Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
BAB 6
Aspek Teknis Per-Sektor
6.1
Pengembangan Permukiman
Peningkatan jumlah penduduk lima hingga sepuluh tahun kedepan diprediksikan akan dialami oleh hampir seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Beberapa kecamatan yang diperkirakan akan mengalami peningkatan cukup berarti dibandingkan kecamatan lainnya adalah Muara Muntai dan Muara Wis. Meskipun kedua daerah tersebut bukan merupakan pusat kegiatan, Namun diduga kejenuhan dan semakin menurunnya daya dukung wilayah pusat mendorong pergeseran aktivitas sosial ekonomi ke arah pinggiran, termasuk ke Muara Muntai dan Muara Wis. Dampaknya adalah peningkatan jumlah penduduk di kedua wilayah tersebut dari tahun ke tahun. Konsekuensinya daerah ini akan membutuhkan penyediaan fasilitas perumahan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Wilayah Kecamatan Tenggarong, Tenggarong Seberang dan Muara Muntai merupakan daerah yang harus diperhatikan pengembangannya. Berdasarkan hasil analisis proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2016, wilayah tersebut teridentifikasi sebagai daerah konsentrasi penduduk tinggi (lebih dari 100.000 jiwa). Wilayah dengan karakter seperti ini tentunya akan membutuhkan penyediaan fasilitas permukiman dan perumahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang jarang penduduknya.
6.1.1
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
6.1.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
6.1.2.1 Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Isu dan permasalahan dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Kutai Kartanegara tidak terlepas dari dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada. Selanjutnya cara pandang yang komprehensif sangat diperlukan dalam melihat isu dan permasalahan yang ada mengingat keragaman dan kompleksitas permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi. Isu-isu perkembangan permukiman dan permukiman yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Urbanisasi atau Kekotaan Yang Meningkat
Laju urbanisasi yang tinggi di Kabupaten Kutai Kartanegara terutama terjadi di Kota Tenggarong, Loa Janan dan Sanga-sanga. Selain itu, wilayah lain yang memiliki resouces yang melimpah (batubara) juga menjadi tujuan para urbanit, diantaranya kecamatan Loka Kulu, dan Tenggarong Seberang. Migran masuk umumnya dilandasi daya tarik potensi ekonomi kota dan ketersediaan lapangan kerja di sektor pertambangan. Urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah ke depan untuk secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata, khususnya dalam upaya pemenuhan terhadap kebutuhan perumahan dan permukiman yang ada. Tingkat urbanisasi yang tinggi memerlukan penyediaan kebutuhan rumah yang cukup dan tertata dengan baik, jika tidak terpenuhi sangat memungkinkan menambah permasalahan kawasan permukiman kumuh.
2. Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau.
a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau di satu pihak dan rendahnya kemampuan masyarakat untuk memenuhinya di lain pihak merupakan permasalahan utama yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Secara kuantitatif kubutuhan rumah secara regional saat ini relatif masih sangat besar.
b. Ketidakmampuan masyarakat golongan miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau yang memenuhi standar lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan). Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap sumber daya kunci dan informasi, terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah/miskin, yang berkaitan dengan hak atas tanah dan pendanaan dalam pengadaan hunian/rumah.
Hal ini juga terlihat dari kurang diresponnya pembangunan kompleks perumahan di sekitar kota Tenggarong. Akibatnya masyarakat lebih senang menempati rumah lama (menyewa) di perkotaan yang semakin padat, yang mengakibatkan semakin sulitnya penataan lingkungan permukiman kota.
3. Sistem Pembiayaan Pembangunan Perumahan
a. Selain tingkat daya beli terhadap rumah yang rendah akibat rendahnya tingkat pendapatan, sistem pembiayaan pembangunan perumahan yang belum tertata juga berpengaruh terhadap kinerja pembangunan perumahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sistem pembiayaan pembangunan perumahan, baik dari pemerintah dan swasta belum berjalan optimal, sementara sumber pembiayaan masyarakat masih terbatas. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan besar di sektor pertambangan dan migas di Kabupaten Kutai Kartanegara belum terlibat dalam proses pembiayaan.
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
Pada tingkat nasional dijumpai masalah tentang belum mantapnya sistem dan mekanisme pembiayaan perumahan termasuk sistem subsidi, pendayagunaan sumber pendanaan serta masih belum efesiensinya pasar primer perumahan.
4. Menurunnya Kualitas Lingkungan Permukiman
Penurunan kualitas lingkungan permukiman terutama pada kawasan perkotaan, seperti di Tenggarong, Loa Janan, Loa Kulu dan Sanga-sanga yang pada umumnya dihuni oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, termasuk khususnya yang berada di daerah bantaran sungai mahakam dan anak-anak sungai lainnya. Penurunan kualitas lingkungan terkait dengan menurunnya kemampuan masyarakat didalam memelihara prasarana dan sarana dasar lingkungannya.
5. Keberadaan Kawasan Permukiman Kumuh
Di Kabupaten Kutai Kartanegara masih banyak ditemukan kawasan permukiman kumuh, baik dalam lingkup kecil (tersebar) maupun lingkup luas dan terkonsentrasi (kawasan). Keberadaan kawasan permukiman kumuh membawa persoalan yang rumit karena terkait dengan masalah status tanah, kultur sosial budaya, ekonomi masyarakat, dan penyediaan sarana prasarana lingkungan. Proses penanganan kawasan permukiman kumuh belum ada realisasi yang kongkrit dan masih sebatas studi-studi perencanaan dan penataan lingkungan.
6. Penyediaan Sarana dan Prasarada Lingkungan Permukiman.
a. Kondisi penyediaan dan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan permukiman (sampah, air bersih, sanitasi lingkungan, jalan permukiman, sarana penerangan) relatif masih rendah, terutama di daerah yang berciri perkotaan. Hal ini disamping disebabkan oleh kurangnya keterpaduan dalam perencanaan dan pemrograman antara program perumahan dan permukiman dengan program sektor lainnya, juga dipengaruhi oleh tidak seimbangnya antara kemampuan penyediaan dengan laju pertumbuhan kebutuhan yang terus berkembang diantaranya sebagai dampak negatif dari proses urbanisasi.
b. Kelangkaan prasarana dasar dan ketidakmampuan memelihara serta memperbaiki lingkungan permukiman yang ada merupakan isu utama dari upaya perwujudan lingkungan permukiman sehat, aman, teratur, harmonis dan berkelanjutan.
c. Adanya kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman antara kelompok masyarakat golongan mampu dan kurang mampu serta antara daerah perdesaan dan perkotaan rentan terhadap gejolak dan konflik sosial.
7. Menghilangnya Budaya Rumah/Permukiman Berciri Tradisional
Dinamika perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara di satu pihak, dan besarnya tekanan pengaruh luar telah mengakibatkan terjadinya proses pergeseran preferensi tentang rumah. Maraknya pembangunan rumah tembok (dulunya kayu) dengan beraneka ragam gaya arsitektur (eropa) telah menggeser keberadaan rumah berciri tradisional yang berasal dari kayu. Di sisi lain keberadaan bahan dasar pembangunan rumah tradisional dari kayu juga semakin langka dan sulit di dapatkan serta harganya jauh lebih mahal.
8. Kelembagaan Perumahan
harus direspon secara tepat oleh pemerintah, sehingga kebutuhan akan identitas tetap terjaga dalam kerangka pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih menyeluruh.
9. Tata Ruang dan Pembangunan Permukiman.
Pentingnya memahami hubungan antara perumahan dan penataan ruang tergambar dalam fakta bahwa pemanfaat ruang cukup besar dari kawasan perkotaan maupun perdesaan adalah perumahan dan permukiman. Dinamika pembangunan perumahan sangat mempengaruhi tata ruang, berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang tidak tepat, yang menyebabkan penggunaan tanah atau ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lainnya dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan. Di Kutai Kartanegara, pertumbuhan permukiman dan perumahan belum dibawadi dalam satu kawasan khusus, seperli KASIBA (Kawasan Siap Bangun) dan LISIBA (Lingkungan Siap Bangun).
