RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 1
BAB VI
ASPEK TEKNIS DAN SEKTOR
6.1 Rencana Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan pedesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman pedesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap3 (2015-2019 )menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan saranapendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondis itersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butirc),penyelenggaraan kawasan permukiman (butird), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butirf).
3. Undang-Undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggungjawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 2 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/ PRT/ M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
6.1.2 IsuStrategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi
dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah
tangga kumuh perkotaan.
 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden
yang tertuang dalam MP3EI danM P3KI.
 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (ProvinsiNTT, Provinsi
Papua, danProvinsi Papua Barat) untukmengatasi kesenjangan.
 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk
perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang
sudahdibangun.
 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.
 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan
permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumberdaya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal dibidang pembangunan perumahan dan permukiman.
6.1.3 Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 3 2. Pekerjaan MBR mayoritas di sektor informal dan buruh
industri/pekerja kontrak
· KSB Nongsa (Sambau), KSB Kabil (Senjulung), KSB
Tanjung Piayu (Sei Bedug), 3. Biaya perolehan pelayanan infrastruktur mahal (mis. Air bersih,
listrik, sampah). 4. Pelanggaran dan ketidaksesuaian PL Batu Aji, Sagulung, Sei Bedug, Nongsa(Kabil). 5. Lokasi permukiman strategis dekat tempat kerja sulit diperoleh.
3 PEMBIAYAAN
1.. Skema pembiayaan rumah u/ MBR belum dapat dijangkau o/ MBR.
1. Skema pembiayaan rumah u/ MBR belum dapat dijangkau o/ MBR.
2. Kesulitan u/ pengajuan pinjaman di bank karena tidak ada agunan.
2. Kesulitan u/ pengajuan pinjaman di bank karena tidak ada agunan.
3. Bunga KPR masih tinggi. 3. Bunga KPR masih tinggi. 4. Pelayanan infrastruktur mahal. 4. Pelayanan infrastruktur mahal.
NO ASPEK/VARIABEL PERMASALAHAN LOKASI
4 KELEMBAGAAN
1. Kebijakan lahan masih di OB, Pemko hanya mengelola kegiatan di atasnya (u/ permukiman).
2. Kurangnya koordinasi penanganan antara pengembang/swasta dg pemerintah dan/atau OB dengan Pemko.
3. Keterbatasan kapasitas dalam penanganan spt : SDM pemko belum siap, terjadinya tumpang tindih tugas 4. Pembagian wilayah kerja dimana Pulau Batam dikelola o/ OB dan Pemko di hinterland.
Meski di Pulau Btam sudah ad wewenang yang diberikan ke Pemko ( fisik prasarana permukiman )
5
REGULASI PERMUKIMAN
1. Penanganan Ru-Li yang bersifat kuratif belum preventif dg relokasi/resetlement dan penertiban/pembongkaran. 2. Relokasi disalahartikan dg perolehan lahan u/ rumah bagi yang menempati lahan secara ilegal.
3. PL belum dapat diberikan sebelum membayar UWTO. 4. Pengendalian migrasi masuk, terutama di sektor informal tidak terpantau.
Seluruh kawasan perumahan di Pulau Batam yang Formal.
5. Regulasi u/ membangun rumah murah MBR
6 LINGKUNGAN 1. Kerusakan lingkungan akibat pola cut & fill dan reklamasi 2. Penurunan kualitas daya dukung hutan lindung 3. Ruang tebuka hijau banyak dimanfaatkan sebagai kawasan
pertokoan & perdagangan. Seluruh kawasan kota batam 4. Keberadaan perumahan liar yang tdak di lengkapi dengan
infrastruktur MCK dan air bersih.
7 INFRASTRUKTUR 1. Masalah ketersediaan profil dan rencana yang komprehensif 2. Masalah penyediaan lahan untuk infrastruktur
3. Masalah keterbatasan pendanaan pembangunan infrastruktur 4. Masalah kecepatan penyediaan, jangkauan pelayanan dan kualitas fisik yang rendah
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 4 Tabel 6.2
PeraturanDaerah Terkait Permukiman
NO JENIS PERATURAN NOMOR DAN TAHUN TENTANG
1 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 RTRW Kota Batam 2004-2014
2 Peraturan Wali Kota
Batam Nomor 6 Tahun 2014
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kota Batam
3 Peraturan Wali Kota
Batam Nomor 6 Tahun 2014
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan Program Nasional Pemberdayaan Mayarakat (PNPM) Perkotaan Melalui Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Sarana dan Prasarana Dasara Pemukiman Di Kelurahan Kota Batam
4 Peraturan Wali Kota Batam Nomor 57 Tahun 2014
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengawasan dan Pengendalian Bangunan Gedung pada Dinas Tata Kota Kota Batam
5 Peratturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013 Pengelolaan Sampah
6 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Retribusi Pmeriksaan Alat
Pemadam Kemabaran
7 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Bea Perolehan Atas Hak Atas Tanah dan Bangunan
8 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 Bangunan Gedung di Kota
Batam
9 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013 Pengelolaan Sampah
10 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 Rumah Susun
11 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
12 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 Pajak Daerah
13 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 RPJMD 2011-2016
14 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan Perkotaan
15 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Retribusi Pelayanan
Persampahan dan Kebersihan
Berdasarkan karakteristiknya, kawasan permukiman kumuh di Kota Batam terdiri atas kawasan permukiman nelayan, kawasan permukiman kampung tua, dan kawasan permukiman buruh. Kawasan permukiman kumuh di Kota Batam tersebar di pusat kota dan pinggiran kota. Kawasan permukiman di pinggiran kota cenderung berupa kawasan permukiman nelayan dan kampung tua dan berada di pesisir Kota Batam. Sedangkan kawasan permukiman kumuh di pusat kota sebagian besar merupakan kawasan permukiman buruh.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 5
1 Keteraturan bangunan <35% bangunan tidak memiliki keteraturan.
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan 100 - 150 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan semi permanen.
4 Jalan lingkungan
3 Mata pencarian penduduk >60% bekerja di sektor informal (pemulung,
pedagang, buruh, dan lainnya).
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada pada rencana kawasan perumahan
pengembangan baru.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 6
1 Keteraturan bangunan >65% bangunan tidak memiliki keteraturan
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan 100 - 150 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan temporer
4 Jalan lingkungan
8 Pengelolaan persampahan <30% kawasan terlayani oleh sistem pengelolaan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 7
3 Mata pencarian penduduk >60% bekerja di sektor informal (pedagang kaki
lima, pedagang asongan, pemulung, penarik
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada pada rencana peruntukan kawasan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 8
1 Keteraturan bangunan >65% bangunan tidak memiliki keteraturan
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan < 100 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan semi permanen.
