• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN “VETERAN” JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN “VETERAN” JAWA TIMUR."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

RIZKIE AINUR RACHMAN 0913010028/FE/AK

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pr ogram Studi Akuntansi

Oleh :

RIZKIE AINUR RACHMAN 0913010028 / FE / AK

FAKULTAS EKONOMI

(3)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi dalam jenjang Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur dengan judul

“PENGARUH PERILAKU BELAJ AR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJ AR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN ”VETERAN” J AWA TIMUR ”.

Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran, serta dorongan moril baik secara langsung maupun tidak langsung sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Icshanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs . Ec. H. Rahman Amrullah Suwaidi, MS, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(4)

membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah.

8. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan do’a dan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Pacar yang selalu memberi semangat dan menemani Danirmala Narpaduhita dan para sahabat yang selalu membantu dan mendukung Rifqi, Vrischa, Maya, Fia, Sabam, Orlando, Piter, Anas, Robi, Adam, Kipli, Titis.

10. Pembina Paduan Suara dan teman-teman Paduan Suara “Gita Widya Giri”. 11. Serta bantuan dan dukungan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun karena hal itu sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini.

(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ………. viii

ABSTRAKSI ……….. x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 RumusanMasalah ... 6

1.3 TujuanPenelitian ... 6

1.4 ManfaatPenelitian ... 7

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 8

2.1. HasilPenelitianTerdahulu ... 8

2.2. LandasanTeori ... 12

2.2.1. Akuntansi Keperilakuan ... 12

2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan ... 13

2.2.1.2. Manfaat dan Tujuan Akuntansi Keperilakuan ... 14

2.2.1.3. Dimensi Akuntansi Keperilakuan…………..……… 14

2.2.1.4. Hubungan Akuntansi Keperilakuan dengan Stres Kuliah……… .... 15

2.2.2. Perilaku Belajar... 17

(6)

2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan Emosional……… 25

2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional………. 27

2.2.4. Lingkungan Belajar………. 29

2.2.4.1. Pengertian Lingkungan Belajar……….. 29

2.2.5. Stres Kuliah ... 32

2.2.5.1. Pengertian Stres Kuliah……… 32

2.2.5.2. Penyebab Stres Kuliah………. 33

2.2.5.3. Dampak Stres……….. 38

2.2.5.4. Mengelola Stres………. 38

2.2.6. Pengaruh Perilaku Belajar Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi ... 42

2.2.7. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi………. 43

2.2.8. Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah……… 45

2.2.9. Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Stres Kuliah…….. 46

2.3. KerangkaPikir... 47

2.4. Hipotesis……. ... 48

(7)

3.2.2. Sampel………. 55

3.3. TeknikPengumpulan Data ... 54

3.3.1. Jenis Data ... 54

3.3.2. Sumber Data ... 54

3.3.3.Teknik Pengambilan Data ... 54

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 54

3.4.1. Uji Validitas ... 54

3.4.2. Uji Reliabilitas……… 56

3.4.3. Uji Normalitas……… 57

3.4.4. Uji Asumsi Klasik……… 57

3.4.4.1. Autokorelasi………. . 58

3.4.4.2. Multikolinieritas……… 58

3.4.4.3. Heteroskedastisitas……….. 59

3.4.5. Teknik Analisis………. 59

3.4.6. Uji Hipotesis ... 60

3.4.6.1. Uji Spesifikasi Model F ... 60

3.4.6.2. Uji t ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

(8)

4.1.3.2. Misi………. . 64

4.1.3.3. Tujuan ... 65

4.1.4. Deskripsi Fakultas Ekonomi ... 65

4.1.5. Riwayat Program Studi Akuntansi ... 66

4.1.5.1.Visi Program Studi Akuntansi ... 67

4.1.5.2. Misi Program Studi Akuntansi ... 67

4.1.5.3. Tujuan Program Studi Akuntansi ... 67

4.2. Deskripsi Penelitian………... 68

4.2.1. Rekapitulasi Jawaban variabel Perilaku Belajar (X1)………… 68

4.2.2. Rekapitulasi Jawaban variabel Kecerdasan Emosional (X2).… 70 4.2.3. Rekapitulasi Jawaban variabel Lingkungan Belajar (X3)……. 71

4.2.4. Rekapitulasi Jawaban variabel Stres Kuliah (Y)………… … 72

4.3. Uji Kualitas Data ……… 73

4.3.1. Uji Validitas …….………..……….. 73

4.3.1.1. Perilaku Belajar (X1)………. .... 74

4.3.1.2. Kecerdasan Emosional (X2)………. ... 75

4.3.1.3. Lingkungan Belajar (X3)………. ... 76

4.3.1.4. Stres Kuliah (Y)………. ... 78

(9)

4.5.1. Persamaan Regresi ……… 84

4.5.2. Koifisien Determinasi ……… 86

4.6. Uji Hipotesis... 86

4.6.1. Uji Spesifikasi Model F ... 87

4.6.2. Uji t ... 88

4.7. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 90

4.8. konfirmasi Hasil Penelitian dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian.. 91

4.9. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ……… 92

4.10. Keterbatasan Penelitian ………. 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1. Kesimpulan ... 94

(10)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TABEL :

Tabel 2.1 Kerangka Kerja Kecakapan Emosi ... 28

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Perilaku Belajar (X1) ……….. 69

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional (X2) ……….. 70

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Lingkungan Belajar (X3) ……… 71

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-rata Jawaban Responden untuk Jawaban Variabel Stres Kuliah (Y) ……… ... 72

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1) Tahap 1 ……. 74

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1) Tahap 2 ……. 74

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2) Tahap 1 .. 75

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2) Tahap 5.. 76

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Belajar (X3) Tahap 1 ……77

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Belajar (X3) Tahap 2 ……77

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Stres Kuliah (Y) ……. ... 78

Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas……. ... 79

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas ……. ... 80

(11)

Tabel 4.16 Hasil Estimasi Koefisien Regresi ……... 84

Tabel 4.17 Pengaruh Variabel. ……. ... 86

Tabel 4.18 Hasil Uji F ……. ... 87

Tabel 4.19 Hasil Uji t ……. ... 88

GAMBAR : Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir ... 47

(12)

Oleh :

Rizkie Ainur Rachma n

Abstr ak

Stres banyak digunakan untuk menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang

dilakukan apabila menghadapi suatu tantangan dalam hidup dan ketika gagal

memperoleh respon dalam mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres

didahului oleh adanya sumber stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan

orang mengancam dan membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan

yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu

besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi

lingkungan.

Variabel dalam penelitian ini adalah Perilaku Belajar (X1), Kecerdasan

Emosional (X2), Lingkungan Belajar (X3) dan Stres Kuliah (Y). Sampel peneltian ini

adalah 65 Mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi UPN “Veteran” Jawa

Timur Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti kuliah. Data yang

digunakan adalah data Primer. Teknik pengambilan sampel menggunakan random

sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional, dan Lingkungan Belajar memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi UPN

“Veretan” Jawa Timur.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Lata r Belakang

Pengertian umum mengenai konsep stress banyak digunakan untuk

menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila dia menghadapi

suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam

mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber

stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan

membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi

emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan

(Handoko, 2000) dalam Marita, dkk. (2008).

Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa terkadang merasa

bosan dan tertekan dengan kuliahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya

kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang akan sangat

menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi. Keadaan mahasiswa

yang merasa bosan dan tertekan ini membuat mahasiswa mengalami stres (Marita,

dkk.: 2008).

Belum lama ini terdengar berita mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan

mahasiswa Indonesia. Penyebab dari kasus bunuh diri tersebut adalah mahasiswa

(14)

Seperti kasus David Hartanto Wijaya, mahasiswa tingkat akhir asal Indonesia

yang kuliah di Fakultas Teknik Elektronika Universitas Teknologi Nanyang (NTU)

itu bunuh diri setelah menikam dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap Lup (45),

pada tanggal 2 Maret 2009. David mengalami stress karena beasiswa yang

diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal skripsi yang dikerjakannya cukup

sulit dan butuh waktu lama untuk diselesaikannya (http://www.tempointeraktif.com).

Motivasi peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

ada pengaruh antara Perilaku belajar, Kecerdasan emosional, dan Lingkungan belajar

mahasiswa akuntansi, khususnya mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi

UPN Veteran Jawa Timur Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti

kuliah, terhadap stres kuliah.

Belajar merupakan hak setiap orang. Akan tetapi, kegiatan belajar di suatu

perguruan tinggi merupakan suatu privilege karena hanya orang yang memenuhi

syarat saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tersebut. Previlege yang

melekat pada seorang yang belajar di suatu perguruan tinggi tidak hanya terletak pada

sarana fisik dan sumber daya manusia yang disediakan, tetapi juga pada pengakuan

secara formal dengan harapan bahwa seseorang yang mengalami proses belajar secara

formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan

perilaku tertentu sesuai dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan

(15)

Kebiasaan belajar mahasiswa erat kaitannya dengan penggunaan waktu, baik

untuk belajar maupun untuk kegiatan lain yang menunjang belajar. Belajar yang

efisien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yaitu dengan

mengatur waktu antara saat mengikutin kuliah, belajar di rumah, belajar bersama, dan

mengikuti ujian. Dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik perlu diberikan

karena akan mengarah pada suatu pembentukan sikap dalam bertindak.

Akuntansi keperilakuan dapat merancang sistem informasi untuk

mempengaruhi motivasi, moral, dan produktivitas mahasiswa akuntansi. Perilaku

belajar mahasiswa akuntansi dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa akuntansi dalam

mengikuti dan memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku teks, kunjungan ke

perpustakaan, serta kebiasaan menghadapi ujian (Afifah, 2004: 3).

Suwardjono (1991) dalam Marita, dkk., (2008) menggugat sistem

pembelajaran perguruan tinggi yang belum memenuhi standar proses belajar

mengajar yang benar dan ideal, sehingga hasil belajar di perguruan tinggi tidak

maksimal. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya yaitu

masih ada beberapa dosen yang menciptakan kondisi bahwa dosen merupakan

sumber ilmu satu-satunya sehingga mengakibatkan banyak mahasiswa yang

berperilaku hanya datang, duduk, dengar, dan catat (D3C) saat mengikuti kuliah, atau

dari mahasiswa itu sendiri yang lebih mementingkan nilai daripada proses belajar

yang benar, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses

belajar yang berdampak pada menurunnya atau buruknya kualitas manusia itu sendiri

(16)

Kualitas manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang merupakan

rangkaian dari pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan tinggi

sebagai lembaga yang membekali peserta didik dengan penekanan pada nalar dan

pemahaman pengetahuan berdasarkan keterkaitan antara teori dengan

pengaplikasiannya dalam dunia praktik, berperan penting dalam menumbuhkan

kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran yang di ikutinya. McClelland

(1997) dalam Goleman (2000) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan,

nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik

kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam

hidup. Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti

empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka

yang berprestasi biasa-biasa saja (Suryaningsum,dkk.,: 2004).

Seperangkat kecakapan khusus di atas dikenal sebagai kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan

keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual.

Paradigma lama menganggap yang ideal adalah adanya nalar yang bebas dari emosi,

paradigma baru menganggap adanya kesesuaian antara kepala dengan hati

(Suryaningsum, dkk.: 2004).

Proses yang dijalani selama menuntut ilmu di perguruan tinggi secara

langsung ataupun tidak langsung akan melatih kecerdasan emosional. Proses belajar

(17)

tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk

memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi,

kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasaan sesaat, mengatur

suasan hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.

Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan

dan cita-citanya (Suryaningsum, dkk.: 2004).

Hasil survey yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kecerdasan

emosional menjelaskan bahwa apa yang diinginkan oleh pemberi kerja tidak hanya

keterampilan teknik saja melainkan dibutuhkan kemampuan dasar untuk belajar

dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya adalah kemampuan mendengarkan

dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan,

kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim, dan keinginan memberi kontribusi

terhadap perusahaan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi

akan mampu mengendalikan emosinya sehingga dapat menghasilkan optimalisasi

pada fungsi kerjanya (Melandy dan Aziza, 2006: 2).

Menurut Rohani (2004:19) dalam Johari (2006:40) perkembangan seseorang

dalam hidupnya tidak pernah lepas dari adanya faktor pembawaan dan faktor

lingkungan. Diantara keduanya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi dalam

menjadikan manusia yang berkualitas dan bercirikan keunggulan serta mempunyai

karakter dan kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikologi

(18)

reaksi inderawi. Sementara itu, “faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal

pembentukan kebiasaan, kepribadian, sikap, dan nilai.”

Berdasarkan fenomena dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah

disebutkan, maka penulis mengambil judul : “ Pengar uh Per ila ku Bela jar ,

Kecer da san Emosiona l, dan Lingkungan Bela ja r Ter hada p Str es Kulia h Pada

Ma hasiswa Akuntansi UPN “ Veter an” J a wa Timur ”

1.2. Per umusa n Ma salah

Berdasarkan Uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; Apakah perilaku belajar , kecerdasan

emosional, dan lingkungan belajar mahasiswa akuntansi UPN Veteran Jatim

berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan menguji secara empiris apakah ada pengaruh antara Perilaku

belajar, Kecerdasan emosional, dan Lingkungan belajar mahasiswa akuntansi,

khususnya mahasiswa Strata satu (S1) program studi akuntansi UPN Veteran Jatim

Angkatan Tahun 2010 yang menempuh studi dan tidak cuti kuliah, terhadap stres

(19)

1.4. Ma nfa at Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentinhan, antara lain :

1. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang bermanfaat dalam

mengenali mahasiswanya sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana

kelas yang tidak menimbulkan stres kuliah.

2. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari manfaat kecerdasan

emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara tidak langsung mahasiswa

akan belajar untuk mengelola kecerdasan emosional dengan baik dan menggunakan

perilaku belajar yang baik dalam menghadapi stres kuliah.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan

(20)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Ter da hulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dipergunakan dalam penelitian berikut ini

adalah :

1. Ma r ita,dkk. (2008)

Judul Penelitian :

“Kajian Empiris Atas Perilaku Belajar Dan Kecerdasan Emosional Dalam

Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi.”

Rumusan Masalah :

1. Apakah kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa

akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stress kuliah?

2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap

stress kuliah?

3. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh secara

signifikan terhadap stress kuliah?

Kesimpulan:

Kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntansi,

keduanya memberikan pengaruh negative dan signifikan terhadap stes

(21)

memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stress kuliah disbanding

variabel perilaku belajar.

2. Sur yaningsum, dkk. (2004)

Judul Penelitian :

“Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan

Emosional.”

Rumusan Masalah :

1. Apakah ada pengaruh antara lama waktu mengikuti proses belajar

mengajar di perguruan tinggi dengan kecerdasan mahasiswa?

2. Apakah ada pengaruh antara pengalaman mengikuti proses belajar

mengajar di lembaga pendidikan tinggi akuntansi dengan kecerdasan

emosional mahasiswa?

3. Apakah ada pengaruh antara kualitas pendidikan tinggi akuntansi

dengan kecerdasan emosional seseorang?

Kesimpulan :

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bulo (2002) yang

menunjukkan bahwa pendidikan tinggi akuntansi tidak berpengaruh secara

(22)

demikian hasil penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian Bulo

(2002). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional

karyawan lebih baik daripada mahasiswa tingkat akhir, sedangkan dalam

penelitian Bulo (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional

mahasiswa tingkat akhir relative sama dengan karyawan. Dalam penelitian

ini juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mahasiswa tingkat

akhir berakreditasi A lebih baik daripada mahasiswa tingkat akhir

berakreditasi B, sedangkan penelitian Bulo (2002) menunjukkan hasil

yang tidak berbeda secara signifikan.

3. Melandy dan Aziza (2006)

Judul Penelitian :

“Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman

Akuntansi, Kepercayaan Diri Sebagai Variabel Pemoderasi.”

Rumusan Masalah :

1. Apakah kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi mempengaruhi

tingkat pemahaman akuntansi.

2. Apakah Kepercayaan diri Mahasiswa Akuntansi memiliki pengaruh

sebagai variabel moderating yang mempengaruhi hubungan

(23)

3. Apakah ada tingkat perbedaan kecerdasan emosional anatara

mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dan mahasiswa yang

memiliki kepercayaan diri lemah.

Kesimpulan :

Pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri,

pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam

penelitian ini yang memiliki pengaruh positif adalah pengendalian diri dan

empati, sedangkan pengaruh negatif yaitu pengenalan diri, motivasi dan

keterampilan sosial. Pengaruh kepercayaan diri terhadap kelima variabel

independen tersebut adalah sebagai quasi moderator. Pada penelitian ini

pula terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara

mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa yang

memiliki kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk varibel pengendalian

diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.

4. R. Guna wan Sudar ma nto (2006)

Judul Penelitian :

“Pengaruh lingkungan belajar dan minat belajar terhadap prestasi belajar

akuntansi siswa SMK Negri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran

2006/2007.”

(24)

1. Apakah lingkungan belajar mempunyai pengaruh terhadap prestasi

belajar akuntansi?

2. Apakah minat belajar mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar

akuntansi?

3. Apakah ada pengaruh lingkungan belajar dan minat belajar terhadap

prestasi belajar akuntansi?

Kesimpulan :

Lingkungan belajar dan minat belajar mampu menjelaskan variasa pada

prestasi belajar akuntansi. Faktor lingkungan belajar di sekolah memiliki

sumbangan yang sangat besar dibandingkan minat belajar, dengan

demikian faktor lingkungan belajar di sekolah memiliki pengaruh yang

lebih dominan dibandingkan minat belajar dalam upaya peningkatan

prestasi belajar akuntansi.

2.2. Landasan Teor i

2.2.1. Akunta nsi Keper ilakua n

Akuntansi keperilakuan sebenarnya merupakan bagian dari ilmu akuntansi

yang semakin berkembang dalam 25 tahun belakangan ini. Awal perkembangan

akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi manajemen, khususnya

pada pembuatan anggaran. Tetapi, domain dalam hal ini terus berkembang dan

(25)

Perkembangan yang pesat dari akuntansi keperilakuan lebih disebabkan karena

akuntansi secara simultan dihadapkan pada ilmu-ilmu sosial menyeluruh mengenai

bagaimana perilaku manusia mempengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis,

serta bagaimana akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia

(Iksan dan Ishak, 2005: 16).

2.2.1.1. Penger tia n Akuntansi Keper ilakuan

Khomsyah dan Indrianto (2000) menjelaskan bahwa akuntansi merupakan

suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para

pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut

adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk

mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun,

pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek-aspek

keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat

dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi

yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang waktu seiring perkembangan

lingkungan akuntansi, agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh

penggunanya (Iksan dan Ishak, 2005: 1).

Menurut Siegel dan Marconi (1989), ilmu keperilakuan mencakup bidang

(26)

observasi, perilaku dari manusia dalam lingkungan fisik maupun sosial. Tujuan utama

dari ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, dan mermprediksi

perilaku manusia sampai pada generalisasi yang ditetapkan mengenai perilaku

manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan secara impersonal

melalui prosedur yang terbuka untuk peninjauan maupun replikasi dan dapat

diverifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik (Iksan dan Ihsak, 2005: 25).

2.2.1.2. Tujua n/ Manfaa t Akunta nsi Keper ila kua n

Akuntansi keperilakuan tidak sama dengan akuntansi tradisional yang hanya

melaporkan data keuangan. Akuntansi keperilakuan menggunakan metodologi ilmu

pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan

melaporkan faktor manusia yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka.

Manfaat utama dari akuntansi keperilakuan ini adalah menyediakan informasi bisnis

yang memungkinkan para direktur eksekutif, direktur keuangan, dan perencana

strategis lainnya untuk mengukur data dan mempengaruhi variable-variabel yang

secara konvensional tidak dapat diukur tetapi sangat menentukan bisnis mereka,

sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan mereka (Iksan dan Ihsak, 2005: 4).

2.2.1.3. Dimensi Akunta nsi Keper ilakua n

Akuntansi keperilakuan berada dibalik peran akuntansi tradisional yang

berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat, dan melaporkan informasi. Dengan

(27)

desain, konstruksi, serta pengguanaan suatu sistem informasi akuntansi yang efisien.

Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku

manusia dan sistem akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia

dalam suatu organisasi (Iksan dan Ishak, 2005:23).

Secara umum, akuntansi keperilakuan dapat dibagi menjadi tiga bidang besar

(Iksan dan Ihsak, 2005: 24):

1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan penggunaan

sistem akuntansi. Bidang ini berkaitan dengan sikap dan filososfi manajemen

yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian akuntansi yang berfungsi dalam

organisasi.

2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang ini berkenaan

dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas,

pengambilan keputusan, kepuasan kerja, serta kerja sama.

3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku manusia.

Bidang ini berhubungan dengan cara sistem akuntansi digunakan sehingga

mempengaruhi perilaku

2.2.1.4. Hub unga n Akuntansi Keper ilakuan dengan Stres Kuliah

Ilmu pengetahuan keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan

prediksi mengenai keperilakuan manusia. Ilmu pengetahuan keperilakuan merupakan

bagian dari ilmu sosial, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari

(28)

Psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi kontributor pertama dari

ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan dan

menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki

perspektif yang berbeda mengenai kondisi manusia (Iksan dan Ihsak, 2005: 29).

Ada banyak factor kompleks yang terkait dengan perilaku manusia.

Faktor-faktor ini dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu (Iksan dan Ihsak,

2005: 29):

1. Struktur karakter

Mengacu pada cirri kepribadian, kebiasaan dan perilaku individu.

2. Struktur sosial

Menunjukkan beberapa hubungan diantara orang-orang yang mencakup

ekonomi, politik, militer, dan kerangka kerja religious yang menggambarkan

perilaku yang biasa diterima.

3. Dinamika kelompok

Dapat dipandang sebagai suatu sintesa atau kombinasi struktur karakter dan

struktur sosial, yang mengacu pada pengembangan interaksi pola manusia,

proses dari interaksi sosial, dan hasil yang berhubungan dengan interaksi

(29)

2.2.2. Per ilaku Belajar

2.2.2.1. Penger tia n Per ilaku Bela ja r

Konsep atau pengertian belajar sangat beragam dan tergantung dari sisi

pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar adalah perubahan yang relative

peramanen atau latihan yang diperkuat (http://id.wikipedia.org/wiki/belajar). Belajar

merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi dan pendidikan,

sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian mengenai belajar. Belajar

merupakan kegiatan individual tertentu (Suwardjono, 1991). Belajar adalah proses

perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1992 dalam

Hanifah dan Syukriy) dan merupakan suatu proses usaha yang dilakuakn individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

(Slamet, 1991 dalam Hanifah dan Syukriy, 2001). (Ahmadi, 1993 dalam Hanifah dan

Syukriy, 2001) lebih jauh menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam

diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri

manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar

(Marita, dkk, 2008:4). Sedangkan pengertian perilaku adalah sekumpulan perilaku

yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika,

kekuasaan, persuasi,dan/atau genetika (http://id.wikipedia.org/wiki/perilakumanusia).

Menurut Purwanto (2006:84), beberapa elemen yang penting yang mencirikan

(30)

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu

dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada

kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau

pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relative mantap; harus

merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.

d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai

aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam

pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, ataupun sikap.

2.2.2.2. Kebia saan Belajar

Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan belajar

dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu: memperoleh reinforcement, classical

conditioning, belajar modern, apabila model ini mendapat reinforcement terhadap

tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan. Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy

(2001) mengemukakan lima hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik,

yaitu: kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke

(31)

Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu

membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995). Gagne

(1988) dalam usman (2000) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dihubungkan

dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kejadian atau kepandaian

seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan

dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi

verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga dimensi belajar

yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik (Benyamin S.

Bloom, 1956) dalam Usman (2000). Dimensi kognitif adalah kemampuan yang

berhubungan dengan berfikir mengetahui, dan memecahkan masalah. Selanjutnya

dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sinstetis, analisis

dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan

dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik yaitu kemampuan yang

berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu hakikatnya hasil belajar adalah

memperoleh kemampuan kognitif (Marita, dkk, 2008:5).

2.2.2.3. Teor i Belajar

Beberapa teori belajar yang terkenal antara lain (Purwanto, 2006:89) :

a. Teori Conditioning

Teori ini dibagi menjadi :

(32)

Menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang

terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan

reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning

iaalah adanya latihan-latihan yang kontinyu. Yang diutamakan dalam teori ini

ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak

lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau

kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang

dialaminya didalam kehidupannya.

2. Teori Conditioning dari Guthrie

Guthrie mengemukakan bagaimana cara/metode untuk mengubah

kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan teori conditioning, yaitu :

Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method). Manusia itu

adalah suatu organism yang selalu mereaksi kepada perangsang-perangsang

tertentu. Jika reaksi terhadap perangsang-perangsang telah menjadi kebiasaan,

maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan menghubungkan

perangsang (stimulus) dengan reaksi (response) yang berlawanan dengan

reaksi buruk yang hendak dihilangkannya.

Metode Membosankan (Exchaustion Method). Hubungan antara asosiasi

(33)

dibiarkan saja sampai lama mengalami keburukan itu sendiri sehingga

menjadi bosan.

Metode Mengubah Lingkungan (Change of Environment Method). Metode

yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau memisahkan hubungan S dan

R yang buruk yang akan dihilangkannya. Yakni menghilangkan

kebiasaan-kebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang (S) dengan

mengubah perangsangnya itu sendiri.

3. Teori Operant Conditioning (Skinner)

Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara

perangsang dan respon. Skinner membedakan adanya dua macam respon,

yaitu :

Respondent respons (reflexive respons): yaitu respon yang timbul oleh

perangsang-perangsang tertentu.

Operant response (instrumental response): yaitu respon yang timbul dan

berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.

4. Teori Systematic Behavior (Hull)

Clark C. hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan

atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus

ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat

(34)

Jadi prinsip yang utama adalah: suatu kebutuhan atau motif harus ada

pada seseorang sebelum belajar itu terjadi ; dan bahwa apa yang dipelajari itu

harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi

kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.

5. Teori connectionism (Thorndike)

Proses belajar menurut Thorndike melalui proses :

1. Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan

2. Law of effect; yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan

suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan

diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sedangkan segala tingkah

laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau

dilupakannya.

6. Teori menurut Psikologi Gestalt

Belajar menurut Psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Dalam belajar, faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan

faktor yang penting,. Dengan belajar dapat memahami/ mengerti

hubungan antara pengetahuan dan pengalaman.

2. Dalam belajar, pribadi atau organism memegang peranan yang paling

sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka,

(35)

2.2.2.4. Aspek Belajar

Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar diperguruan tinggi,

akhirnya tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan

belajar-mengajar yang disebut kuliah. Beberapa aspek yang berkaitan dengan

kegiatan konkrit belajar yang akan mempengaruhi sikap dan semangat

mahasiswa dalam menjalani proses belajar, antara lain (Suwarjono:2004):

1. Makna kuliah

Dosen dan kuliah bukan merupakan sumber pengetahuan utama dan oleh

karena itu perlu diredefinisi pengertian kuliah sejak dini. Kuliah

merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam

proses belajar mandiri.