Dengan demikian diharapkan akan terwujud permukiman yang dapat mendukung perikehidupan dan penghidupan penghuninya, baik di kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, maupun kawasan-kawasan tertentu.
10. Terjadinya Masalah Lingkungan dan Bencana yang serius.
Isu lingkungan dan bencana alam yang secara langsung berpengaruh terhadap keberadaan perumahan dan permukiman khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah bencana banjir dan tanah longsor. Khusus bencana banjir merupakan kejadian rutin terutama melanda daerah permukiman disepanjang sungai, baik di bantaran sungai maupun disekitarnya. Kejadian bencana alam khususnya banjir dapat merusak sarana dan prasarana lingkungan permukiman.
Isu strategis dan persoalan perumahan dan permukiman tersebut di atas lebih memperlihatkan adanya rentang dan ragam persoalan yang sangat luas namun lokal sifatnya. Keragaman tersebut, sekaligus sebenarnya menggambarkan suatu dinamika dan kemajemukan persoalan perumahan dan permukiman yang tidak saja mengikuti perubahan waktu, tetapi juga perubahan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya.
Selain itu permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten Kutai Kartanegara juga dicirikan oleh pertumbuhannya yang tidak teratur, sebagai akibat belum diterapkannya secara konsisten, transparan dan partisipatif arahan rencana tata ruang dan wilayah yang ada. Hal itu menunjukkan ketidak mampuan pengelola di dalam mengendalikan pertumbuhan untuk menampung dinamika yang ada. Pertumbuhan yang tidak teratur ini, di sisi lain, memperlihatkan besarnya pengaruh dan potensi masyarakat dalam mengatur dan menyelengarakan sendiri kebutuhannya akan perumahan dan permukiman. Kondisi dan karakter permasalahan di atas penting untuk dipahami dan dilihat sebagai kerangka strategi untuk menangani persoalan perumahan dan permukiman.
Tabel 6-1
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala kabupaten Kutai Kartanegara
No Isu Strategis Keterangan
1 Tingkat Urbanisasi atau Kekotaan Yang Meningkat Kebutuhan perumahan dan permukiman meningkat seiring dengan urbanisasi 2 Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan
yang layak dan terjangkau
3 Sistem Pembiayaan Pembangunan Perumahan Daya beli terhadap rumah yang rendah akibat rendahnya tingkat pendapatan.
Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan.
4 Menurunnya Kualitas Lingkungan Permukiman Terutama pada kawasan perkotaan dan dihuni oleh masyarakat miskin.
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
6 Penyediaan Sarana dan Prasarada Lingkungan Permukiman Relatif masih rendah, terutama di daerah yang berciri perkotaan.
Kelangkaan prasarana dasar dan ketidakmampuan memelihara. kesenjangan pelayanan. 7 Menghilangnya Budaya Rumah/Permukiman Berciri
Tradisional
Dinamika perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan besarnya tekanan pengaruh luar.
8 Kelembagaan Perumahan Belum mantapnya sistem dan kapasitas
kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
9 Tata Ruang dan Pembangunan Permukiman Pertumbuhan permukiman dan perumahan belum dibawadi dalam satu kawasan khusus, seperli KASIBA (Kawasan Siap Bangun) dan LISIBA (Lingkungan Siap Bangun).
10 Terjadinya Masalah Lingkungan dan Bencana yang serius Bencana banjir dan tanah longsor.
6.1.2.2 Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Penggunaan lahan untuk kawasan permukiman luasnya mencapai 15.669 Ha dengan distribuís relatif merata di seluruh wilayah Kutai Kartanegara. Lahan permukiman terluas terdapat di Kecamatan Tenggarong yaitu 2.270 Ha atau sekitar 14,49 persen. Tingginya luasan penggunaan lahan permukiman ini menandakan bahwa jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Tenggarong relatif tinggi dibandingkan ketujuh belas kecamatan lainnya. Meskipun demikian apabila dibandingkan dengan luas penggggunaan lahan lainnya di Kecamatan Tenggarong, lahan untuk permukiman cukup terbatas (5,81 persen). Kenyataan ini mengindikasikan bahwa upaya pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah ini lebih diarahkan pada penataan dan pengelolaan perumahan yang telah ada agar tidak berkembang menjadi perumahan kumuh, mengingat jumlah penduduknya menggungguli wilayah kecamatan lainnya. Wilayah kecamatan selanjutnya yang penggunaan lahan permukimannya tergolong tinggi adalah Kecamatan Loa Kulu dan Kota Bangun, masing-masing luasnya adalah 1.436 Ha dan 1.348 Ha.
Tabel 6-2
Posisi Kawasan Permukiman Terhadap Penggunaan Lahan Lainnya di Kabupaten Kutai Kartanegara
No Kecamatan Permukiman Persen Persen terhadap penggunaan lahan lainnya (%)
1 Samboja 694 4,43 0,82
2 Muarajawa 753 4,81 1,24
3 Sanga-sanga 266 1,70 1,15
4 Loajanan 880 5,62 1,38
5 Loakulu 1.436 9,16 1,03
6 Muaramuntai 688 4,39 0,75
7 Muarawis 250 1,60 0,18
8 Kotabangun 1.348 8,60 1,62
9 Tenggarong 2.270 14,49 5,81
10 Sebulu 1.221 7,79 1,44
11 Tenggarong Seberang 974 6,22 2,36
12 Anggana 1.012 6,46 0,79
13 Muarabadak 986 6,29 1,20
14 Marangkayu 561 3,58 0,58
15 Muarakaman 860 5,49 0,25
Karakteristik dan Tipologi Rumah
Karakteristik dan tipologi rumah dikaji melalui dua indikator tipe kawasan perumahan dan permukiman, yaitu perumahan dan permukiman di daerah bantaran sungai dan dataran/rawa. Kawasan perumahan dan permukiman pada kedua lokasi tersebut memiliki sifat dan karaktersitik yang berbeda. Sifat dan karakteristik yang dimaksud disini sifat bangunan rumah/perumahan dan sarana prasarana yang tersedia dalam kawasan perumahan atau permukiman. Berdasarkan sifat bangunannya, perumahan dapat dibedakan menjadi rumah permanen dan non permanen.
Untuk perumahan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, jumlah rumah non permanen relatif rendah yaitu sebanyak 38.148 unit sekitar 33,8%. Sedangkan rumah permanen jumlahnya mencapai 74.664 unit atau sekitar 636,2%. Untuk wilayah Loa Janan, dari 8.338 unit rumah yang ada sekitar 92 persennya merupakan rumah non permanen. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Sebaliknya di Kecamatan Tenggarong jumlah rumah non permanen jauh lebih kecil yaitu sebanyak 603 unit atau sekitar 4 persen dari total rumah yang ada.
Tabel 6-3
Karakteristik Rumah di Kabupaten Kutai Kartanegara
No Kecamatan Jumlah
Rumah
Karakteristik rumah
Permanen Persen Non Permanen Persen
1 Semboja 8118 7613 93,8 505 6,2
2 Muara Jawa 2160 440 20,4 1720 79,6
3 Sanga-sanga 2049 928 45,3 1121 54,7
4 Loajanan 8338 602 7,2 7736 92,8
5 Loakulu 6935 4247 61,2 2688 38,8
6 Muara Muntai 3413 3049 89,3 364 10,7
7 Muara Wis 1604 1042 65,0 562 35,0
8 Kota Bangun 6086 5771 94,8 315 5,2
9 Tenggarong 12712 12109 95,3 603 4,7
10 Sebulu 8073 4349 53,9 3724 46,1
11 Tenggarong Seberang 9910 7751 78,2 2159 21,8
12 Anggana 16139 14598 90,5 1541 9,5
13 Muara Badak 8311 1831 22,0 6480 78,0
14 Marang Kayu 5509 1070 19,4 4439 80,6
15 Muara Kaman 6598 4534 68,7 2064 31,3
16 Kenohan 2206 2059 93,3 147 6,7
17 Kembang Janggut 2370 2058 86,8 312 13,2
18 Tabang 2281 613 26,9 1668 73,1
Jumlah 112812 74664 66,2 38148 33,8
Sumber : Podes dan Hasil Analisis dalam RP4D Kab. Kutai Kartanegara, 2000
Tabel di atas menginformasikan tentang kepadatan bangunan permukiman (rumah) di wilayah kajian. Kepadatan bangunan rumah ini merupakan fungsi dari rasio antara luas wilayah terbangun dengan jumlah kepadatan penduduk. Dengan demikian tingkat kepadatan perumahan sangat ditentukan oleh dua indikator tersebut, semakin luas kawasan terbangun yang diikuti dengan tingginya jumlah kepadatan penduduk maka semakin tinggi kepadatan bangunannya.
