• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA BAHAN TAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE (FIBER PLASTIC BENESER) PADA CAMPURAN ASPAL BETON.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA BAHAN TAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE (FIBER PLASTIC BENESER) PADA CAMPURAN ASPAL BETON."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh : DIAN EKA SAPUTRA

0853010018

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

(2)

ANALISA BAHAN TAMBAHAN SERAT

POLYPROPYLENE

(

FIBER PLASTIC BENESER

) PADA CAMPURAN

ASPAL BETON

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil FTSP UPN ’’Veteran’’ Jawa Timur

pada tanggal, 23 Mei 2012

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ’’Veteran’’ Jawa Timur

(3)

ANALISA BAHAN TAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE

Dalam perkerasan jalan di Indonesia sudah banyak menggunakan campuran aspal beton, karena dalam campuran ini menghasilkan lapisan perkerasan yang kedap air dan tahan lama, harga relatif lebih murah dibanding beton dan biasanya digunakan pada jalan dengan beban lalu lintas yang tinggi. Tetapi campuran ini memiliki kelemahan yaitu pada cuaca tropis serta jika beban lalu lintas yang terlalu tinggi, campuran ini akan mengalami kerusakan seperti jalan berlubang dan bergelombang.

Sudah banyak penelitian yang meneliti bahan tambahan yang layak untuk mengatasi masalah aspal beton di Indonesia. Pada penelitian ini mencoba menggunakan barang yang sudah tidak terpakai atau limbah yaitu serat polypropylene (fiber plastic beneser). Fiber plastic beneser tergolong dalam serat polypropylene, dimana pernah dilakukan pengujian untuk serat polypropylene dapat mengurangi gaya tarik yang menyebabkan keretakan pada struktur beton. Sehingga penelitian kali ini, di coba pada struktur jalan.

Untuk penelitian ini dilakukan pemeriksaan agregat serta aspal terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengujian Marshall untuk mencari kadar aspal optimum, dimana didapatkan nilai kadar aspal optimum sebesar 5,4%. Kemudian dilakukan pengujian Marshall untuk mencari kadar serat polypropylene optimum, dimana didapatkan nilai kadar serat polypropylene optimum sebesar 4,6%.

Sedangkan pada karakteristik campuran aspal beton dengan bahan tambahan serat polypropylene didapat nilai VMA sebesar 19,51%, VFA didapat nilai sebesar 63,85%, nilai VIM didapat sebesar 7,06%, stabilitas sebesar 1288,88 kg, flow sebesar 3,9 mm dan MQ sebesar 368,71 kg/mm.

(4)

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan judul “ANALISA BAHAN TAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE (FIBER PLASTIC BENESAR) PADA CAMPURAN ASPAL BETON”.

Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi tugas akademik dan memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan buku-buku literatur yang sesuai dengan judul tugas akhir ini. Disamping itu penulis juga menerapkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing, namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan diterima demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Dengan tersusunnya tugas akhir ini, tidak lupa mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, semangat, arahan serta berbagai macam bantuan baik berupa moral maupun spiritual, terutama kepada :

1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Bapak Ibnu Solichin ST., MT., selaku Kepala Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Unisersitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Anna Rumintang MT., selaku Dosen Wali terima kasih atas bimbingan dan saran-saran serta motivasi yang telah diberikan.

4. Bapak Ibnu Solichin ST., MT., selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan masukan serta motivasi kepada penulis selama pembuatan tugas akhir ini.

5. Bapak Nugroho Utomo ST., selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih atas bimbingan, arahan, nasihat, serta motivasi yang diberikan demi terselesaikannya tugas akhir ini.

6. Bapak Iwan Wahjudijanto ST., MT., selaku kepala Laboratorium Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan yang telah mengizikan menggunakan laboratorium konstruksi dan bahan jalan serta memberikan bimbingan dan dorongan moril selama pengerjaan tugas akhir. 7. Bapak Ir. Sutoyo CES., selaku kepala Laboratorium Bahan Jalan Bina Marga

Prov. Jawa Timur yang telah mengizinkan menggunakan laboratorium dan memberikan pengarahan serta motivasi.

(5)

angkatan 2008, 2009, 2010 serata 2011 terima kasih atas dorongan semangat serta bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

(6)

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 3

1.3. Maksud dan Tujuan ... 3

1.4. Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Aspal Beton ... 5

2.2. Sifat – Sifat Campuran Aspal Beton ... 7

2.2.1. Stabilitas ... 8

2.2.2. Durabilitas (Keawetan) ... 8

2.2.3. Fleksibilitas (Kelenturan) ... 9

2.2.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip) ... 9

2.3. Jenis – Jenis Aspal Beton ... 9

2.4. Spesifikasi Aspal Beton ... 11

(7)

2.5.3. Bahan Pengisi atau Filler ... 25

2.5.4. Bahan Tambahan atau Additive ... 25

2.6. Serat Polypropylene ... 28

2.7. Sifat – Sifat Serat Polypropylene ... 30

2.8. Penggunaan Serat Polypropylene Pada Bidang Konstruksi 31

2.9. Metode Pengujian Campuran ... 32

2.9.1. Imersion Compression Test ... 32

2.9.2. Hubbard Field Test ... 33

2.9.3. Triaxial Compression Test ... 33

2.9.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test) ... 33

2.9.5. Marshall Test ... 33

2.10.Pencampuran dan Pengujian Benda Uji ... 35

2.11.Parameter Pengujian Marshall ... 41

2.11.1.Kepadatan (Marshall Density) ... 41

2.11.2.Stabilitas Marshall ... 42

2.11.3.Kelelehan (flow) ... 45

2.11.4.Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) ... 45

2.11.5.Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) ... 45

2.11.6.Rongga Antar Agregat (VMA) ... 46

2.11.7.Rongga Udara (VIM) ... 47

(8)

3.1. Rancangan Penelitian ... 52

3.2. Perencanaan Campuran Aspal Beton ... 52

3.2.1. Persentase Aspal Optimum ... 52

3.2.2. Persentase Serat Optimum ... 53

3.3. Pemeriksaan Karakteristik Bahan Campuran ... 53

3.3.1. Agregat Kasar dan Halus ... 54

3.3.2. Pengujian Bahan Bitumen ... 54

3.4. Uji Campuran Bitumen ... 54

3.4.1. Uji Marshall ... 54

3.4.2. Uji Marshall Rendaman ... 55

3.5. Identifikasi Benda Uji ... 55

3.6. Flow Chart ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1. Hasil Pengujian Material ... 58

4.1.1. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Agregat ... 58

4.1.2. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Aspal ... 60

4.2. Penentuan Perkiraan Kadar Aspal ... 62

4.3. Hasil Pengujian Marshall Terhadap Kadar Aspal Optimum ... 62

(9)

4.7. Ringkasan Hasil Penelitian ... 92

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1. Kesimpulan ... 95

5.2. Saran ... 97

(10)

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) ... 6

Tabel 2.2 Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC) Dimodifikasi ... 7

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Kombinasi Laston (AC) ... 12

