commit to user
i
TRADISI UPACARA BERSIH DESA MBAH MEYEK DI
KAMPUNG BIBIS KULON SEBAGAI POTENSI WISATA
BUDAYA DI KOTA SURAKARTA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Disusun Oleh :
Gana Gustiarto C9409012
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv MOTTO
1. Mulailah dari mendengar untuk mengerti dan memahami untuk menentukan
sikap dari hidup yang penuh makna. ( penulis )
2. Jangan berlebihan dalam mengagumi sesuatu sehingga melupakan sesuatu
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Dengan Setulus hatiku kupersembahkan
karya tugas akhir ini kepada:
1. Bapak dan Ibuku tercinta terima kasih
atas doa restu dan dukungannya.
2. Adik – adikku tercinta.
3. Timy sahabatku atas perhatian dan
commit to user
Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Universitas sebelas maret.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini, serta yang telah memberikan dukungan
baik secara moril maupun materiil yaitu:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D selaku dekan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
2. Dra. Hj. Isnaini WW, M.pd selaku Ketua Program Diploma III Usaha
Perjalanan Wisata dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan
pengarahan dan dukungan dalam penulisan Tugas Akhir ini.
3. Drs. Suharyana, M.pd selaku Sekretaris Program Diploma III Usaha
Perjalanan Wisata dan pembimbing pembantu, terima kasih telah
memberikan izin dalam penulisan Tugas Akhir ini.
4. Drs. Soedarmono, SU selaku Pembimbing Utama dalam penulisan
Tugas Akhir ini , terima kasih atas bimbingannya selama ini.
5. Bapak Joko Susilo selaku ketua Rw 18 kampung bibis kulon yang
telah memberikan penulis izin untuk mengadakan penelitian dan
commit to user
vii
6. Bapak Supadi selaku sesepuh kampung bibis kulon yang telah
memberikan banyak informasi yang dibutuhkan penulis dalam
penelitian ini.
7. Semua staf Diploma III Usaha Perjalanan Wisata yang telah membatu
dan memberikan pengarahan selama ini.
8. Semua teman – temanku angkatan 2009 yang selalu memberikan
motivasi dan bantuan kepada penulis.
9. Untuk temanku Bayu dan Ikhwan yang selalu memberikan masukan –
masukan dan tempat penulis mengeluh, tempat penulis mengadu, dan
tempat penulis meluapkan emosi terima kasih atas semuanya.
10.Ayah dan ibu yang selalu memberikan dorongan dan fasilitas yang di
butuhkan untuk penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunannya, oleh karena itu penulis mohon
maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan berupa pengarahan, kritik, saran yang penulis butuhkan dalam penulisan
Tugas Akhir ini.
Surakarta, Agustus 2012
commit to user
viii ABSTRAK
Gana Gustiarto, C9409012, 2012. Tradisi Upacara Bersih Desa Mbah Meyek di Kampung Bibis Kulon Sebagai Potensi Wisata Budaya di Kota
Surakarta. Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laporan Tugas Akhir ini dilatar belakangi permasalahan yaitu apakah latar belakang dan tujuan diadakan upacara bersih desa Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon, Potensi apa sajakah yang dapat menjadi daya tarik wisatawan di dalam upacara bersih desa Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon Surakarta, Bagaimanakah peran masyarakat dan dan peran Dinas Pariwisata dalam pelestarian dan pengembangan upacara bersih desa Mbah Meyek sebagai Atraksi wisata budaya di kotamadya Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini yaitu mengetahui latar belakang dan tujuan diadakan upacara bersih desa Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon, potensi – potensi yang dimiliki untuk menarik minat wisatawan serta peran masyarakat dan kendala yang di hadapi dalam usaha melestarikan kebudayaan asli ini. Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini adalah teknik pengumpulan data diantaranya observasi, wawancara, studi dokumen, studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis SWOT yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi masalah yang telah diangkat.
Hasil Penelitian dengan menggunakan analisis SWOT menunjukan bahwa keberadaan upacara bersih desa Mbah Meyek selalu dipertahankan masyarakat kampung Bibis Kulon meski menemui kendala – kendala. Tradisi ini memiliki potensi – potensi dan keunikan yang dapat dikembangkan menjadi sebuah atraksi wisata yang mampu menjadi produk unggulan Pariwisata di Surakarta. Perhatian dari pemerintah dan dinas pariwisata dalam upaya pengembangannya masih kurang. Belum adanya upaya lanjutan dan kelembagaab khusus yang mengelola upacara bersih dea Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon Surakarta.
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..………... i
HALAMAN PENGESAHAAN PEMBIMBING……… ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI………... iii
MOTTO……….... iv USUL UPACARA BERSIH DESA MBAH MEYEK…………...… 19
A. Gambaran umum kampung Bibis Kulon………. 19
B. Kondisi sosial dan budaya masyarakat kampung Bibis Kulon.. 22
commit to user
x
1. Asal –usul upacara bersih desa Mbah Meyek……… 23
2. Latar belakang dan tujuan diadakannya upacara bersih desa Mbah Meyek………..…….. 28
3. Pandangan masyarakat tentang upacara bersih desa Mbah Meyek……….. 32
BAB III TRADISI UPACARA BERSIH DESA MBAH MEYEK SEBAGAI POTENSI WISATA BUDAYA………..………….... 35
A. Prosesi upacara bersih desa Mbah Meyek………. 35
1. Waktu dan tempat upacara bersih desa Mbah Meyek…... 35
2. Pelaksanaan upacara bersih desa Mbah Meyek……...……… 36
B. Peranan masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan upacara bersih desaMbah Meyek……… 43
C. Kendala-kendala dalam melestarikan upacara bersih desaMbah Meyek……… 46
D. Potensi upacara bersih desaMbah Meyek dengan menggunakan Analisis SWOT ……… 48
E. Strategi pengembangan potensi upacara bersih desa Mbah Meyek 52 BAB IV PENUTUP……… 55
A. Kesimpulan……… 55
B. Saran……….. 57
DAFTAR PUSTAKA……….. 58
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Daftar informan dalam peneliltian……….. 59
2. Lampiran 2 : Daftar istilah asing……….. 60
3. Lampiran 3 : Transkrip riwayat singkat Mbah Meyek………. 62
4. Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian………. 63
5. Lampiran 5 : Peta Kota Surakarta………... 64
6. Lampiran 6 : Foto –foto di pundhen sendhang Mbah Meyek……… 65
7. Lampiran 8 : Foto –foto di pundhen Mbah Kyai Asem Kandhang… 67 8. Lampiran 10 : Foto –foto di pundhen Sumur Mbah Sodrono……… 69
9. Lampiran 12 : Foto –foto di pundhen Mbah Sumur Bandung……… 71
10.Lampiran 14 : Foto –foto di pundhen Mbah Asem Gede……… 73
11.Lampiran 15 : Foto – foto Sesaji yang digunakan dalam upacara bersih desa Mbah Meyek………... 74
12.Lampiran 16 : Foto saat prosesi kirab wayang mengelilingi kampung 75 13.Lampiran 18 : Foto saat pertunjukan wayang kulit………. 77
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di wilayah yang
strategis, di antara dua benua dan dua samudra. Dua Benua tersebut adalah Benua
Asia dan Benua Australia, dan terletak antara dua samudra yaitu samudra Hindia
dan samudra Pasifik. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara agraris karena
masyarakat Indonesia kebanyakan adalah petani. Selain Negara agraris, Indonesia
juga disebut Negara maritim karena wilayah Indonesia yang dikelilingi perairan.