4 Jalan lingkungan
6 Pembuangan air limbah >50% rumah memiliki Jamban & Septic Tank
7 Penyediaan air bersih dan
air minum
>60% rumah tangga sumur/sungai
8 Pengelolaan persampahan >60% kawasan terlayani oleh sistem pengelolaan
persampahan kota
3 Mata pencarian penduduk >30-60% bekerja di sektor informal.
4 Penghasilan rata-rata
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada pada rencana peruntukan kawasan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 9
1 Keteraturan bangunan >65% bangunan tidak memiliki keteraturan
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan > 150 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan permanen.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 10
8 Pengelolaan persampahan 30-60% kawasan terlayani oleh sistem
pengelolaan persampahan kota
3 Mata pencarian penduduk >30-60% bekerja di sektor informal.
4 Penghasilan rata-rata
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada di kawasan permukiman atau zona
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 12
1 Keteraturan bangunan 35-65% bangunan tidak memiliki keteraturan.
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan < 100 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan semi permanen.
4 Jalan lingkungan
3 Mata pencarian penduduk >60% bekerja di sektor informal (pedagang kaki lima,
pedagang asongan, pemulung, penarik becak,
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 13
3 Nilai strategis lokasi Berada pada rencana peruntukan kawasan
perumahan atau zona perumahan di Kawasan
1 Keteraturan bangunan 35-65% bangunan tidak memiliki keteraturan.
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan < 100 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan semi permanen.
4 Jalan lingkungan
6 Pembuangan air limbah >50% rumah memiliki Jamban & Septic Tank
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 14
3 Mata pencarian penduduk >30-60% bekerja di sektor informal.
4 Penghasilan rata-rata
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada pada rencana peruntukan kawasan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 15
1 Keteraturan bangunan >65% bangunan tidak memiliki keteraturan
2 Kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan > 150 unit/Ha
3 Kondisi fisik bangunan >60% bangunan temporer
4 Jalan lingkungan
3 Mata pencarian penduduk <30% bekerja di sektor informal.
4 Penghasilan rata-rata
| Fisik Hunian | Sanitasi | Drainase | Jalan Lingkungan | Kepadatan Penduduk | Kepadatan
3 Nilai strategis lokasi Berada di kawasan permukiman atau zona
perumahan di kawasan Pusat Kota.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 16
lokasi/kawasan dll.
5 Respon umum
masyarakat setempat terhadap upaya perbaikan lingkungan permukiman
Antusias
6 Harapan masyarakat
setempat terhadap perbaikan lingkungan permukiman
Ditingkatkan kualitas permukimannya.
7 Keberadaan dan aktifitas
sistem/kelompok pengelola lingkungan
Ada (RT, RW, LKM, LSM, Kelompok kegiatan keagamaan, olahraga, belajar, seni, kepemudaan, paguyuban, dll.)
8 Komitmen Pemerintah
Kota terhadap
penanganan permukiman kumuh
Tinggi
REKOMENDASI
PENANGANAN PEMUGARAN
POLA RUANG di RTRW SESUAI
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 17 Tabel6.4
Data Kondisi Rusunawa di Kota Batam
Sumber: BPS Kota Batam, 2011
6.1.4 Permasalahan danTantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yan gmasih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantanganpengembanganpermukimandiantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
No Pengelola Jumlah
Blok Tipe
Unit Kapasitas Lokasi
Tahun Pembangunan
1 PERUMNAS 4 TB 21 384 380 TJ PIAYU 2001 s/d 2002
2 PERUMNAS 1 TB 21 96 95 TJ PIAYU 2007 s/d 2009
3 JAMSOSTEK 6 TB 21 576 570 BT AMPAR 2001 s/d 2003
4 JAMSOSTEK 1 TB 21 96 95 MK KUNING 2008 s/d 2009
5 JAMSOSTEK 10 TB 27 1000 990 KABIL 2009 s/d 2011
6 OB 4 TB 21 384 380 BT AMPAR 2003 s/d 2004
7 OB 9 TB 21 864 855 MK KUNING 2004
8 OB 4 TB 21 384 380 SEKUPANG 2004 s/d 2006
9 OB 2 TB 27 160 158 KABIL 2009
10 OB 2 TB 27 170 168 KABIL 2010 s/d 2011
11 OB 1 TB 27 80 79 KABIL 2009
12 PEMKO 2 TB 27 160 158 MK KUNING 2004 s/d 2005
13 PEMKO 2 TB 27 160 158 MK KUNING 2009
14 PEMKO 2 TB 27 160 158 TJ UNCANG 2009 s/d 2010
15 PEMKO 2 TB 27 178 176 TJ UNCANG 2010 s/d 2011
16 PEMKO 1 TB 27 80 79 MK KUNING 2006 s/d 2007
17 PEMKO 4 TB 24 384 380 TJ UNCANG 2010 s/d 2011
18 PEMKO 2 TB 24 192 190 MK KUNING 2008 s/d 2009
19 PEMKO 4 TB 24 384 380 SEKUPANG 2008 s/d 2009
20 PEMKO 2 TB 27 160 158 TJ UNCANG 2009 s/d 2010
21 PEMKO 4 TB 24 384 380 TJ UNCANG 2011 s/d 2012
22 PEMKO 2 TB 24 192 190 TEMBESI 2012 s/d 2013
23 PEMKO 3 TB 24 288 285 MK KUNING 2013 s/2014
24 REI 2 TB 21 & 36 192 192 BTM CENTRE 2008 s/d 2009
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 18
3. Pencapaian target MDG’s 2015 ,termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 19 6.1.5 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang
1. Jumlah Penduduk Jiwa 1.511.233 1.662.357 1.828.592 2.011.452 2.212.597
pertumbuhan
Km2 168.349,5 185.184,5 203.702,9 224.073,2 246.480,6
11% dari
Catatan : jumlah rumah tahun 2012 adalah 356.731 unit, artinya stock perumahan sudah mampu menampung jumlah penduduk tahun 2012
6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 20 2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No.28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak ata stanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung;dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No.28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No.36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peranmasyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik d iperkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan PenataanR uang
Permen PU No:14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
6.2.2 Isu Strategis
Isu Strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1)Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 21
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonom ilokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoUPAKET;
a. Masih banyak permukiman liar yang tumbuh dan sulit
untuk dikendalikan
b. Masih ada kawasan permukiman kumuh yang belum
mendapatkan infrastruktur pemukiman yang layah
c. Belum terpenuhinya kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) sesuai dengan standar Perencanaa Ruang
d. Masih ada beberapa kawasan permukiman yang rawan
genangan banjir jika musim hujan
b. Managemen aset pemerintah belum berjalan dengan baik
c. Masih ada sebagian aset pemerintah yang belum diserah
terimakan dari BP Batam
3. Pemberdaya
an
Komunitas dalam
a. Perlu peningkatan program dan anggaran untuk
meningkatkan peran komunitas
b. Perlu legalitas yang kuat terhadap komunitas dalam
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 22
Peraturan Derah / WaliKota Batam terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
NO PERATURAN JENIS NOMOR DAN TAHUN TENTANG
1 Peraturan Wali
Kota
Nomor 20 Tahun 2015 Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
Nomor 6 Tahun 2014 Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Pendampingan Program Nasional
Nomor 9 Tahun 2014 Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Industri PT. WESTPOINT Terminal Dikota Batam
4 Peraturan Wali
Kota
Nomor 41 Tahun 2014 Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan
Nomor 57 Tahun 2014 Pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Pengawasan dan Pengendalian Bangunan Gedung pada Dinas Tata Kota Kota Batam
6 Peratturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013 Pengelolaan Sampah
7 Peraturan Wali
Kota
Nomor 13 Tahun 2013 Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
8 Peraturan Wali
Kota
Nomor 34 Tahun 2013 Pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Pengelola Air Bersih Kota Batam pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam
9 Peraturan Wali
Kota
Nomor 54 Tahun 2013 Tata Cara Pemberian Izin Reklamasi
diwilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
10 Peraturan Wali
Kota
Nomor 59 Tahun 2013 Rencana Tata Bangun dan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 23
11 Peraturan Wali
Kota
Nomor 60 Tahun 2013 Rencana Tata Bangun dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Industri PT. BENGKONG SUNRISE di Kota Batam
12 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Retribusi Pmeriksaan Alat Pemedam
Kemabaran
13 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Bea Perolehan Atas Hak Atas Tanah
dan Bangunan
14 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 Bangunan Gedung di Kota Batam
15 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013 Pengelolaan Sampah
16 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
17 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
Perkotaan
18 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Retribusi Pelayanan Persampahan dan
Kebersihan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 24 Tabel 6.14
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 36 Tabel 6.25
(Lanjutan)
6.2.1 Permasalahan danTantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi,antara lain:
A. Penataan Lingkungan Permukiman:
 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 37
 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan
kegiatanekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta
heritage;
 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan
lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untukpeningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
B. PenyelenggaraanBangunanGedungdanRumahNegara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum
berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitand engan
pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung
(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak
berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di
daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum m emenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan baik.
