encana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.
6.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Pengembangan permukiman di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (liveable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan. Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola dan struktur, serta bahan material yang digunakan. Ketersediaan perumahan dan permukiman serta keterjangkauan dari sarana prasarana perumahan dan permukiman tersebut dalam pelayanan kepada masyarakat merupakan permasalahan yang
R
BAB
banyak dijumpai pada berbagai wilayah. Keterbatasan pendanaan pemerintah pada banyak kasus menjadikan pelayanan perumahan dan permukiman dibebankan kepada masyarakat.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan , serta desa tertinggal..
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
B. Lingkup Kegiatan Pengembangan Permukiman
Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
Tugas Kabupaten/Kota :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Wewenang Kabupaten/Kota :
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Lingkup Kegiatan
(tupoksi bidang permukiman di Bappeda dan Dinas Pudan Perhubungan)
6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Isu Strategis Nasional yang berpengaruh terhadap pegembangan permukiman saat ini:
 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
 Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh
 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.  Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isuisu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Penjabaran isu-isu strategis lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan.
Isu-isu strategis dalam permasalahan pembangunan permukiman di Kab. Tana Tidung adalah :
Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman Padat
Seiring perkembangan perekonomian Kabupaten Tana Tidung. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan di sempadan sungai, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan dan buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
1. Minimnya Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru
2. Kondisi Lahan
Lahan di Kabupaten Tana Tidung, hampir sebagian wilayahnya merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah sungai, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan.
3. Kurangnya Dukungan Database Perumahan dan Permukiman
Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan wilayah perkotaan, maka informasi/data mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kabupaten Tana Tidung dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kabupaten Tana Tidung. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi basis data perumahan dan permukiman, termasuk utnuk memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya.
Tabel 6.1 Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten
No Isu Strategis Keterangan
1 Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman Padat
2 Minimnya Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru
3 Kondisi dan status lahan yang masih mentah dan tumpang tindih dalam kawasan KBK
4 Kurangnya Dukungan Database Perumahan dan Permukiman
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
perencanaan kondisi fisik dasar kawasan, jaringan jalan, drainase dan utilitas kota serta perencanaan dan perancangan elemen-elemen pembentuk wilayah perkotaan. Fungsi dan peran kota baru sebagai pusat pemerintahan, hunian dan komersial diarahkan sebagai pusat pelayanan kota dengan lingkup pelayanan lingkungan.
Kabupaten baru yang terletak pada kawasan yang masih kosong diharapkan menjadi suatu kota yang akan menjadi pusat pelayanan jasa dan kegiatan formal lainnya serta permukiman dengan manajemen yang handal serta perencanaan yang matang. Kabupaten baru tersebut merupakan suatu jawaban terhadap tuntutan pembangunan yang mengglobal dan dituntut adanya kemandirian dalam mengelola, memanfaatkan dan mengendalikan pembangunan. Sebagai suatu image dan landmark serta budaya yang mampu menjadi representasi masyarakat Kabupaten Tana Tidung yang heterogen, dinamis, religius dan sederhana. Suatu Kabupaten yang menyatu dengan lingkungannya, memiliki kualitas ruangdan lingkungan yang baik. Arahan pemanfaatan ruang kawasan dikembangkan sesuai dengan pembagian wilayah fungsional kota ke dalam 3 Sub Wilayah Pengembangan (SWP).
RTRW Kabupaten Tana Tidung merupakan arahan penataan ruang yang lebih detil untuk kawasan-kawasan yang menjadi prioritas pengembangan karena keunikannya. Kabupaten Tana Tidung selama ini telah dikenal sebagai daerah otonomi baru yang potensial untuk dikembangkan. Arahan kawasan perumahan agar dapat menunjang konsep pengembangan kawasan ini adalah penataan permukiman yang didukung dengan fasilitas-fasilitas yang serasi, serta pembangunan perumahan kepadatan sedang dengan menggabungkan konsep penataan secara cluster dan koridor. Arahan bagi kawasan perumahan & permukiman guna menunjang konsep pengembangan wilayah Loktuan ini adalah dengan peremajaan/ urban renewal bagi kawasan permukiman nelayan, serta dengan pemanfaatan kontur di sekitar kawasan guna menghasilkan desain tapak dan bangunan perumahan yang unik dan menarik.
