KAJIAN OPERASIONALISASI E-LEARNING
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
AHMAD MUSLIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian OperasionalisasiE-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Ahmad Muslim
RINGKASAN
AHMAD MUSLIM. Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan MEUTHIA RACHMANIAH.
Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan pusat ilmu pengetahuan harus menerapkan informasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Penerapan Teknologi Informasi(TI) dapat mengubah pola kerja pustakawan di perpustakaan. Pustakawan harus mampu mengembangkan kompetensinya salah satunya melalui informal yaitu pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan Pelatihan Pusat Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengembangkan program e-Learning dengan tujuan untuk mempercepat jumlah lulusan dengan kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan.
SCORM adalah kumpulan standar, pedoman dan spesifikasi untuk membangun e-Learning menggunakan web sebagai media. SCORM membangun komunikasi antara konten sisi klien untuk sistem host. Standar SCORM dibuat dengan tujuan untuk memenuhi aspek usabilitas, accessible, dan interoperable konten pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang ada saat ini. Berdasarkan kondisi e-Learning tersebut akan menentukan apakah e-Learning berbasis Moodle dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan pelatihan. Dilanjutkan dengan penelaahan rekomendasi e-Learning yang menggunakan metode LTSA. Jika tidak terlaksana rekomendasi tersebut maka dilakukan pengkajian tentang pembuatan prototipe desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan standar SCORM.
Hasil penelitian ini adalah e-Learning Diklat Perpustakaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI belum operasional dengan menggunakan LTSA. E-Learning yang telah menggunakan standar SCORM berdasarkan hasil penelitian ini dapat digunakan dan telah memenuhi aspek reuseable, accessible, dan interoperable. Desain e-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI dengan menggunakan Standar SCORM merupakan contoh yang sesuai untuk pengembangan e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional. Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dapat diimplementasikan dengan menggunakan aplikasi, sistem administrasi dan manajemen pembelajaran/ Learning Management System (LMS) Moodle dan standar SCORM sebagai salah satu standar e-Learning saat ini.
SUMMARY
AHMAD MUSLIM. The Study of the operationalization of E-learning in education and training centre of National library of Indonesia. Supervised by PUDJI MULJONO and MEUTHIA RACHMANIAH
As the centre of learning and science, a library should apply information in accordance to the development of technology. The implementation of information technology could change the librarians’ work system in a library. Librarians should be able to develop their competencies through formal and informal education. One of informal educations for librarian is conducted by the education and training centre of national library of Indonesia. To support its training program, national library develops e-learning system aimed to increase the number of alumni with competencies in library management.
. SCORM is a collection of standards, guidelines and specifications to build e-Learning using the web as a media. SCORM establishes communications between client side content to the host system. SCORM standard is created with the aim to meet the aspect of usability, accessible, and interoperability of a learning content. The approach used in the research is observing the use of learning in the training Center of National Library. The condition of the use of e-learning will determine whether Moodle-based e-Learning can be used to support the training. Then, it would be reviewed through e-learning recommendation using LTSA. If the recommendations could not be implemented, an assessment of a prototype design of the e-Learning in the training Center using SCORM standard would be conducted
The findings of the research show that the use of e-learning in librarianship trainings in Education and Training Center of the National Library using LTSA has not been operationalized. Based on the findings of the research , the model of e-Learning which has been using the SCORM standard could be used and met the aspects of reuseability, accessibility, and interoperability. The design of E-Learning in Education and Training Center of the National Library using SCORM standards would be an appropriate model for the development of e-Learning in education and Training Centre of the National Library. The operationalization of e-learning in education and training centre of national library could be implemented using the application, administration system, Learning Management System (LMS) Moodle, and the SCORM standar as one of current standards of e-learning.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
pada
Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
KAJIAN OPERASIONALISASI E-LEARNING
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah E-Learning, dengan judul Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Ibu Ir Meuthia Rachmaniah, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Gardjito, MSc(Alm), Ibu Sri Marganingsih, SH dan Bapak Drs Deni Kurniadi, MSi beserta pejabat struktural dan rekan-rekan pegawai Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI, yang telah membantu dan memotivasi selama Pendidikan S2 IPB ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Baba, Enyak, Umi Sayang dan Ozfa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Identifikasi Masalah 2 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Kerangka Teori 3
E-Learning 3
Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka 5 Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment 7
Shareable Content Object Reference Models 7
Perangkat Authoring 12
Pendidikan dan Pelatihan bidang Kepustakawanan 13
Penelitian terdahulu (Road Map Penelitian) 14
3 METODE 14
Kerangka Berpikir 14
Pendekatan dan Kerangka Penelitian 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Kondisi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan 17 Evaluasi Rekomendasi LTSA Dilaksanakan Pusdiklat 19 Desain Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 22 Pembuatan Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 29
Analisis Kebutuhan 29
Membangun Prototipe e-Learning 30
Rekomendasi Operasionalisasi 35
5 SIMPULAN DAN SARAN 36
Simpulan 36
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 39
DAFTAR TABEL
1 Sarana dan Prasarana e-Learning Diklat Kepustakawanan 18
2 Calon SDM Pengelola e-Learning Diklat Kepustakawanan 18
3 Kesimpulan dan Rekomendasi LTSA yang dilaksanakan Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI 21
4 Rancangan SCORM Content Model 24
5 Accessible Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 33
6 Interoperable Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 34
7 Reusable Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 35
DAFTAR GAMBAR
1 Model LMS 8 2 Assets 9 3 Sharable Content Object 10 4 Content Aggregation 11 5 Launch, API, dan Data Model pada SCORM RTE 11 6 Langkah-langkah Penelitian 15 7 Rancangan Konten e-Learning 24 8 SCORM Run Time Environment 26 9 Struktur Kegiatan Pembelajaran 28 10 Sekuens dan Navigasi e-Learning Diklat Perpustakaan 28 11 Sekuens dan Navigasi e-Learning Pengantar Ilmu Perpustakaan 2912 Tampilan SCORM Package Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 31
13 Penggunaan Sistem Informasi Komputer 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner pengujian aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 392 Struktur Objek Pembelajaran e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 41
3 Tahapan instalasi LMS Moodle 42
4 Panduan e-Learning Diklat Pustaka 44
5 Kurikulum dan GBPP Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 54
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) berdampak positif bagi perpustakaan. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan pusat ilmu pengetahuan dan informasi harus menerapkan TI yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Penerapan TI membuat perpustakaan mengubah pola dan sistem kerjanya. Pengelolaan perpustakaan berawal dari secara tradisional dan manual berkembang menggunakan teknologi.
Saat ini, sistem dan pola kerja perpustakaan sudah terotomasi. Beberapa aplikasi TI perpustakaan telah digunakan dalam pengelolaan perpustakaan seperti sistem pencarian koleksi bahan perpustakaan yang menggunakan On-line Public
Access Catalog (OPAC) dan sistem sirkulasi yang menggunakan sistem barcode.
Hal tersebut diharapkan dapat mempermudah bagi pemustaka dalam mencari informasi dan pustakawan dalam bekerja. Perpustakaan yang terotomasi menuntut pustakawannya dapat menggunakan teknologi informasi. Jika Pustakawan tidak dapat menggunakan TI maka pengetahuan dan keterampilan pustakawan tentang penggunaan TI perlu ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pustakawan tentang penggunaan TI adalah dengan belajar mandiri, membaca buku-buku TI, atau dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) perpustakaan dan teknologi informasi.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 33 ayat 1-3 menyatakan tentang pendidikan dan pelatihan, pada ayat 1 dinyatakan Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan, 2 Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal, 3 Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan melalui kerja sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian diklat perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan dan diperlukan kebijakan dari kepala perpustakaan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan ini.