C. PenyelenggaraanSistemTerpaduRuangTerbukaHijau:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan
hijau/terbuka, sarana olahraga.
D. KapasitasKelembagaanDaerah:
 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
 Masih adanya tuntutan reformasi peraturanperundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 38
6.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
6.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/ataumengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milikn egara
(BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi,badan usaha
swasta,dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku,penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
6.3.2 IsuStrategis
Terdapat isu-isu strategisyang diperkirakanakan mempengaruhiu paya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalu iserangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya.Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Ai rMinum; 2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; 8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan
KaidahTeknis dan Penerapan InovasiTeknologi
6.3.3 KondisiEksistingPengembanganSPAM Kota Batam
Pengenyediaan air minum Kota Batam, khusus untuk pelayanan di Pulaua Batam diserahkan kepada pihak swasta, dalam bentuk kontrak konsesi dengan PT. Adya Tirta Batam. Sedangkan penyediaan air minum untuk pulau-pulau lainnya berada dibawah Pemerintah Kota Batam, cq Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam
A. Aspek Teknis SPAM Pulau Batam
Ketika dimulainya pembangunan di Pulau Batam yaitu tahun 1971 pada awalnya penyediaan dan pengelolaan air bersih di Batam dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Otorita Batam, yang saat ini berganti nama menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 39
swasta, Sehingga dengan kerjasama tersebut pengelolaan air bersih di Pulau Batam dapat dilaksanakan secara professional.
Sebelum Perjanjian Konsesi yang dibuat pada tahun 1995, pengelolaan air bersih di Batam dilaksanakan oleh Otorita Batam, dengan kapasitas air baku kurang lebih sebesar 850 L/dt dari 5 (lima) waduk yang ada. Pada saat itu Otorita Batam hanya mampu memproduksi air bersih kurang lebih sebesar 500 L/dt dengan kualitas dan kuantitas yang kurang bagus sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan air bersih terutama untuk industri dan hotel (jasa).
Kepala Satuan Pelaksana Otorita Batam pada saat itu mencari perusahaan yang mampu mengelola dan menjadi operator pelaksana penyediaan air bersih di Pulau Batam. Sebelum Perjanjian Konsesi ditandatangani, Konsorsium PT. Adhya Tirta Batam (ATB) telah melakukan feasibility study untuk merealisasikan Perjanjian Konsesi tersebut. Setelah proses negosiasi dengan Otorita Batam (OB) akhirnya Biwater International Ltd. bekerjasama dengan PT. Bangun Cipta Kontraktor dan PT. Syabata Cemerlang membentuk konsorsium PT. Adhya Tirta Batam (ATB) yang kemudian ditunjuk Otorita Batam sebagai pengelola dan operator pelaksana penyediaan air bersih di Pulau Batam.
Pada tanggal 17 April 1995 dibentuk Perjanjian Konsesi pengelolaan air bersih di Pulau Batam antara Otorita Batam (OB) dengan Konsorsium Biwater International Ltd., PT. Bangun Cipta Kontraktor dan PT. Syabata Cemerlang, dengan jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, dan berakhir pada tanggal 17 April 2020.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 40 Gambar 6.2
Wilayah Pelayanan PT. ATB a. Unit Air Baku
Sumber air baku yang diproses ATB berasal dari 6 (enam) waduk yang terdapat di Pulau Batam, yaitu Baloi, Sei Harapan, Sei Ladi, Mukakuning, Nongsa, dan Duriangkang. Jumlah total debit daya tampung dari 6 (enam) waduk tersebut adalah 123.684.190 m3/tahun.
Tabel 6.27
Sumber Air Baku Eksisting SPAM Kota Batam
Waduk Nongsa memiliki kapasitas daya tampung sebesar 60 L/dt yang terletak pada ketinggian + 10 mdpl, waduk Nongsa mulai beroperasi pada tahun 1979.
DAYA TAMPUNG DEBIT
(1.000 m3/thn) (L/dt)
1 Waduk Nongsa 1,892.16 60 2 Waduk Baloi 946.08 30 3 Waduk Harapan 6,622.56 210 4 Waduk Ladi 7,568.64 240 5 Waduk Muka Kuning 12,046.75 310 6 Waduk Duriangkang 94,608.00 3,000
123,684.19
3,850.00
Sumber : BWS, Tahun 2012
KAPASITAS
NO SUMBER AIR BAKU
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 41
Waduk Baloi memiliki kapasitas daya tampung sebesar 30 L/dt yang terletak pada ketinggian + 10 mdpl, waduk Baloi mulai beroperasi pada tahun 1978.
Waduk Harapan memiliki kapasitas daya tampung sebesar 210 L/dt yang terletak pada ketinggian + 10 mdpl, waduk Harapan mulai beroperasi pada tahun 1979.
Waduk Ladi memiliki kapasitas daya tampung sebesar 240 L/dt yang terletak pada ketinggian + 19 mdpl, waduk Ladi mulai beroperasi pada tahun 1986.
Waduk Nongsa
+ 10 mdpl
WadukBaloi
+ 10 mdpl
WadukHarapan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 42
Waduk Mukakuning memiliki kapasitas daya tampung sebesar 310 L/dt yang terletak pada ketinggian + 25 mdpl, waduk Mukakuning mulai beroperasi pada tahun 1991.
Waduk Duriangkang memiliki kapasitas daya tampung sebesar 3.000 L/dt yang terletak pada ketinggian + 7,5 mdpl, waduk Mukakuning mulai beroperasi pada tahun 2001.
Jumlah kapasitas unit air baku dari 6 (enam) waduk yang telah dimanfaatkan sebagai sumber air dalam sistem pelayanan air minum di Pulau Batam adalah sebesar 3.850 L/dt dan diperkirakan dapat memasok kebutuhan air bersih untuk penduduk Pulau Batam sebanyak 1.400.000 jiwa.