Ketersediaan perumahan di Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2013 sebanyak ... unit yang tersebar di (5) Lima Kecamatan yaitu di Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap Hilir Kecamatan Tana Lia, Kecamatan Muruk Rian dan Kecamatan Betayau.
Jumlah penduduk Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2014 tercatat sebesar 18. 985
Tabel 6.2 Jumlah Rumah di Kabupaten Tana Tidung
No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Rumah (unit)
1 Sesayap 7
2 Sesayap Hilir 7
3 Tana Lia 3
4 Betayau 6
5 Muruk Rian 6
Jumlah 29
Sumber : Kabupaten Tana Tidung Dalam Angka Tahun 2014
Tabel 6.3 data pembangunan rumah layak huni di daerah transmigrasi
No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Rumah Layak
Huni (unit)
1 Sesayap 7
2 Sesayap Hilir 7
3 Tana Lia 3
4 Betayau 6
5 Muruk Rian 6
Jumlah 29
Sumber : Kabupaten Tana Tidung Dalam Angka Tahun 2014
Sebagai salah satu dalam pengembangan pembangunan permukiman di Kabupaten Tana Tidung, perlu diketahui peraturan perundangan yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
Tabel 6.3 Peraturan-peraturan terkait Pengembangan Permukiman
No Peraturan Keterangan
Nomor Peraturan Perihal Tahun
1 Perda Kab.Tana
Tidung Nomor 19 Tahun 2012
Izin Mendirikan Bangunan
2012
perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Perkotaan
Tabel 6.4 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014
No Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan
Tabel 6.5 Data Kondisi RSH di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014
No Lokasi RSH Tahun
Pembangunan Pengelola
Jumlah Penghuni Kondisi Prasarana CK yang ada 1
2 3
Sumber :
Tabel 6.6 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014
No Lokasi Rusunawa Tahun Pembangunan
Terhuni/ Tidak
Pengelola Jumlah Penghuni
Kondisi Prasarana CK yang ada
Tabel 6.7 Data Program Pedesaan di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014
No Program/Kegiatan Lokasi Satuan Status 1
2
Tabel 6.8 Data Kondisi Infrastruktur Pedesaan di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014
No Infrastruktur Lokasi Satuan Kondisi 1
Drainase Lingkungan Tideng Pale Timur
Baik 2
3
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
C.1. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Nasional diantaranya : Permasalahan :
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman secara nasional yaitu: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPI2-JM Kab./Kota
Permasalahan :
1. Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman Padat
Seiring perkembangan perekonomian Kabupaten Tana Tidung. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan di sempadan sungai, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan dan buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
2. Minimnya Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru
Rencana pengembangan baru Kabupaten Tana Tidung diarahkan ke pusat pengembangan . Namun dalam kenyataannya, dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah lainnya.
3. Kondisi Lahan
Lahan di Kabupaten Tana Tidung, hampir sebagian wilayahnya merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah sungai, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan.
4. Kurangnya Dukungan Database Perumahan dan Permukiman
Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan wilayah perkotaan, maka informasi/data mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kabupaten Tana Tidung dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kabupaten Tana Tidung. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi basis data perumahan dan permukiman, termasuk utnuk memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya.
a. Menurunnya kualitas perumahan akibat rendahnya tingkat perawatan sehingga banyak rumah yang tergolong tidak lagi layak huni,
b. Naiknya kebutuhan perumahan di wilayah perkotaan Kabupaten Tana Tidung sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan penduduk.
Hal inilah yang membuat terjadinya kecenderungan naiknya kebutuhan rumah sewa di Kabupaten Tana Tidung, hal itu disebabkan oleh :
a. Daya beli masyarakat yang kurang sanggup terhadap rumah yang berstatus hak milik, b. Naiknya jumlah pendatang sementara,
c. meningkatnya pertimbangan kepraktisan pengelolaan dan kemudahan akses.