Berikut Kondisi Riil dan Tipologi Perumahan dan Permukiman di beberapa kecamatan Kabupaten Kutai Kartanegara:
1. Anggana
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
yang permanen di bangun agak jauh dari sungai. Namun justru pusat keramaian terletak pada sepanjang jalan di bantaran sungai, yang merupakan pusat ekonomi warga sekitar. Yang perlu menjadi perhatian adalah masalah sanitasi dan kebersihan lingkungan secara fisik dan usaha peringatan dini serta pelayanan kesehatan ataupun penampungan sementara pada saat terjadi air pasang mengingat sebagian besar warga tinggal di tepian sungai.
Gambar 6-1
Kondisi Sebagian Permukiman di Kecamatan Anggana 2. Kota Bangun
Di Kecamatan Kota Bangun hampir semua permukiman yang ditemui terdapat di bantaran sungai, hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena dilihat baik secara kondisi lingkungan maupun secara estetika sangat tidak baik. Perlu adanya pengembangan sanitasi lingkungan dan penataan permukiman di bantaran sungai yang terlihat kumuh. Pengembangan yang ada sekarang dilakukan secara swadaya. Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kecamatan Kota Bangun juga terletak di bantaran sungai.
Gambar 6-2
karakteristik permukiman yang ada bisa dikatakan serupa dengan kondisi dan karakteristik permukiman yang ada di Kecamtan Marang Kayu.
Gambar 6-3
Kondisi Sebagian Permukiman di Kecamatan Marang Kayu 4. Sanga-sanga
Gambar 6-4
Kondisi Sebagian Permukiman di Kecamatan Sanga-Sanga
Di Kecamatan Sangga-Sanga hanya beberapa bagian saja yang merupakan permukiman dengan jenis semi permanen dan permanen selebihnya non-permanen yang di bangun di kawasan rawa atau di bantaran sungai. Di Kecamatan Loa Kanan, Loa Kulu, Tenggarong, Sebulu dan Tenggarong Seberang merupakan daerah yang memiliki ciri kekotaan sangat kental, bangunan-bangunan permukiman yang ada lebih banyak merupakan bangunan rumah permanen dengan fasilitas pendukung yang relatif lebih lengkap dibanding dengan daerah lainnya.
5. Kelurahan Melayu, sepanjang Sungai Tenggarong
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
belakang, tampak muka terkesan bagus, sementara tampak belakang kualitas permukiman jauh dari layak. Fakta ini dapat dibuktikan dengan cara melihat kondisi permukiman di atas air melalui pengamatan di jembatan. Jika dilihat secara cermat, ternyata banyak sekali rumah-rumah di atas Sungai Tenggarong yang sesungguhnya tidak sesuai dengan standar rumah sehat.
Gambar 6-5
Bentuk Rumah di Sepanjang Sungai Tenggarong, Kelurahan Melayu dan Loa Lepuh
6. Sukarame-Baru-Mangkurawang
Lokasi pengamatan yang terakhir sebetulnya terdiri dari tiga titik, yakni di Kelurahan Sukarame, Kelurahan Baru, dan Kelurahan Mangkurawang. Karena karakteristik kelurahan hampir sama, yakni di tepian Mahakam dan berada dalam satu jalur jalan raya, maka ketiga titik tersebut dijadikan dalam satu pengamatan. Sebagaimana di tempat lain, semakin dekat dengan jalan raya, maka sosok kemiskinan dan kekumuhan semakin sulit dikenali. Tetapi jauh ke dalam berlawanan arah dengan jalan raya, maka sosok kemiskinan semakin nyata terlihat. Sosok kemiskinan terlihat jelas terutama di Kelurahan Mangkurawang. Kemiskinan di kelurahan ini teramati dengan jelas pada permukiman yang berada di atas Sungai Mangkurawang. Banyak rumah-rumah panggung beratapkan jerami yang didirikan dengan tidak beraturan di atas aliran sungai. Pemandangan ini terlihat jauh ke dalam sepanjang sungai.
Gambar 6-6
Bentuk Permukiman di Sepanjang Sungai Mangkurawang, Kelurahan Mangkurawang
Secara umum lokasi permukiman dan perumahan dibedakan menurut empat tipologi utama, yaitu: 1. Tipe A, yaitu permukiman dan perumahan yang berada di bantaran sungai, misalnya di tepian
Sungai Mahakam dan Sungai Tenggarong, Sanga-sanga
3. Tipe C, yaitu permukiman dan perumahan permanen yang berada di daratan, misalnya di Muara Jawa, Marang Kayu dan Muara Badak
4.
Tipe D, yaitu permukiman yang pada bagian depan berada di atas daratan dengan kondisi tidak kumuh, namun bagian belakang kawasan permukiman berada di atas air dengan kondisi kumuh. Pada tipe permukiman ini, sosok kekumuhan tidak dapat begitu saja di amati dari depan, tetapi harus berjalan beberapa meter ke belakang. Tipe permukiman kumuh seperti ini dapat dilihat di kawasan Kelurahan Melayu.6.1.2.3 Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Pertambahan penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara disertai dengan laju pertumbuhan ekonomi mengakibatkan kebutuhan perumahan dan permukiman terus bertambah, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan dibidang perumahan dan permukiman sebagai berikut:
1. Terbatasnya dana pemerintah dalam penyediaan perumahan dan permukimana. 2. Masih sedikitnya perusahaan swasta yang bergerak dalam pembangunan.
3. Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau. Kaitannya dengan rendahnya kemampuan/daya beli masyarakat
4. Menghilangnya Budaya Rumah/Permukiman berciri Tradisional. Terjadinya proses pergeseran preferensi tentang rumah. Maraknya pembangunan rumah tembok (dulunya kayu) dengan beraneka ragam gaya arsitektur (eropa) telah menggeser keberadaan rumah berciri tradisional yang berasal dari kayu. Di sisi lain keberadaan bahan dasar pembangunan rumah tradisional dari kayu juga semakin langka dan sulit di dapatkan serta harganya jauh lebih mahal.
5. Terjadinya masalah lingkungan dan bencana yang serius, seperti banjir yang melanda daerah permukiman sepanjang sungai, baik di bantaran sungai maupun disekitarnya. Kejadian bencana alan khususnya banjir dapat meusak sarana dan prasarana lingkungan permukiman.
6. Pelaksanaan program pembangunan dengan pola Community Base Development (CBD) atau Kerjasama Operasional (KSO), masih lebih bersifat formalitas sehingga menghambat pencapaian target.
7. Masih rendahnya kualitas pelayanan dan prasarana lingkungan permukiman seperti air bersih, air limbah, persampahan dan drainase.