Tabel 2.4 Gradasi Kepadatan Maks. (Fuller) ... 13

Tabel 2.5 Berat dan Gradasi Benda Uji ... 16

Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Keras ... 23

Tabel 2.7 Karakteristik Serat Polypropylene ... 29

Tabel 2.8 Viscositas Penentu Suhu ”Titik Lembek” ... 38

Tabel 2.9 Hubungan Tekanan Roda Dengan Batas Minimum Stabilitas Marshall ... 44

Tabel 3.1 Identifikasi Benda Uji ... 56

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Agregat ... 60

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Sifat Aspal ... 62

Tabel 4.3 Perkiraan Kadar Aspal ... 62

Tabel 4.4 Hasil Marshall Test Terhadap Kadar Aspal Optimum (KAO) .... 63

Tabel 4.5 Hasil Marshall Test Terhadap Kadar Serat Optimum (KSO) ... 71

Tabel 4.6 Hasil Marshall Test Terhadap Hasil Rendaman ... 79

(11)

Gambar 2.1 Contoh Gradasi Kombinasi Fuller ... 14

Gambar 2.2 Mesin Abrasi Los Angles ... 16

Gambar 2.3 Alat Pengujian Penetrasi ... 24

Gambar 2.4 Alat Pengujian Titik Lembek ... 24

Gambar 2.5 Alat Daktilitas ... 25

Gambar 2.6 Alat Cleveland Open Cup ... 25

Gambar 2.7 Contoh Barang Berbahan Serat Polypropylene ... 28

Gambar 2.8 Benda Uji Aspal Beton ... 36

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian ... 57

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VMA ... 64

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VFA ... 65

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan VIM ... 66

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Stabilitas ... 67

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan Flow ... 68

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kadar Aspal Dengan MQ (Marshall Quotient) ... 69

Gambar 4.7 Grafik Hasil Analisa Kadar Aspal Optimum ... 69

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Kadar Serat Dengan VMA ... 72

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kadar Serat Dengan VFA ... 73

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Kadar Serat Dengan VIM ... 74

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Kadar Serat Dengan Stabilitas ... 75

(12)

Gambar 4.14 Grafik Hasil Analisa Kadar Serat Optimum ... 77

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Waktu Perendaman dengan VMA (Voids in MineralAggregate) ... 79

Gambar 4.16 Hubungan Waktu Perendaman dengan VFA (Voids Fill Asphalt) ... 80

Gambar 4.17 Hubungan Waktu Perendaman dengan VIM (Void In Mix) ... 81

Gambar 4.18 Hubungan Waktu Perendaman dengan Stabilitas ... 81

Gambar 4.19 Hubungan Waktu Perendaman dengan Flow ... 82

Gambar 4.20 Hubungan Waktu Perendaman dengan Marshall Quotien (MQ) ... 83

Gambar 4.21 Grafik Perbandingan Antara Tanpa Serat dan Menggunakan Serat Untuk VMA (Voids in Mineral Aggregate) ... 85

Gambar 4.22 Grafik Perbandingan Antara Tanpa Serat dan Menggunakan Serat Untuk VFA (Voids Fill Asphalt) ... 86

Gambar 4.23 Grafik Perbandingan Antara Tanpa Serat dan Menggunakan Serat untuk VIM (Void In Mix) ... 87

Gambar 4.24 Perbandingan Antara Tanpa Serat dan Menggunakan Serat Untuk Stabilitas ... 88

Gambar 4.25 Perbandingan Antara Tanpa Serat dan Menggunakan Serat Untuk flow ... 90

(13)

1.1. Latar Belakang

Jalan merupakan sarana yang sangat penting digunakan untuk transportasi bagi masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas tersebut untuk mempermudah kegiatannya. Di Indonesia, konstruksi jalan sudah banyak menggunakan campuran aspal beton, karena dalam campuran ini akan menghasilkan lapisan perkerasan yang kedap air dan tahan lama, harga relatif lebih murah dibandingkan dengan konstruksi jalan beton, biasanya campuran ini digunakan pada jalan dengan beban lalu lintas yang tinggi. Campuran aspal beton merupakan salah satu campuran yang bergradasi tertutup atau gradasi menerus, dengan material agregat kasar, agregat halus, filler (bahan pengisi), dan aspal. Karena dicampur dalam keadaan panas maka seringkali disebut sebagai hot mix. Tetapi campuran ini memiliki kelemahan yaitu pada cuaca tropis seperti di Indonesia, sangat rentan terjadinya kerusakan seperti jalan berlubang dan jalan bergelombang, apalagi ditambah dengan beban – beban yang tinggi melewati konstruksi jalan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk dicari bahan material tambahan yang dapat meningkatkan kekuatan dan membantu perbaikan konstruksi jalan pada lapisan permukaan perkerasan, dan juga disertai teknik – teknik optimasi yang mendukung, sehingga dapat diperoleh nilai tambah yang di harapkan.

(14)

selulosa. Serat ini sebagai bahan campuran aspal beton karena dapat meningkatkan elastisitas aspal dan daya tahan terhadap air. Umumnya bahan additive dipakai dengan harapan mampu memberikan nilai tambah yang sebesar–besarnya. Pada penelitian ini akan dicoba diterapkan teknik optimasi dengan menggunakan bahan

additive yaitu serat polypropylene yang berbentuk fiber plastic beneser pada campuran aspal beton.

Serat polypropylene merupakan bahan utama untuk pembuatan barang– barang yang terbuat dari plastik. Sedangkan plastik ini benda yang sulit untuk di urai sehingga menimbulkan limbah yang menumpuk. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa serat polypropylene dapat meningkatkan durability beton dan mampu mengurangi keretakan pada konstruksi beton (Wahyu Kartini, 2007). Sedangkan pemakaian serat polypropylene pada campuran panas belum diketahui dengan pasti. Bella dan Lukitaningsih (2000) menyatakan bahwa persentase serat polypropylene optimum pada campuran aspal beton sebesar 2% dan panjang serat optimum sebesar 3,8 cm akan meningkatkan stabilitas sebesar 1,7% dibanding yang menggunakan aspal murni. Hal ini yang mendorong diadakannya penelitian tentang pemakaian serat polypropylene yang berbentuk fiber plastic beneser sebagai bahan campuran aspal beton. Menurut Eroviantara (2011), berdasarkan hasil uji tes komposisi kimia menunjukkan bahwa fiber plastic beneser berjenis polyacrilonitril stirene yang juga dapat digolongkan dalam polypropylene. Fiber plastic beneser merupakan plastik yang diperkuat dengan adanya serat pada matrik plastik.

(15)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, adalah :

1. Bagaimana perbedaan kekuatan antara campuran aspal beton dengan atau tanpa menggunakan bahan additive serat polypropylene (fiber plastic

beneser) yang ditinjau dari variasi campuran serat 0% - 5% ?

2. Berapa nilai stabilitas, kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk dengan menggunakan metode marshall test pada campuran aspal beton dengan atau tanpa serat polypropylene (fiber

plastic beneser) ?

3. Bagaimana nilai keawetan pada campuran aspal beton yang menggunakan bahan additive serat polypropylene (fiber plastic beneser) berdasarkan waktu perendaman 30 menit, 24 jam dan 48 jam ?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :

1. Mengetahui perbedaan kekuatan pada campuran aspal beton dengan atau tanpa menggunakan bahan additive serat polypropylene (fiber plastic

beneser) yang ditinjau dari variasi campuran serat 0% - 5%.