Terkait dengan adanya keterbatasan lahan, sebagai akibat perkembangan pendudk di Kabupaten Tana Tidung yang terus bertambah terutama penduduk migran maka tentunta kebutuhan perumahan pun terus bertambah. Sebagai akibatnya kurangnya dukungan sumberdaya ekonomi yang kuat masyarakat dalam membeli lahan, maka yang terjadi adalah intervensi area kawasan hutan lindung sebagai area permukiman ilegal. Berkembangnya kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten Tana Tidung menuntut tersedianya lahan khususnya permukiman sebagai komponen guna lahan kawasan perkotaan dengan proporsi terbesar. Kurangnya mekanisme kontrol memungkinkan pengembangan lahan-lahan permukiman mengintervensi kawasan-kawasan dengan fungsi lindung. Kondisi ini perlu diantisipasi melalui regulasi dan kontrol serta pengendalian yang ketat, dengan menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh diintervensi dengan penggunaan lahan apapun termasuk permukiman.
Seiring perkembangan perekonomian Kabupaten Tana Tidung. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.Banyak hal yang terkait dengan keberadaan kantong-kantong kawasan kumuh di Kabupaten Tana Tidung. Pada dasarnya yang utama adalah kurangnya dukungan PSD Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman. Hal ini juga ditambah dengan tingkat perekonomian masyarakat yang tergolong lemah dan minimnya skill yang dimiliki sehingga berdampak sangat kompleks bagi penyebab berkembangnya kantong-kantong kawasan kumuh di Kabupaten Tana Tidung.
pengolahan air limbah/ tinja juga menjadi prasarana yang perlu segera disediakan, terutama di kawasan permukiman atas air di wilayah sempadan sungai, yang masih banyak mengandalkan buangan alami, mengakibatkan penumpukkan air limbah yang akan terlihat pada saat air sungai sedang surut.
Kondisi ini dapat menimbulkan masalah kesehatan lingkungan. Sebagai dampak belum optimalnya pemerataan pembangunan di Kawasan perkotaan, maka hal ini berdampak pada tingkat lambannya perkembangan daerah ini. Sebagai antisipasi kedepan maka dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung terus menggalakkan upaya percepatan pengembangan dan pembangunan pada Kawasan Baru. Untuk permasalah kelembagaan perumahan dan permukiman di Kabupaten Tana Tidung yang dapat diidentifikasi adalah sebagai pengelolaan perumahan yang dikembangkan oleh swasta (resmi) kerap dilakukan oleh developer/pengembang kawasan tersebut. Namun demikian, ada beberapa lokasi yang badan pengelolanya tidak aktif lagi, terutama setelah rumah-rumah dalam kawasan tersebut laku terjual (habis) dan aktivitas di lingkungan permukimannya berjalan lancar, walaupun sesungguhnya developer selalu memiliki tanggung jawab untuk menjalankan pelayanan pengelolaan perumahan. Akibatnya di beberapa lokasi perumahan, pengelolaan dilakukan secara swadaya oleh warga masyarakat.
Rumusan permasalahan dan tantangan Pengembangan Permukiman di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 6.9.
Tabel 6.9 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Tana Tidung
N o
Aspek Pengembangan
Permukiman Perasalahan Yang Dihadapi
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
Aspek Teknis Keterbatasan lahan
secara kuantitas Keterbatasan lahan
secara kualitas 
Aspek Kelembagaan
Aspek Pembiayaan Pembiayaan
Aspek Peran Swasta/Masyarakat Aspek Lingkungan Permukiman
6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Prediksi Kebutuhan Pembangunan dan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Tana Tidung
Kebutuhan akan perumahan dapat diukur berdasarkan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tana Tidung, serta faktor lainnya, seperti kebijakan perkotaan, perkembangan ekonomi wilayah, dll baik internal maupun eksternal. Namun, tingkat pertumbuhan penduduk dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi kebutuhan akan perumahan, karena penduduk itu sendiri yang nantinya merupakan subjek yang akan menempati rumah. Tingkat pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh beberapa variabel:
a. Perubahan penduduk natural, dihitung berdasarkan perubahan jumlah penduduk yang lahir dan mati.
