• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patobiologi Aneurisma Intrakranial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Patobiologi Aneurisma Intrakranial."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PATOBIOLOGI ANEURISMA INTRAKRANIAL

Dr. Achmad Adam, dr., M.Sc., SpBS

A. Pendahuluan.1

Aneurisma didefinisikan sebagai suatu pelebaran atau dilatasi dari pembuluh darah.

Bentuk yang paling sering dari aneurisma intrakranial adalah aneurisma arterial sakuler yang

merupakan proses degeneratif progresif yang mengenai dinding arteri. Ruptur aneurisma

sakuler merupakan masalah kesehatan yang cukup serius dan sering didapatkan. Berdasarkan

hasil otopsi dan pemeriksaan angiografi, sekitar 5% sampai 6% individu memiliki aneurisma

intrakranial. Rasio antara aneurisma yang ruptur dengan yang tidak ruptur berkisar antara 5:3

sampai 5:6. Prevalensi aneurisma rendah selama 2 dekade pertama kehidupan dan meningkat

setelah dekade ketiga. Hanya 2% aneurisma yang muncul pada masa kanak-kanak. Proses

aneurisma pada arteri yang memperdarahi susunan saraf pusat dapat diklasifikasikan

berdasarkan bentuknya (sakuler, fusiform dan dissecting), ukurannya (non-giant atau giant,

dengan diameter maksimal > 2,5 cm), tipe pembuluh darah (arteri atau vena), penyebabnya

(didapat atau familial/genetik), proses penyakit yang mendasarinya (infeksi traumatik,

inflamasi, neoplastik) dan lokasinya (intrakranial, basis kranii, ekstrakranial, spinal dan

sistemik). Klasifikasi yang lebih detail dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Aneurisma Pada Susunan Saraf Pusat.

1. Acquired (biasanya bentuk sakuler)

A. Tidak berhubungan dengan penyakit sistemik B. Berhubungan dengan penyakit sistemik

(i). Aneurisma intracranial familial

(ii). Penyakit ginjal polikistik

(iii). Koarktasio aorta

(iv). Displasia fibromuskuler

(v). Penyakit genetik yang jarang: Marfan’s, Ehler-Danlos, teleangiektasia hemoragik

herediter, Anderson-Fabry.

2. Aneurisma khusus A. Non sakuler

(2)

2 b. Dissecting

c. Traumatik d. Infektif :

i. Bacterial ii. Fungal iii. Spirochetal iv. Amebic e. Inflamasi

i. Lupus eritematosus ii. Poliarteritis nodosa iii. Aortitis

iv. Arteritis giant-cell v. Arteritis non-spesifik f. Neoplastik

i. Metastatik

ii. Contiguous infiltrative

iii. Berhubungan dengan tumor

g. Mikroaneurisma intraparenkimal (Charcot-Bouchard) h. Aortik

B. Sakuler a. Spinal b. Giant

II. Patogenesis dan Etiologi

Aneurisma sakuler biasanya terbentuk pada bifurkasio arteri. Secara khusus

aneurisma mudah terbentuk pada bifurkasio dengan cabang kecil yang hipoplastik dan

bifurkasio dengan sudut yang tajam. Sekitar 90% aneurisma terjadi pada arteri-arteri di

sirkulasi anterior. Tempat-tempat pada sirkulasi anterior yang sering terkena termasuk

perbatasan antara arteri komunikans anterior dan arteri serebri anterior, bifurkasio arteri

serebri media dan perbatasan arteri karotis interna dengan arteri oftalmika, arteri komunikans

posterior, arteri khoroidalis anterior dan arteri serebri media. Sedangkan pada sirkulasi

posterior, apex arteri basilaris dan arteri vertebralis intrakranial merupakan tempat yang

sering terkena. Multipel aneurisma terdapat pada sekitar 14%-24% pasien dan lebih sering

(3)

3 Arteri intrakranial lebih rentan daripada arteri ekstrakranial untuk mengalami

aneurisma karena dindingnya lebih tipis, mengandung lebih sedikit elastin pada tunika media

dan adventisia, tunika media memiliki sel otot lebih sedikit dan tidak didapatkan lamina

elastika eksterna. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa pembuluh darah otak besar yang

berjalan di ruang subarakhnoid memiliki jaringan penyokong eksternal yang lebih kecil.