WadukLadi
+ 19 mdpl
WadukMukakuning
+ 25 mdpl
WadukDuriangkang
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 43 b. Unit Produksi
Unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang digunakan untuk melayani Kota Batam terdiri dari 7 (tujuh) unit, dimana sumber air baku berasal dari 6 (enam) waduk.
Tabel 6.28
Kapasitas Sumber Air Baku, IPA Terpasang, dan Produksi Tahun 2012
IPA NONGSA
Instalasi Nongsa memiliki kapasitas 110 L/dt dimana sumber air baku yang diolah berasal dari waduk/dam Nongsa yang mempunyai kapasitas 60 L/dt.
SUMBER IPA PRODUKSI
1 IPA Nongsa 60 110 63 2 IPA Baloi 30 60 -3 IPA Harapan 210 210 204 4 IPA Ladi 240 270 242 5 IPA Muka Kuning 310 310 239 6 IPA Tanjung Piayu
7 IPA Duriangkang
3,850
3,535 2,531
Sumber : BWS dan ATB, Tahun 2012
1,783 KAPASITAS (L/dt)
NO INSTALASI PENGOLAHAN AIR
3,000
2,575
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 44
IPA BALOI
Instalasi Baloi memiliki kapasitas60 L/dt dimana sumber air baku yang diolah berasal dari waduk/dam Baloi yang mempunyai kapasitas 30 L/dt.
IPA HARAPAN
Instalasi Harapan memiliki kapasitas210L/dt dimana sumber air baku yang diolah berasal dari waduk/dam Harapan yang mempunyai kapasitas 210 L/dt.
IPA LADI
Instalasi Ladi memiliki kapasitas270 L/dt dimana sumber air baku yang diolah berasal dari waduk/dam Sei Ladi yang mempunyai kapasitas 240 L/dt.
IPA MUKA KUNING
Instalasi Muka Kuning memiliki kapasitas310 L/dt dimana sumber air baku yang diolah berasal dari waduk/dam Muka Kuning yang mempunyai kapasitas 310 L/dt
IPA TANJUNG PIAYU dan IPA DURIANGKANG
o IPA Tanjung Piayu tahap I, memiliki kapasitas 225 L/dt.
o IPA Tanjung Piayu tahap II, memiliki kapasitas 150 L/dt.
o IPA Duriangkang tahap I, memiliki kapasitas 500 L/dt.
o IPA Duriangkang tahap II, memiliki kapasitas 500 L/dt.
o IPA Duriangkang tahap III, memiliki kapasitas 500 L/dt.
o IPA Duriangkang tahap IV, memiliki kapasitas 700L/dt.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 45
Proses pengolahan air baku menjadi air bersih yang siap didistribusikan ke konsumen adalah sebagai berikut :
INTAKE AERATOR FLOCCULATOR
LAMELLA CLARIFIER RAPID GRAVITY
FILTERS CHLORINE
CONTACT TANK
BALANCE TANK TREATED
WATER SUPPLY
RAW WATER SOURCES
RAPID GRAVITY FILTERS
Pre-Chlor Pre-Lime
Alum Sulphate Polimer
Pre-Chlor Pre-Lime
CUSTOMERS
Gambar 6.3 Diagram Proses IPA
Dari kapasitas sumber air baku yang ada yaitu sebesar 3.850 L/dt sudah terpasang IPA sebesar 3.535 L/dt. Sedangkan kapasitas produksi air minum saat ini adalah sebesar 2.531 L/dt, sehingga masih terdapat idle capacity untuk kapasitas sumber air sebesar1.319 L/dt.
c. Unit Distribusi
Pada umumnya reservoir yang digunakan merupakan reservoir transmisi (buster
pump) dan reservoir distribusi dilengkapi dengan water meter untuk mencatat
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 46
Pada awal Perjanjian Konsesi, ATB menyewa peralatan produksi dan distribusi air bersih dengan kapasitas 850 L/dt dari Otorita Batam dengan nilai aset sebesarRp. 42.000.000.000,- (empat puluh dua milyar rupiah).
Berdasarkan analisis investasi, pembangunan WTP sampai akhir masa konsesi (2020) diproyeksikan dengan nilai investasi sebesar Rp 650.000.000.000,- (enam ratus lima puluh milyar rupiah). Sampai akhir tahun 2007 ATB telah melakukan investasi peralatan produksi dan distribusi air bersih dengan nilai akumulasi kurang lebih sebesar Rp 291.907.000.000,- (dua ratus sembilan puluh satu milyar sembilan ratus tujuh juta rupiah).
Dalam memperlancar dan mempercepat proses distribusi air bersih, beberapa pengembang di Pulau Batam membangun jaringan induk terlebih dahulu (karena belum ada jaringan induk yang melintasi kawasan tersebut) dan kemudian biaya pembangunan tersebut di ganti oleh ATB.
Pipa transmisi adalah semua pipa yang meliputi pipa penyaluran air baku dari intake ke IPA, air bersih dari IPA ke reservoir dan dari reservoir yang satu ke reservoir yang lain, termasuk katub-katub, bak-bak, sambungan yang berhubungan dengan pipa.
Pipa distribusi adalah semua pipa yang meliputi jaringan pipa yang berasal dari reservoir hingga ke konsumen, termasuk meter airnya. Termasuk disini katub-katub, bak-bak, sambungan dan sebagainya yang berhubungan dengan pipa. Tidak termasuk hubungan pelayanan atau hubungan dari meter air ke halaman konsumen.
d. Unit Pelayanan
Sambungan pelanggan yang ada di Pulau Batam dan Pulau Buluh pada umumnya merupakan sambungan rumah, sambungan niaga, sambungan sosial, dan sambungan industri. Tingkat pelayanan hingga tahun 2011 untuk Pulau Batam dan Pulau Buluh telah mencapai ± 95 % atau ± 186.092 sambungan.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 47 Gambar 6.4
Daerah Pelayanan PT. ATB
B. SPAM di Luar Pulau Batam
Pemenuhan akan kebutuhan air bersih masyarakat di luar Pulau Batam (hinterland), sementara ini memang masih cukup tertinggal dengan lebih banyak mengandalkan pada ketersediaan air sumur, tampungan air hujan (PAH), dan beberapa sungai kecil. Hanya di Pulau Belakang Padang, Pulau Pemping, dan sebagian Pulau Bulang Lintang yang sudah memiliki penyediaan air bersih dengan sistem perpipaan, karena memang daerah tersebut memiliki sumber air dan tampungan air bersih yang cukup besar.