b. Migrasi, dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang masuk dan keluar dari Kabupaten. c. Kebijakan, diperhitungkan apabila terjadi perubahan jumlah penduduk sebagai dampak suatu
kebijakan (Misalnya: pemekaran wilayah administratif, kebijakan pembatasan migrasi, dll)
Perkembangan wilayah Kabupaten Tana Tidung dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk. Perkembangan penduduk yang cukup tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap penyediaan sarana dan prasarana pelayanan wilayah, untuk itu diperlukan suatu strategi yang mampu mengarahkan perkembangan penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi, maka rencana distribusi penduduk Kabupaten Tana Tidung ditunjukkan dalam Tabel 6.10.
Tabel 6.10 Rencana Distribusi Penduduk Kabupaten Tana Tidung
No Kecamatan Tahun
Tabel 6.11 Rencana Kepadatan Penduduk Kabupaten Tana Tidung
Berdasarkan hasil analisis terhadap demand perumahan berupa proyeksi penduduk, selanjutnya dapat diperoleh proyeksi kebutuhan rumah dan kebutuhan lahan perumahan di Kabupaten Tana Tidung hingga tahun 2018. Asumsi-asumsi yang digunakan pada proyeksi kebutuhan rumah adalah:
 Dasar perhitungan adalah jumlah penduduk hasil proyeksi (pada tahun ke-x).
 Dari jumlah penduduk hasil proyeksi dapat diketahui pertambahan jumlah penduduknya.  Pertambahan jumlah penduduk tersebut dikonversikan terhadap kebutuhan unit rumah, dengan
asumsi 1 KK memiliki 1 unit rumah.
 Setiap satu keluarga menempati 1 unit rumah, sehingga diperlukan data proyeksi KK hingga tahun 2016. Data diperoleh dari proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2016.
 Proyeksi jumlah KK didasari pada ukuran standar jumlah jiwa tiap rumah tangga di Kabupaten Tana Tidung, yaitu 5 jiwa setiap rumah tangga. Asumsi ini juga didasarkan pada hasil perhitungan, yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6.12
Proyeksi Jumlah Penduduk, Rumah Tangga
dan Kepadatan Rumah Tangga di Kabupaten Tana Tidung
No Kecamatan Luas Wilayah
Daratan (Ha)
Jumlah Rumah (Unit)
Kepadatan Bangunan (Unit/Ha)
1 Sesayap
1.016,92 7,73
2 Sesayap Hilir
1.317,53 4.03
3 Tana Lia
426,8 6.24
4 Betayau
1.007,65 1.82
5 Muruk Rian
608.62 2.06
Jumlah 4.828,58 3.93
Sumber : Kabupaten Tana Tidung Dalam Angka 2014
Tabel 6.13 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit
6.1.4. PROGRAM-PROGRAM SEKTOR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh • Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/ Minapolitan) • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) • Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar berikut :
Gambar 6.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. • Kesiapan lahan (sudah tersedia).
• Sudah tersedia DED.
• Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan
Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
• Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi. • Ada unit pelaksana kegiatan.
• Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus Rusunawa
• Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA • Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
• Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
• Ada calon penghuni RIS PNPM
• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
• Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. • Tingkat kemiskinan desa >25%.
• Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta
Karya lainnya
• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik • Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
• Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi
pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
• Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana :
a. Kondisi Jalan ; b. Drainase; c. Air bersih; d. Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
6.1.5.1. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Dari sejumlah sasaran dan program nasional pengembangan permukiman, diusulkan beberapa program yang relevan dengan kondisi eksisiting dan permasalahan pembangunan permukiman di Kabupaten Tana Tidung sebagaimana disajikan pada tabel berikut :
Tabel 6.14
Program Pengembangan Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Diusulkan
No Aspek Pengembangan Permukiman Lokasi Kondisi
Saat Ini Kondisi Akhir Rencana
1 Relokasi Menjelutung Desa Menjelutung Kec. Sesayap Hilir Belum terbangun
2 Relokasi Sengkong Desa Sesayap Hilir Sengkong Kec. Belum terbangun
3 Perumahan PNS Tideng Pale Kec. Sesayap Belum
terbangun Landclearing
4 Relokasi Sedulun Sedulun Kec. Sesayap Belum
terbangun Landclearing
6.1.5.2 Usulan Prioritas Kegiatan dan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Secara rinci, usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Tana Tidung disajikan dalam Matriks RPI2JM pada bab XI .
6.2. PENATAAN BANGUNAN dan LINGKUNGAN
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan Kebijakan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:
1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan & Kawasan Permukiman 2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Lingkup Kegiatan
Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Lingkup kegiatan untuk mewujudkan lingkungan binaan yang baik dalam peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman meliputi :
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan
nelayan;
• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
• Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan & Tantangan
A. ISU STRATEGIS
Isu strategis Bidang PBL, dapat dilihat dari 2 agenda besar yakni Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.
Agenda Nasional meliputi :
- Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
- Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional meliputi :
- pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup.
Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
- Isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
- Agenda Habitat. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996, dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan
dan lingkungan.
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Tabel 6.15 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Tana Tidung
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL
1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. Kondisi Lahan yang sebahagian besar masih lahan mentah dan berstatus KBK
b. Minimnya Infrastruktur permukiman khususnya air bersih dan jaringan listrik
c. Penurunan kualitas lingkungan permukiman khususnya di daerah bantaran sungai
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Kurangnya database perumahan dan permukiman
b. Masuh minimnya PERDA yang terkait dengan dalam penataan bangunan
3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Terbatasnya SDM dalam penyelenggaraan Bangunan Negara b. Belum adanya pemberdayaan komunitas perumahan
Sumber : RPJMD Kab. Tana Tidung
B. KONDISI EKSISTING Kondisi eksisting Nasional
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalu program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Dirjen Cipta Karya 2010-2014, disamping kegiatan non fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2012 telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawaan serta penyelengaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota.
Kondisi eksisting Kab. Tana Tidung
Tabel 6.16
Fungsi Bangunan di Kabupaten Tana Tidung
Fungsi Bangunan Lokasi
Perdagangan dan Jasa Kecamatan Sesayap Dan Sesayap Hilir
Pemukiman Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir ,Tana Lia, Betayau dan Muruk Rian
Pendidikan dan Kantor Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir ,Tana Lia, Betayau dan Muruk Rian
Bangunan Tradisional Bersejarah Bangunan Tua di Kabupaten Tana Tidung
Sumber : Hasil kajian Tahun 2014
Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum adalah sebagian dari bangunan yang memiliki fungsi jasa, misalnya rumah sakit, kantor pos, kantor dinas pemadam kebakaran dan lain-lain. Secara umum bangunan-bangunan fasilitas umum ini seharusnya dijadikan fasilitas pendukung dari fungsi-fungsi bangunan lainnya sehingga lokasi dan keberadaannya tidak berjauhan dari bangunan lainnya terurama kawasan pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan – bangunan dan kawasan di Kabupaten/Kota yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah baik itu kerajaan maupun perjuangan kemerdekaan.
Bangunan-bangunan tersebut di atas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan, umur atau usia bangunan dan nilai historis bangunan. Bangunan yang berada di kawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berada di pinggiran kota ataupun di pedesaan. Begitu pula bangunan fungsi perdagangan biasanya memilki nilai ekonomi yang kebih tinggi dari pada bangunan perkantoran, pendidikan ataupun pemukiman. Bangunan yang memiliki nilai historis sejarah dan berumur tua lebih tinggi nilai ekonominya dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.
arsitektur vernakular kawasan tepi Sungai. Tipologi bangunan yang terdapat di Kabupaten Tana Tidung pada umumnya berbentuk panggung (non permanen) yang menjadi ciri khas permukiman di pinggir sungai. Bangunan yang bersifat non permanen berlokasi di kawasan tepian sungai. Adapun bangunan yang berbentuk permanen rata-rata berlokasi di sepanjang jalan utama. Bangunan permanen sudah menunjukkan ciri perkotaan modern yang sedang berkembang.