8. Pemberian ijin penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman belum dilandasi kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan rumah terbatas backlog kebutuhan rumah 20%. Sedangkan tiap tahun kebutuhan akan rumah layak terus bertambahnya sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Tabel 6-4
Permasalahan Yang Dihadapi Komponen Pembangunan PSD Permukiman Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2013
Kondisi Sisem
yang Ada Target Nasional
Rencana Strategi
Pembangunan Kab. Besaran Permasalahan
Backlog 20%
Terfasilitasinya prasarana dan sarana permukiman yang layak huni dan terjangkau
Kondisi kebutuhan lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2012 adalah 1.467,47 Ha
Keterbatasan lahan Ketersediaan rumah kurang Harga lahan mahal
Permukiman padat dan kumuh di beberapa daerah
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
Gambar 6-7
Gap Analisis Kebutuhan Rumah Kabupaten Kutai Kartanegara (2009 – 2013)
Tabel 6-5
Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Rumah di Kabupaten Kutai Kartanegara 2009 - 2013
No Uraian Satuan 2009 2010 2011 2012 2013
1 Proyeksi penduduk Jiwa 784,043 799,268 814,789 816,719 818,655 2 Kebutuhan rumah Unit 156,809 159,854 162,958 163,344 163,731
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Alternatif Pemecahan Persoalan
Kedepan penyediaan perumahan terbanyak hendaknya tetap dilayani oleh perumahan kampung. Penyediaan perumahan oleh developer cenderung stabil mengingat aspek pendanaan yang terbatas. Penyediaan perumahan oleh pemerintah dalam bentuk publik housing bagi kelas paling bawah akan ada sebagai bentuk penyelamatan.
Kepadatan ruang permukiman akan naik di tengah kota dengan model hunian bertingkat. Ruang permukiman berkepadatan rendah akan ada di wilayah rural ataupun kota-kota satelit dan koridor. Ruang permukiman berkepadatan menengah akan tumbuh di tepian aglomerasi perkotaan. Kantong permukiman migran cenderung semakin meluas di kawasan-kawasan lain di tengah kota. Keterbatasan ruang permukiman ditengah kota mendorong tumbuh atau meningkatnya kepadatan hunian di bantaran sungai. Namun untuk mengurangi permasalahan penggunaan area lahan permukiman yang kurang tepat, maka diajukan suatu arahan lahan untuk pengembangan permukiman di wilayah Kab. Kutai Kartanegara. Penilaian terhadap pemilihan lokasi ini ditetapkan dengan melihat pada hasil survey lapangan, dokumen RTRW, karakter fisik serta sosial kependudukan. Pemilihan kawasan yang sesuai untuk lokasi permukiman tersebut masih harus dianalisis secara lebih lanjut lagi untuk mendapatkan lokasi permukiman yang benar-benar ideal.
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi ini adalah jenis penggunaan lahan yang ada pada lokasi perencanaan. Penggunaan lahan yang sudah ditetapkan berupa kawasan lindung harus
760,000 770,000 780,000 790,000 800,000 810,000 820,000 830,000
2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
P
roy
e
k
s
i
P
e
nd
ud
uk
152,000 154,000 156,000 158,000 160,000 162,000 164,000 166,000
K
e
bu
tuh
a
n
R
um
a
h
menjadi lahan permukiman, hal ini disebabkan karena keberadaan sawah terutama sawah dengan irigasi teknis mendukung ketahanan pangan daerah.
Kedua adalah morfologi daerah perencanaan. Melihat pada morfologi daerah Kabupaten Kutai Kartanegara yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai lokasi permukiman dan perumahan adalah daerah yang berupa dataran ataupun dataran aluvial. Daerah-daerah tersebut dianggap paling sesuai untuk pengembangan perumahan atau permukiman. Daerah dataran kondisi air tanahnya relatif baik, memiliki kemiringan yang relatif datar, sehingga tidak diperlukan pengurugan site ataupun cut and fill, dan mempermudah dalam penyediaan fasilitas umum ataupun fasilitas sosial seperti jaringan jalan, listrik dan drainase. Serta analisis mengenai daerah dengan tingkat kerawanan bencana merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan arahan lokasi yang sesuai.
Dalam menentukan kawasan permukiman dan perumahan yang ideal harus melihat pada proyeksi kebutuhan rumah serta mensinkronkan komposisi lahan terbangun yang ada. Rencana komposisi fungsional yang ideal untuk pengembangan kawasan permukiman dan perumahan adalah 60% luas lahan untuk bangunan rumah sedangkan 40% untuk sarana dan prasarana lingkungan. Apabila hal ini dapat terwujud maka akan terbentuk sebuah kawasan perumahan dan permukiman dengan sistem pelayanan yang memadai dalam arti tersedianya sarana prasarana dasar yang memadai bagi penghuninya, serta adanya harmonisasi dengan lingkungan sekitar. Pengembangan perumahan dan permukiman pada tahap awal ditekankan pada pembangunan tersedianya pelayanan sarana prasarana dasar, bersamaan dengan hal tersebut mulai dibangun dan dikembangkan pusat-pusat pelayanan dan blok-blok permukimannya.
Terakhir adalah dengan mendasarkan pada kondisi sosial kependudukan. Lokasi pengembangan perumahan dan permukiman diarahkan pada daerah-daerah yang berkepadatan sedang-rendah. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kepadatan perumahan berlebih (over density) yang dapat mengakibatkan penurunan daya dukung lahan serta munculnya kawasan permukiman kumuh. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut dan arahan Tata Ruang Wilayah yang ada, penentuan arahan lokasi permukiman dan perumahan dapat digambarkan dengan lebih ideal. Tabel ini akan menguraikan beberapa alternatif untuk pemecahan persoalan dengan membandingkan alternatif tersebut dari aspek teknis dan biaya, kemudian merumuskan alternatif yang direkomendasikan.
Tabel 6-6
Luas Arahan Lahan Untuk Pengembangan Permukiman
No. Kecamatan Luas lahan arahan % Luas Wilayah % thd luas wilayah
1 Samboja 49.079,7 27,2 104.590 46,93
2 Muarajawa 9.031,0 5 75.450 11,97
3 Sanga-sanga 6.936,2 3,8 23.340 29,72
4 Loajanan 1.953,9 1,1 64.420 3,03
5 Loakulu 3.039,8 1,7 140.570 2,16
6 Muaramuntai 14.814,9 8,2 92.860 15,95
7 Muarawis 2.339,6 1,3 110.816 2,11
8 Kotabangun 1.458,8 0,8 114.374 1,28
9 Tenggarong 2.696,9 1,5 39.810 6,77
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
No. Kecamatan Luas lahan arahan % Luas Wilayah % thd luas wilayah
12 Anggana 5.708,8 3,2 179.880 3,17
13 Muarabadak 10.857,6 6 93.909 11,56
14 Marangkayu 15.911,9 8,8 116.571 13,65
15 Muarakaman 22.364,8 12,4 341.010 6,56
16 Kenohan 16.028,7 8,9 130.220 12,31
17 Kembangjanggut 12.798,0 7,1 192.390 6,65
18 Tabang 4.376,0 2,4 776.450 0,56
Jumlah 180.409,3 100 2.726.310 6,62
Gambar 6-8
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
#
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
Jl. Panji, Tenggarong, Kode Pos 75514 Kerjasama dengan
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur, Yogyakaerta 55281
PETA RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN KOTA TENGGARONG & SEKITARNYA
2 0 2 km
galian tambang batu bara
hutan belukar kering
1 Lokasi Rencana Pengembangan Kawasan Perumahan
Sumber : Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) Tenggarong Tahun 2005
Tabel 6-7
Alternatif Pemecahan Masalah PSD Permukiman di Kabupaten Kutai Kartanegara
No Parameter yang Satuan Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-3
diperbandingkan
1. Pemenuhan kebutuhan perumahan (papan) yang layak dan terjangkau
Pemberdayaan pasar perumahan (pasar primer dan pasar sekunder),yang meliputi pemberian insentif kepada masyarakat (primer) dan kepada perusahaan-perusahaan yang bersedia
membangun rumah di Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain developer, beberapa perusahaan besar yang beroperasi di Kabupaten Kutai Kartanegara harus didorong untuk membangun rumah bagi karyawannya. Sistem insentif yang diberikan dapat berupa perijinan, pembiayaan (kredit), kemudahan hak atas tanah.
Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu kepada keswadayaan masyarakat, penting dilakukan karena sesuai dengan prinsip GERBANG DAYAKU yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat (keswadayaan).
Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, terutama diperlukan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah,
2 Pembangunan Lingkungan permukiman sehat dan harmonis, berkelanjutan
Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, khususnya permukiman kumuh.Dilakukan melalui program perbaikan lingkungan permukiman, rehabilitasi, pemugaran serta peremajaan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh, bahkan untuk kawasan permukiman tertentu perlu dilakukan relokasi.
Pengembangan KASIBA (Kawasan Siap Bangun) dan LISIBA (Lingkungan Siap Bangun)
Penyediaan dan Perbaikan prasarana dan sarana lingkungan permukiman, dilakukan secara terpadu baik pada kawasan permukiman lama yang telah ada maupun kawasan baru seperti di KASIBA dan LISIBA.
3 Pemantapan aspek kelembagaan dan model pemberdayaan Pembangunan perumahan dan permukiman
Pengembangan kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Pemantapan kelembagaan ini adalah upaya untuk mendukung pelembagaan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan temasuk penyelenggaraan koordinasi antar pelaku
pembangunan yang ada di bidang penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.
Melembagakan sistem regulasi daerah dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Selain aspek perundang-undangan dan peraturan pemerintah ditingkat pusat, maka ditingkat Kabupaten Kutai Kartanegara perlu merumuskan regulasi khusus yang bersifat pperasional dan teknis pembangunan perumahan dan permukiman, seperti pada aspek perijinan pendirian bangunan, pembiayaan, lembaga pengelola, tanah, dan sebagainya.
-
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
6.1.3
Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Tahun 2005 jumlah penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 527.196 jiwa, meningkat menjadi 542.233 jiwa pada tahun 2006 atau sejumlah 138.888 rumah tangga tahun 2005 dan 166.557 rumah tangga tahun 2006. Sebagian besar tinggal di aglomerasi perkotaan yaitu berada di Kecamatan Tenggarong (13,14 %), yang merupakan ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari keseluruhan rumah tangga membutuhkan 166.557 unit rumah bila dicapai kondisi ideal dimana satu rumah tangga menempati satu rumah. Di dua kecamatan sudah dibangun unit rumah, seperti Kecamatan Loa Janan telah dibangun 1.100 unit dengan tipe RSS dan Kecamatan Tenggarong 916 unit dengan tipe RSS.T 36 dan RS.T 45.
Tahun 2003 jumlah ketersediaan rumah di wilayah Kutai Kartanegara mencapai 124.717 unit. Jumlah tersebut meningkat menjadi 166.557 unit di tahun 2006. Peningkatan ini berkaitan dengan bertambahnya penduduk di wilayah Kutai Kartanegara. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga 10 tahun kedepan.
Kondisi tersebut juga terjadi di hampir seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, hanya saja tingkat pertumbuhan kebutuhan rumah tidak sama pada masing-masing kecamatan. Wilayah kecamatan yang ditaksir memiliki tingkat kebutuhan rumah paling rendah adalah kecamatan Tabang. Dari hasil perhitungan, pertumbuhan kebutuhan rumah di Kecamatan Tabang rata-rata mencapai 0,04% per tahun, sehingga kebutuhan rumah pada tahun 2011 diperkirakan sebanyak 3.280 unit. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga 5 tahun kedepan, dimana pada tahun 2016 dibutuhkan sekitar 4.116 unit untuk menampung 12.462 jiwa. Secara keseluruhan total kebutuhan rumah di Kabupaten kutai Kartanegara hingga tahun 2016 diprediksikan sebanyak 436871 untuk menampung 856.149 penduduk unit.
Untuk beberapa desa/kelurahan di Kota Tenggarong diproyeksikan bangunan rumah pada tahun 2024 mencapai 27.705 seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 6-8
Proyeksi Penduduk dan Perkiraan Jumlah Bangunan Rumah Tahun 2024
Desa/Kelurahan Proyeksi Penduduk 2024 (jiwa)
Perkiran Jumlah Bangunan Rumah Tahun 2024 (unit)
Jumlah Rumah (%)
Mangkurawang 11.593 2.319 8,37
Loa Ipuh 39.426 7.886 28,46
Sukarame 4.153 831 3,00
Panji 20.222 4.045 14,60
Baru 9.559 1.912 6,90
Melayu 35.206 7.042 25,42
Timbau 16.376 3.276 11,82
Teluk Dalam 1.213 243 0,88
Loa Lepu 751 151 0,55
27.705 100,00
Sumber : RTRK Tenggarong dalam Model Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kota Tenggarong dan Sekitarnya Kabupaten Kutai Kartanegara, 2005
Pengembangan perumahan dan permukiman Kota Tenggarong dan sekitarnya dilakukan dengan model Tridaya sebagaimana yang diusung oleh P2KP (Program Pengembangan permukiman Perkotaan). Tiga aspek utama pemberdayaan masyarakat, yakni aspek fisik, ekonomi, dan sosial diimplementasikan secara terpadu satu sama lain.
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
Tabel 6-9
Jumlah dan Proyeksi Kebutuhan Rumah Kabupaten Kutai Kartanegara
No. Kecamatan Ketersediaan Rumah Proyeksi Kebutuhan Rumah Jumlah Penduduk
2003 Persen 2006 Persen 2011 Persen 2016 Persen 2011 2016
1 Samboja 11199 8,98 12958 7,78 16525 6,13 21073 4,82 52038 61309
2 Muara Jawa 4500 3,61 6477 3,89 11884 4,41 21806 4,99 29631 35810
3 Sanga-Sanga 3090 2,48 4113 2,47 6625 2,46 10670 2,44 15015 15371
4 Loa Janan 12685 10,17 18419 11,06 34295 12,71 63853 14,62 70013 95722
5 Loa Kulu 8516 6,83 10204 6,13 13793 5,11 18645 4,27 48312 60242
6 Muara Muntai 3988 3,20 4413 2,65 5224 1,94 6185 1,42 56791 182487
7 Muara Wis 1505 1,21 2113 1,27 3720 1,38 6548 1,50 27540 90337
8 Kota Bangun 6561 5,26 6735 4,04 7035 2,61 7349 1,68 37572 50414
9 Tenggarong 15114 12,12 36053 21,65 153536 56,92 653855 149,67 95091 126873
10 Sebulu 7302 5,85 7876 4,73 8935 3,31 10136 2,32 47402 66484
11 Tenggarong Seberang 11799 9,46 12730 7,64 14448 5,36 16397 3,75 77172 120576
12 Anggana 5581 4,47 9275 5,57 21626 8,02 50426 11,54 30550 33807
13 Muara Badak 7633 6,12 9125 5,48 12287 4,55 16546 3,79 46522 59803
14 Marang Kayu 7284 5,84 6021 3,61 4384 1,63 3192 0,73 28073 35633
15 Muara Kaman 6863 5,50 8031 4,82 10436 3,87 13561 3,10 39607 48956
16 Kenohan 2980 2,39 3029 1,82 3112 1,15 3198 0,73 12361 12856
17 Kembang Janggut 3834 3,07 6372 3,83 14859 5,51 34649 7,93 21513 22630
18 Tabang 2280 1,83 2613 1,57 3280 1,22 4116 0,94 11219 12462
Total 124717 100,00 166557 100,00 269748 100,00 436871 100,00 681346 856149
6.1.4
Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Secara garis besar Program Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Kabupaten Kutai Kartanegara yang diusulkan dalam lima tahun mendatang sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan dan pedesaan, serta penyediaan permukiman dengan kegiatan-kegiatan peningkatan pemberdayaan masyarakat.
2. Program penyehatan lingkungan permukiman yang meliputi kegiatan penanganan drainase pengendalian banjir flood control.
3. Peningkatan pemanfaatan kapasitas produksi yang sudah terpasang melalui perluasan jaringan distribusi sambungan rumah, hidran umum dan terminal air.