Pulau Belakang Padang
Pada saat ini Kecamatan Belakang Padang telah mempunyai sistem penyediaan air minum untuk melayani kebutuhan air minum masyarakatnya. Sistem penyediaan air minum ini diambil dari 2 sumber waduk/dam. Sistem penyediaan air minum ini telah dibangun pada tahun 2005 dan 2008 dengan kapasitas 5 L/dt dan 20 L/dt dan menggunakan sambungan langsung dan hidran umum untuk dibeberapa tempat.
a. Unit Air Baku
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 48 Tabel 6.29
Sumber Air Baku Eksisting SPAM Kecamatan Belakang Padang
Pada saat musim kemarau panjang air baku baik untuk waduk/dam Sekanak I dan Sekanak II mengalami penurunan kuantitas air yang cukup signifikan.
b. Unit Produksi
Unit pengolahan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum di wilayah Belakang Padang. Unit pengolahan ini mempunyai kapasitas 5 L/dt dengan konstruksi paket baja yang dibangun pada tahun 2005 dan unit pengolahan kapasitas 20 L/dt dengan konstruksi paket baja yang dibangun
DAYA TAMPUNG DEBIT
(1.000 m3/thn) (L/dt)
1 Waduk Sekanak I 265.50 30
2 Waduk Sekanak II 265.50 30
531.00
60.00
Sumber : Puslitbang Permukiman Balitbang PU dan Hasil Survey JUMLAH
NO SUMBER AIR BAKU
KAPASITAS
Sekanak I
+ 8 mdpl
Sekanak II
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 49
pada tahun 2008. Kondisi dari kedua unit pengolahan saat ini masih cukup baik.
IPA Kap. 5 L/dt IPA Kap. 20 L/dt
c. Unit Distribusi
Pada umumnya reservoir yang digunakan merupakan reservoir distribusi dan dalam kondisi yang cukup baik.
Reservoir Reservoir Menara
Jaringan perpipaan di Belakang Padang dibagi menjadi 2 kategori yaitu jaringan perpipaan transmisi dan distribusi. Untuk jaringan perpipaan dibangun dengan menggunakan dana Daerah (APBD), dimana sebagian besar pipa yang digunakan yaitu jenis HDPE. Kondisi perpipaan sendiri masih relatif baik walaupun dibeberapa tempat terdapat kebocoran. Jaringan perpipaan di Belakang Padang belum sepenuhnya dilengkapi dengan katup-katup operasi dan water meter, sehingga menyulitkan pengelola dalam mengatur tekanan dan pengaliran air yang didistribusikan kepada pelanggan dan sulit untuk mengetahui tingkat kehilangan air yang terjadi pada sistem perpipaan baik pipa transmisi maupun distribusi dikarenakan tidak adanya water meter induk. Untuk pembagian (zonasi) wilayah pelayanan belum diterapkan, sehingga hal ini menyulitkan pengelola dalam mengontrol aliran dan tekanan dalam wilayah pelayanan.
d. Unit Pelayanan
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 50
rumah (SR). Sambungan langsung yang terpasang dimasyarakat pada saat ini sudah dilengkapi dengan katup-katup pada instalasi sambungan langsung dan dilengkapi dengan meter air. Jumlah sambungan saat ini telah terpasang sebanyak 1.300 (seribu tiga ratus) unit SR.
Pulau Pemping
Pada saat ini di Pulau Pemping telah mempunyai sistem penyediaan air minum untuk melayani kebutuhan air minum masyarakatnya. Sumber air yang digunakan untuk sistem penyediaan air minum ini diambil dari waduk/dam. Sistem penyediaan air minum ini telah dibangun pada tahun 2005 dan menggunakan sambungan langsung dan hidran umum untuk dibeberapa tempat. a. Unit Air Baku
Sumber air baku yang digunakan berasal dari air hujan yang ditampung secara alami pada Waduk/Dam. Berikut ini adalah Tabel kapasitas dari waduk/dam.
Tabel 6.30
Sumber Air Baku Eksisting SPAM Pulau Pemping
DAYA TAMPUNG DEBIT
(1.000 m3/thn) (L/dt)
1 Waduk Pemping 115.00 10
115.00
10.00
Sumber : Puslitbang Permukiman Balitbang PU dan Hasil Survey
NO SUMBER AIR BAKU
KAPASITAS
JUMLAH
Pemping
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 51
b. Unit Produksi
Unit pengolahan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum di wilayah Pulau Pemping. Pengolahan yang ada di Pulau Pemping terdapat 2 unit dimana masing-masing mempunyai kapasitas 5 L/dt dengan konstruksi paket baja. Satu unit sudah tidak digunakan dan satu unit lagi baru dibangun pada tahun 2010 dan kondisi dari unit pengolahan saat ini masih cukup baik.
IPA Kap. 5 L/dt (lama) IPA Kap. 5 L/dt (baru)
c. Unit Distribusi
Pada umumnya reservoir yang digunakan merupakan reservoir distribusi dan dalam kondisi yang cukup baik.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 52
Jaringan perpipaan di Pulau Pemping dibagi menjadi 2 kategori yaitu jaringan perpipaan transmisi dan distribusi. Untuk jaringan perpipaan dibangun dengan menggunakan dana Daerah (APBD), dimana sebagian besar pipa yang digunakan yaitu jenis HDPE. Kondisi perpipaan sendiri masih relatif baik walaupun dibeberapa tempat terdapat kebocoran. Jaringan perpipaan di Pulau Pemping belum sepenuhnya dilengkapi dengan katup-katup operasi dan water meter, sehingga menyulitkan pengelola dalam mengatur tekanan dan pengaliran air yang didistribusikan kepada pelanggan dan sulit untuk mengetahui tingkat kehilangan air yang terjadi pada sistem perpipaan baik pipa transmisi maupun distribusi dikarenakan tidak adanya water meter induk. Untuk pembagian (zonasi) wilayah pelayanan belum diterapkan, sehingga hal ini menyulitkan pengelola dalam mengontrol aliran dan tekanan dalam wilayah pelayanan.
d. Unit Pelayanan
Tipe sambungan yang digunakan untuk melayani masyarakat Pulau Pemping hanya menggunakan 2 (dua) tipe sambungan yaitu sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU). Sambungan langsung yang terpasang dimasyarakat pada saat ini sudah dilengkapi dengan katup-katup pada instalasi sambungan langsung dan dilengkapi dengan meter air. Jumlah sambungan saat ini telah terpasang sebanyak 200 (dua ratus) unit SR dan 3 (tiga) unit HU.
Pulau Bulang Lintang
Pada saat ini di Pulau Bulang Lintang telah mempunyai sistem penyediaan air minum untuk melayani kebutuhan air minum masyarakatnya. Sumber air yang digunakan untuk sistem penyediaan air minum ini diambil dari waduk/dam. Sistem penyediaan air minum ini telah dibangun pada tahun 2011 dan menggunakan sambungan langsung dan hidran umum untuk dibeberapa tempat. a. Unit Air Baku
Sumber air baku yang digunakan berasal dari air hujan yang ditampung secara alami pada Waduk/Dam. Berikut ini adalah Tabel kapasitas dari waduk/dam.
Tabel 6.31
Sumber Air Baku Eksisting SPAM Pulau Bulang
DAYA TAMPUNG DEBIT
(1.000 m3/thn) (L/dt)
1 Waduk Pemping 107.50 10
107.50
10.00
Sumber : Puslitbang Permukiman Balitbang PU dan Hasil Survey JUMLAH
NO SUMBER AIR BAKU
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 53
b. Unit Produksi
Unit pengolahan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum di wilayah Pulau Bulang. Pengolahan yang ada di Pulau Pemping terdapat 1 unit dimana mempunyai kapasitas 10 L/dt dengan konstruksi paket baja yang dibangun pada tahun 2011 dan kondisi dari unit pengolahan saat ini masih cukup baik.