Diklat dapat dilakukan dengan cara tradisional, yaitu belajar secara tatap muka di kelas, atau dengan cara menggunakan sistem elektronik. E-Learning merupakan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan jaringan internet sebagai sarana penyampaian dimana bahan ajar diklat diubah ke format digital. Proses pembelajaran e-Learning dilakukan guru dan peserta diklat di kelas yang sama yaitu dunia maya meski pada waktu dan tempat yang berbeda.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat), Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga pembina dan penyelenggara pendidikan dan pelatihan bidang kepustakawanan telah melakukan pengembangan sistem e-Learning sejak tahun 2007, namun sampai saat ini belum juga dapat dilaksanakan karena menghadapi kendala. Pada tahun 2010 Pusdiklat telah mengembangkan e-Learning sampai pada tahapan pembuatan Learning Management System (LMS).
2
Beragamnya LMS yang dikembangkan pada saat ini mengakibatkan suatu materi diklat pada susunan tertentu menjadi tidak compatible pada LMS yang berbeda. Departemen of Defence (DoD) Amerika Serikat menyusun sebuah standar agar materi pembelajaran dapat dijalankan di berbagai LMS. Standar tersebut dikembangkan oleh Advanced Distributed Learning Network (ADL). ADL mengintegrasikan beberapa pengembangan teknologi dari beberapa organisasi yaitu Institute for Electrical and Electronic Engineers Learning
Technology Standard Commite (IEEE-LTSC), Aviation Industry CBT Commite
(AICC), IMS Global Consortium (IMS), ARIADNE menjadi sebuah referensi
e-Learning yang dinamakan Shareable Content Object Reference Model (SCORM).
SCORM merupakan kumpulan standar, petunjuk dan spesifikasi untuk membangun e-Learning menggunakan web sebagai medianya. SCORM membentuk komunikasi antara client side content dengan host sistem. Standar SCORM dibuat dengan tujuan untuk memenuhi aspek reusable, accessible,
durable dan interoperable dari konten pembelajaran (Dodds, 2006)
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1. Mengapa e-Learning Pusdiklat masih belum dilaksanakan?
2. Standar e-Learning manakah yang paling tepat yang dapat digunakan untuk Pusdiklat?
3. Bagaimana mendesain e-Learning pusdiklat yang reuseable, accessible,
durable, dan interoperable?
Perumusan Masalah
Pada penelitian ini dirumuskan permasalahan yaitu:
1. Bagaimana kajian e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
2. Bagaimana desain prototipe e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang reusable, accessible, dan interoperable?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Membuat Desain Prototipe e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang reusable, accessible, dan interoperable.
2. Mengkaji kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
3. Menyusun rekomendasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dengan menggunakan standar SCORM.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan ilmu pengetahuan, informasi dan kompetensi kepustakawanan kepada peserta e-Learning.
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga perpustakaan dengan mengikuti e-Learning diklat
3 3. Memberikan rekomendasi kepada Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dalam menyelenggarakan e-Learning dan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan;
4. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Perpustakaan dengan semakin banyaknya orang yang dapat mempelajari Ilmu Perpustakaan melalui e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini dibatasi dengan cakupan sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian aplikasi e-Learning Pusdiklat, Perpustakaan Nasional. 2. Melakukan penelaahan rekomendasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan
Nasional dengan standar Learning Technology System Architecture (LTSA). 3. Membuat desain prototipe e-Learning dengan standar SCORM berdasarkan
hasil penelaahan e-Learning.
4. Membuat rekomendasi operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori E-Learning
Electronic Learning menurut Clark dan Mayer (2008) didefinisikan sebagai
instruksi pembelajaran yang disampaikan menggunakan komputer dengan cara menggunakan CD ROM, internet, atau intranet yang memiliki fitur konten yang relevan dengan objek pembelajaran, menggunakan metode instruksional seperti contoh dan praktik untuk membantu pembelajar, menggunakan media seperti kata dan gambar dalam penyampaian konten dan metode, dalam bimbingan instruktur (synchronous Learning) atau didesain untuk mandiri (asynchronous
e-Learning). Sebagai proses belajar secara elektronik, kata e-Learning menurut
Kathawala dan Wilgen (2004) dapat diartikan sebagai perangkat dan transfer pengetahuan menggunakan teknologi menjadi semakin penting. Dari sudut pandang terbatas maka e-Learning merupakan bagian dari distance learning (Kathawala dan Wilgen 2004) sedangkan menurut Hornby (2010) dalam Oxford
Advanced Learner Dictionary, distance learning mengandung makna sistem
pendidikan yang menempatkan pelajar belajar di rumah dengan bantuan situs internet, televisi dan program radio serta mengirimkan surat elektronik terkait proses belajarnya kepada guru yang menjadi pemandunya.
Menurut Ivanescu P. et al. (2008) e-Learning adalah sebuah lingkungan belajar yang terus berkembang didukung dengan meningkatnya proses kolaboratif, berfokus pada kinerja individu dan organisasi. E-learning yang efektif tumbuh subur dengan menggunakan web, komunikasi, dan dokumen, serta alat manajemen pengetahuan. Pendidikan yang ditawarkan dengan menggunakan metode pengiriman elektronik seperti CD-ROM, video, konferensi, website dan
e-mail, sering digunakan dalam program pembelajaran jarak jauh.
Istilah e-Learning dapat diterapkan pada berbagai teknologi pendekatan pembelajaran jarak jauh, istilah e-Learning akan digunakan untuk merujuk pada
4
pendekatan yang lebih kontemporer. Menurut Kumar dan Gulla (2011) secara khusus, pendekatan yang menggunakan sistem berbasis web untuk membuat pelatihan dan pengembangan kegiatan yang tersedia di desktop menggunakan intranet atau platform berbasis internet. Berikut ini pendekatan pembelajaran yang berbasis e-Learning:
a. Synchronous (instruktur dipimpin atau dibimbing) program pembelajaran
e-Learning yang dilaksanakan dengan adanya interaksi antara pelajar dengan
instruktur selama penelitian menggunakan email, chatting teknologi atau forum. Menurut Effendi dan Zhuang (2005) synchronous merupakan tipe pelatihan dimana proses pembelajaran terjadi pada saat yang bersamaan. Jadi dengan sistem synchronous pelajar dengan pengajar diharuskan mengakses internet- jika menggunakan internet.
b. Asynchronous (mandiri) program pelajaran berlangsung melalui prosedur belajar mandiri dan peserta diklat yang akan menentukan cepat atau lambatnya proses diklat.
Penyelenggaraan e-Learning memiliki banyak manfaat sehingga dapat dijadikan alternatif yang tepat bagi lembaga yang ingin sukses dan efektif dalam pelaksanaannya. Menurut Kathawala dan Wilgen(2004) e-Learning memiliki manfaat yaitu efektifitas biaya, peningkatan produktivitas, penyesuaian waktu belajar, waktu belajar lebih cepat, dan materi tepat waktu, dapat diandalkan, konsisten dan terukur. Selama ini pada proses pembelajaran tradisional yang bersifat klasikal, banyak kendala yang dihadapi dan dapat diminimalisasi dalam pembelajaran dengan e-Learning.