2. Fungsi temu kelas

Sebagai medium penguatan pemahaman dan bukan sebagai sumber

pengetahuan. Untuk itu diharapkan mahasiswa menyiapkan diri

sebelumnya agar mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang

memadai.

3. Pengalaman belajar atau nilai

Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian.

Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi

(36)

baik, nilai tidak mencerminkan adanya perubahan perilaku walaupun nilai

tersebut menambah atribut seseorang.

4. Konsepsi tentang dosen

Dalam proses belajar-mengajar yang efektif, dosen harus dipandang

sebagai manajer kelas dan merupakan nara sumber proses belajar. Sumber

pengetahuan utama adalah buku, perpustakaan, artikel dalam majalah,

hasil penelitian, dan media cetak atau audio visual lainnya. Dalam

teknologi pendidikan, dikatakan bahwa dosen bertindak sebagai director ,

facilitator, motivator dan evaluator hasil proses belajar.

5. Kemandirian dalam belajar

Kemandirian merupakan sikap yang terbentuk akibat rancangan proses

belajar yang cermat. Sikap/perilaku mandiri merupakan sikap yang

sengaja dibentuk dan bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya.

Kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman belajar itu

sendiri. Kalau proses belajar tidak member pengalaman bahwa belajar

merupakan suatu kegiatan individual maka perilaku mandiri dalam belajar

akan tetap merupakan impian. Kemandirian belajar harus dimulai sejak

pertama kali mahasiswa memasuki perguruan tinggi.

6. Konsep memiliki buku

Buku merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari belajar. Buku

(37)

memiliki kertas bergambar huruf dan garis. Buku hendaknya diperlakuakn

sebagai teman atau kekasih sejati; buku harus diajak berdialog. Kurangnya

minat untuk memiliki buku mungkin timbul karena anggapan bahwa

dosen dan kuliah merupakan sumber pengetahuan utama.

7. Kemampuan berbahasa

Kemampuan berbahasa merupakan dasar yang sangat penting untuk dapat

memahami pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Karya ilmiah

dalam perguruan tinggi tidak dapat begitu saja dipahami dengan hanya

menggunakan bahas alamiah. Penguasaan bahasa yang memadai (baik

struktur maupun kosakata) juga sangat membantu seseorang untuk mampu

mengekspresi gagasan dan perasaan atau mendeskripsi masalah secara

cermat dan efektif.

2.2.3. Kecer da san Emosiona l

2.2.3.1. Penger tia n Kecer dasa n Emosional

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang

menjadi fokus di pendidikan formal dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk

mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya

ini saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di

(38)

hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan

(Melandy dan Aziza, 2006: 5).

Temuan David Wechsler (1958) dalam Trisniwati dan Suryaningsum (2003)

mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan seseorang untuk

bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional, dan untuk berhubungan dengan

lingkungannya secara efektif. Temuan Wechsler ini mengidentifikasikan, selain aspek

kognisi, aspek non-kognisi juga berpengaruh dalam mencapai keberhasilan hidup.

Kematangan dan kedewasaan menunjukkan kecerdasan dalam emosi. Mayer, dalam

Goleman (2000), menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi berkembang sejalan

dengan usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa, lebih penting lagi

bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari (Budhiyanto dan Nugroho: 2004).

Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah untuk menggunakan

emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, sehingga

memberikan dampak yang positif (Melandy dan Aziza, 2006: 5)

Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih

yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi

kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan

jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya

pada porsi yang tepat, memilih kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara

(39)

kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan

kepekaan emosi sebagai sumber energy dan pengaruh yang manusiawi

(Suryaningsum, dkk, 2004: 353)

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

emosional merupakan kemampuan-kemampuan untuk mengendalikan diri, mengelola

emosi diri, kemampuan untuk mengatasi masalah, dan kemampuan untuk memotivasi

diri. Menurut Mu’tadin (2002) terdapat tiga unsure penting kecerdasan emosional

yang terdiri dari : kecakapan diri (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial

(menangani suatu hubungan); dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah

tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) (Melandy dan Aziza, 2006: 5).

2.2.3.2. Komponen Kecer dasan Emosiona l

Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu

kecakapan pribadi yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, dan

kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial. Goleman,

mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model

Salovely dan Mayer, yaitu : pengendalian diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati, dan kemampuan sosial seperti pada Gambar 1 berikut ini (Marita,dkk,

(40)

Tabel 2.1 Ker angka Ker ja Kecakapan Emosi

Kecakapan Pribadi

Menentukan bagaiman kita mengolah diri sendiri

Kecerdasan Sosia l

Menentukan bagaimana kita menanganihubungan Kesadaran Dir i

Mengatahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi.

• Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.

• Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.

• Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.

Kendali Dir i

Mengelola kondisi, implus, dan sumber daya diri sendiri.

• Kontrol diri : mengelola emosi dan desakan hati yang merusak.

• Dapat dipercaya : memelihara norma kejujuran dan integritas.

• Berhati-hati : bertanggungjawab atas kinerja pribadi.

• Adaptabilitas : keluwesan dalam menghadapi perubahan.

• Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi baru.

Motivasi

Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran.

• Dorongan berprestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.

• Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan

• Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

• Optimisme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.

Empati

Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.

• Memahami oranglain : mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.

• Orientasi pelayanan : mengantisipasi, mengenali dan berusahan memenuhi kebutuhan pelanggan.

• Mengembangkan oranglain : merasakan kebutuhan perkembangan oranglain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.

• Mengatasi keseragaman : menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.

• Kesadaran politik : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

Keter ampilan Sosial

Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada oranglain.

• Pengaruh : memiliki taktik untuk melakukan persuasi.

• Komunikasi : mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.

• Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan oranglain.

• Katalosator perubahan : memulai dan mengelola perubahan.

• Manajemen konflik : negosiasi dan pemecahan silang pendapat.

• Membangun ikatan : menumbuhkan hubungan sebagai alat.

• Kolaborasi dan kooperasi : kerjasama dengan oranglain demi tujuan bersama.

• Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuanbersama.

(41)

2.2.4. Lingkungan Bela ja r

2.2.4.1. Penger tia n Lingkungan Bela ja r

Manusia disepanjang hidupnya tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut

dengan lingkungan. Lingkungan dalam kehidupan manusia selalu mengitarinya dan

terdapat hubungan timbale balik diantara keduanya. Lingkungan disatu sisi dapat

mempengaruhi manusia, akan tetapi disisi lain manusia juga dapat mempengaruhi

lingkungan. Demikianhalnya dalam proses belajar mengajar, lingkungan merupakan

sumber belajar yang banyak berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang

berlangsung di dalamnya.