Ferguson menyatakan bahwa aneurisma serebral terjadi akibat degenerasi arteri yang

diinduksi proses mekanik. Stres hemodinamik maksimal terjadi pada apex dan bifurkasio

arteri. Ketidakseimbangan antara kekuatan arteri pada bifurkasio utama dan stress

hemodinamik yang terjadi padanya menyebabkan degenerasi lamina elastika interna dan

pembentukan aneurisma.Turbulensi aliran pada aneurisma dan daerah di sekitarnya

menghasilkan getaran pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya mengakibatkan

kelemahan integritas struktur pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan perkembangan

aneurisma. Pembentukan atheroma pada pembuluh darah juga berkontribusi menyebabkan

kelemahan dinding pembuluh darah dan akselerasi pembentukan aneurisma. Stres pada

dinding pembuluh darah meningkat seiring makin tipisnya aneurisma, radius aneurisma yang

semakin besar dan tekanan pada aneurisma yang semakin besar karena peningkatan tekanan

darah. Ketika stres pada dinding pembuluh darah melebihi kekuatannya maka terjadilah

ruptur aneurisma.

Etiologi aneurisma dapat karena adanya predisposisi kongenital (seperti defek pada

tunika muskularis dari dinding arteri), proses aterosklerosis (karena hipertensi), emboli

(seperti pada miksoma atrial), infeksi (mycotic aneurysms), traumatik dan kondisi lainnya.

Aneurisma dapat ruptur kapan saja tetapi terutama pada saat tekanan darah atau aliran

darah meningkat. Ruptur sering terjadi saat melakukan aktivitas berat seperti mengangkat

beban, latihan, berhubungan badan, defekasi dan melakukan pekerjaan berat. Walaupun

begitu aneurisma juga dapat ruptur pada saat sedang beristirahat atau tidur. Semakin besar

ukuran aneurisma maka semakin besar kemungkinannya untuk ruptur. Aneurisma yang

berdiameter lebih dari 10 mm lebih besar kemungkinannya untuk ruptur daripada aneurisma

yang berdiameter lebih kecil. Titik pada aneurisma yang paling sering mengalami ruptur

adalah pada apex. Sebelum ruptur, aneurisma jarang menimbukan gejala klinis kecuali bila

terdapat tekanan pada struktur susunan saraf pusat, iritasi pada otak atau duramater dan

hambatan aliran darah.

Aneurisma yang berukuran lebih dari 2,5 cm biasanya disebut giant aneurysm. Giant

aneurysm sering mengandung trombus pada lumen arterinya. Faktor-faktor yang

(4)

4 mempercepat pembentukan trombus intraaneurisma. Embolisasi dari trombus intraaneurisma

juga dapat terjadi. Telah dilaporkan 20 kasus transient ischemic attack akibat emboli

aneurisma dimana lokasi yang paling sering untuk mengalami embolisasi ini adalah arteri

serebri media (2/3 kasus) dan arteri karotis interna (1/3 kasus).

III. Gambaran Histologis.

Dinding arteri intrakranial yang normal terdiri atas satu lapisan endotel, lamina

elastika interna, tunika media yang mengandung beberapa lapisan muskularis dan tunika

adventisia. Sebaliknya aneurisma mengandung satu lapisan endotel dan sebagian besar

dindingnya dibentuk oleh jaringan fibrohialin yang dibungkus oleh lapisan adventisia. Pada

umumnya deposit fibrin dan infiltrasi leukosit ditemukan pada dinding aneurisma.

IV. Gejala Kinis.

Aneurisma dapat menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak di dekatnya atau

kompresi saraf kranial. Giant aneurysm terutama paling sering menimbulkan gejala dan tanda

defisit neurologis fokal sehubungan dengan efek massa. Giant aneurysm pada arteri serebri

media dapat menimbulkan bangkitan, hemiparesis atau disfasia. Aneurisma pada perbatasan

antara arteri karotis interna dan arteri komunikans posterior atau pada arteri serebelaris

superior dapat menyebabkan penekanan pada nervus ketiga. Giant aneurysm pada arteri

serebelaris superior dapat menyebabkan penekanan pada traktus piramidalis di

mesencephalon sehingga terjadi hemiplegia kontralateral (sindrom Weber).

Pada sinus kavernosus, aneurisma dapat menimbulkan penekanan pada nervus

kranialis ketiga, keempat dan keenam yang mengakibatkan oftalmoplegia. Aneurisma pada

arteri oftalmika dapat menyebabkan neuropati nervus optikus karena efek kompresifnya

sehingga mengakibatkan visual loss. Nyeri pada wajah sesuai distribusi nervus oftalmika dan

maksilaris yang menyerupai gejala trigeminal neuralgia dapat terjadi pada aneurisma

intrakavernosus atau supraklinoid. Waktu rata-rata dari mulai timbulnya gejala kelumpuhan

saraf kranial sampai ke perdarahan subarakhnoid sekitar 110 hari. Aneurisma suprasellar

dapat mengakibatkan gangguan endokrin karena kompresi kelenjar hipofisis.