4. Program penataan bangunan, yakni penyusunan pengendalian tata bangunan dan lingkungan.
5. Program penataan kota dalam rangka mendorong pemantapan fungís-fungsi kawasan kota Kecamatan sehingga dapat meningkatkan produktifitas kota, melalui pembangunan Kampung Improvement Project (KIP) di wilayah kota Kecamatan yang akan menjadi pelayanan wilayah pembangunan, terutama pengembangan kawasan Batuah di Kec. Loa Janan dan Kawasan Muara Badak.
6.1.5
Usulan Program dan Kegiatan
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
Tabel 6-10
Usulan dan Prioritas Sub Bidang Pengembangan Kawasan Permukiman
No Kegiatan Output Kegiatan Lokasi Volume Biaya 2014-2018 Irigasi dan Sarana Prasarana Bangunan di Kab Kukar
Data kondisi jalan dan jembatan Permukiman di Kecamatan Sanga-Sanga Permukiman di Kecamatan Muara Jawa Permukiman di Kecamatan Marang Kayu Permukiman di Kecamatan Samboja Permukiman di Kecamatan Sanga-Sanga drainase perkotaan
Kabupaten 1 Paket Kel.Jahab-Jl.Triyu Kel.Loa Ipuh
Perbaikan jalan m 5 AP.Mangkunegara Rt.1 Gang Keluarga Desa Teluk Dalam
Meningkatnya Jalan AP.Mangkunegara Rt.1 Gang Keluarga Desa Teluk Dalam Gang samping RS.Parikesit Rt.8 Kel.Melayu
Meningkatnya Jalan Imam Bonjol Gang samping RS.Parikesit Rt.8 Kel.Melayu
Kecamatan Perjiwa(Jalan ke Areal PON XVII) tahap II
Meningkatnya Jalan Teluk Dalam Bukit Bengkirai
Meningkatnya Jalan di Wisata Bukit Bengkirai Desa Lebak Mantan,Puandana dan Kuyung Seberang Tahap II
Meningkatnya Jalan dan Jembatan Desa Lebak Permukiman Desa Batuah
Meningkatnya jalan Desa Batuah
No Kegiatan Output Kegiatan Lokasi Volume Biaya 2014-2018 Jembatan Santan Ulu-Equator
Meningkatnya Jalan dan Jembatan Santan Ulu-Equator
Rehabilitasi Berat Jalan Trans SP 1-Sebulu
Meningkatnya Trans SP 1-Sebulu
Peningkatan Jalan dan Jembatan Desa Argosari
Meningkatnya Jalan dan Jembatan Desa Argosari
Peningkatan Jalan Lingkungan Permukiman 18 Kecamatan
Meningkatnya Jalan Lingkungan
Peningkatan Jalan disekeliling Pulau Kumala
Meningkatnya Jalan disekeliling Pulau
Lanjutan Rehab Jalan Tebalai(Muara Kaman Ilir) Kec.Muara Kaman 13 Km
Meningkatnya Jalan Tebalai(Muara Kaman Ilir)
Kec.Muara Kaman 13 Km
Peningkatan Jalan/Semenisasi Jalan Sultan Hasanudin,Jl Perintis,Jl Lingkungan Kantor Desa, Pasar Insan Jaya dan Kampung Tator Badak Baru Kec.Muara Badak
Meningkatnya Jalan Sultan Hasanudin,Jl Perintis,Jl Lingkungan Kantor Desa, Pasar Insan Jaya dan Kampung Tator Badak Baru Kec.Muara Badak
Kecamatan
Lanjutan Peningkatan Jalan Sari Nadi (SP V) ke Kedang Ipil Kec Kota Bangun
Meningkatnya Jalan Sari Nadi (SP V) ke Kedang Ipil Kec Kota Bangun
Semenisasi jalan lingkungan permukiman Kel. Bukit Biru Kec. Tenggarong
Meningatnya jalan Poros Kel. Bukit Biru Kec. Tenggarong
Lanjutan Semenisasi dari Desa Sebuntal menuju Desa Semangko dan Desa Kersik 17 Km
Meningkatnya aksesbilitas dari Desa Sebuntal menuju Desa Semangko dan Desa Kersik 17 Km
Semenisasi Dalam Kota Kembang Janggut - Desa Kelekat Kec Kembang Janggut
Meningkatnya jalan Dalam Kota Kembang Janggut - Desa Kelekat Kec Kembang Janggut
Peningkatan jalan pemukiman RT 1.2 dan 3 Desa Rempanga
Meningkatnya jalan pemukiman RT 1.2 dan 3 Desa
Peningkatan jalan dan seminisasi dari SLTPN 1 menuju Jl. Kapitan Toko Lima Muara Badak
Meningkatnya jalan dari SLTPN 1 menuju Jl. Kapitan Toko Lima Muara Badak
Lanjutan Peningkatan Jalan Desa Rapak Lambur - Dusun Sirbaya Kec Tenggarong
Meningkatnya alan Desa Rapak Lambur - Dusun Sirbaya Kec Tenggarong
Semenisasi jalan kec. Kembang Janggut, Hambau, Loa Sakoh dan Genting Tanah (lanjutan)
Bab 6
Peningkatan jalan poros Sungai seluang menuju Lampek Desa Seluang Kec. Samboja
Meningkatnya jalan poros Sungai seluang menuju Lampek Desa Seluang Kec.
Peningkatan Jln Desa Selerong Kec. Sebulu menuju Desa Rantau Hempang Kec. Ma.Kaman
Meningkatnya Jln Desa Selerong Kec. Sebulu menuju Desa Rantau Hempang
Lanjutan Peningkatan, Pelebaran Jalan Poros Ma. Badak Simpang Tiga Bontang (Penanganan Longsoran) di Km 2.45
Meningkatnya Jalan Poros Ma. Badak Simpang Tiga Bontang (Penanganan Longsoran) di Km 2.45
Lanjutan Pekerjaan Rigid Pavement Jalan Saliki, Salo Palai Muara Badak Ulu Kec. Ma. Badak
Meningkatnya alan Saliki, Salo Palai Muara Badak Ulu Kec. Ma. Badak
Lanjutan Peningkata Badan Jalan Siliwangi - Senipah Kec Samboja
Meningkatnya Jalan Siliwangi - Senipah Kec Samboja
Pengawasan Peningkatan Jalan Dusun Suka Karya Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong Seberang
Meningkatnya Jalan Dusun Suka Karya Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong
Pengawasan Peningkatan Jalan dusun Suka Sari Desa bukit Pariaman Kec. Tenggarong Seberang
Meningkatnya Jalan dusun Suka Sari Desa bukit Pariaman Kec. Tenggarong
Pengawasan Peningkatan Jalan Dusun Suka Rejo Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong Seberang
Meningatnya alan Dusun Suka Rejo Desa Bukit Pariaman Kec. Tenggarong
Penanganan Longsoran Jalan Panjaitan Tenggarong
Jalan Panjaitan
Pemeliharaan Jalan dalam Kota Tenggarong
Pemeliharaan Bahu Jalan dalam Kota Tenggarong
Perbaikan Jalan Kecamatan Muara Kaman (Lanjutan)
Meningkatnya Jalan Kecamatan Muara
Pengerasan dan Semenisasi Jalan dan Jembatan Penyeberangan Kutai Lama (Lanjutan)
Meningkatnya Jalan dan Jembatan
Peningkatan Jalan Pudak Baru - Pendingin (Lanjutan)
Kegiatan 6.691.128.000,00
6.691.128.000,00
6.691.128.000,00
38
Semenisasi Jalan Wisata Pantai Amborawang Laut (Lanjutan)
Meningkatnya Jalan Wisata Pantai
No Kegiatan Output Kegiatan Lokasi Volume Biaya 2014-2018 Timbunan Batubara diatas Ponton di Jembatan Martadipura
Terbangunnya Penahan Timbunan Batubara diatas Ponton di Jembatan Martadipura Ulin Kartini-Panjaitan Menjadi Jembatan Beton