IPA Bulang Kap. 10 L/dt
c. Unit Distribusi
Pada umumnya reservoir yang digunakan merupakan reservoir distribusi dan dalam kondisi yang cukup baik.
Bulang Lintang
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 54 Reservoir Pulau Bulang
Jaringan perpipaan di Pulau Bulang dibagi menjadi 2 kategori yaitu jaringan perpipaan transmisi dan distribusi. Untuk jaringan perpipaan dibangun dengan menggunakan dana Daerah (APBD), dimana sebagian besar pipa yang digunakan yaitu jenis HDPE. Kondisi perpipaan sendiri masih relatif baik walaupun dibeberapa tempat terdapat kebocoran. Jaringan perpipaan di Pulau Bulang belum sepenuhnya dilengkapi dengan katup-katup operasi dan water meter, sehingga menyulitkan pengelola dalam mengatur tekanan dan pengaliran air yang didistribusikan kepada pelanggan dan sulit untuk mengetahui tingkat kehilangan air yang terjadi pada sistem perpipaan baik pipa transmisi maupun distribusi dikarenakan tidak adanya water meter induk. Untuk pembagian (zonasi) wilayah pelayanan belum diterapkan, sehingga hal ini menyulitkan pengelola dalam mengontrol aliran dan tekanan dalam wilayah pelayanan.
d. Unit Pelayanan
Tipe sambungan yang digunakan untuk melayani masyarakat Pulau Bulang Lintang menggunakan 2 (dua) tipe sambungan yaitu sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU). Sambungan langsung yang terpasang dimasyarakat pada saat ini sudah dilengkapi dengan katup-katup pada instalasi sambungan langsung dan dilengkapi dengan meter air. Jumlah sambungan saat ini telah terpasang sebanyak 196 (seratus sembilan puluh enam) unit SR dan 10 (sepuluh) unit HU.
Pedesaan
Sumber air baku air minum yang biasa atau umum digunakan oleh penduduk luar Pulau Batam adalah berupa air hujan dengan menggunkan Penampung Air Hujan (PAH), air tanah dangkal yang diabstraksi dengan sumur gali (SG) atau sumur bor pantek, dan sebagian membeli atau ambil air dari lokasi / pulau lain. Air minum perpipaan sudah ada di sebagian kelurahan, berupa SPAM Perdesaan dan SPAM IKK (Ibukota Kecamatan) yang dibangun Dinas PU Ciptakarya TK II dan Ditjen Ciptakarya melalui Satker Air Minum Provinsi Kepri,
dan ada juga air minum “perpipaan swadaya masyarakat”, dimana airnya
dialirkan begitu saja pakai pipa ke KU atau ke rumah-rumah tanpa adanya pengolahan, sehingga
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 55
sedang air sungai banyak yang payau dan kering pada musim kemarau (sungai intermiten). Penampung air hujan ada yang terbuat dari fiberglas, aluminium, dan beton dengan berbagai ukuran. Pengunaan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari mencerminkan sulitnya sumber air baku air minum yang memenuhi syarat kesehatan, juga cakupan pelayanan ATB terbatas hanya di Pulau Batam. Penggunaan air tanah dangkal dengan menggunakan sumur gali atau sumur bor pantek banyak dimanfaatkan penduduk luar Pulau Batam, yaitu di 3 (tiga) kecamatan yang merupakan hinterlandnya Pulau Batam. Kedalaman sumur gali
umunya berkisar dari 1 – 5 meter dibawah muka tanah setempat, dengan muka
air tanah berkisar dari 0,5 – 4 meter di bawah muka tanah setempat, sedangkan
sumur bor pantek umumnya hingga kedalaman 30 m dibawah muka tanah setempat. Kualitas air tanah beragam dari yang jernih hingga keruh bahkan kemerah-merahan, sebagian besar airnya tawar dan banyak pula ditemukan airnya payau apalagi dimusim kemarau. Pada musim kemarau sebagian sumur gali banyak yang susut bahkan kering, bahkan di daerah dekat garis pantai
airnya menjadi payau. Di pulau–pulau banyak sumur gali bantuan PNPM;
seperti di Pulau Pemping, Pulau Bulan Lintang, Pulau Buluh, debit sumur gali di
luar Pulau Batam dari analisa sepintas debitnya mempunyai kisaran 0,2 – 0,3
lit/det. Sumur bor pantek PNPM seperti di Pulau Raya dan Pulau Air Kelurahan Batu Legong, dengan perkiraan debit 0,3 lt/det.
Tabel 6.32
Sumber Air Baku Eksisting SPAM di Luar Pulau Batam
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 56
P. Mengkada P. Labu
Sumur Bor PT ITS Beli air Sumur gali Sumur gali
Sumur gali
5 Kel. Pantai
Gelam
6 Kel. Temoyong :
P. Temoyong P. Aweng P. Selat Nenek
Sumur gali Sumur gali Sumur gali
Sumur bor Sumur bor Sumur bor
C. Aspek Kelembagaan
a. Organisasi dan Kelembagaan Pengelola SPAM
Pengelolaan air bersih di Kota Batam pada saat ini dilaksanakan oleh 2 (dua) unit institusi pengelola yaitu:
o PT. Adhya Tirta Batam (ATB) untuk pelayanan di Pulau Batam.
o Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) untuk pelayanan di luar Pulau Batam
Organisasi kelembangaan SPAM sangat memegang peranan penting dalam perkembangan SPAM tersebut. Tanpa adanya organisasi/kelembagaan pengelolaan SPAM, maka sistem tersebut tidak akan bertahan lama. Di Kota Batam sendiri dimana terdapat kelurahan/desa yang telah memiliki suatu sistem penyediaan air minum baik perpipaan maupun non perpipaan, organisasi pengelolaan SPAM nya masih sangat sederhana. Dalam penjelsaan dibawah ini akan dijelaskan mengenai organisasi atau kelembagaan SPAM yang ada di Kota Batam.
Permasalahan Aspek Kelembagaan dan SDM
Permasalahan yang umumnya terjadi pada aspek kelembagaan dan SDM pada sistem penyediaan air minum di Kota Batam antara lain:
Badan–badan pengelola yang tidak diperkuat oleh kekuatan hukum,
sehingga apabila ada tindakan atau keputusan–keputusan yang dilakukan
oleh badan tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan dan dilindungi oleh hukum.
Secara umum sumber daya manusia yang mengelola sistem penyediaan air bersih baik di UPT maupun pedesaan belum mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pengelolaan sebuah sistem penyediaan air bersih baik pengetahuan secara teknis maupun non teknis. Sehingga banyak terjadi permasalahan teknis yang seharusnya tidak menjadi hambatan dalam pengoperasian sebuah sistem, terkadang membuat sistem tersebut menjadi tidak beroperasi. Dalam hal perencaan sendiri pada umumnya direncanakan
berdasarkan pengalaman saja tidak berdasarkan kriteria–kriteria
perencanaan yang berlaku di Indonesia.