Perdarahan kecil (sentinel/warning hemorrhage) dapat menimbulkan nyeri kepala

hebat (yang digambarkan sebagai “the worst headache in my life”) dengan onset mendadak.

Warning headache ini dapat juga terjadi tanpa adanya perdarahan dan disebabkan

pembesaran aneurisma. Waktu rata-rata dari mulai timbulnya nyeri kepala ini sampai

(5)

5 nyeri kepala ini. Infark kecil (transient ischemia) karena embolisasi di bagian distal

pembuluh darah akibat lepasnya trombus intraaneurisma dapat menimbulkan gejala

amaurosis fugax dan hemianopsia homonim. Waktu rata-rata dari saat timbulnya transient

ischemia sampai ke perdarahan subarakhnoid sekitar 21 hari.

V. Komplikasi Ruptur Aneurisma.

V.1. Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi apabila pembuluh darah yang terletak di dekat

permukaan otak pecah sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarakhnoid. Arteri

yang terdapat di bagian basis otak dan berjalan melewati ruang subarakhnoid merupakan

tempat yang paling sering mengalami pembentukan aneurisma sehingga apabila aneurisma

tersebut ruptur maka aliran darah yang pertama kali biasanya menuju sistem kavernous yang

dibentuk oleh arakhnoid. Jumlah darah yang mengalir ke ruang subarakhnoid ditentukan oleh

ukuran awal ruangan tersebut, brain compliance, tekanan darah, tingkat pembekuan darah

dan faktor hemodinamik lainnya. Perdarahan subarakhnoid yang masif dapat menghasilkan

volume perdarahan hingga 150 ml. Volume perdarahan yang lebih besar dapat mengancam

jiwa pasien. Proses perdarahan berhenti ketika tekanan intrakranial melebihi tekanan

intraarterial dan terjadi proses pembekuan.

Gejala klinis perdarahan subarakhnoid biasanya sangat berat dengan onset yang

sangat mendadak. Untuk menilai derajat klinis pasien dengan perdarahan subarakhnoid

digunakan skala Hunt and Hess. Skala ini sangat berguna untuk memperkirakan prognosis

jangka pendek dan panjang. Semakin tinggi derajat skala pasien maka prognosisnya semakin

buruk.

Tabel 2. Klasifikasi Hunt and Hess.

Grade I Asimpt omat ik at au nyeri kepala minimal

dan kaku kuduk ringan

Grade II Nyeri kepala sedang sampai berat , kaku

kuduk (+), t ak ada defisit neurologis selain

kelumpuhan saraf kranial

Grade III Drow siness, confusion at au defisit fokal

(6)

6

Grade IV St upor, hemiparesis sedang sampai berat ,

bisa didapat kan rigidit as deserebrasi aw al

dan gangguan veget at if

Grade V Koma dalam , rigidit as deserebrasi

V.2. Reaksi Meningeal.

Dalam beberapa jam setelah perdarahan subarakhnoid akan terjadi pengeluaran

leukosit polimorfonuklear yang diikuti oleh limfosit dan fagosit mononuklear. Respon seluler

ini akan bertahan selama sel darah merah dan produk-produk hasil degradasinya masih

terkumpul di ruang subarakhnoid. Sehubungan dengan proses pembekuan, eritrosit akan

dikelilingi oleh serat-serat fibrin yang kemudian bergabung membentuk gambaran sarang

tawon di sekitar eritrosit tersebut.Fagositosis pertama kali terjadi pada 24 jam setelah

perdarahan. Bukti dari percobaan menunjukkan bahwa fagosit yang ada dihasilkan oleh

sel-sel datar yang melapisi ruang subarakhnoid secara normal. Darah juga akan menyebabkan

distensi villi arakhnoidalis. Secara bertahap debris akan dibuang setelah 2-3 minggu.

Kemungkinan besar respon meningeal yang terjadi disebabkan oleh oksihemoglobin dan

bilirubin.

V.3. Reaksi Serebral Umum.

Dalam keadaan normal 78% volume otak terdiri dari air yang akan meningkat

jumlahnya pada perdarahan sehubungan volume darah yang dilepaskan. Kandungan air yang

bertambah pada otak dapat diakibatkan oleh proses vasogenik (peningkatan permeabilitas sel

endotel kapiler otak) dan sitotoksik (kerusakan seluler langsung akibat iskemia dan anoksia).