Kondisi dan kelayakan bangunan di Kabupaten Tana Tidung terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Bangunan tembok
Dilihat dari kondisi bangunan, khususnya bangunan tembok rata-rata telah dapat dikatakan layak dikarenakan jika dilihat dari segi :
a. Kesehatan, bangunan ini telah memiliki kamar mandi di dalam rumah sehingga jika masyarakat ingin buang air ataupun mandi tidak perlu pergi ke sungai. Rumah tersebut bersih dari sampah dan terbebas dari genangan air yang terdapat di halaman depan ataupun halaman belakang sehingga kecil kemungkinan nyamuk demam berdarah berkembang biak. Rumah dengan bangunan tembok juga telah memiliki fentilasi untuk sirkulasi udara. b. Kenyamanan, atap rumah menggunakan genteng ataupun seng sehingga terlindungi dari
sengatan panas mentari dan hujan. Selain itu, dinding yang terbuat dari tembok mengurangi dinginnya angin malam yang masuk ke dalam rumah. Namun, ada beberapa rumah yang terkesan “kering” karena tidak memiliki pekarangan di halaman rumah mereka
(ruang terbuka hijau nya masih kurang)
c. Keamanan, rumah yang terbuat dari tembok dindingnya lebih kokoh, mencegah masuknya hewan ke dalam rumah. Selain itu, tingkat keamanan rumah tembok jauh dari tindakan kriminalitas.
2. Bangunan bilik layak (tipe rumah panggung)
a. Kesehatan, bangunan ini telah memiliki kamar mandi di dalam rumah sehingga jika masyarakat ingin buang air ataupun mandi tidak perlu pergi ke sungai. Rumah tersebut belum sepenuhnya bersih dari sampah dan belum terbebas dari genangan air yang terdapat di halaman depan. Telah memiliki fentilasi untuk sirkulasi udara.
b. Kenyamanan, atap rumah menggunakan genteng sehingga terlindungi dari sengatan panas mentari dan hujan. Keamanan, dinding kokoh kokoh walaupun terbuat dari bilik kayu, mencegah masuknya hewan ke dalam rumah.
3. Bangunan Bilik Tidak Layak
b. Kenyamanan, genteng rumah sudah terlihat kurang layak sehingga ketika turun hujan sering terjadi kebocoran.
c. Keamanan, dilihat dari kondisi bangunannya memiliki dinding yang kurang kokoh sehingga bangunan rumah cepat atau lambat akan hancur.
Bahan bangunan yang ada dipergunakan di Kabupaten Tana Tidung pun cukup bervariasi mulai dari bangunan yang menggunakan bahan tembok, kayu bahkan menggunakan bilik. Penggunaan bahan-bahan tersebut berfungsi untuk menjaga suhu termal yang ada di Kabupaten Tana Tidung, dan bahan bilik ini merupakan bahan yang cukup murah sehingga terjangkau oleh penghasilan masyarakat setempat. Tetapi rumah yang menggunakan bahan bilik mempunyai kesan bangunan kumuh dan tidak terawat. Pada kenyataannya, pemilik bangunan tersebut tidak mampu merawat atau mengganti dengan yang baru. Bangunan yang menggunakan bahan bilik maupun kayu mempunyai ciri khas sebagai bangunan untuk iklim tropis. Letak bangunan yang menggunakan bahan ini berada di bagian yang lebih dekat dengan sungai.