6.3.4 Permasalahan SPAM
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 57 Tabel 6.33
Permasalahan SPAM di Kota Batam
No Uraian Permasalahan
1 Catchment Area Catchment area yang semakin rusak sehingga mengakibatkan
kualitas air menurun pada saat musim hujan
2 Unit Air Baku Catchment area yang semakin rusak sehingga mengakibatkan
kuantitas air menurun pada saat musim kemarau
3 Perahu tangki
Belum adanya perahu tangki yang digunakan untuk melayani masyarakat yang belum terjangkau oleh pipa dan sebagai cadangan pelayanan apabila sistem mengalami gangguan
4 Badan Pengelola
Pada sistem pedesaan, badan pengelola SPAM belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sehingga akan mengalami kesulitan apabila akan melakukan pengembangan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5 Sumber Daya
Manusia
Pada umumnya baik di UPT maupun pengelola pedesaan,
SDM yang ada masih kurang memadai dalam
mengoperasikan suatu sistem dikarenakan ilmu yang dimiliki oleh SDM tersebut tentang pengoperasian sistem yang baik masih kurang
6.3.5 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
Perkiraan kebutuhan air bersih pada pembahasan ini diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air per kapita, pertumbuhan dan pengembangan penduduk, dan pengklasifikasian jenis kebutuhan.
Perlu juga diperhitungkan adanya perkembangan tingkat perekonomian dan kemampuan penyedia dalam melayani perkembangan kebutuhan air bersih di masa yang akan datang. Diterbitkannya PP 16/2005 yang mengharuskan para penyedia air harus mampu mendistribusikan air layak minum (potable water) pada tahun 2026 juga harus menjadi pertimbangan. Untuk kebutuhan air bersih yang akan digunakan dalam studi ditetapkan sebesar 100 L/orang/hari untuk hinterland dan 200 L/orang/hari untuk mainland. Kehilangan air ditetapkan oleh standar yaitu mencapai maksimal 20% pada tahun 2032.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh kebutuhan air untuk Kota Batam dengan rincian sebagai berikut:
1. Kebutuhan air domestik di Hinterland
a. Tahun 2015, kebutuhan air sebesar 21,79 L/dt b. Tahun 2020, kebutuhan air sebesar 47,28 L/dt c. Tahun 2025, kebutuhan air sebesar 64,93 L/dt d. Tahun 2032, kebutuhan air sebesar 86,33 L/dt
2. Kebutuhan air di Mainland yaitu hasil penjumlahan antara domestik dengan FTZ.
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 58
a. Tahun 2015, kebutuhan air sebesar 3.482 L/dt b. Tahun 2020, kebutuhan air sebesar 4.535 L/dt c. Tahun 2025, kebutuhan air sebesar 5.916 L/dt d. Tahun 2032, kebutuhan air sebesar 8.300 L/dt
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 59 Tabel 6.34
Proyeksi Kebutuhan Domestik Air di Hinterland EKSISTING
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2025 2030 2032
1 Jumlah Penduduk Total Jiwa 35,858 37,461 39,065 40,668 42,271 43,874 45,478 47,081 48,684 50,287 58,304 66,320 69,526 Jumlah Penduduk Dilayani Jiwa 8,084 10,411 12,910 15,580 18,422 21,435 24,619 27,975 31,502 35,201 43,242 51,950 55,621 2 Tingkat Pelayanan Penduduk
- Terhadap Penduduk Total % 22.54% 27.79% 33.05% 38.31% 43.58% 48.85% 54.13% 59.42% 64.71% 70.00% 74.17% 78.33% 80.00% 3 Domestik L/det 5.16 7.11 9.39 12.06 15.13 18.05 21.26 24.78 28.63 32.82 45.08 55.45 59.93 - Jumlah SR buah 1,696 2,154 2,652 3,191 3,772 4,404 5,084 5,811 6,588 7,416 9,550 11,884 12,903 - Jumlah HU buah 13 18 23 28 33 38 43 47 51 55 50 44 40
4 Non Domestik % 0.00% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20% 0.20%
L/det - 0.0142 0.0188 0.0241 0.0303 0.0361 0.0425 0.0496 0.0573 0.0656 0.0902 0.1109 0.1199 - Sambungan Non Domestik buah - - - -5 Total Sambungan (SL) 1,709 2,172 2,675 3,219 3,806 4,443 5,126 5,858 6,640 7,472 9,600 11,928 12,943 - Sambungan Rumah (SR) buah 1,696 2,154 2,652 3,191 3,772 4,404 5,084 5,811 6,588 7,416 9,550 11,884 12,903 - Sambungan HU buah 13 18 23 28 33 38 43 47 51 55 50 44 40 - Sambungan Non Domestik buah - - - -- Tambahan Sambungan buah 463 503 544 586 637 684 732 781 832 451 489 513 6 Sub Total Kebutuhan L/det 5.16 7.12 9.41 12.08 15.16 18.08 21.30 24.83 28.69 32.89 45.17 55.56 60.05
7 Kehilangan Air % 25.00% 23.75% 22.50% 21.25% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00%
L/det 1.72 2.22 2.73 3.26 3.79 4.52 5.32 6.21 7.17 8.22 11.29 13.89 15.01
8 Kebutuhan Rata-rata L/det 6.88 9.34 12.15 15.34 18.95 22.60 26.62 31.04 35.86 41.11 56.46 69.45 75.07
9 Kebutuhan Maksimum L/det 7.92 10.74 13.97 17.64 21.79 25.99 30.62 35.69 41.24 47.28 64.93 79.87 86.33
10 Kebutuhan Jam Puncak L/det 11.70 15.87 20.65 26.08 32.21 38.42 45.26 52.76 60.96 69.89 95.98 118.07 127.61
JANGKA PANJANG
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 60 Tabel 6.35
Proyeksi Kebutuhan Air FTZ
NO. JENIS FASILITAS
Luas *) KLB Kapasitas (Ha) (m3/hari)
1 Industri m3/ha/hari 40 7,415.25 1 296,610 24,718 49,435 24,718 98,870 98,870 98,870 98,870 98,870 98,870 98,870 98,870 2 Perdagangan & Jasa m3/ha/hari 25 2,172.42 1.2 65,173 5,431 10,862 5,431 21,724 21,724 21,724 21,724 21,724 21,724 21,724 21,724 3 Pusat Pemerintahan m3/ha/hari 10 68.26 0.6 410 34 68 34 137 137 137 137 137 137 137 137 4 Fasilitas Umum m3/ha/hari 50 2,176.65 0.15 16,325 1,360 2,721 1,360 5,442 5,442 5,442 5,442 5,442 5,442 5,442 5,442 5 Pelabuhan m3/ha/hari 40 548.38 0.5 10,968 914 1,828 914 3,656 3,656 3,656 3,656 3,656 3,656 3,656 3,656 6 Perkantoran Bandara m3/ha/hari 30 177.50 0.5 2,663 222 444 222 888 888 888 888 888 888 888 888 7 Kawasan Khusus m3/ha/hari 30 1,768.33 1 53,050 4,421 8,842 4,421 17,683 17,683 17,683 17,683 17,683 17,683 17,683 17,683 8 Kawasan Stategis m3/ha/hari 30 1,560.73 1 46,822 3,902 7,804 3,902 15,607 15,607 15,607 15,607 15,607 15,607 15,607 15,607
