• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Eksisting Penataan Bangunan Lingkungan

Usulan dan Prioritas Sub Bidang Pengembangan Kawasan Permukiman

6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.2.2.2 Kondisi Eksisting Penataan Bangunan Lingkungan

Bangunan-bangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan. Dari sisi tata letak kota, bangunan-bangunan memiliki fungsi sebagaimana disebutkan di atas. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6-11

Fungsi Bangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara

Fungsi Bangunan Lokasi

Perdagangan dan Jasa

Kec. Tenggarong, Kec. Samboja, Kec. Muara Jawa, Kec. Kota Bangun, Kec. Tenggarong seberang, Kec. Muara Badak, dan Kec. Kembang Janggut

Pemukiman Seluruh kecamatan

Pendidikan dan Kantor Untuk Pendidikan difokuskan pada seluruh Kecamatan, sedangkan Kantor di Kec. Tenggarong

Bangunan Tradisional Bersejarah

Kec. Tenggarong, Kec. Samboja, Kec. Muara Jawa, Kec. Kota Bangun, Kec. Tenggarong seberang, Kec. Muara Badak, dan Kec. Kembang Janggut

Sumber: RTRW Kab. Kukar, 2005

Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum adalah sebagian dari bangunan yang memiliki fungsi jasa, misalnya rumah sakit, kantor pos, kantor dinas pemadam kebakaran dan

Perkantoran dan Perdagangan/jasa

Bab 6

Aspek Teknis Per-Sektor

$ T $ T%U

Kec. Tenggarong

Seberang

Mu seum Mula wa rma n Komplek Makam

Raja-R aja Kutai Kertanegara

Ma kam Kelamb u Kunin g

M

a

ha

kam

Kel. Panji

Kel. Sukarame

Komplek Makam Raja-raja Kutai Kartanegara di Kompleks

Museum Mulawarman

lain-lain. Secara umum bangunan-bangunan fasilitas umum ini seharusnya dijadikan fasilitas pendukung dari fungsi-fungsi bangunan lainnya sehingga lokasi dan keberadaannya tidak berjauhan dari bangunan lainnya terurama kawasan pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan – bangunan dan kawasan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah.

Bangunan-bangunan tersebut di atas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan, umur atau usia bangunan dan nilai historis bangunan. Bangunan yang berada di kawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berda di pedesaan. Begitupula bangunan fungsi perdagangan biasanya memilkii nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada bangunan perkantoran, pendidikan ataupun pemukiman. Bangunan yang memiliki nilai historis sejarah dan berumur tua lebih tinggi nilai ekonominya dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.

(Sumber: Masterplan Kawasan Tradisional dan Bersejarah kab. Kutai kartanegara, 2008)

1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.

Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua kabupaten Kutai Kartanegara disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan aturan bangunan yang lain. Sedangkan untuk daerah-daerah rawan bencana misalnya kebakaran, banjir, gempa bumi, maka disyaratkan bangunan-bangunan tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tehadap ancaman bencana tersebut.

2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran

Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penanggulangan bencana kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharusnya dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, supermarket/plaza, pusat perbelanjaan dan lain-lain.

Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait. 3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan

Kota Tenggarong dan Tenggarong Seberang sudah disusunkan rencana tata bangunan dan lingkungannya, namun belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan lingkungan tersebut karena RTBL yang ada belum disahkan yang berarti belum memiliki landasan hukum untuk ditegakkan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik. Selain itu masih banyak daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara yang belum memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan.

Untuk Kecamatan wilayah Pesisir saat ini kepadatan bangunan dan wilayah terbangun terkonsentrasi di wilayah pesisir laut dan sungai, serta jalan-jalan penghubung antar ibukota kabupaten (Trans Kalimantan). Di kawasan tersebut berbagai aktivitas penduduk berlangsung, seperti permukiman penduduk, perdagangan, jasa, pelabuhan, wisata, dan lain sebagainya. Kondisi bentang alam mengakibatkan dataran di kawasan pesisir tersebut relatif sempit dan memanjang. Dengan berbagai aktivitas penduduk, kepadatan bangunan relatif tinggi. Kepadatan bangunan yang tinggi dengan berbagai aktivitas ekonomi penduduk mengakibatkan ketidakteraturan tata bangunan dan lingkungan di sekitar kawasan pusat- pusat permukiman tersebut. Pembuangan limbah rumah tangga langsung ke sungai dan laut juga mengakibatkan persoalan lingkungan di wilayah pesisir, terutama pencemaran air sungai dan laut.

Sementara di sepanjang jalur Trans Kalimantan, kegiatan di permukiman penduduk yang tersebar secara sporadis tidak jarang mengakibatkan terganggunya lalu lintas regional.

Bab 6

Aspek Teknis Per-Sektor

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di beberapa titik akibat kendaraan lambat dari permukiman penduduk bertabrakan dengan kendaraan yang melintas cepat di jalur regional tersebut. Di lain pihak, kawasan sepanjang jalur Trans Kalimantan yang menembus hutan-hutan berfungsi lindung telah banyak dirambah oleh penduduk untuk kegiatan pertanian atau perdagangan sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.

Oleh karenanya, revitalisasi (penataan kembali) kawasan permukiman di sepanjang pesisir dan jalur Trans Kalimantan perlu menjadi prioritas agar kawasan tersebut yang menjadi pusat kegiatan penduduk menjadi aman dan nyaman serta tidak merusak lingkungan.

Gambar 6-12

Kondisi Permukiman di Pesisir Mahakam (Sumber: RDTR Kecamatan Wilayah Pesisir, 2007)

6.2.2.3 Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan Lingkungan

Secara garis besar permasalahan yang terjadi adalah kesalahan penyesuaian fungsi lahan dengan bangunan. Pembangunan yang tidak terencana dan pengabaian tata ruang menjadi sumber rusaknya tata ruang kota.

Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain:

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana.

 Proteksi Kebakaran, prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian.

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung (RTBL) di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan

 Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata, Permukiman Kumuh dan Nelayan.

 Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.

 Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, sarana parkir, reklame dan Bangunan Telepon Selular (BTS), Pedagang Kaki Lima (PKL), dan lain-lain kurang diperhatikan.

3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

 Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

 Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh

Dokumen terkait