Hal tersebut membuat Indonesia sebagai daerah yang strategis untuk dikunjungi.
Pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala,
yaitu hasrat untuk mengadakan perjalanan, lebih dari itu pariwisata dengan ragam
motivasinya akan menimbulkan permintaan-permintaan dalam bentuk jasa-jasa
dan persediaan-persediaan lain.Pada hakikatnya berwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat
tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik
karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan , politik, agama, bisnis, rekreasi
maupun kepentingan lain seperti menambah pengalaman ataupun untuk
pembelajaran. Secara umum pariwisata dapat dilihat sebagai sektor yang dapat
mendorong dan meningkatkan kegiatan pembangunan, menciptakan lapangan
usaha baru, membuka lapangan kerja, dan mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat serta pendapatan asli daerah, apabila dikelola dan dikembangkan
commit to user
Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam dan keanekaragaman
budaya yang menarik dan memiliki ciri khas sendiri bagi siapa saja yang
melihatnya. Banyak potensi pariwisata di Indonesia yang belum digali dan
dikembangkan untuk dipasarkan pada konsumen terutama dalam bidang
kebudayaan. Kebudayaan merupakan sektor dalam dunia pariwisata yang sangat
berpotensi. Potensi – potensi tersebut perlu dikelola dan dikembangkan agar
menjadi suatu daya tarik tersendiri suatu daerah menjadi Daerah Tujuan Wisata
(DTW) yang paling diminati.
Negara Indonesia memiliki keaneka ragaman budaya dan setiap daerah di
Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat tersendiri. Seperti contoh adalah
pulau Bali yang menjadi daerah tujuan wisata yang diminati baik wisatawan
domestic maupun mancanegara. Industri pariwisata di pulau bali sudah sangat
berkembang pesat, hal tersebut tak lepas dari kebudayaan masyarakat pulau bali
yang mampu menjadikan kebudayaan mereka sebagai daya tarik tersendiri bagi
wisatawan. Masyarakat bali mampu melestarikan dan mengembangkan
kebudayaan Bali yang religius dan sakral yang mampu bertahan di atas budaya
asing yang masuk ke pulau Bali. Masyarakat Bali yang sadar akan kebudayaan
menjadikan Bali berkembang dalam industri pariwisata tanpa kehilangan
norma-norma kebudayaan. Bali dapat menjadi contoh daerah-daerah lain di Indonesia
yang masih belum berkembang dalam industri pariwisata.
Pariwisata dengan segala aspek kehidupan yang terkait di dalamnya akan
menuntut konsekuensi dari terjadinya pertemuan dua budaya atau lebih yang
berbeda, yaitu budaya para wisatawan dengan budaya masyarakat sekitar obyek
commit to user
pengaruh yang menimbulkan dampak terhadap segala aspek kehidupan dalam
masyarakat sekitar obyek wisata. Pada hakekatnya ada empat bidang pokok yang
dipengaruhi oleh usaha pengembangan pariwisata, yaitu ekonomi, sosial, budaya,
dan lingkungan hidup. Dampak positif yang menguntungkan dalam bidang
ekonomi yaitu bahwa kegiatan pariwisata mendatangkan pendapatan devisa
negara dan terciptanya kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi
masyarakat di daerah tujuan wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar
hidup mereka. Dampak positif yang lain adalah perkembangan atau kemajuan
kebudayaan, terutama pada unsur budaya teknologi dan sistem pengetahuan yang
maju. Dampak negatif dari pengembangan pariwisata tampak menonjol pada
bidang sosial, yaitu pada gaya hidup masyarakat di daerah tujuan wisata. Gaya
hidup ini meliputi perubahan sikap, tingkah laku, dan perilaku karena kontak
langsung dengan para wisatawan yang berasal dari budaya berbeda.
Kotamadya Surakarta adalah daerah tujuan wisata yang berkembang dari
segi kebudayaan. Banyak kebudayaan di kotamadya Surakarta yang dijadikan
sebagai wisata budaya, namun masih banyak kebudayaan atau upacara adat yang
masih belum dipromosikan dan berpotensi dalam perkembangan atraksi wisata
budaya di kotamadya Surakarta. Bibis Kulon adalah kampung di kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari kota Surakarta. Kampung Bibis Kulon
mempunyai tradisi atau kebudayaan yang sudah turun temurun sejak Indonesia
belum merdeka namun masih ada hingga sekarang dan masih banyak orang yang
masih belum mengenal tradisi ini. Tradisi yang ada di kampung bibis kulon
tersebut adalah Upacara bersih desa kampung bibis kulon atau sering disebut
commit to user
upacara bersih desa yang bertujuan untuk menolak bala bencana yang ada di
kampung tersebut.
Dari pernyataan di atas menunjukan bahwa potensi kebudayaan perlu
dikelola dengan baik sehingga dapat mempengaruhi perkembangan industri
pariwisata kota Surakarta. Dengan semakin kuatnya alasan tersebut maka
dilakukan penelitian dengan judul “ TRADISI UPACARA BERSIH DESA
MBAH MEYEK DI KAMPUNG BIBIS KULON SEBAGAI POTENSI WISATA BUDAYA DI KOTA SURAKARTA “.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
permasalahan – permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah latar belakang dan tujuan diadakannya upacara bersih desa Mbah Meyek
di kampung bibis kulon Surakarta?
2. Potensi apa sajakah yang dapat menjadi daya tarik wisatawan di dalam upacara
bersih desa Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon Surakarta ?
3. Bagaimanakah peran masyarakat dan peran Dinas Pariwisata dalam pelestarian
dan pengembangan upacara bersih desa Mbah Meyek sebagai Atraksi wisata
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan tujuan diadakannya upacara bersih desa
Mbah Meyek di Kampung Bibis Kulon Surakarta.
2. Untuk mengetahui potensi yang dapat dijadikan daya tarik wisatawan dalam
upacara bersih desa Mbah Meyek di Kampung Bibis Kulon Surakarta.