Hal senada disampaikan oleh Effendi dan Zhuang (2005) penggunaan
e-Learning mempunyai keuntungan bagi peserta dan penyelenggara antara lain:
a. Biaya, penggunaan biaya untuk kegiatan e-Learning dapat dikurangi. Seperti biaya transport pelatih, biaya menyewa ruang kelas, tidak perlu menyediakan makan siang, peralatan tulis kantor dan LCD-Proyektor.
b. Fleksibilitas waktu, penyelenggara pendidikan dan pelatihan konvensional kadang kesulitan untuk menyesuaikan waktu peserta diklat yang akan dilatih, dengan e-Learning peserta diklat dapat menyesuaikan waktu belajarnya. c. Fleksibilitas tempat, peserta dapat melaksanakan e-learning di rumahnya
yang memiliki akses internet tanpa harus datang ke kelas. Jika tempat kegiatan ada di Jakarta, peserta datang dari Papua maka peserta tidak perlu datang ke Jakarta.
d. Fleksibilitas kecepatan pembelajaran, peserta yang menentukan pembelajaran lebih cepat atau biasa saja. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan cara dan semangat peserta.
e. Standardisasi pengajaran f. Efektifitas pengajaran g. Kecepatan distribusi h. Ketersediaan on-demand i. Otomasi proses administrasi.
Selain keuntungan yang dapat diraih, e-Learning juga memiliki keterbatasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Effendi dan Zhuang (2005) yaitu budaya, investasi, teknologi, infrastruktur dan materi. E-learning pada dasarnya tergantung pada teknologi perangkat keras komputer, perangkat lunak dan jaringan yang digunakan. Semakin baik perangkat keras dan perangkat lunak
5 komputer bekerja, sistem e-Learning dapat menampilkan fitur yang lebih baik. Perangkat lunak yang digunakan memiliki pengaruh pada kemudahan akses informasi yang diberikan.
Berdasarkan pernyataan tersebut e-Learning adalah sistem pembelajaran yang menggunakan media teknologi informasi, intranet atau internet, baik CD-ROM, video, konferensi, website dan e-mail. e-Learning sering digunakan dalam program pembelajaran jarak jauh untuk mendukung proses belajar mengajar baik secara synchronous maupun asynchronous.
Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka
Universitas Terbuka (UT) merupakan perguruan tinggi negeri yang menerapkan pendidikan jarak jauh di Indonesia. UT diresmikan pada tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1984 tentang Pendirian Universitas Terbuka. UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi yang berkualitas bagi warga negara Indonesia.
Tujuan pendirian UT diantaranya adalah untuk menyiapkan tenaga ahli lulusan pendidikan tinggi yang dibutuhkan untuk pembangunan di Indonesia. Selain itu, UT didirikan dengan maksud sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing, di mana pun tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi.
2. Memberikan layanan pendidikan tinggi bagi warga negara Indonesia yang karena bekerja atau alasan lain tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
3. Mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional sesuai dengan kebutuhan nyata pembangunan yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain.
Salah satu keuntungan UT menurut Suryadi (1984) adalah tidak adanya migrasi dari desa ke kota oleh para mahasiswa. Para mahasiswa tetap di lingkungan keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya.
UT mempunyai visi yaitu menjadi institusi Perguruan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTTJJ) berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan, dan penyebaran informasi PTTJJ. Sedangkan misi UT adalah menyediakan akses pendidikan tinggi yang berkualitas dunia bagi semua lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan berbagai program, mengkaji, dan mengembangkan sistem PTTJJ serta memanfaatkan dan mendiseminasikan hasil kajian keilmuan dan kelembagaan untuk menjawab tantangan kebutuhan pembangunan nasional.
Sistem pembelajaran yang diterapkan UT memungkinkan mahasiswa yang tidak memperoleh kesempatan mengikuti sistem pendidikan tinggi tatap muka, dapat mengikuti pendidikan tinggi secara fleksibel. Menurut Asrukin [tanpa tahun] tanpa memandang kondisi mahasiswa, sistem belajar terbuka dan jarak jauh yang diterapkan UT membantu pencapaian tujuan belajar karena:
1. tidak ada pembatasan jangka waktu penyelesaian studi dan tidak memberlakukan sistem drop out;
2. tidak ada pembatasan, baik tahun kelulusan ijasah SLTA maupun umur; 3. waktu pendaftaran leluasa sepanjang tahun;
6
4. ruang, waktu, dan tempat belajar yang fleksibel sesuai dengan kondisi mahasiswa;
5. penggunaan materi belajar multimedia, termasuk bahan belajar cetak baik yang dilengkapi dengan kaset audio dan video/CD, CD-ROM, siaran radio dan TV, maupun bahan belajar berbasis komputer dan internet.
Sistem perkuliahan belajar secara mandiri diterapkan dalam sistem perkuliahan UT. Menurut Suryadi (1984) Sistem belajar mandiri dilakukan agar mahasiswa dapat secara individual belajar dengan cara kreatif dan aktif mencernakan (internalisasi) pengetahuan, sikap ataupun keterampilan. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain membaca, mengerjakan sesuatu, berdiskusi dalam suatu kelompok, baik sendiri ataupun dalam kelompok belajar maupun kelompok tutorial sebagai bagian dari proses internalisasi. Proses belajar mandiri ini telah dipersiapkan oleh UT dengan menyediakan bahan ajar yang dibuat khusus untuk dapat dipelajari secara mandiri.
Sistem pembelajaran jarak jauh dikatakan menggunakan sistem yang luwes dan terbuka dilakukan dengan maksud agar mahasiswa dapat melakukan transaksi ilmu menggunakan berbagai media. Terbuka dapat diterjemahkan bahwa UT terbuka bagi setiap warga negara Indonesia yang telah memiliki ijasah SMA tanpa pembatasan usia dan lokasi di seluruh wilayah Indonesia.
Mahasiswa dapat menggunakan modul materi pembelajaran. Selain menggunakan modul yang disediakan oleh UT, mahasiswa dapat memanfaatkan perpustakaan, mengikuti tutorial baik secara tatap muka maupun melalui internet, radio, dan televisi, serta menggunakan sumber belajar lain seperti bahan ajar berbantuan komputer dan program audio/video. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan belajar, mahasiswa dapat meminta informasi tentang bantuan belajar kepada Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) di daerah.
UT dalam proses pembelajaran menggunakan sistem kredit semester (SKS) untuk menetapkan beban belajar mahasiswa. Beban belajar yang harus diselesaikan diukur dengan satuan kredit semester (SKS). Dalam pendidikan tinggi tatap muka, mahasiswa yang mengambil beban studi satu SKS harus mengikuti perkuliahan tatap muka selama satu jam per-minggu di kelas dan satu jam untuk praktik, atau belajar di rumah, sehingga dalam satu semester mahasiswa harus mengalokasikan waktu belajar sekitar 32 jam. SKS dalam sistem pendidikan jarak jauh, mahasiswa juga harus mengatur waktu yang sama dengan mahasiswa tatap muka (dua jam per-minggu per-SKS). Dalam pendidikan jarak jauh kegiatan belajar lebih banyak dilakukan secara mandiri (belajar sendiri, belajar berkelompok, atau tutorial).