(16)

3. Mengetahui nilai keawetan pada campuran aspal beton yang menggunakan bahan additive serat polypropylene (fiber plastic beneser) berdasarkan waktu perendaman 30 menit, 24 jam dan 48 jam.

1.4. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya mencakup tentang pemakaian fiber plastic beneser pada campuran aspal beton sehingga pengujian – pengujian hanya meliputi :

1. Penelitian dilakukan di Lab. Bahan Jalan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Surabaya.

2. Campuran menggunakan serat polypropylene yaitu fiber plastic beneser. 3. Pengujian terhadap kekuatan campuran aspal beton tanpa menggunakan

bahan tambahan fiber plastic beneser.

4. Pengujian terhadap kekuatan campuran aspal beton menggunakan bahan tambahan fiber plastic beneser.

5. Pengujian menggunakan alat Marshall Test.

6. Bahan Bitumen yang dipakai berasal dari rumus penentuan perkiraan kadar aspal.

7. Campuran fiber plastic beneser diambil range 0% - 5% dari berat aspal.

8. Uji marshall rendaman selama jam, 24 jam dan 48 jam dengan suhu 60oC.

9. Tidak menghitung biaya penggunaan campuran aspal beton dengan bahan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspal Beton

Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat

dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Untuk jenis konstruksi ini

mempunyai nilai structural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh

The Asphalt Institude dengan nama Asphalt Concrete. Lapis aspal beton

merupakan jenis tertinggi dari perkerasan yang merupakan campuran dari bitumen

dengan agregat bergradasi menerus dan cocok untuk jalan yang banyak dilalui

kendaraan berat. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang

menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai

ukuran yang terkecil. Material-material pembentuk aspal beton dicampur dan

diinstalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,

dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal

yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran

umumnya antara 145º - 155 ºC, sehingga disebut aspal beton campuran panas.

Campuran ini dikenal juga dengan nama hotmix. Ciri lainnya memiliki sedikit

rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh

karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relative kaku.

Menurut spesifikasi campuran aspal oleh Departemen Pekerjaan Umum

2007, Laston (AC) terdiri dari tiga macam, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston

Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan ukuran

(18)

ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) dan Laston (AC)

dimodifikasi dengan aspal Pen 60/70 dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 .

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)

Sifat-sifat Campuran WC Laston (AC) BC Base

Penyerapan Aspal (%) Maks. 1,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min. Maks. 3,5 5,5

Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min. 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg) Min. Maks. 800 1500

Kelelehan (mm) Min. Maks. 3 5

Marshall Quetient (kg/mm) Min. 250 350

Stabilitas marshall sisa (%) setelah

perendaman selama 24 jam. 60oC Min. 75

Rongga dalam campuran (%) pada

kepadatan membal (refusal) Min. 2,5

(19)

Tabel 2.2 Ketentuan Sifar-sifat Campuran Laston (AC) dimodifikasi

Sifat-sifat Campuran WC Laston (AC) BC Base

Penyerapan Aspal (%) Maks. 1,7

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min. Maks. 3,5 5,5

kepadatan membal (refusal) Min. 2,5

Stabilitas dinamis, lintasan/mm Min. 2500

Sumber : Revisi SNI 03-1737-1989

2.2. Sifat – Sifat Campuran Aspal Beton

Sifat-sifat campuran aspal beton akan terlihat saat aspal tercampur dengan

agregat. Ada beberapa kondisi umum yang terjadi, yaitu permukaan agregat akan

diselimuti aspal diikuti dengan pori-pori agregat. Demikian juga pada rongga

diantara agregat akan terisi oleh aspal. Namun, di suatu kejadian baik pori-pori

agregat maupun rongga diantara agregat, tidak selalu terisi penuh oleh aspal, ada

bagian tersisa yang pasti terisi oleh udara. Hal tersebut sangat logis, dimana makin

banyak kadar aspal makin banyak pula ruang dan pori yang terisi oleh aspal. Dalam

campuran aspal beton yang baik harus memenuhi empat syarat utama, yaitu:

stabilitas yang tinggi, durabilitas lama, fleksibilitas cukup, dan tahan terhadap skid

(20)

2.2.1. Stabilitas

Stabilitas yaitu bagaimana perkerasan mampu memikul beban lalu lintas,

tanpa perubahan deformasi yang berarti. Inti dari stabilitas adalah tahan terhadap

geser atauu kekuatan saling mengunci (Interlocking), yang dimiliki oleh bahan

agregat dan lekatan yang disumbangkan oleh aspal. Hal ini berhubungan erat dengan

tersedianya banyak bidang pecah, kekasaran, gradasi, dan syarat-syarat lainnya.

Stabilitas dijaga agar tidak terlalu tinggi. Jika hal tersebut terjadi, akan menyebabkan

perkerasan menjadi kaku dan mudah retak akibat beban lalu lintas. Sebaliknya juga

tidak boleh terlalu rendah karena deformasi akan dengan mudahnya terjadi.

2.2.2. Durabilitas (Keawetan)

Durabilitas adalah tolak ukur ketahanan perkerasan terhadap desintegrasi

akibat beban lalu lintas. Dapat diartikan bahwa perkerasan harus bertahan selama

umur rencana. Ini berarti dengan adanya rentang waktu sekian lama, akan terjadi

perubahan lingkungan seperti cuaca, kadar air, degradasi oleh bahan ataupun beban

yang semakin lama semakin bertambah. Sehingga agar perkerasan dapat berumur

lama, maka desain campuran harus mendapatkan kadar aspal yang cukup untuk

melindungi seluruh partikel agregat dan juga dapat mengisi rongga butir secukupnya

sesuai desain. Aspal tidak boleh terlalu banyak, karena dengan tebalnya film aspal

berakibat seolah-olah agregat mengapung di dalam aspal, sehingga tahanan geser

(21)

2.2.3. Fleksibilitas (Kelenturan)

Fleksibilitas atau kelenturan merupakan kemampuan bahan untuk mengikuti

deformasi permukaan dan turunnya ke bawah, tanpa terjadi keretakan akibat

perubahan volume. Untuk mendapatkan kelenturan yang tinggi, dapat dilakukan

dengan cara menggunakan campuran agregat open graded atau bergradasi senjang.

Tetapi penggunaan material open graded ini bertolak belakang dengan kekuatan

yang memerlukan angka kepadatan yang tinggi, sehingga diperlukan kehati-hatian

dalam memilih desain campuran.

2.2.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip)

Hal yang sering menyebabkan slip adalah perkerasan yang sudah mengalami

bleeding sehingga jalan menjadi licin, dan akibat agregat itu sendiri, dimana baik

agregat kasar maupun agregat halus pada dasarnya memiliki kecenderungan

mempunyai sifat tidak terlalu tahan terhadap pemolesan permukaan akibat lajunya

kecepatan kendaraan, apalagi jika ada bagian agregat yang muncul ke permukaan

jalan, misalnya akibat terkelupasnya lapis permukaan, atau bisa saja akibat ukuran

agregat maksimum terlampaui. Kekesatan dapat dipertinggi dengan menggunakan

kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, menggunakan agregat dengan

permukaan kasar, menggunakan agregat dengan bentuk kubus atau komposisi

presentase agregat kasar yang cukup.