3. Untuk mengetahui peranan masyarakat daerah setempat dan Dinas Pariwisata
kota Surakarta dalam melestarikan dan mengembangkan Upacara Bersih desa
Mbah Meyek sebagai Wisata Budaya
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang potensi kebudayaan
dalam kaitannya dengan bidang pariwisata.
b. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan setiap pembaca
sebagai tambahan pengetahuan dan sumber data dalam sebuah penelitian.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan bantuan dalam penelitian lebih lanjut
b. Setelah mengetahui hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan
kepada pemerintah kota Surakarta pada umumnya dan masyarakat Kampung
commit to user
E. Kajian Teori
I. Pengertian Pariwisata:
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan oleh orang atau
kelompok dari daerah asal ke tempat lain dengan tujuan menikmati sesuatu yang
baru dan bersifat sementara atau tidak menetap. Pada hakekatnya setiap manusia
mempunyai tingkat rutinitas yang tinggi tentang kehidupannya. Manusia hampir
selalu melakukan aktivitas dan hal yang sama setiap harinya, sering disebut
dengan rutinitas. Tingkat rutinitas yang tinggi ternyata berdampak besar terhadap
kehidupan manusia. Dampak dari rutinitas yang tinggi adalah menyebabkan
ke-tidak stabilan emosi, dan meningkatkan tingkat strees pada diri manusia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut manusia selalu mencari hal atau sesuatu yang baru di
luar rutinitas mereka dan mampu memberikan mereka suasana baru. Pariwisata
merupakan suatu gejala perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain yang
mampu dijadikan sector industry jasa dalam usaha meningkatkan perekonomian
suatu Negara dengan cara menyediakan jasa, sarana dan prasarana di Daerah
Tujuan Wisata ( DTW )
4 (empat) kriteria perjalanan pariwisata:
1) Tujuannya semata-mata untuk bersenang-senang dan mencari
sesuatu yang baru;
2) Dilakukan dari satu daerah ( daerah asal ) ke daerah yang lain;
3) Dilakukan minimal 24 jam;
4) Perjalanan dilakukan semata-mata tidak untuk mencari nafkah di
commit to user
yang menikmati jasa, sarana dan prasarana di daerah tujuan wisata (
DTW ).
Dalam mengembangkan daerah tujuan wisata juga harus mempunyai aspek –
aspek yang sangat membantu dalam meningkatkan daya tarik wisatawan. Adapun
Aspek-aspek Pengembangan Wisata adalah sebagai berikut.
c. Attraction (daya tarik); daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW)
untuk menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik
berupa alam maupun masyarakat dan budayanya.
d. Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan agar wisatawan
domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam mengunjungi
suatu daerah tujuan wisata
e. Amenities (fasilitas); amenities memang menjadi salah satu syarat daerah
tujuan wisata agar wisatawan dapat dengan betah tinggal lebih lama di
daerah tujuan wisata.
f. Ancillary (kelembagaan); adanya lembaga yang mengelola suatu daerah
tujuan wisata, maka wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan
mencari, apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan
commit to user
Setelah memahami tentang istilah dan pengertian tentang pariwisata
berikutnya dikemukakan bentuk dan jenis pariwisata.
A. Bentuk Pariwisata
Nyoman S.Pendit dalam bukunya Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar
Perdana mengemukakan bentuk pariwisata dapat dibagi menurut beberapa
kategori antara lain:
1. Menurut asal wisatawan:
a. Dari dalam negeri disebut juga pariwisata domestik atau pariwisata
nusantara.
b. Dari luar negeri disebut juga pariwisata internasional atau pariwisata
mancanegara.
2. Menurut akibat terhadap neraca pembayaran:
a. Pariwisata aktif yaitu kedatangan wisatawan dalam negeri memberi efek
positif terhadap neraca pembayaran luar negeri.
b. Pariwisata pasif yaitu warga negara yang keluar negeri memberi efek
negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri.
3. Menurut jangka waktu:
a. Pariwisata jangka pendek apabila wisatawan yang berkunjung ke DTW
(Daerah Tujuan Wisata) hanya beberapa hari saja.
b. Pariwisata jangka panjang apabila wisatawan yang berkunjung ke DTW
(Daerah Tujuan Wisata) waktunya sampai berbulan-bulan.
4. Menurut jumlah wisatawan:
a. Pariwisata tunggal apabila wisatawan yang bepergian hanya seorang atau
commit to user
b. Pariwisata rombongan apabila wiasatwan yang bepergian satu kelompok
atau rombongan yang berjumlah 15 sampai 20 orang atau lebih.
5. Menurut alat angkut:
a. Pariwisata Udara.
b. Pariwisata Laut.
c. Pariwisata Kerta Api.
d. Pariwisata Mobil.
B. Adapun jenis – jenis wisata yaitu :
a. Wisata Budaya
Perjalanan wista yang bertujuan untuk mempelajari adat istiadat,
budaya, tata cara kehidupan masyarakat dan kebiasaan yang terdapat
didaerah atau negara yang dikunjungi.
b. Wisata Olahraga
Perjalanan wisata dengan tujuan untuk mengikuti kegiatan olahraga
misalnya; Olympiade, Thomas Cup, Pra Piala Dunia dan SeaGames.
c. Wisata Kuliner
Perjalanan wisata yang bertujuan untuk menikmati
keanekaragaman makanan yang terdapat didaearah atau negara yang
dikunjungi.
d. Wisata Pertanian
Pengorganisasian perjalanan yang dilakukan dengan mengunjungi
commit to user
e. Wisata Kesehatan
Perjalanan wisata dengan tujuan untuk sembuh dari suatu penyakit
atau untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani. Wisata ini disebut
juga Wisata Pulih Sembuh.
f. Wisata Maritim atau Bahari
Wisata yang sering dikaitkan dengan olahraga air, seperti
berselancar, menyelam, berenang, dan lain sebagainya. Objeknya adalah
pantai, laut, sungai, kepulauan, termasuk taman laut. Karena kegiatannya
di air, wisata ini disebut juga wisata Tirta.
g. Wisata Industri
Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa
untuk berkunjung ke suatu industri yang besar guna mempelajari atau
meneliti industri tersebut.
h. Wisata Bulan Madu
Perjalanan dalam jenis wisata ini adalah orang yang sedang
berbulan madu atau pengantin baru. Agen perjalanan atau Biro perjalanan
yang menyelenggarakan wisata ini biasanya menyediakan fasilitas yang
istimewa atau khusus. Diharapkan agar wistawan benar-benar menikmati
bulan madu dengan kesen-kesan khusus, indah dan meninggalkan
kenangan yang istimewa bagi bulan madu mereka.
i. Wisata Komersial
Perjalanan wisata untuk tujuan yang bersifat komersial ataupun
commit to user
j. Wisata Cagar Alam
Kegiatan berkunjung ke daerah cagar alam. Di samping itu untuk
mengunjungi binatang atau tumbuhan yang langka juga, untuk tujuan
menghirup udara segar dan menikmati keindahan alam.
II. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah sistem atau gagasan dari pola pikir manusia yang
diwariskan secara turun-temurun, meliputi pengetahuan, norma-norma, adat
istiadat, kepercayaan, kebiasaan, moral dan kesenian. Dengan kata lain
kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Menurut A.L Kroeber dan C.Kluckhon kebudayaan
terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi
yang diperoleh dan terutama diturunka oleh simbol-simbol yang menyusun
pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk
didalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas
tradisi dan cita-cita atau paham, terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
III. Unsur – unsur Kebudayaan
C.Kluckhon di dalam karyanya yang berjudul Universal Catagories of
Culture menyatakan, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu :
1. Sistem Religi
Merupakan produk dari manusia sebagai homo religius. Manusia yang
mempunyai kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas
commit to user
manusia takut sehingga menyembahnya dan lahirlah sistem kepercayaan
yang sekarang menjadi agama.
