• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 8e49cb4a17 BAB VIBAB 6 Lingkungan dan sosial fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 8e49cb4a17 BAB VIBAB 6 Lingkungan dan sosial fix"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

(RPIJM) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2013-2017

(2)

6.1 UMUM

RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, control masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat

(3)

untuk memanfaatkan dan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi alam, dan sebagainya.

Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan lindung yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

6.2 MENGAPA

ASPEK

LINGKUNGAN

DAN

SOSIAL/SAFEGUARD DI PERLUKAN

1. Untuk melindungi warga dan lingkungan dari dampak proyek yang merugikan

2. Ciri proyek USDRP : potensial menimbulkan dampak besar dan penting; dan memerlukan pengadaan lahan dan (atau tanpa) pemukiman kembali 3. Peraturan perundangan RI dan/atau kebijakan operasional Bank Dunia

mengharuskan proyek dengan ciri yang demikian dilengkapi AMDAL, dan Rencana Tindak Pengadaan Lahan (dan Pemukiman Kembali, jika perlu) bilamana Safeguard disiapkan :

 Sebelum proyek dimulai, sebagai bagian dari FS (Studi Kelayakan)

 Proyek tahun I:

 FS (termasuk kajian safeguard) diselesaikan sebelum appraisal

 Kajian safeguard lingkungan: UKL/UPL

 Kajian safeguard pengadaan lahan tidak ada, karena jenis dan skala proyek telah diseleksi.

6.3 ASPEK LINGKUNGAN

(4)

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian

Lingkungan Hidup

Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen

Lingkungan.

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UUNo. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

(5)

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

6.3.1 Analisis Dampak Lingkungan

6.3.1.1 Prinsip Dasar

Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut. Semua proyek yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(6)

b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.

c. Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa- proyek, harus dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak positif dapat dimaksimalkan.

d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.

e. Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan rentan (IVP), kawasan lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di samping itu, produksi, atau penggunaan:

 Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau.

 Asbes. Berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.

 Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi,menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.

 Pestisida, herbisida, dan insektisida.

 Konstruksi bendungan (dam).

 Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk barang, struktur fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.

f. Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.

6.3.1.2 Kategori Proyek

(7)

Tabel 6.1

Jenis Kegiatan dan/atau Usaha yang Perlu Dilengkapi dengan AMDAL atau UKL/UPL

Sektor dan Kegiatan

Skala

AMDAL1 UKL/UPL2

Air Bersih

a. Pembangunan jaringan distribusi (luas layanan) 500 Ha 100 Ha - < 500 Ha

b. Pembangunan jaringan pipa transimisi (panjang) 10 km 2 km - < 10 km c. Pengambilan air baku dari mata air permukaan, sungai,

danau/sumber lain (debit pengambilan)

250 l/detik 50 lt/dt - < 250 l/dt

d. Pembangunan Instalasi Pengotanah Air (debit) - > 50 l/detik e. Pengambilan air tanah 50 l/detik > 5 l/dt - < 50 l/dt

Persampahan

a. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan sistem

control landfill/sanitary landfill (di luar B3) - Luas layanan

b. TPA di daerah pasang surut3 - Luas landfill

- Kapasitas operasional 1.000

ton/hari

< 1.000 ton/hari

d. TPA dengan sistem open dumping semua ukuran

-e. Pembangunan Incinerator - semua ukuran

f. Bangunan komposting dan daur ulang - > 4 ton/hari

> 500 m2

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

2 Lihat: Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/2003 tentang Penetapa

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

3

Ini berlaku juga untuk controlled land fill di wilayah pasang surut

Menurut:

1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001, tertanggal 22 Mei 2001; dan

(8)

Sektor dan Kegiatan Skala

AMDAL1 UKL/UPL2 Drainase

a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan - Drainase Utama (panjang)

- Drainase Sekunder dan Tersier (panjang)

5 km

-< 5 km 1 km – 5 km b. Pembangunan saluran di kota sedang

- Drainase Utama (panjang)

- Drainase Sekunder dan Tersier (panjang)

10 km ≥ 10 km

< 10 km 2 – 10 km

c. Pembangunan saluran di kota kecil - > 5 km

Normalisasi Sungai/Kanal Pengelak Banjir

a. Pembangunan dan atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar DAMIJA

a.1. Kota besar/metropolitan

a.4 Pedesaan – antarkota, panjang

≥ 20 km

b. Peningkatan dengan pelebaran di dalam DAMIJA b.1. Kota besar/metropolitan untuk jalan

arteri/kolektor (panjang) - 10 km

(9)