Sistem kredit semester di Universitas Terbuka dalam situs
http://www.ut.ac.id/tentang-ut.html, dinyatakan bahwa satu SKS setara dengan tiga modul cetak. Jika satu modul cetak yang terdiri atas 40 sampai dengan 50 halaman, maka modul dengan bobot empat sks berkisar antara 480-600 halaman. Hal tersebut tergantung pada jenis mata kuliahnya. SKS dalam sistem pembelajaran UT diacu dari penelitian bahwa kemampuan membaca dan memahami rata-rata mahasiswa adalah 5-6 halaman per jam sehingga untuk membaca dan memahami bahan ajar dengan bobot empat SKS diperlukan waktu sekitar 100 jam (460-600 halaman dibagi 5-6 halaman). Jika dalam satu semester terbagi menjadi 16 minggu, maka waktu yang diperlukan untuk membaca dan
7 memahami bahan ajar dengan bobot empat SKS adalah 100 jam dibagi 16 minggu, atau kurang lebih enam jam per-minggu.
Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment
Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment (Moodle) adalah
sistem pembelajaran jarak jauh berbasis elektronik. Moodle merupakan program yang memungkinkan pengguna untuk membuat berbagai macam modul yang dinamis dalam sebuah pembelajaran tertentu. Program ini dibangun dan dikembangkan oleh Martin Dougiamas pada tahun 2002 untuk membantu para pendidik dalam membangun pelatihan online yang interaktif dan kolaboratif konten.
Moodle disebut sebagai sistem Course Management System (CMS), Learning
Management System (LMS), atau Virtual Learning Environment (VLE). Sistem
ini telah memberikan kemudahan bagi para pendidik yang ingin membangun dan mengembangkan sebuah sistem pembelajaran yang dinamis. Moodle merupakan sistem pembelajaran yang open source, atau dengan kata lain, dapat digunakan secara terbuka tanpa harus membayar.
Moodle merupakan sistem pembelajaran elektronik yang banyak digunakan sebagai sebuah LMS. Menurut Baskoro (2010) Moodle memiliki beberapa keuntungan selain sifatnya yang open source. Moodle dapat digunakan untuk pembelajaran dengan jumlah peserta yang besar, serta dapat digunakan dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat lanjut dan bahkan untuk para praktisi pendidikan non-formal. Moodle dapat digunakan untuk program pembelajaran yang menggunakan sistem e-Learning secara utuh maupun sistem pembelajaran hibrid atau blended yang menggabungkan e-Learning dengan sistem pembelajaran tatap muka. Banyak kegiatan pembelajaran yang dapat didukung oleh Moodle. Beberapa diantaranya adalah forum, wiki, dan database, atau untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa/mahasiswa (seperti SCORM2), sarana pemberian tes dan koreksi nilai (tes, quiz, dan ujian).
Moodle dapat digunakan pada komputer dengan berbagai platform seperti windows, linux, dan MAC. Moodle dapat digunakan dengan bahasa pemrograman PhP untuk melakukan pengembangan berbagai tipe database SQL. Moodle memiliki fitur-fitur yang dapat digunakan untuk mendesain pembelajaran on-line. Seperti tampilan awal moodle, administrator, theme, akun anggota, pelatihan, membuat kaitan situs youtube, chat/obrolan, unduh berkas, berita, kalender
on-line, kuis/evaluasi on-line dan forum.
Shareable Content Object Reference Models
Shareable Content Object Reference Models (SCORM) merupakan salah
satu standar e-Learning yang dikembangkan oleh Advanced Distributed Learning (ADL) untuk membuat pembelajaran menjadi lebih modern. Standardisasi ini memungkinkan pertukaran objek pembelajaran antar-LMS. SCORM didokumentasikan dan dikelola oleh ADL dari Amerika Serikat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan standar umum yang akan memungkinkan berbagi konten pembelajaran.
Menurut Dodds (2006) SCORM adalah kumpulan standar e-Learning. Konten e-Learning berdasarkan standar SCORM dapat digunakan tanpa perubahan meskipun ada perubahan perangkat keras dan perangkat lunak
8
lingkungan (daya tahan), dapat dijalankan dalam sistem operasi dan browser lingkungan web (Interoperable), dapat mencari dan menemukan bila diperlukan (Accessible) dan dapat digunakan untuk mengembangkan konten pembelajaran baru (usabilitas).
Menurut Srimathi dan Srivasta (2008) standar SCORM merupakan standar e-Learning yang berbasis Extensible Mark up Language (XML). Standar SCORM dan spesifikasi yang berasal dari kerja sama yang dilakukan oleh berbagai industri dan organisasi teknologi, termasuk IMS Global Consortium (IMS), Institute For Electrical And Electronic Engineers Learning Technology
Standard Commite (IEEE-LTSC), Aviation Industry CBT Commite (AICC).
SCORM mendefinisikan kerangka kerja untuk aplikasi konten pembelajaran, agregasi, dan kemasannya. SCORM juga mendefinisikan satu set persyaratan kesesuaian untuk sistem yang akan disampaikan. SCORM telah dipengaruhi oleh hal-hal berikut SCORM 2004 Content Agregate Models(CAM), SCORM 2004 RunTime Environment(RTE), dan SCORM 2004 Senquecing and Navigation(SN).
a. Learning Management System (LMS)
Learning management System (LMS) merupakan aplikasi perangkat lunak
yang terdiri atas fungsi-fungsi untuk mengelola pembelajaran, mengetahui kemajuan peserta didik, dan interaksi peserta didik dengan pelatihan yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1, dalam Dodds (2006) menunjukkan model sistem manajemen pembelajaran (LMS). LMS yang menyediakan berbagai layanan seperti layanan profil pembelajar dan manajemen konten pembelajaran.
Gambar 1 Model LMS ( Dodds, 2006)
b. SCORM Content Aggregation Model
SCORM Content Aggregation Model sebagai bagian dari SCORM, Dodds (2006) mendefinisikan Content Aggregation Model (CAM) merupakan
9 sarana pedagogis netral perancang dan pelaksana instruksi untuk sumber belajar. Sumber belajar adalah setiap penyajian informasi yang digunakan untuk mendukung pengalaman belajar. Pengalaman belajar terdiri atas kegiatan yang didukung oleh sumber belajar elektronik atau non-elektronik.
Proses menciptakan dan memberikan pengalaman belajar melibatkan penciptaan, penemuan dan agregasi aset elektronik sederhana yang menjadi sumber belajar lebih kompleks dan kemudian mengorganisir sumber-sumber belajar menjadi urutan yang ditetapkan untuk pengiriman. SCORM CAM mendefinisikan metode teknis untuk mencapai proses ini.