2.3. Jenis – Jenis Aspal Beton

Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran

(22)

jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal

yang akan digunakan di suatu lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton

aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan jalan direncanakan

akan digunakan untuk melayani lalu lintas kendaraan berat, maka sifat stabilitas lebih

diutamakan. Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang

sesuai adalah beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik. Jenis

beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk

beton aspal, dan fungsi beton aspal.

Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, beton

aspal dapat dibedakan atas :

a. Beton aspal campuran panas (hot mix), adalah beton aspal yang material

pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140OC.

b. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material

pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60OC.

c. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material

pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25OC.

Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas :

a. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan

roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis

dibawahnya dari rembesan air.

b. Sebagai lapis pondasi atas.

c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika di pergunakan pada pekerjaan

peningkatan atau pemeliharaan. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal

(23)

aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat

memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang dipergunakan lebih halus

dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis pondasi.

Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas:

a. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.

b. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan

dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia.

2.4. Spesifikasi Aspal Beton

Campuran aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, pasir, filler,

aspal. Jika di inginkan untuk meningkatkan kekuatan perlu ditambahkan bahan

additive. Kekuatan aspal beton diperoleh dari interlocking yaitu antara semua bahan

mempunyai tugas untuk saling mungunci satu sama lain. Dan gesekan antara agregat

partikel pengisinya dan kohesi antara butir yang diperoleh dari bitumen pengikat.

Campuran aspal beton digunakan untuk memenuhi kebutuhan suatu lapisan

permukaan yang kedap air dan yang mampu memberikan ketahanan terhadap

keausan akibat beban lalu lintas serta stabilitas yang tinggi. Biasanya campuran ini

digunakan pada jalan yang memiliki beban lalu lintas yang tinggi atau berat,

persimpangan, kondisi geometrik jalan dengan kemiringan yang berjenjang

(tanjakan, turunan, dan tikungan tajam), pada kondisi lapis permukaan yang

mengalami tekanan roda kendaraan yang berlebih. Sedangkan untuk aspal dan

(24)

Dalam pembuatan campuran aspal beton diberikan persyaratan terhadap

gradasi agregat campuran. Pada penelitian ini digunakan laston AC WC, sehingga

persyaratan gradasi gabungan yang dipakai dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Kombinasi Laston (AC)

Ukuran Saringan % Berat yang lolos

Laston (AC)

ASTM (mm) WC BC Base

1½” 37,5 - - 100

1” 25 - 100 90-100

¾” 199 100 90-100 Mak. 90

½” 12,5 90-100 Mak. 90 -

3/8” 9,5 Mak. 90 - -

No. 8 2,36 28-58 23-49 19-45

No. 30 0,600 - - -

No. 200 0,075 4-10 4-8 3-7

ZONA LARANGAN

No. 4 4,75 - - 39,5

No. 8 2,36 39,1 34,6 26,8-30,8

No. 16 1,18 25,6-31,6 22,3-28,3 18,1-24,1 No. 30 0,600 19,1-23,1 16,7-20,7 13,6-17,6

No. 50 0,300 15,5 13,7 11,4

Sumber : RSNI 03-1737-1989

Untuk campuran laston, kombinasi gradasi agregat dianjurkan tidak berimpit dengan

kurva fuller. Kurva fuller yang disajikan dalam tabel 2.4 untuk campuran laston yang

(25)

P = 100 ... (2.1)

Dimana :

P = persentase bahan yang lolos saringan d,

D = ukuran butir terbesar (mm)

d = ukuran saringan yang ditinjau (mm)

Tabel 2.4 Gradasi Kepadatan Maks. (Fuller)

Ukuran Saringan % Berat yang lolos

Laston (AC)

ASTM (mm) WC BC Base

1½” 37,5 - - 100

1” 25 - 100 83,3

¾” 199 100 87,8 73,6

½” 12,5 82,8 73,3 61

3/8” 9,5 73,3 64,2 53,9

No. 4 4,75 53,6 47,0 39,5

No. 8 2,36 39,1 34,5 28,8

No. 16 1,18 28,6 25,1 21,1

No. 30 0,600 21.1 18,5 15,6

No. 50 0,300 15,5 13,6 11,4

No. 200 0,075 8,3 7,3 6,1

(26)

Gambar 2.1 Contoh Gradasi Kombinasi Fuller

2.5. Bahan Campuran Aspal Beton 2.5.1. Agregat

Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal. Material agregat

yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan tugas utamanya untuk menahan

beban lalu lintas. Agregat dari bahan batuan pada umumnya masih diolah lagi

dengan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga didapatkan ukuran

sebagaimana dikehendaki dalam campuran. Agar dapat digunakan sebagai

campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai uji yang telah ditetapkan.

Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan

sebagai bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk

didalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu

No.200 No.50 No.30 No.16 No.8 No.4 3/8" 1/2" 3/4" Spesifikasi Atas Spesifikasi Bawah

Zona Larangan Atas Zona Larangan Bawah

(27)

agregat. Pada suatu campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi yang cukup

besar sampai 90-95 % terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan

salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Agregat di bagi menjadi 2

bagian menurut bentuk fisiknya, yaitu :

1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm

(No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan

pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus

disediakan dalam ukuran-ukuran normal. Menurut Henny Fannisa dan

Moh. Wahyudi (UNDIP : 2010) Agregat kasar dapat menjadikan perkerasan

lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan terhadap selip) yang

tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar yang

mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses

pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut

(angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat

kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai

campuran wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus

dipenuhi. Agregat yang biasa digunakan adalah batu pecah atau kerikil yang

kering, kuat, awet dan bebas dari bahan yang mengganggu seperti lempung

atau zat kimia serta memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada putaran

(PB 0206 – 76) harus mempunyai nilai maksimum 40%. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan

(28)

dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan nomor 12

terhadap berat semula, dalam persen (%).

Gambar 2.2 Mesin Abrasi Los Angles

Tabel 2.5 Berat dan Gradasi benda uji

Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Benda Uji (gram) Lewat

(mm) Tertahan (mm) A B C D E F G

76,2 63,5 . . . . . . . . . . . . 2500 . . . . . . 63,5 50,8 . . . . . . . . . . . . 2500 . . . . . . 50,8 38,1 . . . . . . . . . . . . 5000 5000 . . . 38,1 25,4 1250 . . . . . . . . . . . . 5000 5000 25,4 19,05 1250 . . . . . . . . . . . . . . . 5000 19,05 12,7 1250 2500 . . . . . . . . . . . . . . . 12,7 9,51 1250 2500 . . . . . . . . . . . . . . . 9,51 6,35 . . . . . . 2500 . . . . . . . . . . . . 6,35 4,75 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4,75 2,36 . . . . . . . . . 5000 . . . . . . . . .

Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12

Berat bola (gram) 5000 ± 25 4584 ± 25 3330 ± 20 2500 ± 15 5000 ± 25 5000 ± 25 5000 ± 25 Sumber : Buku Panduan Lab. Konstruksi dan Bahan Jalan Program Studi Teknik Sipil, UPN

(29)

Setelah dilakukan pemeriksaan hitung keausan agregat dengan rumus:

c = a – b ... (2.2)

Keausan = x 100% ... (2.3)

Dimana :

a = benda uji awal (gram)

b = benda uji tertahan saringan No.12 (gram)

c = benda uji lolos saringan No. 12 (gram)

b) Kelekatan terhadap aspal (PB 0205 – 76) harus lebih besar dari 95%.

c) Indeks kepipihan agregat maksimum 25% (B.S).

d) Minimum 50% dari agregat kasar harus mempunyai sedikitnya satu

bidang pecah.

e) Penyerapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.

pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk mengetahui

presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.

Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap

agregat kering.

Penyerapan = x 100 % ... (2.4)

Dimana :

Bk = berat benda uji kering oven, (gram)

(30)

f) Berat jenis semu (apparent) (PB. 0202 – 76) agregat minimum 2.50.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis ( bulk ),

berat jenis kering – permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis

semu (apparent ), dari agregat kasar. Sedangkan untuk Berat jenis (bulk

specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan

berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh

pada suhu tertentu. Berat jenis kering permukaan (saturaded surface dry)

adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan

berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh

pada suhu tertentu. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah

perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya

sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Berat Jenis (bulk specific gravity) :

...

(2.5)

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) :

...

(2.6)

Berat Jenis Semu (apparent specific gravit ) :

... (2.7)

Dimana :

Bk = Berat benda uji kering oven, (gram)

Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram)

(31)

g) Gumpalan lempung agregat maksimum 0.25 %.

h) Bagian – bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5 %.

2. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat hasil pemecah batu yang mempunyai sifat

lolos saringan No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Fungsi

utama agregat halus adalah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi

deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci

(interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat eksternal

yang diperlukan adalah angularity (bentuk menyudut) dan particle surface

roughness (kekasaran permukaan butiran). Agregat halus mempunyai

persyaratan sebagai berikut :

a) Nilai sand equivalent (AASHTO 1 – 176) dari agregat harus minimum

50.

b) Berat jenis semu (apparent) (PB. 0203 – 76) minimum 2.50. Pada

pemeriksaan berat jenis agregat halus maksud dan tujuan sama dengan

pemeriksaan berat jenis agregat kasar. Dimana dimaksudkan untuk

menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan jenuh

(Saturated surface dry / SSD), berat jenis semu (apparent specific

grafity), dari agregat halus.

Berat jenis (bulk specific gravity) :

(32)

Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) :

– ... (2.9)

Berat jenis semu (apparent specific gravity)

– ... (2.10)

Dimana :

Bk = berat benda uji kering oven, (gram)

B = berat piknometer berisi air, (gram)

Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram)

c) Dari pemeriksaan atterberg (PB. 0109 – 76), agregat harus non plastis.

d) Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.

pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk mengetahui

presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.

Penyerapan = x 100 % ... (2.11)

Dimana :

Bk = berat benda uji kering oven, (gram)

2.5.2. Bahan Bitumen

Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang

dapat diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen terutama

(33)

sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan

unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu

dari pengilangan minyak bumi. Tar adalah material berwarna coklat atau hitam,

berbentuk cair atau semipadat, dengan unsur utama bitumen sebagai hasil kondensat

dalam destilasi destruktif dari batu bara, minyak bumi, atau mineral organik lainnya.

Pitch didefinisikan sebagai material perekat (cementitious) padat, berwarna hitam

atau coklat tua, yang berbentuk cair jika dipanaskan. Pitch diperoleh sebagai residu

dari destilasi fraksional tar. Pitch dan tar tidak diperoleh dari di alam, tetapi

merupakan produk kimiawi. Dari ketiga material pengikat di atas, aspal merupakan

material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu

seringkali bitumen disebut juga sebagai aspal.

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai

agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan mencair jika dipanaskan

sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama

dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.

Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4 - 10% berdasarkan

berat campuran, atau 10 - 15% berdasarkan volume campuran.

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1. Aspal alam

Aspal alam adalah aspal yang didapat di suatu tempat di alam,

dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit

pengolahan. Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal

di Pulau Buton yang disebut dengan Asbuton. Asbuton merupakan batu yang

(34)

bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Karena asbuton merupakan

material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang

dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi

hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik

pengolahan asbuton.

2. Aspal minyak

Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak

bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic

base crude oil yang banyak mengandung aspal, paraffin base crude oil

yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang

mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan

umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.

Residu aspal berbentuk padat, tetapi melalui pengolahan hasil residu

ini dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada suhu ruang. Aspal padat

adalah aspal yang berbentuk padat atau semipadat pada suhu ruang

dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama

semen aspal (asphalt cement). Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang

berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang

dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti

minyak tanah, bensin, atau solar. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah

suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di

pabrik pencampur. Aspal emulsi lebih cair daripada aspal cair. Aspal yang

(35)

Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Keras

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1. Penetrasi, 25oC; 100gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-79

2. Titik Lembek, oC SNI 06-2434-1991 48-58

3. Titik Nyala, oC SNI 06-2433-1991 Min. 200

4. Daktilitas,25oC; cm SNI 06-2432-1991 Min. 100

5. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0

6. Kelarutan dalam trichlor ethylene, % berat RSNI M-04-2004 Min. 99 7. Penurunan berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 Maks. 0,8 8. Penetrasi setelah penurunan berat, 5 asli SNI 06-2456-1991 Min. 54 9. Daktilitas setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50

10.

Catatan : Apabila uji noda aspal disyaratkan, direksi teknis dapat menentukan salah satu pelarut yang akan digunakan.

Sumber:Revisi SNI 03 – 1737 – 1989

a. Penetrasi Bahan Aspal

Pengujian ini dilakukan berdasarkan AASHTO T 48 atau SNI

06-2456-1991yang dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Berdasrkan

pengujian ini aspal keras dikategorikan dalam beberapa tingkat kekerasan.

Pengujian ini merupakan pengukuran secara impiris terhadap konsistensi

aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk ke

dalam permukaan bitumen pada temperatur 250C, beban 100 gr dan waktu 5

(36)

Gambar 2.3 Alat Pengujian Penetrasi

b. Titik Lembek

Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2434-1991. Konsistensi bitumen

ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena

perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur

kelelehan dari aspal.

Gambar 2.4 Alat Pengujian Titik lembek

c. Daktilitas

Daktilitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga

putus. Pengujian dilakukan berdasarkan SNI 06-2432-1991, dengan alat

(37)

Gambar 2.5 Alat Daktilitas

d. Titik Nyala

Penentuan titik nyala dilakukan berdasarkan SNI 06-2433-1991,

bertujuan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk

pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya

minyak ringan dalam aspal.

Gambar 2.6 Alat Cleveland Open Cup

2.5.3. Bahan Pengisi atau Filler

Bahan pengisi atau filler adalah bahan pengisi rongga dalam campuran ( void

in mix ) yang mempunyai butiran halus yang lolos saringan no.30 dimana presentase

(38)

pengisi yang ditambahahkan harus dari semen portland. Bahan tersebut harus bebas

dari bahan yang tidak dikehendaki serta bebas dari gumpalan-gumpalan Fungsi filler

pada perkerasan ialah untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara

dalam campuran.