Debit (m3/hari) 41,002 82,003 41,002 164,006 164,006 164,006 164,006 164,006 164,006 164,006 164,006 Debit Kebutuhan (L/dt) 475 949 475 1,898 1,898 1,898 1,898 1,898 1,898 1,898 1,898
Debit Tambahan (L/dt) 949 475
Debit Total (L/dt) 475 1,424 1,898
2017 STANDAR
PELAYANAN
2011
KEBUTUHAN AIR PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 61 Tabel 6.36
Rekapitulasi Kebutuhan Air di Mainland EKSISTING
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2025 2030 2032
1 Jumlah Penduduk Total Jiwa 1,005,651 1,087,837 1,169,303 1,250,768 1,332,234 1,413,700 1,495,166 1,576,631 1,658,097 1,680,657 2,069,984 2,449,967 2,601,960 Jumlah Penduduk Dilayani Jiwa 632,720 692,990 754,090 816,472 880,136 945,083 1,011,312 1,078,824 1,147,618 1,176,460 1,535,238 1,919,141 2,081,568 2 Tingkat Pelayanan Penduduk
- Terhadap Penduduk Total % 62.92% 63.70% 64.49% 65.28% 66.06% 66.85% 67.64% 68.43% 69.21% 70.00% 74.17% 78.33% 80.00% 3 Domestik L/det 996.77 1,115.97 1,240.77 1,372.02 1,509.87 1,654.44 1,805.88 1,964.33 2,129.92 2,224.83 3,173.77 4,306.52 4,818.44 - Jumlah SR buah 157,155 172,178 187,417 202,984 218,880 235,104 251,658 268,541 285,754 293,026 382,981 479,489 520,392 - Jumlah HU buah 41 43 44 45 46 47 47 47 46 44 33 12 -4 Non Domestik % 100.14% 100.13% 100.12% 100.11% 100.11% 100.10% 100.09% 100.08% 100.08% 100.07% 100.04% 100.01% 100.00%
L/det 998.1938 1,117.4560 1,242.3065 1,373.5980 1,511.4689 1,656.0578 1,807.5034 1,965.9447 2,131.5206 2,226.3387 3,174.9255 4,306.9334 4,818.4440 - Sambungan Non Domestik buah 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 5 Total Sambungan (SL) 176,459 191,484 206,724 222,293 238,189 254,414 270,968 287,850 305,063 312,332 402,277 498,764 539,655 - Sambungan Rumah (SR) buah 157,155 172,178 187,417 202,984 218,880 235,104 251,658 268,541 285,754 293,026 382,981 479,489 520,392 - Sambungan HU buah 41 43 44 45 46 47 47 47 46 44 33 12 -- Sambungan Non Domestik buah 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 - Tambahan Sambungan buah 15,025 15,240 15,568 15,896 16,225 16,554 16,883 17,212 7,270 18,316 19,953 20,610 6 Sub Total Kebutuhan L/det 1,893.78 2,013.05 2,137.90 2,269.19 2,407.06 2,551.65 2,703.09 2,861.53 3,027.11 3,121.93 4,070.52 5,202.52 5,714.03
7 Kehilangan Air % 25.00% 23.75% 22.50% 21.25% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00%
L/det 631.26 627.01 620.68 612.32 601.76 637.91 675.77 715.38 756.78 780.48 1,017.63 1,300.63 1,428.51 8 Kebutuhan Rata-rata L/det 2,525 2,640 2,759 2,882 3,009 3,190 3,379 3,577 3,784 3,902 5,088 6,503 7,143 9 Kebutuhan Maksimum L/det 2,904 3,036 3,172 3,314 3,460 3,668 3,886 4,113 4,351 4,488 5,851 7,479 8,214 10 Kebutuhan Jam Puncak L/det 4,293 4,488 4,690 4,899 5,115 5,422 5,744 6,081 6,433 6,634 8,650 11,055 12,142
RPIJM KOTA BATAM 2015 - 2019 BAB VI - 62 Tabel 6.37
Proyeksi Kebutuhan Air Kota Batam Hingga Tahun 2032 EKSISTING
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2025 2030 2032
1 Jumlah Penduduk Total Jiwa 1,041,509 1,125,298 1,208,367 1,291,436 1,374,505 1,457,574 1,540,643 1,623,712 1,706,781 1,730,944 2,128,288 2,516,287 2,671,486 Jumlah Penduduk Dilayani Jiwa 640,804 703,402 767,000 832,052 898,558 966,518 1,035,931 1,106,799 1,179,120 1,211,661 1,578,480 1,971,091 2,137,189 2 Tingkat Pelayanan Penduduk
- Terhadap Penduduk Total % 61.53% 62.51% 63.47% 64.43% 65.37% 66.31% 67.24% 68.16% 69.08% 70.00% 74.17% 78.33% 80.00% 3 Domestik L/det 1,001.93 1,123.08 1,250.17 1,384.08 1,524.99 1,672.48 1,827.14 1,989.11 2,158.55 2,257.65 3,218.85 4,361.97 4,878.38 - Jumlah SR buah 158,851 174,333 190,070 206,176 222,652 239,509 256,741 274,352 292,342 300,442 392,530 491,373 533,295 - Jumlah HU buah 54 61 67 73 79 85 90 94 98 99 84 56 40
4 Non Domestik % 99.63% 99.50% 99.37% 99.24% 99.12% 99.02% 98.93% 98.84% 98.75% 98.62% 98.64% 98.74% 98.77%
L/det 998.1938 1,117.4703 1,242.3253 1,373.6221 1,511.4991 1,656.0939 1,807.5459 1,965.9942 2,131.5779 2,226.4043 3,175.0156 4,307.0443 4,818.5638 - Sambungan Non Domestik buah 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 5 Total Sambungan (SL) 178,168 193,656 209,400 225,512 241,995 258,857 276,094 293,709 311,702 319,804 411,877 510,692 552,598 - Sambungan Rumah (SR) buah 158,851 174,333 190,070 206,176 222,652 239,509 256,741 274,352 292,342 300,442 392,530 491,373 533,295 - Sambungan HU buah 54 61 67 73 79 85 90 94 98 99 84 56 40 - Sambungan Non Domestik buah 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 19,263 - Tambahan Sambungan buah
6 Sub Total Kebutuhan L/det 1,898.95 2,020.17 2,147.31 2,281.27 2,422.22 2,569.73 2,724.39 2,886.36 3,055.80 3,154.82 4,115.68 5,258.09 5,774.09
7 Kehilangan Air % 25.00% 23.75% 22.50% 21.25% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00%
L/det 632.98 629.23 623.41 615.58 605.55 642.43 681.10 721.59 763.95 788.70 1,028.92 1,314.52 1,443.52 8 Kebutuhan Rata-rata L/det 2,532 2,649 2,771 2,897 3,028 3,212 3,405 3,608 3,820 3,944 5,145 6,573 7,218 9 Kebutuhan Maksimum L/det 2,912 3,047 3,186 3,331 3,482 3,694 3,916 4,149 4,393 4,535 5,916 7,558 8,300 10 Kebutuhan Jam Puncak L/det 4,304 4,504 4,710 4,925 5,147 5,461 5,789 6,134 6,494 6,704 8,746 11,173 12,270
JANGKA PANJANG