Menurut Rohani (2004:19) dalam Johari (2006:40) perkembangan seseorang

dalam hidupnya tidak pernah lepas dari adanya faktor pembawaan dan faktor

lingkungan. Diantara keduanya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi dalam

menjadikan manusia yang berkualitas dan bercirikan keunggulan serta mempunyai

karakter dan kepribadian yang baik. Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikologi

dikatakan bahwa faktor bawaan lebih menentukan dalam hal intelegensi, fisik, dan

reaksi inderawi. Sementara itu, “faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal

pembentukan kebiasaan, kepribadian, sikap, dan nilai.”

Lingkungan belajar menurut Saroni (dalam Purwanti, 2009:45) adalah,

“segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan.

(42)

sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling

mendukung, sehingga mahasiswa merasa krasan di universitas dan mau mengikuti

proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”

Sidjabat (2009) menuliskan bahwa: Penelitian mengungkapkan bahwa

efektivitas belajar terjadi jauh lebih besar dalam kelas kecil, daripada dalam kelas

besar (lebih dari 20 peserta). McKeachie, dalam Teaching Tips, menyatakan bahwa

dalam kelas kecil banyak keuntungan yang dapat diperoleh. Dua diantaranya

dijelaskan berikut ini:

a. Kelas ukuran kecil

Kelas ukuran kecil sangat baik dalam meningkatkan gairah dan

kemampuan belajar mereka yang memiliki motivasi rendah sebab dosen dapat

menyapa masing-masing peserta secara pribadi. Dalam kelas ukuran kecil

dosen memiliki kesempatan yang relative besar untuk berinteraksi dengan

peserta didiknya. Intensifnya interaksi menunjukkan bahwa dosen menaruh

perhatian terhadap keberadaan dan kebutuhan mereka. Rasa dihargai akan

muncul dalam diri peserta didik. Sudah tentu hal demikian sangat bermanfaat

bagi diri peserta didik. Sudah tentu hal demikian sangat bermanfaat bagi

tujuan yang menekankan segi-segi penerapan, analisis, sintesis, serta

pemikiran kritis. Pembahasan suatu pokok bahasan secara kritis selalu dapat

(43)

b. Kelas ukuran besar

Dalam kelas ukuran besar sebaliknya dosen memiliki kesempatan

yang relative kecil untuk lebih mengenal peserta didiknya. Sering peserta

didik merasa kurang terlibat atau tidak perlu terlibat dalam kegiatan diskusi.

Mereka hadir untuk memenuhi jumlah kehadiran, yang mungkin sebagai

prasyarat bagi kelulusan. Kelas ukuran besar juga cenderung memusatkan

kegiatan mengajarnya kepada dosen. Untuk memukau peserta didik selama

pengajaran berlangsung, dosen harus mengadakan persiapan yang sangat

matang sehingga dapat mengemukakan ide-ide secara jelas, sistematis,

disertai contoh-contoh yang konkret.

Lingkungan belajar dikampus merupakan situasi yang turut serta

mempengaruhi kegiatan belajar individu. Menurut Hamalik (dalam Sudarmanto,

2006:2) menyatakan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang

memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Kondisi lingkungan belajar

yang kondusif baik lingkungan rumah maupun lingkungan universitas akan

menciptakan ketenangan dan kenyamanan mahasiswa dalam belajar, sehingga

mahasiswa akan lebih mudah untuk menguasai materi belajar secara maksimal.

Menurut Slameto (dalam Sudarmanto, 2006:2) menyatakan lingkungan yang baik

perlu diusahakan agar dapat member pengaruh yang positif terhadap anak atau

mahasiswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Menurut Ahmad dan

(44)

tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan belajar adalah

segala sesuatu yang berada disekitar mahasiswa dalam proses belajar baik dirumah

maupun dikelas dan di universitas.

2.2.5. Str ess Kulia h

2.2.5.1. Penger tia n Str es

Pengertian umum mengenai konsep stress banyak digunakan untuk

menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila dia menghadapi

suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam

mengahadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber

stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan

membahayakan dirinya. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi

emosi, proses berfikir dan kondis seseorang. Stres yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan

(Handoko, 2000) dalam Marita, dkk. (2008).

Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi

peluang, kendala, atau tuntutanb yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya

dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Robbins, 2003:

(45)

2.2.5.2. Penyebab Stress

Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya sekedar datang

ke kampus, menghadiri kelas, ikut serta ujian, dan kemudian lulus. Tidak sesederhana

itu. Hal ini dapat kita analogikan dengan proses evolusi yang membuat

spesies-spesies mahluk hidup semakin kompleks, demikian juga dunia perkuliahan dewasa

ini. Begitu banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun

dengan teman atau pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui

kegiatan-kegiatan non-akademis, hingga bekerja untuk menambah uang saku. Pola hidup yang

kompleks ini seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah

yang sudah sangat melelahkan. Masalah diluar perkuliahan mau tak mau harus diakui

turut mempengaruhi, baik dari segi suasan hati, konsentrasi, maupun prestasi

akademik. Apalagi grafik usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya

berada dalam tahap remaja (adolescene) hingga deasa muda (early adulthood)

(Santrock, 2006). Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal

kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat

kurang berpengalaman. Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan

maupun kehidupan diluar kampus, dapat menjadi distress yang mengancam. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan

meresponnya. Supaya kita tidak salah mengerti respon ini, maka pertama-tama kita

perlu memahami dulu stressor-stressor apa saja yang mungkin muncul dalam

(46)

Stressor memiliki beragam bentuk, dan pada tiap-tiap lingkungan hidup serta

aktivitas manusia, stressor memiliki bentuk-bentuknya tersendiri. Secara garis besar,

dalam dunia perkuliahan sendiri dikenal tiga kelompok stressor, yaitu stressor dari

area personal dan sosial, stressor dari gaya hidup dan budaya, stressor yang datang

dari faktor akademis kuliah itu sendiri (Rice, 1990). Ketiga stressor ini sangat

beragam pengaruhnya pada masing-masing individu (http://all-about-stress.com).

Stressor dari area personal dan sosial antara lain (http://all-about-stress.com):

1. Kesepian (Loneliness)

Kesepian adalah perasaan tak nyaman atau menyakitkan yang bersumber dari

kurangnya relasi sosial (dalam Rice, 1999). Kesepian seringkali dialami oleh

mahasiswa dalam perkuliahan. Masa-masa awal perkuliahan dimana seorang

mahasiswa belum mengenal teman-temannya, perubahan kelas, ataupun gangguan

hubungan pertemanan yang mengakibatkan seorang dikucilkan dan ditinggalkan

sahabatnya adalah contoh-contoh peristiwa yang dapat mngakibatkan perasaan

kesepian muncul. Bagi kaum muda-mudi, kesepian seringkali berarti akhir dari

segalanya. Saat ada masalah, tidak ada yang bisa diajak bicara. Sedangkan, orangtua

seringkali malah tidak bias menolong karena perbedaan usia dan generasi tak jarang

menyebabkan perbedaan pola pikir. Hidup terasa begitu sulit dan hampa. Akibatnya,

timbul rasa malas melakukan kegiatan, frustasi, rendah diri, depresi, tekanan darah

(47)

2. Hubungan atau Relasi

Relasi dengan orang lain, baik dengan teman kuliah atau bukan, juga memliki

pengaruh yang besar bagi mahasiswa. Gangguan pada aspek tersebut dapat berubah

menjadi stressor, yang seringkali berkaitan dengan perasaan sendiri atau kesepian.