2.5.4. Bahan Tambahan atau Additive

Bahan tambahan merupakan bahan yang dibutuhkan untuk campuran

aspal beton, tetapi juga tidak diharuskan menggunakan bahan tambahan

sesuai dengan yang dibutuhkan. Bahan tambahan seperti :

a. Plastomer, adalah bahan yang sering kita kenal dengan plastik,

kelompok styrene, yang berfungsi meningkatkan titik lembek,

meningkatkan kekentalan. Menurut pengamatan, bahan ini akan

memberikan hasil baik untuk peningkatan titik lembek sampai dengan

55oC, namun peningkatan selanjutnya menunjukkan penurunan angka

penetrasi yang drastic dan kehilangan kelengketan yang substansial

(contoh : EVA).

b. Elastomer, adalah bahan tambahan yang lebih lentur, mampu

meningkatkan titik lembek sampai dengan 60oC lebih tanpa

kehilangan daya lengket. Penetrasi akan turun, perlu dtambah dengan

bahan tambahan lain yang mampu menaikkan angka penetrasi (contoh

: SBS, SBR dsb).

c. Polimer, adalah bahan tambah yang merupakan rangkaian monomer

dengan berbagai fungsi. Pilihan untuk menjadikannya bahan additive

(39)

sinerginya dengan additive lain yang mungkin juga perlu ditambahkan

untuk meningkatkan sifat tertent atau menghilangkan sifat tertentu

yang tidak dikehendaki.

d. Asphalten, penambahan asphalten untuk meningkatkan titik lembek

meskipun tidak terlalu tinggi, sekitar 51 sampai dengan 55oC, pernah

dilakukan antara lain penambahan Gilsonite, Fixonite atau bubuk

asbuton (asbuton mikro). Penambahan terlalu besar ( melebihi 4%)

disinyalir menimbulkan kehilangan daya lengket aspal, karena

material tersebut akan berfungsi seperti butir halus yang menyerap

aspal.

e. Serat selulosa, penambahan serat selulosa pada aspal beton akan

meningkatkan titik lembek dengan 30oC (Penelitian Laboratorium UI

1995), jadi dapat diartikan selulosa dalam hal ini adalah aditif aspal

modifikasi yang bersifat mekanistis terhadap peningkatan kinerja

aspal modifikasi. Salah satu kelemahan pencampuran dengan serat

selulosa adalah tidak adanya jaminan bahwa serat selulosa yang

dituangkan akan tersebar merata kedalam campuran aspal dan agregat,

sering terjadi penggumpalan di satu tempat.

f. Re – used type rubber, atau karet bekas ban mobil yang diserut

menjadi bubuk, dicampurkan kedalam aspal. Pemakaian bahan

tambahan ini sangat dianjurkan di Amerika karena memanfaatkan

bahan bekas dan mengurangi tumbukan ban bekas. Namun sampai

saat ini tidak ada teknologi yang dapat melarutkan bubuk ban bekas

(40)

meningkatkan kinerja aspal atau mengurangi jumlah aspal dalam

rangka penghematan, kebanyakan bubuk ban bekas tadi berfungsi

sebagai filler lunak yang menambah fleksibilitas campuran tapi

banyak mengurangi kelengketan aspal terhadap batuan.

2.6. Serat Polypropylene

Serat polypropylene merupakan bahan dasar yang digunakan untuk

memproduksi bahan – bahan yang terbuat dari plastik. Bahan yang memiliki rumus

kimia C3H6 yang berupa filamen tunggal ataupun jaringan serabut tipis yang

berbentuk jala dengan ukuran panjang antara 6 mm sampai 50 mm dan memiliki

diameter 90 mikron. Dalam kehidupan sehari – hari serat polypropylene dipakai

dalam pengepackan barang dan juga digunakan untuk tempat penyimpanan makanan

dan air mineral.

Gambar 2.7 Contoh Barang Berbahan Serat Polypropylene

Serat polypropylene adalah limbah yang akan lama terurai. Berdasar pada

(41)

berat dan proses produksi sampai menjadi serat gabungan untuk memberikan

sifat-sifat yang berguna pada serat polypropylene ini:

a. Susunan atom biasa dalam molekul polymer dan kristalisasi tinggi, bernama

Isotactic Polypropylene

b. Titik leleh yang tinggi 165oC dan mampu digunakan pada temperatur 100oC

dalam waktu yang lebih singkat

c. Kekakuan kimia menyebabkan bahan kuat terhadap hampir semua bahan

kimia dan tidak akan berpengaruh pada serat.

d. Permukaan yang Hidrophobic, tidak akan basah terkena air, membantu

mencegah pukulan pada serat dan mengembang pada saat pencampuran, atau

terletak pada tempat yang berbeda tidak perlu air.

e. Pedoman menunjukkan kelemahan pada daerah lateral, dimana terdapat

serabut. Matriks semen dapat menembus struktur rapat antara serabut sendiri

dan membuat ikatan mekanik antara serat dan matriks.

Tabel 2.7 Karakteristik Serat Polypropylene

Karakteristik Serat Polypropylene

(42)

Sifat-sifat yang dapat diperbaiki oleh polypropylene :

b. Daktilitas : berhubungan dengan kemampuan dalam menyerap energi

c. Ketahanan terhadap beban kejut (Impact Resistance)

d. Kemampuan menahan tarik dan momen lentur

e. Ketahanan terhadap kelelahan

f. Ketahanan pengaruh susutan (Shrinkage)

g. Ketahanan Aus

h. Ketahanan Spalling

2.7. Sifat – Sifat Serat Polypropylene

Serat polypropylene mempunyai sifat yaitu tahan terhadap sinar ultra violet,

pengaruh pelapukan kelembaban, tahan karat, kuat, ringan serta tidak dapat

menimbulkan iritasi terhadap kulit. Selain dari sifat fisik di atas serat polypropylene

ini juga akan leleh pada suhu 120oC dan akan mengeras bila suhunya turun. Sehingga

pada saat pencampuran sulit pada keadaan suhu tinggi. Dalam penelitian ini serat

polypropylene berbentuk fibre plastic beneser. Berdasarkan hasil uji tes komposisi

kimia menunjukkan bahwa serat Fibre Plastic Beneser ini merupakan sejenis

polyacrilonitril styrene yang termasuk juga dalam golongan plastik polypropylene

(Anak Agung G. E : 2011).

Menurut Anak Agung G. E (2011) fibre plastic beneser merupakan plastik

yang diperkuat dengan adanya serat pada matrik plastik. Plastik yang diperkuat oleh

serat merupakan plastik komposit yang secara khusus menggunakan bahan berserat

untuk meningkatkan kekakuan dari matriks plastik. Tingkat kekakuan dan elastisitas

(43)

dibuat melalui proses polimerisasi dengan melibatkan dua proses yang berbeda, yang

pertama adalah proses dimana material serat dibuat dan dibentuk, dan yang kedua

adalah proses dimana material serat yang telah dibuat dan dibentuk terikat dengan

matriks plastik selama proses pencetakan.