Selain itu juga akan terjadi peningkatan volume darah serebral yang mungkin diakibatkan

paralisis vasomotor yang diinduksi oleh iskemia akut setelah ruptur aneurisma. Sebagai

konsekuensi dari edema dan pembengkakan otak maka dapat terjadi pergeseran garis tengah

(midline shift).

V.4. Perdarahan Intraserebral.

Perdarahan intraserebral primer terjadi pada 20-40% kasus ruptur aneurisma. Dari

semua perdarahan intraserebral yang berukuran > 3 cm, 20% diantaranya disebabkan

aneurisma. CT-Scan dapat membantu kita untuk membedakan perdarahan intraserebral

yang disebabkan hipertensi dengan ruptur aneurisma. Perdarahan di talamus dan nukleus

kaudatus hampir selalu disebabkan hipertensi sedangkan perdarahan kalosal hampir selalu

(7)

7 gambaran perdarahan seperti yang disebabkan oleh hipertensi. Lebih dari setengah kasus

perdarahan akibat ruptur aneurisma terjadi sekunder dari perdarahan subarakhnoid yang

masuk ke otak. Tetapi sebagian besar perdarahan intraserebral akibat ruptur aneurisma

terjadi pada sistem ventrikel.

Dalam hubungannya dengan pemulihan neurologis, pasien dengan perdarahan di

lobus temporal akan mengalami pemulihan lebih baik dibandingkan pasien dengan

perdarahan di lobus parietal. Ukuran hematom berhubungan lurus dengan kemungkinan

terjadinya vasospasme. Volume perdarahan yang besar berhubungan dengan resiko herniasi

yang lebih besar. Lebih dari 40% ruptur aneurisma berlokasi di lobus frontal dan temporal,

10% lainnya berlokasi di lobus parietal dan paling jarang berlokasi di serebelum. Angka

mortalitas paling tinggi pada perdarahan di lobus parietal. Pada suatu penelitian besar

didapatkan bahwa 54% aneurisma yang menyebabkan perdarahan intraserebral terdapat di

arteri serebri media, 25% di arteri serebri anterior, 15% di arteri karotis interna, 5% di

perikalosal dan hanya 1% pada sistem vertebrobasiler. Perdarahan di lobus frontal sangat

mungkin berasal dari ruptur aneurisma pada arteri serebri anterior dan perikalosal,

perdarahan temporal dari arteri serebri media atau arteri karotis interna dan perdarahan

parietal dapat berasal dari arteri serebri anterior atau arteri serebri media.

V.5. Perdarahan Intraventrikuler.

Perdarahan intraventrikuler ditemukan pada 13-28% kasus ruptur aneurisma.

Prognosis biasanya lebih buruk pada kasus dengan perdarahan intraventrikuler (angka

kematian mencapai 64%). Ukuran ventrikel saat datang ke rumah sakit merupakan faktor

prognostik yang sangat penting. Semakin besar ukuran ventrikel maka prognosisnya

semakin buruk. Aneurisma pada arteri komunikans anterior menyebabkan perdarahan

intraventrikuler akibat ruptur lamina terminalis ke bagian anterior ventrikel ketiga atau

ventrikel lateralis. Aneurisma pada arteri basilaris distal dapat ruptur ke arah lantai ventrikel

ketiga. Aneurisma pada arteri serebelaris inferior posterior dapat ruptur langsung ke

ventrikel keempat melalui foramen Luschka. Lokasi aneurisma yang dapat menyebabkan

perdarahan intraventrikuler yaitu arteri serebri anterior (40%), arteri karotis interna (25%),

arteri serebri media (21%) dan pada sistem vertebrobasiler (14%).

V.6. Perdarahan Subdural.

Hanya 1-2% ruptur aneurisma yang dapat menyebabkan perdarahan subdural. Hampir

setengah kasus dengan perdarahan subdural berakhir dengan kematian karena efek massa.

Lokasi aneurisma yang dapat menyebabkan perdarahan subdural menurut studi literatur

(8)

8 dan pada sistem vertebrobasiler (6%). Pada hampir separuh kasus didapatkan perdarahan

subhyaloid. Faktor prognostik yang buruk yaitu midline shift yang besar dan volume

perdarahan yang besar. Mayoritas pasien adalah wanita dengan aneurisma di bagian

proksimal arteri karotis.

V.7. Vasospasme dan Infark.