3. Time Disaster

Kebiasaan hidup dengan tergesa-gesa merupakan “bibit-bibit” awal penyebab

distress muncul. Time management yang buruk membuat seorang mahasiswa

seringkali terjebak macet dijalan, terlambat mengikuti kuliah, tidak mengumoulkan

tugas tepat waktunya, hingga sukit memiliki waktu belajar akibat aktivitas harian

yang tidak direncankan.

Stressor dari gaya hidup dan budaya, antara lain (http://all-about-stress.com):

1. Hambatan keungan

Kuliah tidak lagi sekedar belajar dikampus. Menjalani aktivitas kuliah berarti

terlibat dengaqn lingkungan sosial tempat kuliah. Hidup bersama

mahasiswa-mahasiswa lain dan menjalani aktivitas baru yang berbeda dengan rutinitas

pendidikan jenjang sebelumnya. Sehingga, keungan tidak hanya diperlukan untuk

biaya akademis, namun juga untuk mendanai gaya hidup yang baru. Pergi ke mall

(48)

keeping DVD dari teman ketimbang pergi menonton film di bioskop bersama sahabat

atau kekasih.

Kegiatan-kegiatan seperti contoh diatas bukan lagi menjadi kebutuhan tertier yang

bercorak mewah, namun sudah menjadi kebutuhan primer bagi kawula muda di

zaman modern ini. Sehingga, mahasiswa seringkali dibuat pusing dan terganggu

pikirannya akibat biaya kuliah yang telah begitu membebani orang tua, sementara itu,

uang saku yang ada tidak jarang tertinggal jauh dibanding harga tiket bioskop,

makanan cepat saji, atau baju keluaran terbaru yang dijual dimall. Pikiran tak lagi

bias fokus pada kuliah, melainkan terganggu oleh segala keinginan yang tak tercapai

akibat segi financial kurang mencukupi.

2. Akulturasi dan isu ras

Akulturasi menyatakan perubahan dari nilai-nilai kepribadian dan sikap yang

diakibatkan bertemunya suatu budaya dengan budaya lain (Rice, 1999). Di era

globalisasi ini, kampus seringkali menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa dari

berbagai tempat, baik itu dalam suatu Negara maupun lintas Negara (Cross-country).

Fenomena ini dapat menjadi masalah sendiri bagi mahasiswa. Kelompok mahasiswa

minoritas seringkali merasa tersisih dan diabaikan oleh mahasiswa dari golongan

mayaoritas. Sehingga, muncul perasaan diasingkan, kesepian, tak percaya diri, dam

minder. Jika dibiarkan berlarut-larut, akan mengganggu kegiatan akademik dan

(49)

Stressor yang datang dari faktor akademis kuliah itu sendiri, anatara lain (

http://all-about-stress.com):

1. Test anxiety

Banyak mahasiswa merasa begitu gugup ketika akan menghadapi ujian. Perasaan

cemas, was-was ditambah dengan perut yang tiba-tiba sakit, keringat dingin keluar

tanpa sebab yang jelas, serta gemetaran menjadi gejala-gejala umum dari “demam

ujian” ini. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut. Mulai dari persiapan

untuk ujian yang tidak matang, kurang percaya diri, atau tuntutan; baik dari diri

sendiri atau orang-orang terdekat; untuk memperoleh nilai dan prestasi yang tinggi.

Akibatnya, hasil ujian seringkali tidak memuaskan. Hal ini akan member beban stres

lebih kepadaa mahasiswa yang mengalaminya. Tekanan sebelum ujian berlangsung

ditambah lagi dengan tekanan akibat hasil yang tak sesuai harapan.

2. Overload, beban yang berlebihan

Tuntutan akademis kuliah di masa sekarang tidak jarang begitu berat dan sangat

menyengsarakan mahasiswa. Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian

(achievment) yang telah ditentukan, baik oleh pihak fakultas atau universitas maupun

mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat memberi tekanan yang melampaui batas

kemampuan mahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka overload tersebut

akan “mengundang” distress, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan

(50)

2.2.5.3. Dampak Str ess

Orang yang mengalami stres dapat mengalaminya hanya untuk sementara

waktu saja atau dapatuntuk waktu yang lama. Pada tahap akhir, stres psikologik akan

menampakkan diri dalam bentuk sakit fisik dan sakit psikis, antara lain: kesehatan

jiwa terganggu, orang dapat menjadi agresif, dapat menjadi depresi, dapat menderita

neurosis cemas, dapat menderitagangguan psikomatik, dan dapat tidak sehat badan

atau menderita penyakit fisik; yaitu: tekanan darah tinggi, sakit jantung, sesak nafas

(asthma bronkial), radang usus, tukak lambung atau usus, sakit kepala (tension

headache), sakit eksim kulit (neurodermatitis), konstipasi, arthritis, kanker,dll

(http://all-about-stress.com).

2.2.5.4. Mengelola str ess

Stress telah menjadi mimpi buruk bagi banyak mahasiswa dari tahun ke tahun,

bahkan tidak jarang stress berkembang menjadi “mesin penghancur” hidup para

mahasiswa. Namun, “tamu tak diundang” ini sebenarnya dapat kita siasati.

Memahami stress dan mengenali gangguan stress yang seringkali muncul pada

mahasiswa, akan membantu kita dalam menemukan “jurus” yang ampuh untuk

menyiasatinya.

Menurut P.A. Martinus Leonardo (2008), stress dapat dikelola dengan cara

melakukan coping stress strategies. Coping stress strategies adalah istilah yang

(51)

Folkman dan Lazarus (1980) mendefinisikan. Coping sebagai usaha-usaha dari aspek

pikiran dan sikap (behavior) untuk menguasai, mengurangi, atau menetralkan

tuntutan. Coping sendiri seringkali bertujuan untuk menyelaraskan antara demand

sebagai stressordengan diri seseorang yang mengalaminya (dalam Rice, 1999).

Lazarus menyatakan bahwa ada dua kategori dari strategi coping; yaitu untuk

menyelesaikan demand atau tuntutan sebagai stressor yang terjadi (problem focused),

atau untuk menangani gangguan emosional yang terjadi akibat kemunculan tuntutan

tersebut (emotional focused) (dalam cooper, 2001) yang dikutip oleh P.A. martinus

Leonardo.