SCORM CAM terdiri atas: 1. Assets
Assets merupakan kumpulan bangunan yang utama dan representasi elektronik dari media seperti teks, audio, audiovisual, objek penilaian atau bagian data yang dioleh oleh web dan ditampilkan ke peserta didik. Dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 assets (Dodds. 2006) 2. Sharable Content Object
Sharable Content Object (SCO) merupakan kumpulan dari satu atau
lebih Asset yang menggunakan SCORM RTE untuk berkomunikasi dengan LMS. SCO berkomunikasi dengan LMS menggunakan aplikasi program antarmuka IEEE ECMAScript. SCO adalah level terendah dari objek pembelajaran yang dapat ditelusuri oleh LMS jika menggunakan SCORM RTE. SCO merupakan unit informasi minimum yang dapat diambil ke konten LMS. SCO dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
10
Gambar 3 SCO (Dodds, 2006) 3. Content Aggregation
Content aggregation (CA) merupakan peta (struktur konten) yang
dapat digunakan untuk keseluruhan sumber daya pembelajaran ke dalam perpaduan sebuah unit instruksi (modul, course) penerapan struktur taksonomi asosiasi belajar. Struktur konten mendefinisikan representasi taksonomi sumber belajar. Sebuah konten agregasi dapat menjadi referensi meta-data konten agregasi yang memungkinkan untuk pencarian dan penemuan dalam repositori online, sehingga meningkatkan peluang untuk digunakan kembali. Content Aggregation dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4 Content Aggregation (Dodds, 2006)
4. Metadata merupakan representasi pemetaan dan direkomendasikan menggunakan IEEE LTSC Objek Metadata elemen untuk masing-masing komponen SCORM Content Model. Metadata memberikan panduan yang
11 akan diterapkan sebagai Assets, SCOs dan Content Aggregations. Ada sembilan kategori elemen dari metadata yaitu:
a) Kategori General : informasi umum yang menggambarkan sumber daya secara keseluruhan.
b) Kategori Lifecycle : fitur yang berkaitan dengan sejarah dan kondisi saat ini sumber daya dan orang-orang yang telah memengaruhi sumber daya ini selama evolusinya.
c) Kategori Meta-metadata : informasi tentang catatan metadata itu sendiri. d) Kategori Technical: persyaratan sumber daya teknis dan karakteristiknya. e) Kategori Educational: karakteristik sumber daya pendidikan dan
pedagogik.
f) Kategori Rights: hak dan kondisi penggunaan untuk sumber daya kekayaan intelektual.
g) Kategori Relation : fitur yang menentukan hubungan antara sumber daya dan sumber daya lainnya yang ditargetkan.
h) Kategori Annotation: memberikan komentar tentang penggunaan pendidik-an, sumber dan informasi tentang kapan dan oleh siapa komentar diciptakan. i) Kategori Classification : menjelaskan letak sumber daya ini berada dalam
sistem klasifikasi tertentu.
c. SCORM Run-Time Environment
SCORM Run Time Environment (RTE) dalam Dodds (2006) menjelaskan mekanisme umum peluncuran konten objek, mekanisme komunikasi umum antara konten objek dan LMSs, dan model data umum untuk melacak pengalaman pelajar dengan konten objek. Ketiga aspek Run-Time
Environment adalah Launch, Application Program Interface (API) dan Data Model dapat diilustrasikan pada Gambar 5
Gambar 5 Launch, API dan Data Model pada SCORM RTE (Dodds, 2006) LEARNING MANAGEMENT SYSTEM
Server side Server LMS
Client side
Data model
Actual data sent back and fort between SCO and LMS
API (comunication link
Between LMS and SCO)
Browser API adapter SCO ASSET launch
12
Berdasarkan Gambar 5 dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Launch
Launch mendefinisikan cara umum LMS untuk memulai pembelajaran
berbasis sumber daya web. Mekanisme ini mendefinisikan prosedur dan tanggung jawab terjalinnya komunikasi antara sumber belajar yang disampaikan dengan LMS. Protokol komunikasi dibakukan melalui penggunaan API umum.
2. Application Programming Interface (API)
API merupakan mekanisme komunikasi untuk menginformasikan LMS dari sumber belajar (misalnya, diinisialisasi, selesai atau dalam kondisi
error), dan digunakan untuk mendapatkan dan pengaturan data (misalnya,
skor, batas waktu, dll) antara LMS dan sharable content Object (SCO). 3. Data Model
Data model merupakan satu set standar elemen data yang digunakan untuk menentukan informasi yang dikomunikasikan, seperti status dari sumber belajar. Data model dalam bentuk yang paling sederhana adalah data. d. SCORM Sequencing And Navigation
SCORM Sequencing And Navigation (SN) menjelaskan cara untuk mengkodekan strategi sekuensing tertentu dalam XML. Dalam Dodds (2006) SCORM SN menggambarkan tanggung jawab LMSs untuk sequensing konten objek pada saat run-time. Dalam konteks SCORM, Konten objek yang dapat berkomunikasi selama run-time, atau Asset yang tidak berkomunikasi saat run-time. SCORM SN menggambarkan bagaimana informasi sequencing dapat diterapkan untuk menentukan berbagai strategi sequencing, informasi bagaimana sequencing adalah ditafsirkan pada saat run-time untuk membuat evaluasi sequencing dan bagaimana permintaan navigasi. Model Konten SCORM terdiri atas komponen-komponen berikut. Assets merupakan representasi elektronik dari media, seperti teks, gambar, suara, benda penilaian atau bagian lain dari data yang dapat diberikan oleh klien web dan disajikan kepada peserta didik. Lebih dari satu assets dapat dikumpulkan bersama-sama untuk membangun assets lainnya.
Perangkat Authoring
Perangkat authoring merupakan aplikasi perangkat lunak yang digunakan untuk menghasilkan konten web. Menurut Al Shawkani (2009) authoring tool di definisikan sebagai sebuah program yang membantu pengguna menulis menggunakan hypertext atau aplikasi multimedia dan memungkinkan pengguna untuk membuat aplikasi hanya dengan menghubungkan antara objek, seperti paragraf teks, ilustrasi, atau lagu. Perangkat authoring dapat membantu pengguna untuk menghasilkan konten web melalui fungsi prompt, alert, cek, dan laporan. Perangkat lunak Authoring yang juga dikenal sebagai Authorware merupakan aplikasi yang dapat membantu menulis hypertext atau multimedia. Perangkat authoring biasanya memungkinkan untuk membuat aplikasi hanya dengan menghubungkan paragraf teks, ilustrasi, atau lagu. Biasanya perangkat authoring memerlukan pengetahuan teknis dan digunakan secara eksklusif untuk aplikasi yang menyajikan campuran tekstual, grafis, dan audio data.
13 Perangkat authoring e-learning memungkinkan pengguna untuk mengembangkan konten digital dari berbagai macam media untuk menghasilkan konten digital yang interaktif dan professional. Pengguna juga dapat menggunakan kembali elemen-elemen digital yang sudah digunakan dari suatu mata ajar untuk membuat mata ajar lainnya. Hal ini sangat mendukung percepatan pengembangan konten untuk dapat mengikuti dinamika perubahan sistem belajar mengajar. Dengan perangkat authoring tersebut return on investment (pengembalian investasi) komponen yang telah dibuat oleh programer di luar atau dari sumber-sumber desain grafis akan lebih cepat diperoleh.
Perangkat authoring e-Learning dibutuhkan untuk mengembangkan konten digital yang disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat mengikuti dinamika perubahan sistem pembelajaran (custom conten). Penggunaan perangkat
authoring, konten digital dapat diubah menjadi berbagai macam variasi bentuk
publikasi seperti CD, LMS, HTML, Zip, PodCast sehingga lebih meluas jangkauannya.