2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Merupakan produk dari manusia sebagai homo socious. Manusia sadar
bahwa tubuhnya lemah, namun memiliki akal, maka disusunlah organisasi
kemasyarakatan dimana manusia bekerja sama untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
3. Sistem Pengetahuan
Merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu juga didapatkan dari orang
lain. Kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengingat apa yang telah
diketahuinya kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa,
sehingga menyebabkan pengetahuan menyebar luas. Terutama apabila
pengetahuan tersebut dibukukan, maka penyebaran tersebut dapat bersifat
turun temurun dari satu generasi ke genarasi berikutnya.
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem-sistem Ekonomi
Merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadikan
tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
5. Sistem Teknologi dan Peralatan
Merupakan produk dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari
pemikiran yang cerdas manusia dapat menciptakan dan mempergunakan alat.
Dengan alat-alat ciptaannya itulah manusia lebih mampu mencukupi
commit to user
6. Bahasa
Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia
pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda ( kode ) yang kemudian
disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bentuk
bahasa tulisan.
7. Kesenian
Merupakan produk dari manusia sebagai homo aesteticus. Setelah manusia
dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka butuh kebutuhan psikasnya utuk
dipuaskan. Manusia tidak lagi semata-mata memnuhi kebutuhan makan saja,
mereka juga perlu pandangan mata yang indah, sura yang merdu, yang
semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian.
Cultural Universal tersebut, dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur
yang lebih sempit. Disebut kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity.
Contohnya Cultural Universal sistem pencaharian dan sistem ekonomi mencakup
kegiatan-kegiatan seperti pertanian, nelayan, sistem produksi, sistem distribusi
dan lain-lain.
IV. Pariwisata dan Budaya Kota Surakarta
Surakarta dikenal dengan sebutan kota Solo. Merupakan sebuah kota yang
menjadi jantung budaya Jawa. Solo The Spirit Of Java dipakai sebagai konsep
yang penggambarannya diarahkan pada atribut utama yaitu elemen – elemen
budaya yang ada di kota Solo. Solo bukan hanya daerah tujuan wisata namun juga
sebagai wujud kota peradaban dengan warisan peninggalan budaya terlengkap.
commit to user
daerah tujuan wisata seperti Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Pasar
Triwindu, Taman Sriwedari dan objek – objek lainnya.
Dalam kaitannya pariwisata dengan kebudayaan, kebudayaan merupakan
salah satu daya tarik dalam pariwisata. Dalam UU. no. X/Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, objek wisata dan atraksi wisata tidak didefinisikan masing -
masing secara terpisah, melainkan dalam satu definisi ( tourism attraction )
sebagai berikut;Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisata. Dapat diambil
pengertian bahwa atraksi budaya ( Cultural tourism attraction ) adalah sesuatu
yang ada dalam suatu kebudayaan itu sendiri yang menarik untuk dilihat,
dirasakan, dan dinikmati oleh wisatawan.
Pariwisata yang berkembang dari sektor kebudayaan memberikan
keunikan tersendiri. Surakarta memiliki banyak atraksi – atraksi budaya yang
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata.
Keanekaragaman budaya, tradisi dan kehidupan masyarakat kota Surakarta
menjadi andalan dalam perkembangan pariwisata di Surakarta.
V. Pengertian Tradisi Upacara Bersih Desa
Tradisi upacara bersih desa merupakan suatu bentuk upacara tradisional
jawa. Rangkaian kegiatannya menunjukan adanya ciri – ciri ketradisionalan.
Upacara bersih desa merupakan upacara ritual keagamaan yang melibatkan
seluruh anggota masyarakat sebagai usaha pembersihan tahunan desa dari roh –
roh jahat. Upacara bersih desa sama dengan ruwatan desa yaitu membersihkan
commit to user
Upacara bersih desa terselenggara atas tindakan kebersamaan dari seluruh anggota
masyarakat yang di tunjukan dalam bentuk gotong royong, makan bersama, dan
doa bersama. Upacara bersih desa dilaksanakan rutin pada bulan dan hari – hari
tertentu yang dianggap memiliki makna ataupun filosofi dan telah menjadi satu
norma yang harus ditaati oleh anggota masyarakat. Upacar bersih desa bersifat
kolektif untuk mengukuhkan tradisi yang dimiliki sehingga dapat mempersatukan
masyarakat. ( Soetarno, 1995 : 6 )
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung Bibis Kulon Kelurahan
Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
2. Sumber Data a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil
pengamatan, wawancara dengan pengurus Upacara adat bersih desa
kampung Bibis Kulon serta dengan pihak dinas pariwisata kota Surakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari wawancara dengan
wisatawan yang yang berkunjung menyaksikan upacara adat bersih desa
Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon dan juga referensi dari buku - buku
commit to user
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data penulis akan menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, yaitu ;
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan pengurus /
pengelola, sesepuh dalam Upacara adat bersih desa kampung bibis kulon dan
pihak Dinas pariwisata Kota Surakarta. Yang akhirnya memperoleh data –
data yang jelas, terperinci yang berkaitan dengan sejarah maupun hal – hal
lainnya yang menyangkut dengan objek penelitian tersebut. Wawancara
dilakukan dengan Bapak Supadi, Bapak Joko Susilo, Bapak Heru Susilo,
Bapak Prawirodjojo, Bapak Surono, dan sebagian dari wisatawan yang
berkunjung.
b. Observasi
Merupakan suatu usaha pengamatan secara visual untuk
mengumpulkan informasi ( data primer ) secara langsung pada kegiatan yang
berhubungan dengan tradisi upacara bersih desa Mbah Meyek di kampung
Bibis, serta mencatat hal-hal penting yang mendukung penelitian. Diadakan
observasi ini sebagai jalan pengamatan dalam mencatat semua data-data
yang diperlukan sehingga memperoleh data yang akurat dan terfokus.
c. Studi Dokumen
Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan
informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumenter
commit to user
nonmanusia. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan akan membantu peneliti
dalam memahami fenomena yang terjadi di lokasi penelitian dan membantu
interpretasi data. Selain itu, dokumen dan data-data literer dapat membantu
dalam menyusun analisis dan melakukan validitas data.
d. Studi pustaka
Sumber data kepustakaan diperlukan untuk melengkapi data yang
belum diperoleh dalam penyusunan tugas akhir. Antara lain referensi yang
berupa buku, laporan penelitian dan karya lain yang mendukung terwujudnya
penulisan ini
4. Teknik Analisa Data
Setelah mengumpulkan dan melihat data-data yang terkumpul selanjutnya
mencoba menganalisis data dengan metode analisis SWOT yaitu menganalisis
dan menyajikan fakta secara sistematik yang meliputi kekuatan ( strenght ),
kelemahan ( weakness ), peluang (opportunity ), ancaman ( threats ) sehingga
lebih mudah difahami dan disimpulkan. Analisis SWOT ini bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematik dan karakteristik mengenai potensi atau
bidang tertentu untuk kemudian digunakan sebagai strategi pengembangan objek
commit to user
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam tugas akhir ini
adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, metode penelitian,
teknik analisis data dan sistematika penulisan laporan.
Bab II Gambaran Umum kampung Bibis Kulon dan asal – usul Upacara
bersih desa Mbah Meyek meliputi Gambaran Umum Kampung Bibis Kulon,
Kondisi Sosial dan Budaya Kampung Bibis Kulon, Keberadaan Upacara Bersih
Desa Mbah Meyek.