Sektor dan Kegiatan Skala

AMDAL1 UKL/UPL2 Konstruksi Pelabuhan

a. Dermaga dengan konstruksi masif - Panjang, atau b. Penahan gelombang (break water/talud) 200 m

c. Prasarana pendukung pelabuhan 5 Ha

d. Single Point Mooring Buoy 10.000 DWT

Pelabuhan Ikan

c. Kota sedang dan kecil (luas)

25 Ha

- Luas lantai/bangunan 10.000 m2 < 10.000 m2

Konstruksi Baru untuk Pemukiman Kembali

a. Jumlah penduduk yang dipindahkan, atau b. Luas kawasan

200 KK 100 Ha

50 – 200 KK 2 – 100 Ha

Program Perbaikan kampung4 UKL/UPL, menurut pengalaman

Bank Dunia

*) tidak termasuk dalam Keputusan-keputusan di atas. Angka-angka ini merupakan hasil interpolasi, berdasarkan kriteria yang berlaku pada kategori kota lainnya pada sektor atau kegiatan dimaksud.

4

(10)

Klasifikasi kota:

Jenis Kota Jumlah Populasi

Kota Metropolitan > 1.000.000 (dalam kota utamanya) Kota Besar 500.000 - < 1.000.000 Kota Sedang 100.000 - < 500.000 Kota Kecil < 100.000

Daerah pedesaan: < 20.000 penduduk

6.3.1.3 Pengadaan Lahan/Tanah :

Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara : a. Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan

secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena;

b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP) harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;

c. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan untuk membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali

d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lokasional yang sama, yang berlaku pada saat pembayaran ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.

(11)

rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.

f. Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum, atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti: a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor non-fisik, berupa manfaat lokasional, akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya. Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai berikut: i). pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii). penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang mengelola tanah wakaf.

g. Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu, atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.

h. Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak), sama dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga dimaksud setelah mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan tanahnya secara sukarela. Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal). i. Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan,

(12)

Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta USDRP, akan mengabaikan peraturan-perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi kerangka ini dapat berlangsung efektif

 Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.

 Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.

 Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen.

 Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada orang-orang yang dipindahkan.

Yang berhak menerima santunan :

Pemilik -- pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat), bangunan, tanaman, atau aset lainnya;

Penyewa -- menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;

Penggarap -- menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa ijin pemilik lahan;

Nadzir, bagi lahan wakaf.

Cara menghitung kompensasi :

Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan

warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan, atau aset lainnya sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.

Contoh cara menghitung:

 Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;

 Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan yang sama;

 Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian immaterial

(13)

Pengaduan / klaim :

Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan didisampaikan ke:

 Pemda, Pemrakarsa

 Forum Stakeholders

 Tim Pengawas Safeguards .

Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :

Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana

kegiatan, alamat kantor

1. Rencana Kegiatan: nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen

rencana kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)

2. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi

sumber dampak, jenis, dan besaran dampak

3. Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah

untuk mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi keadaan darurat; Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan

4. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk

melaksanakan UKL/UPL tersebut.

6.3.2 Analisis Dampak Lingkungan Sosial.

6.3.2.1 Prinsip Dasar

Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial.

Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai berikut :

1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)

(14)

kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik formal maupun informal.

2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM

Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.

3. Penguatan Organisasi Masyarakat

Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi social yang ada di masyarakat.

4. Kearifan Lokal

Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.

5. Keterbukaan dan Demokrasi

Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.

6. Transparansi dan Akuntabilitas

Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).

7. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan

(15)

terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.

8. Konflik Sosial

Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.

9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anak- anak) untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

10. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat

Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan proyek Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.

11. Pembebasan Lahan/Tanah

(16)

6.3.2.2 Tujuan Kegiatan Analisis Dampak Sosial.

Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.

Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :

1. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan social masyarakat. Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung.

2. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.

3. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif maupun negatif.

4. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi. 5. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang

nyata dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).

6.3.2.3 Penggunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial.

1. Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.

2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana kegiatan pembangunan.

3. Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Kasus berjumlah 69 orang 12 adalah anak berusia ≤15 tahun, berdomisili di Kabupaten Badung yang dalam periode Januari 2010-Desember 2011 pernah menderita rubela

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta dalam meningkatkan Partisipasi pemilih pada pemilu dari tahun

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan kinerja keuangan dan kinerja pasar (saham) yaitu 1) Return on Equity (ROE) yang mengukur

tidak tahan dan kurang tahan yang proporsinya cukup besar mencapai 94%, maka kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani, dengan umur yang relatif produktif, pendidikan petani

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Dengan dimensi pertama, yaitu gairah dan perhatian dalam belajar statistika dengan indikator keinginan untuk mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan

Terkait hal di atas terdapat ulama yang mendukung adanya nabi perempuan, yang menolak adanya nabi perempuan, yang menyatakan ada nabi perempuan namun tidak ada

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian sistem yang dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu Hasil deteksi dari plasmodium falciparum dengan jumlah data