Exelearning merupakan salah satu perangkat authoring yang digunakan untuk pembuatan konten berbasis SCORM. Exelearning, perangkat authoring yang bersifat open source dan gratis sehingga dapat membantu pengembang konten
e-Learning dalam mengelola konten e-learning.
Pendidikan dan Pelatihan bidang Kepustakawanan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 33 dinyatakan bahwa pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. Tenaga perpustakaan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang Kepustakawanan yang merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. Hal tersebut merupakan implementasi dari definisi pustakawan itu sendiri yang terdapat pada pasal 1 yaitu pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan.
Pustakawan yang mengikuti pendidikan dan atau pelatihan, dengan demikian pustakawan akan memiliki kompetensi yang dapat digunakan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola perpustakaan. Pustakawan seharusnya mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan agar ilmu yang dimiliki dapat terus berkembang. Apalagi jika terkait dengan teknologi informasi yang berkembang sangat cepat.
Diklat bidang Kepustakawanan dilaksanakan oleh penyelenggara diklat baik di pusat maupun di daerah. Pelaksana diklat perpustakaan di pusat adalah Perpustakaan Nasional RI yang ditugaskan pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan sedangkan pelaksana tugas penyelenggara diklat di daerah pada Badan Diklat Provinsi yang dapat bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI.
Diklat yang dilaksanakan saat ini masih menggunakan sistem tradisional berbentuk klasikal sehingga jika ingin memberikan pendidikan dan pelatihan pustakawan di Indonesia maka membutuhkan waktu yang tidak singkat. Hal ini dapat diperhitungkan jika perpustakaan sekolah di Indonesia memiliki kepala perpustakaan sekolah dan satu sekolah memiliki satu pustakawan berdasarkan
14
data satuan pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2012 maka akan dibutuhkan sebanyak 290.000 orang untuk menjadi kepala perpustakaan seluruh Indonesia. Jika setiap tahun hanya menyelenggarakan Diklat Kepustakawanan rata-rata sebanyak empat angkatan atau 120 orang
Penyelenggaraan e-Learning diklat akan sangat membantu pencapaian target agar pengelola perpustakaan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan perpustakan atau menjadi pustakawan. Para peserta diklat tidak perlu datang ke Jakarta. Hemat biaya, hemat sarana, efektif, dan proses belajar dapat lebih terarah.
Penelitian terdahulu (Road Map Penelitian)
Penelitian tentang e-Learning telah ada sebelumnya. Beberapa penelitian sebelumnya dilakukan terkait dengan portal e-Learning menggunakan SCORM adalah penelitian yang dilakukan oleh Srimathi dan Srivatsa (2008) dalam penelitiannya Design Of Virtual Learning Environment Using SCORM Standards dalam Journal of Theoritical and Applied Information Technology 2005-2008 yang memaparkan tentang desain LCMS dalam lingkup SCORM yang digunakan untuk menyatukan beberapa group LMS yang berbeda dan dapat bekerja pada
e-Learning.
Penelitian lain dilakukan Palupi (2012) Analisis dan Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan menggunakan Standar Learning Technology
System Architecture (IEEE P1484.1) tujuan penelitian ini adalah melakukan
Analisis dan Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11,2002-11-28). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat kondisi e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang ada saat ini kemudian untuk dibandingkan dengan hasil analisis layer-layer yang ada pada dokumen standar LTSA IEEE.
Kanisiastirin (2012) dalam penelitiannya Pengembangan E-Learning PPPPTK Seni Dan Budaya Yogyakarta Mengacu SCORM bertujuan untuk mengembangkan sistem e-Learning yang memenuhi standar SCORM khususnya pada sisi konten agar dapat diintegrasikan ke berbagai LMS atau sistem
e-Learning yang sudah mendukung SCORM. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mengkonversi konten-konten yang belum mengacu SCORM menjadi konten yang berbasis SCORM menggunakan tool yang berbasis open
source (berupa prototype bahan ajar untuk Diklat Produktif Kria Keramik).
Konten paket yang susun akan dikemas dalam format Zip yang berisi banyak asset dan sebuah file IMSManifest.xml. Konten tersebut kemudian di-upload ke sistem. Pemanfaatan standar SCORM pada sistem e-Learning PPPPTK Seni dan Budaya akan memberi nilai tambah dan memiliki keunggulan kompetitif.
3 METODE
Kerangka Berpikir
E-Learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran jarak jauh yang
menggunakan media elektronik. Berkembangnya teknologi informasi salah satu dampaknya adalah berkembang e-Learning dengan pesat. Banyak Learning
15 Namun setiap LMS mempunyai spesifikasi masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Penyelenggaraan e-Learning Diklat bidang Kepustakawanan sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan kualitas dan sertifikasi para pustakawan. Dengan dilaksanakan e-Learning Diklat maka peserta diklat tidak perlu datang ke Jakarta mengikuti pendidikan dan pelatihan secara konvensional. Penyelenggaraan e-Learning dengan menggunakan standar SCORM akan memberikan kemudahan dalam pemutakhiran konten walaupun menggunakan
hardware yang berbeda, pengajar yang berbeda dan perangkat operasi yang
berbeda.
Pendekatan dan Kerangka Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang ada saat ini. Berdasarkan kondisi e-Learning tersebut akan menentukan apakah e-Learning berbasis Moodle dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan pelatihan. Setelah itu, dilanjutkan dengan penelaahan rekomendasi e-Learning yang menggunakan metode LTSA. Jika tidak terlaksana rekomendasi tersebut maka akan dilakukan pengkajian tentang pembuatan prototype Desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan standar SCORM. Penelitian ini dilaksanakan melalui serangkaian proses penelitian sebagaimana Gambar 6 berikut ini.
Gambar 6 Langkah-langkah penelitian
ya tidak ya tidak Mulai Studi Pustaka
Penilaian e-Learning Pusdikat yang sudah ada
Apakah Rekomendasi e-Learning dengan LTSA diterapkan? Apakah Pusdiklat e-Learning operasional? Selesai
Uji Prototipe e-Learning Standar SCORM Desain e-LearningStandar SCORM Pembuatan Prototipe e-Learning Standar SCORM
Rekomendasi Operasionalisasi ya
16
Berdasarkan Gambar 6 tersebut maka langkah-langkah penelitian sebagai berikut. 1. Studi Pustaka untuk memahami tentang e-Learning, Moodle, SCORM, dan
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Perpustakaan.
2. Melakukan penilaian terhadap sistem e-Learning Pusdiklat berbasis Moodle yang ada. Penilaian terhadap kesiapan penyelenggaraan e-Learning diklat tersebut dalam hal calon peserta diklat, sarana dan prasarana, calon SDM pengelola, kurikulum, pengajar, konten e-Learning, learning management
system, situs website Pusdiklat, kebijakan pengembangan e-Learning, serta
perangkat pendukung lainnya yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan e-Learning.
3. Mengkaji Rekomendasi e-Learning dengan standar LTSA.
a. Jika e-Learning LTSA masih dapat dikembangkan, maka penelitian ini akan dilanjutkan pada Operasionalisasi e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA.
b. Jika rekomendasi tidak diterapkan maka dilanjutkan maka penelitian ini akan dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM.
4. Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat
a. Penelitian ini menelaah operasionalisasi e-Learning Pusdiklat. Jika ya maka penelitian ini dilanjutkan membandingkan dengan hasil uji prototipe SCORM.
b. Jika e-Learning Pusdiklat tidak operasional maka dilanjutkan maka penelitian ini akan dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM.