Bab III Tradisi Upacara Bersih Desa Mbah Meyek Sebagai Potensi
Pengembangan Wisata Budaya di Surakarta.
commit to user
19 BAB II
GAMBARAN UMUM KAMPUNG BIBIS KULON DAN ASAL – USUL UPACARA BERSIH DESA MBAH MEYEK
A. Gambaran Umum Kampung Bibis Kulon
Kampung Bibis Kulon wilayah Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Kotamadya Surakarta. Kelurahan Gilingan merupakan salah satu
kalurahan wilayah Kecamatan Banjarsari yang terletak di bagian utara
Kotamadya Surakarta. Luas wilayah Kelurahan Gilingan sekitar 1.272 ha dan
secara geografis diapit oleh beberapa Kalurahan yaitu : sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Nusukan, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kalurahan Setabelan dan Kalurahan Kepatihan, sebelah barat berbatasan
dengan Kelurahan Manahan dan di sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Tegalrejo. Secara administratif Kelurahan Gilingan terbagi
menjadi : Kampung sebanyak 7 buah, RW sebanyak 21 buah, dan RT sebanyak
112 buah ( Data Kelurahan Gilingan, 2011 ).
Daerah Bibis Gilingan Surakarta sekarang ini sudah tidak bisa
difungsikan lagi sebagai lahan pertanian. Dulunya daerah Bibis ini adalah berupa
tanah bekas kuburan dan di sekitarnya masih sangat rawan karena termasuk
hutan alas yang luas. Daerah Bibis Kalang ini dulunya pernah digunakan
sebagai landasan pesawat terbang oleh bangsa Jepang ( Wawancara dengan
Sunarno, 15 Mei 2009 ). Setelah Indonesia merdeka daerah Bibis ini dijadikan
commit to user
berubah fungsi menjadi lahan untuk tempat tinggal. Karena daerah ini
merupakan tempat tinggal penduduk, maka tanahnya menjadi sempit kecuali
tanah yang bekas kuburan tersebut yang sekarang ini didirikan sebuah Pasar
Mebel. Selain digunakan sebagai tempat tinggal, daerah Bibis ini dapat juga
dijadikan lahan untuk membuka usaha atau industri karena wilayahnya berupa
dataran rendah dan letaknya sangat strategis untuk transportasi dan jalur
perdagangan. Mengingat daerah ini yang sangat strategis dan memberikan akses
kepada wisatawan untuk berkunjung dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang
ada di daerah ini sebagai berikut :
1. Sarana Transportasi
Wilayah Kalurahan Gilingan, khususnya yang ada di daerah Bibis
merupakan wilayah yang terbuka karena letaknya yang sangat strategis
yaitu dapat dilalui oleh alat transportasi. Hal ini dapat dilihat
dengan lancarnya perhubungan yang menuju dan pergi dari daerah
Bibis karena kondisi jalan yang sudah dibenahi dan diaspal.
Transportasi merupakan salah satu faktor penghubung yang sangat
penting, untuk menghubungkan daerah satu dengan daerah lain dan
untuk meningkatkan perekonomian suatu daerah. Transportasi yang
biasa melewati daerah Bibis ini diantaranya, bus, angkuta umum,
truk dan lainnya. Bibis kulon tidak jauh dari stasiun kereta api
Balapan dan juga terminal bus Tirtonadi yang hanya berjarak kurang
lebih 1 km ke arah timur. Hal ini memberikan akses mudah bagi
commit to user
2. Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang
penting, dan diperlukan baik antar individu maupun lingkungan
antar masyarakat. Dengan sarana komunikasi yang tersedia di
daerah Bibis ini memudahkan warga dan bagi para wisatawan untuk
selalu memperoleh informasi yang baru. Sarana komunikasi yang ada
di Daerah Bibis antara lain adanya warung telefon (wartel)
sebanyak 5 tempat, warung internet (warnet) sebanyak 3 tempat
dan 2 area jaringan Nirkabel atau WLAN ( Wireless Local Area
Network ).
3. Sarana Akomodasi
Sarana Akomodasi merupakan bagian penunjang dari sektor
pariwisata, mengingat tujuan utama dari Industri pariwisata adalah
membuat wisatawan betah dan dapat tinggal lebih lama di daerah
tujuan wisata. Daerah Bibis Bulon berlokasi sangat strategis belum
ada sarana akomodasi di daerah ini. Sarana Akomodasi yang ada
tidak jauh dari tempat ini, lebih tepatnya di kawasan Terminal dan
Stasiun Balapan yang banyak terdapat hotel – hotel melati dan hanya
ada beberapa hotel yang berbintang dua. Karena daerah Bibis Kulon
ini mudah di jangkau dari pusat kota dan dari hotel – hotel
berbintang lain yang lebih memadai yang ada di pusat kota, jadi
commit to user
4. Amenitas
Amenitas adalah sarana dan prasarana tambahan atau fasilitas –
fasilitas yang ada di daerah tujuan wisata yang mampu menunjang
perkembangan daerah tujuan wisata tersebut agar mampu menarik
minat wisatawan. Kampung Bibis Kulon memiliki beberapa fasilitas
tambahan yang mampu menjadi penunjang agar wisatawan
mempunyai rasa nyaman untuk berkunjung ke daerah ini. Adapun
sarana dan prasarana tambahan yang ada di kampung Bibis Kulon
adalah sarana dan prasarana kesehatan yakni sebuah puskesmas,
sarana olah raga yaitu fitness centre dan futsal center, dan yang
terakhir adalah sarana dan prasarana umum yaitu MCK, masjid,
gereja dan taman sebagai arena rekreasi.
B. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat kampung Bibis Kulon Sebagian besar penduduk Kelurahan Gilingan bekerja sebagai buruh,
baik buruh bangunan maupun buruh industri. Di samping itu, karena letak
kampung Bibis Kulon berdekatan dengan Pasar Ngemplak, Pasar Legi, Pasar
mebel dan Pasar Mojosongo, maka banyak penduduk yang bermata pencarian
sebagai pedagang , sedangkan lainnya ada yang bekerja pengusaha, pegawai
negeri dan ABRI. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan dikatakan
sudah tergolong cukup, karena jumlah yang berpendidikan di atas Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) lebih banyak dibandingkan yang
commit to user
Pada bidang agama, penduduk kampung Bibis Kulon mayoritas
menganut agama islam. Kehidupan masyarakat Kampung Bibis Kulon
sebagian masih dilandasi oleh ajaran agama dan unsur kepercayaan adat
kebiasaan lama yang berbeda dengan agama. Hal ini dapat dilihat bahwa
sebagian masyarakat masih memegang teguh norma-norma agama dan norma adat
yang berasal dari sistem kepercayaan, walaupun ada sebagian masyarakat yang
kurang mendukung adanya tradisi tersebut tetapi karena berada di wilayah
Bibis tetap harus menghormati adat istiadat setempat. Perayaan bersih desa di
Kampung Bibis Kulon merupakan warisan dari para leluhurnya yang telah
berlangsung lama secara turun-temurun dan tetap dipertahankan hingga
sekarang.