2.8. Penggunaan Serat Polypropylene Pada Bidang Konstruksi

Serat polypropylene bukanlah hal yang baru dan sering digunakan pada

bidang konstruksi, sebagai contoh :

e) Sebagai Bahan geotextile, dalam hal ini serat polypropylene digunakan untuk

reinforcement dari stabilitas subgrade dan drainase.

f) Sebagai bahan additive pada beton, pada konstruksi beton penambahan serat

polypropylene dapat mengurangi plastic shrinkage dan drying shrinkage, dan

dapat meningkatkan kohesi beton segar.

g) Overlay pada perkerasan asphalt concrete cement, pada perkerasan rigid

penggunaan serat polypropylene dapat digunakan untuk meningkatkan umur

perkerasan overlay sampai 25% - 50%, mengurangi infiltrasi air pada

perkerasan, mengurangi reflective cracking dan meningkatkan performance

jalan.

Pada perkerasan fleksibel belum diketahui secara pasti apa yang terjadi

setelah pemberian serat polypropylene. Oleh karena itu pada penelitian ini akan

diteliti bagaimana pengaruh penggunaan serat polypropylene terhadap campuran

(44)

2.9. Metode Pengujian Campuran

Sudah dijelaskan bahwa dalam campuran beraspal panas yang paling

menentukan adalah stabilitas, durabilitas, flexibilitas, dan skid resistance. Dalam pengujian rencana campuran ada beberapa metode yang sering dipakai, yaitu

Imersion Compression Test, Hubbard Field Test, Triaxial Compression Test,

Stabilometer (Hveem, Stability Test), dan Marshall Test.

Pada penelitian ini metode rancangan campuran yang digunakan adalah

Marshall Test. Dimana metode ini paling banyak dipergunakan di Indonesia karena

metode rancangan campuran ini berdasarkan pengujian empiris, dengan

menggunakan alat Marshall Test.

2.9.1. Imersion Compression Test

Metode ini dipakai untuk mengukur pengisi dari bahan bitumen pada

campuran kering atau basah. Hasil pengujian akan memperlihatkan pengaruh air

terhadap nilai stabilitas aspal panas, dengan cara membandingkan nilai stabilitas

benda uji yang direndam dengan yang tidak direndam. Pengujian ini dilakukan

sekurang-kurangnya dua benda uji pekerjaan, yang dipadatkan pada cetakan dengan

diameter ± 10,2 cm dengan tinggi ± 10,2 cm dan dengan beban 17000 kg. Setelah

ditimbang beratnya, satu benda uji direndam dalam air selama empat hari, dan yang

lain dibiarkan di udara dalam waktu yang sama. Setelah empat hari, benda uji diuji

dengan menggunakan Unconfined Compression. Harga yang didapat merupakan

harga stabilitas campuran dalam keadaan kering dan basah. Ratio stabilitas

(45)

2.9.2. Hubbard Field Test

Metode pengujian stabilitas campuran aspal panas yang cukup luas dipakai.

Metode ini distandarisasi oleh ASTM. Pertama kali metode ini digunakan untuk

campuran aspal panas dengan agregat halus (sand sheet), tetapi belakangan ini

dipakai juga untuk campuran aspal panas yang mengandung agregat kasar sampai

ukuran ¾”. Pada metode ini, pengujian dilakukan terhadap benda uji percobaan

dengan diameter 15 cm dan tinggi 7,5 cm. Sampel percobaan kemudian diuji dengan

menggunakan Static Compression Load dengan beban sebesar 10000 lb. Beban

maksimum yang diperoleh saat benda uji hancur dinyatakan sebagai harga stabilitas.

2.9.3. Triaxial Compression Test

Pengujian pada metode ini yang paling menarik disbanding dengan

pengujian-pengujian yang lain dari sudut penelitian. Pada pengujian ini diukur kohesi

dan gaya gesek dalam arti campuran perkerasan aspal.

2.9.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test)

Metode ini digunakan untuk merencanakan campuran aspal yang dipakai oleh

California Division Of Highway dan sering juga disebut metode perencanaan hveem.

Pengujian ini digunakan untuk mengukur stabilitas, density dan kandungan pori

untuk mendapatkan persentase aspal optimum dari suatu benda uji.

2.9.5. Marshall Test

Marshall test ini ditemukan oleh Bruce Marshall dan dikembangkan oleh

(46)

melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90.

Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow),

serta analisa kepadatan dan pori – pori dari campuran padat yang terbentuk.

Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan cincin penguji

berkapasitas 23,2 KN atau setara dengan 5000 lbs dan flow meter. Cincin penguji

digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan

plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inch (10,2 cm)

dan tinggi 2,5 inch (6,35 cm). Prosedur pengujian mengikuti SNI 06-2489-1991, atau

AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.

Secara garis besar pengujian Marshall meliputi : persiapan benda uji,

penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan

perhitungan sifat volumetric benda uji. Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan

dari tujuan dilakukannya uji Marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3

buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang digunakan.

Metode ini merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum

dipakai saat ini. Hal ini disebabkan oleh alat yang digunakan sangat sederhana dan

cukup praktis untuk dimobilisasi. Metode ini bertujuan untuk mengukur daya tahan

(stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Definisi

dari flow sendiri adalah sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran

mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam millimeter

(47)

2.10. Pencampuran dan Pengujian Benda Uji.

Tujuan pencampuran adalah untuk mengetahui persentase aspal optimum

yang mempunyai ketahanan maksimum terhadap kelelehan plastis tinggi untuk

campuran aspal beton. Ketahanan adalah suatu campuran aspal beton untuk

menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram

atau pound. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu aspal yang

terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm.

Untuk perencanaan campuran aspal tanpa serat, persentase aspal yang

digunakan perkiraan kadar aspal optimum. Pengambilan perkiraan kadar aspal

tersebut disesuaikan dengan perhitungan dengan rumus :

Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% filler) + konstanta ... (2.12)

Dimana :

CA : agregat kasar tertahan saringan No.8

FA : agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No. 200

Filler : agregat halus lolos saringan No.200

Nilai konstanta sekitar 0,5 sampai dengan 1,0 untuk AC dan HRS.

Setiap persentase membuat benda uji 3 buah. Sedangkan untuk perencanaan

campuran aspal dengan serat, persentase serat ysang digunakan 0%, 1%, 2%, 3%, 4%

dan 5%. Setiap persentase membuat benda uji 3 buah.

Peralatan yang digunakan :

a. 3 buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm (3”)

(48)

Gambar 2.8 Benda Uji Aspal Beton

b. Alat pengukur benda uji. Untuk benda uji yang sudah didapat dari dalam

cetakan benda uji dipakai sebuah alat ejektor.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder,

dengan berat 4,536 kg (10 pound ), dan tinggi jatuh beban 45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran

kira-kira 20x20x50 cm (8”x8”x18”) yang dilapis dengan pelat baja berukuran

30x30x2,5 cm (12”x12”x1”) dan dikaitkan pada lantai beton dengan 4 bagian

siku.

e. Silinder cetakan benda uji

f. Mesin tekan lengkap dengan

1) Kepala penekan berbentuk lengkung ( Breaking Head ).