Terbangunnya Jambatan Ritan Baru
Kec.Tabang 1 Paket Pile Slab Jembatan Martadipura
Terbangunnya Jalan Pendekat Pile Slab Jembatan dengan Balikpapan
Kecamatan Simpang Semayang
Terbangunnya Jalan Poros Martadipura Simpang Tubuhan-Simpang Semayang
Kecamatan Jalan dan Pengerasan Jalan di Desa Ma.Leka-Ma.Aloh
Trbangunnya Badan Jalan dan Pengerasan Jalan di Desa Kamp.Dagang Desa Muara Badak Ilir
Terbangunnya Jembatan Ulin Rt.01 Kamp.Dagang Desa Jalan Terminal Desa Batu-batu
Terbangunnya Jalan Terminal Desa
Pembangunan Jalan dan Jembatan Tuana Tuha-Genting Tanah
Terbangunnya Jalan dan Jembatan Tuana Tuha-Genting Tanah
Kec.Kembang
Pembuatan Jembatan Ulin Dusun Pendamaran
Terbangunnya Jembatan Ulin Dusun Pendamaran
Pembangunan Badan Jalan dari Martadipura-Sebelimbingan
Terbangunnya Badan Jalan dari
Pembangunan Jalan Poros Martadipura Ujung Agregat(Desa Pendamaran)-Simpang Tubuhan
Terbangunnya Jalan Poros Martadipura Ujung Agregat(Desa Pendamaran)-Simpang Tubuhan
Kec.Kembang
Lanjutan Pembangunan dan Peningkatan Jalan Padaidi-Karang Mumus Desa Badak Mekar
Terbangunnya alan Padaidi-Karang Mumus Desa Badak Mekar
Lanjutan Pembangunan Jembatan Kutai Lama
Terbangunnya Jembatan Kutai Lama
Kec.Anggana 1 Paket
Lanjutan Pembangunan Jalan dari Jembatan Pela-Muara Wis
Pela-Bab 6
Pembangunan Jembatan 18 Buah Kelekat-Tabang
Terbangunnya Jembatan 18 Buah Kelekat-Tabang
Pembangunan Jalan Kelekat-Tabang Tahap II
Terbangunnya Jalan Kelekat-Tabang
Lanjutan Pembangunan Jembatan Pela
Terbangunnya Jembatan Pela
Kec.Kota
Permukiman Perkotaan (Tanjung dan Jl Panjaitan Kec Tgr)
Tersusunnya dokumen
Perencanaan Teknis Permukiman Perkotaan (Tanjung dan Jl Panjaitan Kec Tgr) Prasaran Mesjid Agung
Terbangunnya Mesjid Al-Idzhar
Kec.Sebulu 1 Paket Mesjid Al-Abrar
Kecamatan Gedung Serba Guna Desa Gas Alam Badak I Mesjid Ukhuwah
Kecamatan Kelurahan Desa Gas Alam
Terbangunnya Prasaran Mesjid Almizan
Terbangunnya Perumahan Masyarakat Kurang Mampu Sekali (Lokasi Muara Jawa dan Samboja)
Terbangunnya Jalan - Ma. Jawa (Handil II)
No Kegiatan Output Kegiatan Lokasi Volume Biaya 2014-2018 Ds. Tanah Datar, Ma Badak 2.5 Km.
Terbangunnya Jalan Lingkungan - Ds. Tanah Datar, Ma Badak 2.5 Km. Ds. Batuah, Loa Janan 2.75 Km.
Terbangunnya Jalan Lingkungan - Ds. Batuah, Loa Janan 2.75 Km. Lingkungan - Ds. Bunga Jadi, Ma Masyarakat Kurang Mampu - 50 unit Perumahan Masyarakat Kurang Mampu Perumahan Masyarakat Kurang Mampu
4 Peningkatan Jalan dan Drainase Terbangunnya jalan dan drainase
e. Pembangunan Sarana dan Prasarana Rumah Sederhana Sehat
1 Pembangunan PSD RSS/RSH Perum KORPRI Tenggarong Seberang Puskesmas Sebulu - SD Hulu Desa Bunga Jadi
1 Paket
Terbangunnya Jalan Desa Suka Bumi
1 Paket
4 Semenisasi Desa Ritan Baru Terbangunnya jalan Desa Ritan Baru
1 Paket
Terbangunnya jalan Desa Kembang
Terbangunnya Jalan - Ma. Jawa ( Handil II )
Terbangunnya Jalan - Ma Kaman ( Kp. Ds. Tanah Datar, Ma Badak 2.5 Km.
Bab 6 Ds. Batuah, Loa Janan 2.75 Km.
Terbangunnya Jalan Lingkungan - Ds. Batuah, Loa Janan 2.75 Km. Lingkungan - Ds. Bunga Jadi, Ma Jembatan dalam desa Muara Badak
Ulu(semenisasi,turap,drainase dan trotoar)
Terbangunnya Jalan dan Jembatan dalam desa Muara Badak Ulu Gedung Serba Guna
Kec.Muara Perkerasan untuk akses ke Perkebunan Kelapa Sawit
Terbangunnya Badan Jalan untuk akses ke Perkebunan Kelapa Sawit Sarana Pendidikan,Ibadah dan Sosial/Umum
Tersedianya Lahan untuk Sarana Pendidikan,Ibadah dan Sosial/Umum
Kec.Muara Prasarana SD,SLYP,SLTA
Meningkatnya akses keluar ke Desa Sekambing
Meningkatnya Jalan+Drainase akses keluar ke Desa Sekambing
Sarana Olahraga Kec.Marangkayu
1 Paket Prasarana Mesjid
Meningkatnya Sarana dan Prasarana Mesjid
No Kegiatan Output Kegiatan Lokasi Volume Biaya 2014-2018 penataan permukiman banjir Desa Muara Kaman Hulu (Kec. Muara Kaman)
Terbangunnya infrastruktur dan penataan permukiman banjir Desa Muara Kaman Hulu daerah rawan bencana Kabupaten Kutai Kartanegara
Tertatanya permukiman di daerah rawan bencana Kabupaten Kutai Kartanegara
Kabupaten daerah rawan banjir
Kabupaten korban bencana alam
Terbangunnya
1 Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Lingkungan Permukiman Kumuh dan Nelayan Permukiman Kumuh dan Nelayan
- 195.670.358.129,80 163.016.080.000,00 154.595.676.000,00 22.200.000.000,00 15.865.421.000,00
JUMLAH TOTAL 982.099.742.129,80 29.360.315.129,80 - 497.260.301.000,00 455.479.126.000,00
- -
Bab 6 Aspek Teknis Per-Sektor
6.2
Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.
Secara idealnya perlu disusun dan diberlakukan upaya pengendalian pemanfaatan untuk setiap bagian kota berdasarkan hasil identifikasi pemerintah daerah setempat. Prioritas penanganan terutama dilakukan pada daerah atau pusat-pusat kota yang mempunyai pertumbuhan cepat dan memerlukan pengendalian yang lebih tepat, ketat dan khusus, seperti pada pusat-pusat perdagangan, kawasan wisata, kawasan bersejarah, kawasan permukiman, atau pada kawasan-kawasan yang dari segi geografis memerlukan perhatian khusus, seperti perairan, perbukitan dan lain-lain.
Rencana Penataan Bangunan Lingkungan dimaksudkan untuk memberikan panduan dan arahan terhadap lingkungan binaan pada daerah-daerah yang dapat memenuhi kepentingan atau aspirasi masyarakat, pemanfaatan sumber daya setempat dan daya dukung lahan yang optimal. Panduan dan arahan lingkungan binaan (urban design guidelines) tersebut dapat melalui panduan yang bersifat mengendalikan pengembangan bagian kota / lingkungan, panduan perancangan kelompok bangunan / lingkungan, panduan perlindungan bangunan dan lingkungan bersejarah, panduan perijinan maupun melalui panduan program investasi.