C. Keberadaan Upacara Bersih Desa Mbah Meyek
1. Asal – usul upacara bersih desa Mbah Meyek
Mbah Meyek yang sebetulnya bernama Diyah Sri Widyawati Ningrum
adalah putri dari Duwi Setya Arum Sari Hastutiningsih yang menjadi selir dari
ratu keraton Pajang yang bernama Sultan Hadiwidjojo. Mbah Meyek dan ibunya
pergi dari kerajaan karena dituduh oleh Kanjeng Sultan Hadi Widjojo melakukan
perbuatan yang dikira menyimpang. Diyah Sri Widyawati Ningrum dan ibunya
lari ke arah utara hingga sampailah di tepi sungai yang bernama Kali Pepe. Ibunya
menyuruh Diyah Sri Widyawati Ningrum untuk membuat gethek untuk
menyeberangi Kali Pepe. Setelah gethek jadi mereka naik dan menyeberangi Kali
Pepe. Setelah menyeberangi kira – kira 5 meter dari tepi, tiba – tiba hujan deras,
commit to user
prajurit pajang akhirnya dapat menemukan mereka berdua. Para prajurit
membawa senjata tombak dan dilemparkan ke arah Diyah Sri Widyawati
Ningrum dan ibunya. Akhirnya tombak itu menghujam ibu Diyah Sri Widyawati
Ningrum dan ibunya akhirnya meninggal dan raganya tenggelam di tengah sungai
yang sekarang menjadi bendungan Tirtonadi.
Setelah hujan yang semakin deras bercampur dengan petir dan kabut. Petir
menyambar gethek hingga sampai ketepi, terakhir kali petir menyambar lagi
gethek Diyah Sri Widyawati Ningrum sehingga gethek tersebut berantakan dan
meyak – meyek. Namun gethek tersebut dapat sampai di sebuah tempat dan ada
sebuah sumur kecil, dan akhirnya tempat tersebut di kenal sebagai kampung
Meyek. Setelah itu Diyah Sri Widyawati Ningrum menghilang dan musnah dari
tempat tersebut. Namun ternyata Diyah Sri Widyawati Ningrum sudah ada di
dalam Keraton Pajang. Keberadaan Diyah Sri Widyawati Ningrum dirahasiakan
oleh keraton dan keberadaan ratu juga dirahasiakan. Di dalam keraton Diyah Sri
Widyawati Ningrum di jadikan sebagai pujangga oleh Prabu Kala, kemudian
Diyah Sri Widyawati Ningrum atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah
Meyek di beri nama oleh Prabu Kala yaitu “ Dhunda Bahundha “. Selanjutnya
kampung yang tadi menjadi persinggahan awal Mbah Meyek diberi nama
Kampung Meyek, dan Sumur kecil yang juga disinggahi dan menjadi tempat yang
diduduki Mbah Meyek diberi nama Sumur Mbah Meyek.
Setelah Mbah Meyek tinggal di tempat itu, ada seorang kyai yang menepi
di Kali Pepe yang ingin mencari penawar anaknya yang sedang sakit dan
ketentraman ketentraman Kampung Meyek. Selanjutnya Tuhan Yang Maha Esa
commit to user
tersebut. Mbah Meyek berkata kepada kyai itu agar kampung tetap aman dan
tenteram kyai itu diminta untuk merubah nama kampung itu menjadi “ Kampung
Bibis” dan juga kyai itu diminta mengambil air dari dalam sumur dan
membawanya pulang untuk diminumkan kepada anaknya yang sedang sakit agar
anaknya sembuh. Namun untuk menjaga ketenteraman kampung ini turun
temurun Mbah Meyek meminta syarat yaitu sesaji setiap setahun sekali di
pelataran Sumur Mbah Meyek dan pergelaran wayang sehari semalam setiap
jumat kliwon atau selasa kliwon dibulan suro. Kyai tersebut menyanggupi
persyaratan yang diberikan oleh Mbah Meyek dan dia berjanji akan memberi tahu
kepada anaknya dan warga kampung untuk diwariskan turun – temurun agar
kampung bibis kulon tetap tenteram dan damai. ( Arsip Dokumen cucu Padi dan
Wadiyono di Kayudoko, Wonogiri )
Bersih desa merupakan upacara yang sangat penting bagi warga masyarakat
Kampung Bibis Kulon Surakarta dan selalu dilaksanakan setiap satu tahun sekali
pada hari Jumat Kliwon bulan Suro dengan disertai pertunjukkan wayang kulit
sehari semalam. Menurut Supadi, dipilihnya waktu pelaksanaan upacara bersih
desa pada hari Jumat Kliwon bulan Sura, selain hari dan bulan tersebut oleh orang
Jawa dianggap hari keramat. Karena hari tersebut adalah hari kelahiran
Tirtawidjaya, Bayan Kampung Bibis Kulon yang terkenal pada jaman Belanda.
Kelestarian bersih desa Bibis Kulon tampaknya berasal dari sumur dan pohon
asam unik yang tumbuh di dalamnya. Kisah-kisah mengenai sumur dan
dhanyangnya beredar luas di Bibis Kulon. Dhanyangnya adalah Mbah Meyek,
seorang perempuan tua yang namanya mengisyaratkan bahwa dia sedang membawa
commit to user
Serangkaian peristiwa aneh telah terjadi di daerah sekitar sumur tersebut,
sejak zaman Pakubuwana IV, suatu nama yang dimaksudkan untuk menunjukkan
rasa historis yang kuat bukannya menunjukkan waktu sebenarnya dari masa
kekuasaan raja Surakarta (1788-1820). Sejarah sumur itu antara lain sebagai
berikut:
Di masa penjajahan hampir tidak terdapat apa-apa di tempat ini.
sawah-sawah, sebuah desa kecil, sumur dan beberapa pohon asam raksasa yang jauh
lebih tinggi daripada yang terdapat sekarang ini. Di dekat tempat tersebut ada
sebuah lapangan balapan kuda milik Mangkunegaran. Kadang-kadang seekor kuda
balap lenyap begitu saja bersama penunggangnnya. Pada tahun 1930-an ada
seorang lurah yang memiliki kuda, selama seminggu kuda itu tidak mau bergerak
ternyata Mbah Meyek meminjam kuda itu untuk menemui (roh) “Sultan”
Gunung Lawu, konon mereka masih ada semacam hubungan keluarga. Lapangan
balap itu kemudian diubah menjadi lapangan terbang untuk pesawat-pesawat
kecil. Pilot-pilot yang tidak mengetahui tentang sumur itu, terbang terlalu dekat
dan mengalami kecelakaan. Pernah, sebuah pesawat Belanda jatuh di dekat sumur
dan merusakkan pohon asam yang di sana. Munculah seekor ular besar keluar dari
sumur, dengan ular-ular kecil berukuran sebesar ibu jari menumpang di
punggungnya. Mungkin ular kecil-kecil itu tidak kuat untuk keluar sendiri.
kemudian mereka pindah ke pohon asam besar di seberang jalan. Ular itu
sebenarnya pengikut Mbah Meyek bernama Mbah Kaji, karena dia berpakaian
seperti haji, tetapi dia tidak bisa berbahasa Arab. Pada tahun 1949, daerah ini
diratakan oleh Belanda, dan dijadikan sebagai lapangan terbang untuk perang.
commit to user
Masyarakat pernah melihat seorang perempuan sangat tua di sekitar sumur
tua tersebut dan hal itu hanya sekejap saja, kemudian perempuan itu menghilang.