2) Cincin penguji yang berkapasitas 25000 kg ( 5000 pound ) dengan

ketelitian 12,5 (25 pound) dilengkapi dengan arloji tekan dengan

ketetlitian 0,0025 cm ( 0,10001” ). 10 cm

(49)

3) Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan

perlengkapannya.

g. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (200

±3) OC.

h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 200C

i. Perlengkapan lain:

1) Panci – panci untuk memanaskan agrerat ,sapal dan campuran aspal.

2) Pengukur suhu dari logam mineral (metal termometer) berkapasitas

2500C dan 1000C dengan ketelitian 0,5 atau 1% dari kapasitas.

3) Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg

dengan ketelitian 0,1gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan

ketelitian 1 gram.

4) Kompor.

5) Sarung asbes dan karet.

6) Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

Tahap Pencampuran dan Pengujian benda uji :

a. Persiapan benda uji.

Benda uji yang digunakan adalah silinder aspal beton dengan diameter 10 cm

(4”) dan tinggi 7,5 cm (3”) yang terdiri dari 5 jenis benda uji untuk

mendapatkan kadar aspal optimum, yaitu 4%; 4,5%; 5%; 5,5%; 6% dan

terdiri dari 6 jenis benda uji untuk mendapatkan serat optimum, yaitu 0%,

1%, 2%, 3%, 4%, 5%. Tiap jenis benda uji membuat 3 buah benda uji. Pada

(50)

untuk masing – masing fraksi (4 fraksi). Komposisi campuran sesuai dengan

hasil analisa ayakan. Untuk satu sampel ditentukan berat agregat 1200 gram.

Cuci agregat dan keringkan agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 ±

5)oC. Setelah dikeringkan agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya

dengan mempergunakan saringan.

b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan.

Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan sehingga bahan pengikat

yang dipakai menghasilkan viscositas seperti yang ada di tabel 3.2

Tabel 2.8 Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek”

Bahan Pengikat

Campuran Pemadat

Kinematik Saybolt Furol Engler Kinematik Saybolt Furol Engler

C, St Det, SF C, St Det, SF

sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agrerat yang sudah dipanaskan tersebut.

(51)

d. Pemadatan benda uji

Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk

dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 dan 148,3oC.

Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting

menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan, kemudian masukkanlah

seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula

atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali

di bagian dalamnya. Lepaskan lehernya, dan ratakanlah permukaan campuran

dengan mempergunakan dengan sendok semen menjadi bentuk yang sedikit

cembung. Waktu akan dipadatkan suhu campuran harus dalam batas-batas

suhu pemadatan. Letakkan cetakan diatas landasan pemadat,dalam pemegang

cetakan lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali, dengan

tinggi jatuh 45cm (18”). Selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu

pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakkan. Lepaskan keping alas dan

lehernya, balikkan alas cetak berisi benda uji dan pasanglah kembali

perlengkapanya. Terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalik ini

tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan lepaslah

keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada permukaan ujung ini.

Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji diatas permukaan rata

yang halus. Biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.

e. Pengujian Benda Uji

Sebelum pengujian, benda uji harus bersih dari kotoran yang menempel dan

beri tanda pengenal pada masing-masing benda uji. Ukur tinggi benda uji

(52)

selama 24 jam dalam suhu ruangan. Timbang benda uji di dalam air untuk

mendapatkan berat jenis benda uji di dalam air. Timbang benda uji setelah

kering permukaan untuk mendapatkan kering permukaan jenuh (saturated

surface dry). Sebelum melakukan pengujian, bersihkan batang penuntun

(guide rod) dan permukaan dalam dari kepala penekan (test head). Lumasi

dengan oli batang penuntun sehingga kepala penekan yang atas dapat

meluncur bebas. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven atau

dari pemanas udara dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan.

Pasang segmen atas diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam

mesin penguji. Pasang arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukannya di

atas salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada

angka nol, sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh

terhadap segmen atas kepala penekan (breaking head). Tekan selubung

tangkai arloji kelelehan tersebut pada segmen atas dari kepala penekan

selama pembebanan berlangsung. Sebelum pembebanan diberikan, kepala

penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin

penguji. Atur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol. Berikan

pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm / menit

samapi pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti

yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan maksimum

yang dicapai. Setelah mendapatkan hasil dari stabilitas dan kelelehan (flow)

dari hasil Marshall Test, kemudian dibuat tabel perhitungan hotmix design

(53)

tersebut kemudian dibuat grafik yang disesuaikan dengan batasan lapisan

aspal beton yang ada.

2.11. Parameter Pengujian Marshall

Aspal beton terbentuk dari ageregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan

yang dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan

dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal beton. Sifat-sifat campuran aspal

beton dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian Marshall antara lain

kepadatan (Marshall Density), Stabilitas Marshall, Kelelehan (Flow), Hasil Bagi

Marshall (Marshall Quotient), Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB), Rongga Antar

Agregat (VMA), Rongga Udara (VIM).

2.11.1.Kepadatan (Marshall Density)

Pada saat perencanaan di laboratorium, usaha pemadatan harus sesuai dengan

keadaan lalu lintas yang ada di lapangan. Hal tersebut dikarenakan jika pemadatan

yang dilakukan di laboratorium dipilih keadaan lalu lintas ringan, sementara di

lapangan adalah untuk lalu lintas berat, maka akan terjadi kadar aspal akan menjadi

lebih tinggi sehingga mengakibatkan perkerasan mengalami alur plastis. Demikian

juga jika pemadatan yang dilakukan di laboratorium dipilih keadaan lalu lintas berat,

sementara di lapangan adalah untuk lalu lintas ringan, maka akan terjadi rongga

udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara mudah masuk, akibatnya

campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal

Gambar

Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Keras
Gambar 2.3 Alat Pengujian Penetrasi
Gambar 2.5 Alat Daktilitas
Tabel 3.1 Identifikasi Benda Uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada campuran aspal beton dengan balon karet terhadap Marshall Test cenderung memiliki nilai yang lebih rendah daripada

Lapis Aspal Baton (Laston) adalah lapisan aspal beton yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan

polypropylene pada sedotan booble sebagai bahan tambah campuran aspal beton. ditinjau menggunakan karakteristik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kadar Aspal Optimum, stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, VFA, dan MQ pada campuran aspal beton AC-BC yang menggunakan batu

1) Pemakaian serbuk arang tempurung kelapa pada campuran beton aspal dapat meningkatkan kinerja stabilitas, kelelehan plastis dan durabilitas beton aspal pada kondisi

Campuran beton aspal menjadi fleksibel, Adapun kadar limbah plastik Optimum sebesar 7,5% dengan nilai VMA, VFB, VIM, Stabilitas, kelelehan, dan Marshall Quotient

Dari hasil pengujian Marshall akan didapatkan nilai karakteristik marshall meliputi: berat jenis aspal beton, stabilitas, flow, Marshall Quotient (MQ), Rongga Antara

kelelehan (flow), yang dapat dipakai sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan beton aspal campuran panas. rendah menunjukkan ), sebaliknya beton aspal campuran tinggi