5. e-Learning Diklat Kepustakawanan tidak dapat menerapkan rekomendasi LTSA dan tidak dapat digunakan secara operasional maka penelitian ini dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM meliputi:
a. Analisis Kebutuhan;
b. SCORM Content Aggregation Model ; c. SCORM Run Time Environment; d. SCORM Sequencing and Navigation.
6. Pembuatan prototipe SCORM dengan skema:
a. Identifikasi kebutuhan pemakai yang paling mendasar; b. Membangun prototipe;
c. Menggunakan prototype;
d. Merevisi dan meningkatkan prototipe;
e. Jika prototipe lengkap menjadi sistem yang dikehendaki, proses iterasi dihentikan.
7. Uji Prototipe
Pengujian e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan mengirimkan kuesioner pengujian aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan pada responden,
17 responden dipilih secara purposive, berasal dari tenaga perpustakaan yang telah mengikuti Diklat Perpustakaan untuk melihat aspek:
a. Accessible b. Reuseable c. Interoperable
8. Rekomendasi Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
9. Selesai.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini mengulas mengenai kondisi e-Learning Diklat Kepustakawanan yang ada saat ini dan mengevaluasi rekomendasi Learning Technology System
Architecture (LTSA) dilaksanakan oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
Kemudian akan dibuat desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan SCORM dan dijabarkan operasionalisasi e-Learning pusdiklat. Rekomendasi operasionalisasi disusun agar proses pelaksanaan e-Learning Diklat Kepustakawanan dapat dijalankan dengan baik dan sistematis.
Kondisi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Saat ini penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan belum berjalan namun masih berada pada tahap perencanaan. Observasi kondisi saat ini dilakukan untuk melihat kesiapan penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan yang meliputi calon peserta diklat, sarana dan prasarana, SDM Pengelola diklat, kurikulum diklat, widyaiswara/pengajar diklat, konten e-Learning, Learning
Management System, situs pusdiklat, dan kebijakan pengembangan e-Learning.
a. Calon peserta diklat
Calon peserta diklat berasal dari perpustakaan nasional, perpustakaan umum, provinsi dan kabupaten/kota, perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah yang ada di Indonesia. Jumlah peserta saat ini karena masih menggunakan sistem klasikal sesuai dengan kapasitas kelas yang ada dibatasi 30 orang setiap tahun anggaran. Jika menggunakan e-Learning Diklat Kepustakawanan maka jumlah peserta akan lebih banyak lagi.
Persyaratan peserta yang dapat mengikuti e-Learning Diklat Kepustakawanan adalah:
- berpendidikan minimal SLTA/sederajat; - mampu menggunakan komputer dan internet; - bekerja di bidang perpusdokinfo;
- mendapat ijin dari pimpinannya;
Sebelum mengikuti e-Learning Diklat Kepustakawanan ini, calon peserta diharuskan mengisi surat pernyataan yang dapat diunduh pada website pusdiklat dan diberikan setelah mendapat persetujuan pimpinan peserta.
18
b. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan Diklat Kepustakawanan secara klasikal di antaranya adalah kelas/ruang tatap muka, laboratorium komputer, perpustakaan, asrama, rumah ibadah, aula, laboratorium multimedia, laboratorium audiovisual, lapangan olah raga dan poliklinik dimiliki oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Sarana dan prasarana penyelenggaraan e-Learning diklat yang dibutuhkan yaitu Ruang administrator e-Learning dengan sarana ruang administrator e-Learning dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1 Sarana dan Prasarana e-Learning Diklat Kepustakawanan
No Nama barang Jumlah/unit Spesifikasi 1. 2 CPU Monitor 6 2 Non Build Up LCD Monitor 23” ViewSonic 3. 4. 5. 6. 7. 8. UPS
Switch Hub LAN
Wireless LAN Access Point
Printer Laser Color
Scanner A4 Server 2 1 1 1 1 1 Toshiba 3Comm 8 port AirLive WL-5470AP HP 2025n HP G4010 IBM System x3200 M2 c. Calon SDM pengelola
Calon SDM pengelola e-Learning saat ini terdiri atas enam orang terlihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Calon SDM Pengelola e-Learning Diklat Kepustakawanan
No Kompetensi Jumlah/ orang
Keterangan
1 Teknologi Informasi 1 Koordinator e-Learning 2 Teknologi Pendidikan 1 Penyelengara/administrator 3 Komputer/teknik
informatika
1 Teknisi jaringan dan portal
e-Learning
4 Statistik 1 Evaluator
5 Ilmu perpustakaan 1 Perancang materi ajar 6 Ilmu pendidikan 1 Perancang kurikulum
Keenam calon SDM pengelola tersebut saat ini sudah tersedia di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
d. Kurikulum diklat
Kurikulum dan bahan ajar e-Learning saat ini masih mengacu kepada kurikulum Diklat Perpustakaan secara klasikal dan sudah dialihmediakan seluruhnya ke dalam bentuk teks (pdf), presentasi (flash), power point, audio (MP3). Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) terutama dalam hal metode pembelajaran disesuaikan untuk e-Learning Diklat Kepustakawanan.
19 e. Widyaiswara/instruktur
Persyaratan widyaiswara/instruktur e-Learning Diklat Kepustakawanan adalah:
- Menguasai bidangnya
- Menggunakan sarana teknologi informasi - Mendesain bahan ajar e-Learning
- Melaksanakan proses pengajaran sesuai metodologi e-Learning - Membimbing forum diskusi dan tanya jawab
- Membuat evaluasi pembelajaran e-Learning diklat
Widyaiswara/Instruktur yang menguasai TI dan menguasai salah satu mata ajar dalam Diklat Kepustakawanan menjadi prioritas. Jika suatu mata ajar tidak memiliki widyaiswara/instruktur yang menguasai TI, maka widyaiswara/instruktur tersebut akan diberikan pelatihan menjadi widyaiswara/instruktur untuk sebuah e-Learning.
f. Learning Management System
Learning Management System (LMS) e-Learning Diklat Kepustakawanan
Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI menggunakan LMS Moodle 1.9.3. LMS ini dibuat oleh pihak ketiga dan hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan karena berdasarkan penilaian pemangku kepentingan dianggap belum memenuhi syarat sebuah e-Learning. LMS masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan baik dari modul-modulnya maupun desainnya.
g. Situs Web Pusdiklat
Situs Web Pusdiklat memuat konten berupa informasi mengenai profil, jadwal diklat, dan berita kegiatan yang diadakan oleh Pusdiklat. Selain itu, Situs Web Pusdiklat menjadi wadah untuk mengakses Learning Management
System (LMS) e-Learning Pusdiklat.
Situs Web Pusdiklat dapat diakses pada alamat
http://pusdiklat.perpusnas.go.id Tim Pemutakhiran konten situs web
melakukan pemutakhiran data setiap kegiatan yang dilakukan di lingkungan Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Mekanisme pemutakhiran konten situs
web Pusdiklat dilakukan oleh tim pemutakhir data situs web Pusdiklat.
h. Kebijakan Pengembangan e-Learning
Pusdiklat sampai saat ini belum menyelenggarakan e-Learning diklat. Pusdiklat menggunakan beberapa pedoman yaitu pedoman yang diberlakukan di Universitas Indonesia (UI) sesuai dengan rekomendasi dari tim asistensi dari UI yang membantu Pusdiklat dalam membuat grand design e-Learning. Isi pedoman penjaminan mutu e-Learning yang direkomendasikan oleh UI. Dalam pembuatan grand desain e-Learning Pusdiklat dibantu oleh pihak ketiga.