Begitu juga ular yang ada di pohon asam dan musang-musang liar, semuanya
menyebarkan bau yang khas sekali. Kata orang itu adalah pertanda (firasat) bahwa
adanya penampakan-penampakan dhanyang dengan benar, dan tepat pada
waktunya, maka kecelakaan yang akan terjadi bisa dihindarkan. Karena Mbah
Meyek bertindak sebagai pertanda bahaya, Mbah Meyek sendiri dianggap
berbahaya walaupun bukan penyebab dari bahaya tersebut. Karena dhanyang adalah
sosok firasat, suatu perwujudan dari wawasan strategis yang diungkapkan
keluar dan ditampilkan sebagai penampakan yang mencekam.
Dhanyang-dhanyang ini adalah sosok-sosok yang memiliki ikatan dengan suatu tempat,
sebagai “penjaga tempat” atau sebagai baureksa tempat tersebut. Dan hanya
dhanyang saja yang memperoleh sebutan yang sangat familiar sebagai mbah,
“kakek / nenek”. Namun bertahannya kehadiran roh-roh seperti Mbah Meyek
mengisyaratkan bahwa para penjaga tempat ini justru merupakan sarana yang
dipakai untuk mempertahankan keselamatan kampung atau desa bahkan bangsa.
Pada tahun 1942-1943 yaitu pada saat jaman penjajahan Jepang, Kampung
Bibis Kulon tidak pernah mengadakan upacara bersih desa, karena tidak
diperbolehkan oleh Jepang jika masyarakat berkumpul. Akibatnya kampung Bibis
Kulon banyak terjadi malapetaka, terserang wabah penyakit sehingga masyarakat
dalam kesedihan. Akhirnya pada tahun 1944 Bayan Tirtawidjaya bersama Demang
atau Lurah Gilingan yaitu Demang Pantjanarmada meminta ijin kepada
pemerintahan Mangkunegaran dan akhirnya diijinkan untuk melaksanakan
commit to user
Kulon selalu melaksanakan upacara bersih desa dan masyarakat tidak berani
mengubahnya, karena takut terjadi malapetaka.
2. Latar belakang dan tujuan diadakannya upacara bersih desa Mbah Meyek di kampung Bibis Kulon
Kotamadya Surakarta memiliki banyak potensi kebudayaan, satu -
satunya kampung yang menyelenggarakan tradisi upacara bersih desa adalah
Kulon, Kalurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari. Upacara ini dilaksanakan
secara rutin dan telah menjadi salah satu norma sosial yang harus ditaati oleh
masyarakat. Upacara bersih desa Mbah Meyek diadakan sekali dalam setahun
yakni pada hari Jumat Kliwon di bulan Suro. Kegiatan yang selalu disertai
pertunjukkan wayang kulit purwa sehari semalam ini merupakan aktivitas yang
bersifat kolektif untuk mengukuhkan tradisi yang mereka miliki, sehingga
dapat mempersatukan kalangan masyarakat di sekitar kampung bibis. Seni
tradisi daerah tertentu mempunyai fungsi yang disajikan untuk kepentingan
masyarakat daerah dan menjadi bagian dari berbagai upacara adat, semuanya
itu diadakan demi keselamatan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu
sendiri.
Kegiatan bersih desa yang disertai pertunjukkan wayang kulit
purwa dan bazar merupakan aktivitas yang mampu menyangga kehidupan sosial
budaya masyarakat kampung Bibis Kulon. Sehingga dengan kegiatan tersebut
setiap warga masyarakat merasa menjadi bagian yang ikut berperan
didalamnya, yaitu mengukuhkan dan memperkuat jaringan sosial antar anggota
masyarakat. Tradisi upacara bersih desa dengan pertunjukkan wayang kulit
commit to user
Kotamadya Surakarta telah berlangsung secara turun - temurun dan sebagian
besar masyarakat tidak berani merubah tradisi yang sudah diwariskan turun -
temurun. Pertunjukkan wayang kulit purwa merupakan acara inti dalam upacara
bersih desa Mbah Meyek, sebagai persembahan kepada para pepundhen seperti
Mbah Meyek, Mbah Sumur Bandung, Mbah Sodrono, Mbah Asem Kandang,
dan Mbah Asem Ageng. ( wawancara dengan Joko Susilo, 22 Mei 2012 )
Pembentukan kebudayaan manusia salah satu di antaranya dipengaruhi oleh
keadaan alam. Hal ini dapat dilihat bahwa manusia selalu beradaptasi dengan
lingkungan dimana manusia hidup. Dengan kebudayaan manusia mempunyai
perilaku dan sikap hidup bermasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh manusia
untuk mengatasi persoalan yang datang dari lingkungan sekelilingnya, salah
satunya yaitu dengan melakukan upacara. Hal yang mendorong manusia
melakukan upacara adalah kepercayaan manusia terhadap kekuatan-kekuatan yang
ada di luar dirinya. Upacara merupakan sarana bagi manusia untuk mendekatkan
dirinya kepada Sang Pencipta atau pada kekuatan supra natural yang ada di
sekeliling mereka. Dengan melakukan upacara, mereka menganggap dapat
menghadapi dan mengatasi persoalan hidup.
Kebiasaan atau perilaku manusia dalam melakukan upacara menjadi
kebiasaan turun - menurun sehingga menjadi tradisi hidup yang
membudaya bagi masyarakat. Walaupun zaman semakin maju, kebiasaan
melakukan upacara masih tetap dilaksanakan terutama di daerah-daerah
pedesaan atau daerah-daerah pinggiran kota, dan salah satu diantaranya yaitu
Kelurahan Gilingan, khususnya di kampung Bibis Kulon. Beberapa upacara yang
commit to user
Pelaksanaan upacara adat perkawinan dan khitanan dilakukan sesuai dengan
tata cara agama yang dianutnya, sehingga kebiasaan dapat berubah sesuai dengan
kondisi dan aturan yang berlaku. Berbeda dengan upacara bersih desa, tata cara
pelaksanaannya senantiasa selalu dipertahankan karena berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat. ( wawancara dengan Supadi, 19 Mei 2012)
Upacara bersih desa merupakan suatu bentuk upacara tradisional Jawa.
Merayakan upacara bersih desa berarti melestarikan budaya tradisional Jawa.
Kebiasaan melakukan upacara bersih desa seperti yang dilakukan oleh
masyarakat kampung Bibis Kulon, selain dimaksudkan untuk melestarikan
budaya tradisional jawa, juga dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
kehidupan masyarakatnya sebagian masih diwarnai oleh kepercayaan lama
peninggalan nenek moyang, dalam artian mereka belum sepenuhnya lepas dari
kebiasaan-kebiasaan yang dulu ada.