Gambaran Umum Penataan Bangunan
1. Kondisi Fisik Bangunan
Bangunan yang terdapat di kawasan perencanaan adalah jenis hunian, tempat ibadah yaitu musholla serta pondok-pondok kayu. Bangunan hunian terdiri dari rumah permanen dan non permanen dengan jenis panggung terbuat dari kayu ulin (kayu kalimantan) dihuni oleh sebagian besar pendatang dari Bugis dan jawa yang sudah tinggal selama berpuluh tahun. Kondisi fisik bangunan tersebut secara umum masih belum layak, bahan bangunan yang digunakan masih menggunakan bahan-bahan dari lingkungan sekitar, misal atap menggunakan atap rumbia, beberapa menggunakan atap seng, elemen struktur, lantai dan dinding menggunakan kayu.
2. Kondisi Lingkungan
Kualitas fisik bangunan maupun kualitas lingkungan masih sangat jauh dari kelayakan. Perkampungan penduduk masih terpisah-pisah diantara hutan, sedangkan kualitas lingkungan yang menyangkut aspek penyehatan lingkungan yaitu drainase dan sanitasi masih belum terencana dengan baik.
3. Kondisi Fisik Prasarana dan Sarana
Prasarana lain baik listrik maupun air masih disuplai dengan diesel atau aki, sedangkan air didapatkan dari sumur atau tampungan air hujan.
4. Potensi dan Permasalahan
Potensi yang dapat dikembangkan adalah karena lahan perencanaan masih kosong dan datar sehingga memudahkan dalam proses perencanaan dan perancangan kawasan yang meliputi pola pemanfaatan lahan, perencanaan infrastruktur dan bangunan.
Sedangkan permasalahan yang dihadapi adalah beberapa bagian dari lahan merupakan lereng dan watershed (genangan air). Dengan demikian diperlukan suatu studi perencanaan dan perancangan site yang memuat secara detail mengenai kondisi dan penanganan lahan secara benar.
Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK Bupati/Walikota, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, yang terkait sektor PBL. Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel seperti tabel 6.15.
Tabel 6.17 Peraturan-peraturan terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
N
Tabel 6.18 Penataan Lingkungan Permukiman
No Kab/ Kawasan
Kawasan Tradisional/B
ersejarah
No Kab/ Kawasan
Kawasan Tradisional/B
ersejarah
RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran
Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kabupaten Tana Tidung dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti tabel 6.17.
Tabel 6.19 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
N o
Kawasan Jumlah Bangunan Gedung
C. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan secara nasioanal maupun kota yang antara lain :
Nasional :
Penataan Lingkungan Permukiman:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan
pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,
kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang
diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien
dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di
seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); • Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat
perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya
kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan,
keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah
dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Kabupaten Tana Tidung :
1. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan a. Masih tersebarnya permukiman-permukiman kumuh
b. Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata
c. Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota
d. Sarana lingkungan hijau, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan
2. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung dan Rumah Negara  Bangunan Gedung :
a. Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bangunan gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana
b. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian
c. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayan publik .
d. Sampai saat ini Pemberian perijinan dan pembangunan gedung belum sepenuhnya didasarkan pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
 Rumah Negara
a. Banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan, dan kenyaman
b. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;
c. Penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara kurang tertib dan efisien d. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik
3. Permasalahan dan tantangan di bidang pemberdayaan masyarakat
a. Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan peran masyarakat
b. Belum melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan.