Penataan Bangunan Lingkungan sangat diperlukan karena terjadinya penurunan kualitas lingkungan kota sejak beberapa tahun terakhir. Selain Itu juga disebabkan oleh adanya kecendrungan membangun permukiman yang salah, seperti di Kota Tenggarong. Pembangunan permukiman dilakukan di atas Sungai Mahakam yang menimbulkan kesan ketidakteraturan lingkungan Kota Tenggarong.
6.2.1
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
6.2.2
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
6.2.2.1 Isu Strategis Penataan Bangunan Lingkungan
Pada saat ini terjadi degradasi kualitas lingkungan di wilayah Kab. Kutai Kartanegara, seperti :
Kerusakan Ekologi Perkotaan
Terjadi degradasi dan kerusakan baik lingkungan (seperti : terjadinya pencemaran air/sungai, udara dan kebisingan) maupun yang berdampak pada sosial budaya setempat (seperti: konflik sosial, kriminalitas dan sebagainya).
Kurangnya kelengkapan kenyamanan (amenitas) kawasan, seperti kurang memadainya prasarana bagi pejalan kaki, tapak kawasan yang buruk, jalan dan ruang yang tidak memberikan fasilitas kebutuhan manusia, tidak tersedianya estetika ruang bentuk kota yang bisa memanusiawikan lingkungan, tidak tersedianya petunjuk arah, arah dan tujuan yang sulit (way-findings), dan lingkungan yang semakin tidak ramah terhadap anak-anak, orang tua, penyandang cacat, dan kaum perempuan.
Bab 6
Aspek Teknis Per-Sektor
Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.
Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampah setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensif dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompok peduli dan dunia usaha secara aktif. Penyelenggaraan pengembangan lingkungan permukiman perlu dilakukan secara komprehensive dengan berbasis konsep tridaya melalui proses pemberdayaan masyarakat sesuai siklus P2KP.
Usaha Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Untuk saat ini usaha yang dilakukan penmerintah dalam menata tata kotanya masih belum optimal, masih banyak terjadi pembangunan gedung tanpa memperhatikan dasar-dasar pembangunan, baik itu berkaitan dengan izin pendirian bangunan atau pengaturan intensitas bangunan (KDB, KLB, Ketinggian Bangunan). Selain itu sulitnya pengendalian pendirian bangunan di pinggir-pinggir sungai, hal ini juga kaitannya dengan budaya masyarakat yang dari dulu sudah tinggal di pinggir sungai. Sehingga perlu perencanaan yang matang dalam mengatasi permasalahan tersebut. Membangun Kota yang tertata rapi, namun dalam perwujudannya tanpa merugikan masyarakat itu sendiri.
Gambar 6-10
Peta Rencana Pemanfaatan Lahan Kota Tenggarong (Sumber: RDTR Kecamatan Tenggarong, 2008)
6.2.2.2 Kondisi Eksisting Penataan Bangunan Lingkungan
Bangunan-bangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan. Dari sisi tata letak kota, bangunan-bangunan memiliki fungsi sebagaimana disebutkan di atas. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6-11
Fungsi Bangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara
Fungsi Bangunan Lokasi
Perdagangan dan Jasa
Kec. Tenggarong, Kec. Samboja, Kec. Muara Jawa, Kec. Kota Bangun, Kec. Tenggarong seberang, Kec. Muara Badak, dan Kec. Kembang Janggut
Pemukiman Seluruh kecamatan
Pendidikan dan Kantor Untuk Pendidikan difokuskan pada seluruh Kecamatan, sedangkan Kantor di Kec. Tenggarong
Bangunan Tradisional Bersejarah
Kec. Tenggarong, Kec. Samboja, Kec. Muara Jawa, Kec. Kota Bangun, Kec. Tenggarong seberang, Kec. Muara Badak, dan Kec. Kembang Janggut
Sumber: RTRW Kab. Kukar, 2005
Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum adalah sebagian dari bangunan yang memiliki fungsi jasa, misalnya rumah sakit, kantor pos, kantor dinas pemadam kebakaran dan
Perkantoran dan Perdagangan/jasa
Bab 6
Aspek Teknis Per-Sektor
$
T
$
T%U
Kec. Tenggarong
Seberang
Mu seum Mula wa rma n
Komplek Makam
Raja-R aja Kutai Kertanegara
Ma kam Kelamb u Kunin g
M
a
ha
ka
m
Kel. Panji
Kel. Sukarame
Komplek Makam Raja-raja Kutai Kartanegara di Kompleks
Museum Mulawarman
lain-lain. Secara umum bangunan-bangunan fasilitas umum ini seharusnya dijadikan fasilitas pendukung dari fungsi-fungsi bangunan lainnya sehingga lokasi dan keberadaannya tidak berjauhan dari bangunan lainnya terurama kawasan pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan – bangunan dan kawasan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah.
(Sumber: Masterplan Kawasan Tradisional dan Bersejarah kab. Kutai kartanegara, 2008)
1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.
Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua kabupaten Kutai Kartanegara disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan aturan bangunan yang lain. Sedangkan untuk daerah-daerah rawan bencana misalnya kebakaran, banjir, gempa bumi, maka disyaratkan bangunan-bangunan tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tehadap ancaman bencana tersebut.
2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran
Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penanggulangan bencana kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharusnya dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, supermarket/plaza, pusat perbelanjaan dan lain-lain.
Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.
3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan
Kota Tenggarong dan Tenggarong Seberang sudah disusunkan rencana tata bangunan dan lingkungannya, namun belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan lingkungan tersebut karena RTBL yang ada belum disahkan yang berarti belum memiliki landasan hukum untuk ditegakkan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik. Selain itu masih banyak daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara yang belum memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan.
Untuk Kecamatan wilayah Pesisir saat ini kepadatan bangunan dan wilayah terbangun terkonsentrasi di wilayah pesisir laut dan sungai, serta jalan-jalan penghubung antar ibukota kabupaten (Trans Kalimantan). Di kawasan tersebut berbagai aktivitas penduduk berlangsung, seperti permukiman penduduk, perdagangan, jasa, pelabuhan, wisata, dan lain sebagainya.
Kondisi bentang alam mengakibatkan dataran di kawasan pesisir tersebut relatif sempit dan memanjang. Dengan berbagai aktivitas penduduk, kepadatan bangunan relatif tinggi. Kepadatan bangunan yang tinggi dengan berbagai aktivitas ekonomi penduduk mengakibatkan ketidakteraturan tata bangunan dan lingkungan di sekitar kawasan pusat- pusat permukiman tersebut. Pembuangan limbah rumah tangga langsung ke sungai dan laut juga mengakibatkan persoalan lingkungan di wilayah pesisir, terutama pencemaran air sungai dan laut.
Bab 6
Aspek Teknis Per-Sektor
Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa titik akibat kendaraan lambat dari permukiman penduduk bertabrakan dengan kendaraan yang melintas cepat di jalur regional tersebut. Di lain pihak, kawasan sepanjang jalur Trans Kalimantan yang menembus hutan-hutan berfungsi lindung telah banyak dirambah oleh penduduk untuk kegiatan pertanian atau perdagangan sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.
Gambar 6-12
Kondisi Permukiman di Pesisir Mahakam (Sumber: RDTR Kecamatan Wilayah Pesisir, 2007)
6.2.2.3 Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan Lingkungan
Secara garis besar permasalahan yang terjadi adalah kesalahan penyesuaian fungsi lahan dengan bangunan. Pembangunan yang tidak terencana dan pengabaian tata ruang menjadi sumber rusaknya tata ruang kota.
Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain:
1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.
Proteksi Kebakaran, prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian.
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung (RTBL) di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.
2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata, Permukiman Kumuh dan Nelayan.
Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.
Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, sarana parkir, reklame dan Bangunan Telepon Selular (BTS), Pedagang Kaki Lima (PKL), dan lain-lain kurang diperhatikan.
3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.
Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh