan, anatara lain (http://all-about-stress.com):
1. Buka diri anda terhadap lingkungan sosial
Jangan pernah merasa minder, rendah diri, atau diasingkan. Yakinlah, bahwa
tiap pribadi begitu unik. Termasuk juga anda. Jadi, semangatlah menghadapi hari-hari
dalam kuliah sebagai mahasiswa. Sapa tiap orang yang anda kenal jika bertemu
dengan mereka, mulai dari temen sekelas, dosen, sahabat lain dalam satu fakultas
yang sama juga fakultas lain, hingga petugas parkiratau kebersihan di kampus.
Libatkan diri anda dalam obrolan kecil bersama teamn-teman. Sehingga, anda akan
diingat oleh orang-orang sekitar anda, dan tentunya image positif pun terpancar
2. Lakukan berbagai aktivitas yang member pengaruh positif
Melibatkan diri dalam kesibukan diluar kuliah akan menjadi obat ampuh
untuk memanage distress atau eustress. Bergabung dalam klub-klub kegiatan yang
ada di kampus member banyak keuntungan. Bakat semakin terasah, dan pikiran pun
tidak lagi disibukkan oleh berbagai kekhawatiran. Dan yang pasti, relasi sosial akan
semakin berkembang.
3. Saving money and time management
Selalu sisihkan uang anda secara teratur dan bijaksana. Selain terhindar dari
pemborosan yang tak perlu, menabung berarti terhindar dari menciptakan masalah
sendiri. Anda tidak perlu stress ketika ada kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi,
sebab ada tabungan yang dapat digunakan disaat-saat genting. Menurut Jack Ferner
(1980), time management berarti menggunakan sumber daya, termasuk waktu secara
efisien, sehingga kita dapat mencapai tujuan pribadi kita sendiri (dalam Rice 1999).
Perlakukan waktu seperti layaknya harta langka, gunakan sebijaksana mungkin.
Membuat jadwal harian akan membuat hidup anda lebih teratur. Dan yang pasti,
stress akibat terlambat datang ke kampus, bangun kesiangan, atau tidak punya waktu
istirahat akan terhindarkan. Lebih baik lagibila kita bias membuat rencana jangka
panjang. Misalnya untuk waktu kuliah yang diperlukan. Planning seperti ini akan
membuat hidup terarah dan terencana. Sehingga kita akan siap menghadapi berbagai
4. Berlatih dan belajar
Ketahui kelemahan diri anda, kemudian perbaikilah. Jika merasa kurang
dalam mata kuliah tertentu, belajar dengan porsi lebih bias menjadi solusijika
mendongkrak nilai. Gugup tiap kali harus presentasi atau berbicara di depan banyak
orang? Berlatihlah membentuk rasa percaya diri dengan banyak melakukan presentasi
serta berbicara saat terlibat obrolan dengan orang lain. Intinya, kuasai diri sendiri dan
terus berusaha menjadi lebih baik.
5. Kendalikan emosi
Dalam dunia psikologi, diketaqhui adanya istilah kepribadian tipe A, orang
dengan jenis kepribasian ini cenderung agresif, kompetitif, tegang, ceroboh, dan
merasa “dikejar-kejar” waktu (Rice, 1999). Jika anda memiliki karakter-karakter
demikian, mulailah untuk hidup tenag. Aturlah hidup anda sedemikian rupa sehingga
emosi anda menjadi lebioh stabil. Jangan anggap kuliah sebagai beban, tetapi jadikan
itu sebagai pengalaman hidup bergharga yang menyenangkan bahi anda.
6. Jangan ragu meminta tolong
Manusia adalah mahluk sosial. Kita tidak dilahirkan untuk bias menangani
segala hal dalam hidup kita sendirian. Jadi, ketika segala masalah sudah begitu
menumpuk tak perlu malu meminta bantuan pada orang-orang terdekat. Mintalah
saran dan pertolongan dari teman untuk memecahkan masalah kuliah anda. Jangan
kesulitan-kesulitanyang sedang dialami seringkali menjadi alternative yang baik
untuk membuat perasaan menjadi lebih nyaman dan beban pikiran berkurang.
7. Alihkan pandangan dari rutinitas
Erik erikson, seorang tokoh psikolohi, mengenalkan istilah-istilah
psychosocial moratorium. Istilah ini merujuk pada kegiatan seseorang untuk mencari
“kesegaran” baru dari segala masalah dan rutinitas (dalam Schultz, 1976). Seperti
beristirahat, berlibur, atau sekedar berjalan-jalan santai.
Jika segala coping stress terlalu dicoba namun hasilnya tak kunjung datang,
mungkin masalahnya bukan pada coping, tapi diri anda yang lelah (exhausted) dan
jenuh menghadapi segala rutinitas, masalah, dan tekanan dalam kuliah yang datang
bertubi-tubi. Jadi mlailah mencari penyegaran, agar diri anda lebih fresh dan siap
menghadapi aktivitas kuliah dengan maksimal (http://all-about-stress.com).
2.2.6. Pengar uh Per ilaku Belaja r Ter hadap Str ess Kuliah Mahasiswa
Akuntansi
Perilaku manusia adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi
oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika
(http://id.wikipedia.org). sedangkan belajar adalah perubahan yang relative per