Evaluasi Rekomendasi LTSA Dilaksanakan Pusdiklat
Pada bagian ini dibahas rekomendasi LTSA pada e-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Berikut ini kesimpulan dan rekomendasi penelitian tersebut:
20
1. Kesimpulan
a) E-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI belum sesuai dengan standar LTSA. Dari 16 komponen sistem LTSA (layer 3) hanya lima komponen saja yang terpenuhi oleh e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan, yaitu entitas siswa (leaner entity), instruktur (coach), evaluasi (evaluation), multimedia, dan materi belajar (learning content) sedangkan komponen yang belum ada adalah: pengiriman (delivery), data siswa (learner record), sumber belajar (learning resources), perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), kueri (query), info katalog (catalog info), locator, konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters).
b) Analisis terhadap layer 1 s.d 4 standar LTSA dibandingkan dengan kondisi
e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Pusdiklat
Perpustakaan Nasional RI mendapatkan hasil bahwa web browser merupakan contoh yang sesuai untuk mengembangkan e-Learning ini karena pemetaan web browser terhadap komponen sistem LTSA menghasilkan integrasi yang sangat erat.
c) Pembuatan desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan mengacu kepada pemetaan web browser terhadap komponen sistem LTSA. d) Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan ini dapat
dijadikan rekomendasi dalam pengembangan e-Learning diklat tersebut dan menjadi pedoman bagi pengembangan e-Learning Diklat Perpustakaan lainnya.
2. Rekomendasi
Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian LTSA sebagai berikut:
a) Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA hendaknya dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan e-Learning diklat tersebut di Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan Nasional RI.
b) Jika Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI ingin e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan sesuai dengan standar LTSA yang memiliki
Interoperable yang tinggi, maka desain e-Learning Diklat Teknis
Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA harus segera direalisasikan.
c) Proses pendeskripsian komponen operasional dan interoperable sistem hendaknya mengacu pada layer 5 standar LTSA dan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya.
Berdasarkan kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan penelitian pengembangan e-Learning dengan menggunakan LTSA dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
21 Tabel 3 Kesimpulan dan rekomendasi LTSA yang dilaksanakan Pusdiklat
Perpustakaan Nasional RI
No Rekomendasi
Penerapan
Ya Tidak
1. Komponen Proses
1) entitas siswa (learner entity), 2) evaluasi (evaluation), 3) instruktur (coach) dan 4) pengiriman (delivery).
• entitas siswa • evaluasi • instruktur 2. Komponen Penyimpanan Data
1) data siswa (learner record)
2) sumber belajar (learning resources). 3. Komponen Aliran Data
1) perilaku(behavior), 2) penilaian (assessment),
3) informasi siswa (learner information) sebanyak tiga kali,
4) kueri (query),
5) info katalog (catalog info), 6) locator sebanyak dua kali,
7) materi pembelajaran (learning content), 8) multimedia (multimedia),
9) konteks interaksi (interaction context) 10) parameter belajar (learning parameters).
• media pem-belajaran • mulltimedia
Sumber : hasil penelitian Palupi (2012)
Pada Tabel 3, E-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang merekomendasikan agar pengembangan e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan mengacu pada standar LTSA, hal tersebut disambut baik oleh pimpinan yang akan berupaya memasukkan standar LTSA dalam pengembangan
e-Learning Pusdiklat yaitu pada grand desain e-Learning.
Selain grand desain Learning, tidak ada perubahan yang terjadi pada
e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Komponen LTSA terbagi atas tiga
kelompok utama, yaitu: 1) Proses (Process)
Proses dideskripsikan dengan batas, input, proses dan output. Ada empat komponen proses yaitu: entitas peserta diklat (learner entity), evaluasi (evaluation), instruktur (coach) dan pengiriman (delivery).
2) Penyimpanan Data (Store)
Penyimpanan data digambarkan dengan tipe dari informasi yang disimpan serta metode pencarian, sistem temu kembali dan pemutakhiran informasi tersebut. Ada dua penyimpanan data terdiri atas data peserta diklat (learner record) dan sumber belajar (learning resources).
22
Aliran data digambarkan dengan hubungan dan tipe dari informasi yang dialirkan. Ada 13 (tiga belas) aliran data yang terdiri atas perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information) sebanyak tiga kali, kueri (query), info katalog (catalog info), locator sebanyak dua kali, materi pembelajaran (learning content), multimedia (multimedia), konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters). Tiga komponen utama LTSA tersebut saling berhubungan. Komponen-komponen yang ada dalam LTSA pada Layer pertama tentang interaksi learner dengan lingkungannya (learner-environment interaction), layer kedua tentang desain fitur-fitur yang berfokus pada siswa (learner related design features), layer ketiga tentang komponen sistem LTSA, hingga ke layer keempat tentang perspektif/prioritas pemangku kepentingan (stakeholder perspective/priorities) belum ada perubahan. Dari 16 komponen sistem LTSA pada layer tiga hanya lima komponen saja yang terpenuhi oleh e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan, yaitu entitas siswa (leaner entity), instruktur (coach), evaluasi (evaluation), multimedia, dan materi belajar (learning content) dan komponen yang belum terpenuhi adalah: pengiriman (delivery), data siswa (learner record), sumber belajar (learning resources), perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), kueri (query), info katalog (catalog info),
locator, konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters).
Hal tersebut terjadi karena operasionalisasi penyelenggaraan e-Learning diklat belum dijalankan. Pengiriman, dan data peserta diklat dapat dioperasikan jika diklat sudah dilaksanakan. Selain itu, Sumber belajar telah dibuat oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI, ada beberapa diklat yang telah memiliki konten atau bahan ajar e-Learning sehingga komponen sumber belajar e-Learning sudah ada. Namun konten e-Learning tersebut yang dibuat sebagai sumber belajar e-Learning belum memenuhi standar SCORM. Begitu pula dengan penilaian, dalam Moodle Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI sudah ada format evaluasi yang dapat digunakan untuk pengembangan proses evaluasi diklat. Baik dalam bentuk kuis, evaluasi formatif atau sumatif. Hal tersebut sudah ada dalam LMS Moodle. Pengembangan evaluasinya dapat dilakukan oleh tim admin dan pengajar e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
Rekomendasi yang diberikan pada pengembangan e-Learning dengan menggunakan standar LTSA belum diterapkan dan belum operasional. Dengan demikian maka penelitian ini dilanjutkan pada pembuatan desain e-Learning dengan menggunakan standar SCORM.
Desain Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan
Pada bagian ini dibahas desain prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan Standar SCORM yang berisi analisis kebutuhan e-Learning Diklat Kepustakawanan,
a. Analisis Kebutuhan prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 1. Deskripsi umum e-Learning Diklat Kepustakawanan
E-Learning Diklat Perpustakaan merupakan salah satu strategi peningkatan
kompetensi tenaga perpustakaan. E-Learning Diklat Teknis Perpustakaan dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu pendaftaran yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan surat elektronik atau mengisi form