Selanjutnya permasalahan dan tantangan sektor PBL Kabupaten Tana Tidung diuraikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 6.20 Indentifikasi Permasalahan & Tantangan PBL Kabupaten Tana Tidung
NO ASPEK PBL MASALAH YG DIHADAPI TANTANGAN
PENGEMBANGAN ALTERNATIF SOLUSI
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Teknis
 -Tersebarnya pemukiman/ ketidakteraturan  - Sarana lingkungan hijau kurang
diperhatikan
- Belum tertatanya bangunan dan lingkungan karena tidak semua kawasan mempunyai RTBL - Perlu disusunnya RISPK -Peningkatan sarana prasarana
2 Kelembagaan Belum siap landasan operasional Kurang kerja sama antar Instasi terkait Perlu penegasan dlm penerapan aturan yang sudah ada
3 Pembiayaan Dana yang minim terbatasnya dana APBD Kerjasama dgn swasta Usul Tingkatkan dana
4 Partisipasi masyarakat/swasta Rendahnya pemahaman masyarakat Kurang kesadaran Sosialisasi
5 Lingkungan Permukiman Kurang tertata, kumuh Menata sesuai peruntukan kawasan tradisional dan permukiman kumuh nelayan
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung & Rumah Negara
Teknis
-belum memiliki Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang lengkap terutama pada kawasan-kawasan perkotaan.
-Tidak adanya program penataan dan pelestarian bangunan tradisonal/ bersejarah
menegakkan hukum pada sektor penataan bangunan gedung
legalisasi rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah disusun.salasatunya Pelestarian Bangunan Tradisional Bersejarah
Kelembagaan
Pembiayaan Dana yang minim Perlu bermitra dg swasta Usul tingkatkan dana
Partisipasi
NO ASPEK PBL MASALAH YG DIHADAPI PENGEMBANGAN TANTANGAN ALTERNATIF SOLUSI
Lingkungan Permukiman Lokasi Tidak sesuai lahan peruntukan Merelokasi peruntukan kawasan sesuai Merelokasi sesuai peruntukan kawasan
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Teknis Kurang dlm meningkatkan peran masyarakat Melibatkan masyarakat dlm setiap perencanaan
Kelembagaan Belum optimal Mengupayakan pembentukan komunitas masyarakat
Pembiayaan kurang Meningkatkan sesuai kebutuhan
Partisipasi
masyarakat/swasta Kurang rasa memiliki
Sosialiasi + melibatkan dalam setiap pembangunan di lingkungan
Lingkungan Permukiman Kurang merata pembangunan Lingkungan yang tertata Mengidentifikasi kawasan prioritas pembangunan
umber : Analisis, 2015
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan & Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL Kab. Tana Tidungmengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yang dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan danLingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalianpelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan :
• Program Bangunan dan Lingkungan; • Rencana Umum dan Panduan Rancangan; • Rencana Investasi;
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman radisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal SPM)
Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL Kabupaten Tana Tidung terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6.21 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar
2. Tersedianya pedoman Harga Standar
3. Tersedianya luasan RTH publik sebesar
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan maka pemerintah daerah perlu menyelenggarakan pembinaan teknis bangunan gedung .
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
jangka waktu 5 tahun ke depan yang mengacu pada program RPJMD, sebagaimana digambarkan pada table 6.22 berikut :
Tabel 6.22 Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No uraian satuan Kebutuhan Ket
Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Ruang Terbuka Hijau (RTH) % RPJMD
2 Ruang Terbuka %
3 PSD Unit
4 PS Lingkungan Unit
5 HSBGN Laporan RPJMD
6 Pelatihan Teknis Tenaga Pendata HSBGN Laporan
7 Lainnya
II
1 Bangunan Fungsi Hunian Unit
2 Bangunan Fungsi Keagamaan Unit
3 Bangunan Fungsi Usaha Unit
4 Bangunan Fungsi Budaya Unit
5 Bangunan Fungsi Khusus Unit
6 Bintek Pembangunan Gedung Negara
III
1 Terpantaunya PNPM-MP di 51 Kel % RPJMD
2 Partisipasi masy dlm pelestarian lingk permukiman kawasan
3 Lainnya
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
A. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
 Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;  Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
B. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM
Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
C. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya
dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta,
masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
D Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas
kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas
perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah,
swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan: • Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH
Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 30% dari luas wilayah
kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah: • Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; • Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
E Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran(RISPK): • Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata
Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
F Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional- Bersejarah; • Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan
pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
G Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan
bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD); • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
H Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: • Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal,
stasiun, bandara);
• Ruang public atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas social masyarakat (taman,
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
6.2.5 Usulan Program dan Kegiatan PBL