Ruptur aneurisma dapat menyebabkan deposit bekuan darah dalam jumlah banyak

pada bagian adventisia arteri di bagian basal otak yang sering mengakibatkan konstriksi

arteri jangka panjang dengan onset tertunda yang disebut sebagai vasospasme. Penyebabnya

kemungkinan adalah pelepasan oksihemoglobin dalam konsentrasi tinggi sebagai hasil

degradasi eritrosit. Oksihemoglobin akan mempengaruhi fungsi platelet derived growth

factor yang dilepaskan platelet yang menempel pada dinding arteri dan endothelial derived

relaxing factor serta komponen kaskade pembekuan terutama trombin, plasmin dan

fibrinogen sehingga terjadi kontraksi abnormal atau kegagalan relaksasi sel otot polos arteri.

Vasospasme yang berat dapat menimbulkan oklusi pembuluh darah dan iskemia di bagian

distalnya. Sekitar 2/3 pasien dengan ruptur aneurisma akan menunjukkan vasospasme

derajat sedang sampai berat pada angiografi yang dilakukan 1 minggu atau segera setelah

perdarahan awal. Sekitar setengah pasien akan menunjukkan gejala klinis dari iskemia yang

tertunda. Waktu terjadinya hal ini akan bergantung pada beberapa faktor seperti usia,

tekanan perfusi, anatomi sirkulasi anterior dan faktor lainnya.

Angka kematian akibat fenomena ini telah banyak menurun dengan menghindari

dehidrasi dan penggunaan zat anti fibrinolitik. Sebagai tambahan, penggunaan antagonis

kalsium dan penerapan metode hipertensi/hipervolemia menghasilkan efek yang

menguntungkan. Insidensi infark serebral tercatat sekitar 30% dari kasus ruptur aneurisma.

Sebagai catatan, infark serebri dapat disebabkan oleh tindakan bedah, kompresi oleh

hematom atau efek angiografi.

Perubahan histologis pada dinding pembuluh darah karena vasospasme adalah

penebalan karena interdigitasi progresif dari sel otot. Hal ini dapat mengganggu

metabolisme dan nutrisi pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi perubahan nekrotik

pada sel otot polos. Selain itu akan terjadi degenerasi pleksus neuralis periadventisial.

V.8. Hidrosefalus.

Dilatasi ventrikel terjadi dalam beberapa hari setelah perdarahan subarakhnoid pada

seperlima kasus. Beberapa pasien akan mengalami pelebaran ventrikel kronis. Gambaran

(9)

9 periventrikuler (yang menunjukkan adanya edema interstisial). Biasanya antara 5-15%

pasien akan membutuhkan ventriculo-peritoneal shunt kronis.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper. AH, Brow n R. Cerebrovascular Disease in: Adams and Vict or's Principles of

Neurology; 8t h edit ion; M cGraw -Hill Companies; 2005.

2. Bradley WG, Daroff RB. Neurology In Clinical Practice; 4t h edit ion; Elsevier Inc; 2004.

3. Caplan LR. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysms and Vascular M alformations In:

St roke A Clinical Approach; 4t h edit ion; Saunders Elsevier; USA; 2009.

4. Warlow CP. Stroke A Practical Guide To M anagement; 1996; Blackw ell Science Lt d.

5. Lindsay KW, Bone I. Neurology and Neurosurgery Illustrated; 4t h edit ion; Churchill

Livingst one; 2004.

6. Greenberg M S. Cerebral Aneurysms In: Handbook of Neurosurgery; 6t h edit ion;

Thieme; New York; 2006.

7. Weir BK, Findlay JM , M ielke BW. Pathology of Aneurysms and Vascular

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan drainase pada lahan gambut dilakukan untuk menciptakan media tanam yang sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan dan mengurangi asam organik

Setelah model peramalan diverifikasi, maka tahapan selanjutnya adalah proses perhitungan langsung jumlah pemesanan bahan baku kain yang ekonomis yang sesuai dengan

Dengan kondisi faktor lingkungan internal dan eksternal saat ini, strategi pengembangan industri hilir yang relevan adalah dengan melakukan revitalisasi UKM pengolahan

Selain itu dalam pengelolaan arsip dinamis tidak hanya untuk naskah tertulis, tetapi juga untuk pita rekaman (hasil pendiktean, rekaman rapat dewan komisaris), gambar-gambar, foto

Dalam sel Galvani selalu terdapat elektroda logam yang dimasukkan dalam suatu larutan garam. Ion-ion logam mengelilingi elektrodanya dan mempunyai kecenderungan untuk

Pergeseran titik-titik batas yang berada di sekitar Aceh akibat deformasi co-seimic memberikan dampak beragam, mulai dari 9.45 cm di titik batas prov1 di pantai barat

Bagi pihak–pihak yang keberatan terhadap Pengumuman ini Peserta dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada

Hasil penampang image geofisika line V dengan arah line selatan – utara, terdapat rekahan-rekahan yang terisi oleh urat kuarsa pada zona argilik dan zona