Beberapa strategi coping untuk menangani stressor-stressor yang muncul

dalam kehidupan perkuliahan, anatara lain (http://all-about-stress.com):

1. Buka diri anda terhadap lingkungan sosial

Jangan pernah merasa minder, rendah diri, atau diasingkan. Yakinlah, bahwa

tiap pribadi begitu unik. Termasuk juga anda. Jadi, semangatlah menghadapi hari-hari

dalam kuliah sebagai mahasiswa. Sapa tiap orang yang anda kenal jika bertemu

dengan mereka, mulai dari temen sekelas, dosen, sahabat lain dalam satu fakultas

yang sama juga fakultas lain, hingga petugas parkiratau kebersihan di kampus.

Libatkan diri anda dalam obrolan kecil bersama teamn-teman. Sehingga, anda akan

diingat oleh orang-orang sekitar anda, dan tentunya image positif pun terpancar

(52)

2. Lakukan berbagai aktivitas yang member pengaruh positif

Melibatkan diri dalam kesibukan diluar kuliah akan menjadi obat ampuh

untuk memanage distress atau eustress. Bergabung dalam klub-klub kegiatan yang

ada di kampus member banyak keuntungan. Bakat semakin terasah, dan pikiran pun

tidak lagi disibukkan oleh berbagai kekhawatiran. Dan yang pasti, relasi sosial akan

semakin berkembang.

3. Saving money and time management

Selalu sisihkan uang anda secara teratur dan bijaksana. Selain terhindar dari

pemborosan yang tak perlu, menabung berarti terhindar dari menciptakan masalah

sendiri. Anda tidak perlu stress ketika ada kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi,

sebab ada tabungan yang dapat digunakan disaat-saat genting. Menurut Jack Ferner

(1980), time management berarti menggunakan sumber daya, termasuk waktu secara

efisien, sehingga kita dapat mencapai tujuan pribadi kita sendiri (dalam Rice 1999).

Perlakukan waktu seperti layaknya harta langka, gunakan sebijaksana mungkin.

Membuat jadwal harian akan membuat hidup anda lebih teratur. Dan yang pasti,

stress akibat terlambat datang ke kampus, bangun kesiangan, atau tidak punya waktu

istirahat akan terhindarkan. Lebih baik lagibila kita bias membuat rencana jangka

panjang. Misalnya untuk waktu kuliah yang diperlukan. Planning seperti ini akan

membuat hidup terarah dan terencana. Sehingga kita akan siap menghadapi berbagai

(53)

4. Berlatih dan belajar

Ketahui kelemahan diri anda, kemudian perbaikilah. Jika merasa kurang

dalam mata kuliah tertentu, belajar dengan porsi lebih bias menjadi solusijika

mendongkrak nilai. Gugup tiap kali harus presentasi atau berbicara di depan banyak

orang? Berlatihlah membentuk rasa percaya diri dengan banyak melakukan presentasi

serta berbicara saat terlibat obrolan dengan orang lain. Intinya, kuasai diri sendiri dan

terus berusaha menjadi lebih baik.

5. Kendalikan emosi

Dalam dunia psikologi, diketaqhui adanya istilah kepribadian tipe A, orang

dengan jenis kepribasian ini cenderung agresif, kompetitif, tegang, ceroboh, dan

merasa “dikejar-kejar” waktu (Rice, 1999). Jika anda memiliki karakter-karakter

demikian, mulailah untuk hidup tenag. Aturlah hidup anda sedemikian rupa sehingga

emosi anda menjadi lebioh stabil. Jangan anggap kuliah sebagai beban, tetapi jadikan

itu sebagai pengalaman hidup bergharga yang menyenangkan bahi anda.

6. Jangan ragu meminta tolong

Manusia adalah mahluk sosial. Kita tidak dilahirkan untuk bias menangani

segala hal dalam hidup kita sendirian. Jadi, ketika segala masalah sudah begitu

menumpuk tak perlu malu meminta bantuan pada orang-orang terdekat. Mintalah

saran dan pertolongan dari teman untuk memecahkan masalah kuliah anda. Jangan

(54)

kesulitan-kesulitanyang sedang dialami seringkali menjadi alternative yang baik

untuk membuat perasaan menjadi lebih nyaman dan beban pikiran berkurang.

7. Alihkan pandangan dari rutinitas

Erik erikson, seorang tokoh psikolohi, mengenalkan istilah-istilah

psychosocial moratorium. Istilah ini merujuk pada kegiatan seseorang untuk mencari

“kesegaran” baru dari segala masalah dan rutinitas (dalam Schultz, 1976). Seperti

beristirahat, berlibur, atau sekedar berjalan-jalan santai.

Jika segala coping stress terlalu dicoba namun hasilnya tak kunjung datang,

mungkin masalahnya bukan pada coping, tapi diri anda yang lelah (exhausted) dan

jenuh menghadapi segala rutinitas, masalah, dan tekanan dalam kuliah yang datang

bertubi-tubi. Jadi mlailah mencari penyegaran, agar diri anda lebih fresh dan siap

menghadapi aktivitas kuliah dengan maksimal (http://all-about-stress.com).

2.2.6. Pengar uh Per ilaku Belaja r Ter hadap Str ess Kuliah Mahasiswa

Akuntansi

Perilaku manusia adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi

oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika

(http://id.wikipedia.org). sedangkan belajar adalah perubahan yang relative per

Gambar

Tabel 2.1 Kerangka Kerja Kecakapan Emosi
Gambar 1 Kerangka Pikir
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-Rata Jawaban Responden untuk Variabel Kecerdasan Emosional (X2)
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata-Rata Jawaban Responden untuk Variabel Lingkungan Belajar (X3)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.1 Menyusun teks interaksi transaksional lisan dan tulis pendek dan sederhana yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait jati diri, dengan

c) Memastikan papan putih, whiteboard marker, meja ketua pengawas, almari UPSR, jam dinding, kapur tulis disediakan dalam dewan/bilik UPSR.. TAKLIMAT UPSR DAN

perairan Rawapening, dengan langkah-langkah sebagai berikut. 2) Pengukuran suhu air dilakukan secara langsung dengan thermometer, sedangkan pengukuran kualitas air

Pulau Pramuka saat ini memiliki potensi sebagai tujuan wisata, selain sebagai ibu kota kabupaten, Pulau Pramuka memiliki banyak tempat kegiatan yang dapat dikembangkan

Tujuan penelitian adalah mendapatkan bukti empirik dan menemukan kejelasan fenomena, serta kesimpulan tentang Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa, Kualitas Pelayanan

Dari hasil pengamatan diperoleh 36 pernyataan identitas data (PID). Data-data tersebut didapatkan melalui kegiatan pengamatan, wawancara, dan studi

Tujuannya adalah untuk merancang dan membuat mesin jahit otomatis berbasis mikrokontroler atmega 8535 serta merancang dan membuat mesin jahit yang bisa diatur

[r]