Seperti pada umumnya, bersih desa di kampung Bibis Kulon dapat
dikatakan memiliki kesamaan dalam prinsip dasarnya yaitu selamatan desa atau
kampung. Adapun tujuan secara khusus yaitu selain sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan atas berkat dan rahmat yang diberikan, ucapan terima
kasih kepada roh leluhur dan para dhanyang atau pundhen kampung yang turut
menjaga keselamatan kampung, membersihkan lingkungan Kampung Bibis
Kulon secara lahir dan batin dari gangguan roh jahat, juga untuk memohon
keselamatan dan kesejahteraan hidup bersama pada masa - masa yang akan
dialami dalam satu tahun. ( wawancara dengan Supadi, 19 Mei 2012 )
Pertunjukkan wayang kulit purwa merupakan acara inti dalam upacara bersih
commit to user
Mbah Meyek, mbah Sumur Bandhung, Mbah Kaji dan Mbah Asem Kandang, yang
dianggap sebagai dhanyang (makhluk halus) penjaga kampung Bibis Kulon.
Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus ternyata masih diyakini oleh
sebagian masyarakat kampung Bibis Kulon.
Menurut A.C. Kruyt dalam Koentjaraningrat, manusia percaya adanya
makhluk halus yang menimpa alam sekeliling tempat tinggalnya. Makhluk halus
itu banyak diantaranya merupakan penjelmaan dari jiwa orang yang telah
meninggal dunia, sebagian besar menempati alam semesta di sekeliling tempat
kediaman manusia, seperti di dalam suatu mata air. Makhluk halus itu mempunyai
pengaruh penting terhadap kehidupan manusia, dapat berbuat baik bilamana
diperhatikan, dan dapat mencelakakan apabila diabaikan. Sistem keyakinan
akan adanya makhluk-makhluk halus di atas oleh Kruyt disebut spiritisme
(Koentjaraningrat,1987 : 64).
Demikian juga seperti yang dilakukan oleh masyarakat kampung Bibis
Kulon yaitu agar supaya makhlukmakhluk halus itu tidak mengganggu manusia,
maka harus dijinakkan hatinya dengan sesaji dan pertunjukkan wayang kulit
purwa yang menjadi kesukaannya. Menurut para sesepuh di kampung Bibis
Kulon mengatakan bahwa upacara bersih desa di kampung Bibis Kulon
merupakan tradisi masyarakat setempat yang senantiasa harus dipatuhi dan
dilaksanakan. Masyarakat mempunyai kepercayaan apabila upacara bersih desa
yang disertai pertunjukkan wayang kulit tidak dilaksanakan maka akan terjadi
sesuatu malapetaka atau sesuatu yang menimpa warga masyarakat, karena
mendapat kutukan para leluhur atau dari para pundhen yang murka. Misalnya
commit to user
disebabkan karena hal-hal yang tidak wajar (meninggal dunia karena tabrakan,
bunuh diri, keracunan, dan sebagainya), sehingga akan menimbulkan
keresahan bagi masyarakat (Wawancara Supadi, 19 Mei 2012).
3. Pandangan Masyarakat Tentang Upacara Bersih Desa Mbah Meyek Keadaan masyarakat kampung Bibis Kulon dipengaruhi oleh latar
belakang sosial, sistem mata pencaharian, tingkat pendidikan dan lain-lainnya.
Sebagian besar penduduk kampung Bibis Kulon bekerja sebagai buruh, baik
buruh bangunan maupun buruh industri mebel. Walaupun pandangan
masyarakat kampung Bibis Kulon dapat dikatakan sudah banyak dipengaruhi oleh
adanya sistem pengetahuan dan teknologi modern, namun dalam hal yang
menyangkut adat-istiadat dan sopan santun di kalangan masyarakat, masih
tetap berlaku adat tradisi yang mereka terima secara turun-temurun dari nenek
moyangnya. Kondisi yang demikian, juga sebagian dijalankan oleh pendatang
atau pedagang yang ada di pasar mebel, para pendatang tersebut bersikap
menghormati adat-istiadat yang ada di daerah Bibis ini. Salah satu hal yang
dilakukan adalah melestarikan budaya wayang kulit yang setiap bulan Suro
diadakan. ( wawancara dengan Heru Susilo, 25 Mei 2012 )
Penduduk kampung Bibis Kulon, selain kepercayaan mereka dalam
memeluk agama masing-masing, ternyata masih ada yang menghormati
kepercayaan warisan dari nenek moyang yaitu kepercayaan terhadap adanya
makhluk-makhluk halus, kekuatan gaib dan sebagainya. Makhluk-makhluk
halus itu terdapat di pohon-pohon besar, sumur atau sendhang, sehingga
commit to user
3) pundhen yang berupa sumur bernama Mbah Sodrono, berada di
wilayah RW 16
4) pundhen yang berupa pohon asem bernama Mbah Asem Ageng
atau Mbah Kaji, berada di wilayah RW 17
5) pundhen yang berupa pohon asem bernama Mbah Asem
Kandhang, berada di wilayah RW 19
Pada tanggal 4 Agustus 1994 terjadi kebakaran hebat di pasar mebel
yang menghabiskan 63 kios beserta isinya, disebabkan oleh korsleting listrik
dan kemarau panjang, sehingga para pedagang mengalami kerugian cukup
besar. Kejadian itu terjadi pada waktu maghrib dan bertepatan dengan bulan
Suro. Sekitar tahun 2008 Pasar Mebel untuk yang kedua kalinya dilanda
kebakaran, tepatnya terjadi pada hari Sabtu, 12 Januari dan bertepatan dengan
Bulan Suro sehabis maghrib. Dua kali kebakaran yang terjadi di Pasar Mebel
Ngemplak, yakni tahun 1994 dan tahun 2008. ( wawancara dengan Surono,
25 Mei 2012 )
Menurut kepercayaan sebagian masyarakat setempat bahwa kebakaran
itu terjadi karena tradisi wayang kulit yang biasa dilaksanakan bulan Suro
commit to user
hal tersebut menimbulkan ketidaksukaan pada leluhur yang melindungi daerah
Bibis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibu Siti Kartini bahwa kebakaran itu
terjadi karena tradisi wayang kulit itu yang seharusnya diadakan pada Jum’at
Kliwon diganti hari lain, ternyata hal itu tidak disukai oleh leluhurnya ( Mbah
Meyek ), maka terjadilah musibah kebakaran itu.
Namun pendapat yang lain dikemukakan oleh Heru Susilo bahwa kebakaran
yang terjadi di pasar mebel dan bertepatan dengan bulan suro terjadi karena faktor
kelalaian manusia, perawatan, keamanan, pasar tidak mempunyai standart.
Minimnya kebersihan dan tidak adanya petugas keamanan yang menjaga pasar
tersebut, di samping itu pasar mebel terdapat berbagai jenis bahan – bahan yang
mudah terbakar sehingga terjadi musibah kebakaran dan kebetulan saja terjadi pada
commit to user
35 BAB III
TRADISI UPACARA BERSIH DESA MBAH MEYEK SEBAGAI POTENSI PENGEMBANGAN WISATA BUDAYA DI SURAKARTA
A. Prosesi Upacara Bersih Desa Mbah Meyek
1. Waktu dan tempat upacara bersih desa Mbah Meyek
Upacara bersih desa kampung Bibis Kulon, Kalurahan Gilingan,
Kecamatan Banjarsari, Kotamadya Surakarta, menurut tradisi masyarakat selalu
disertai dengan pertunjukkan wayang kulit sehari semalam, dan
diselenggarakan pada hari Kamis Wage malam Jumat Kliwon bulan Suro
(berdasarkan kalender Jawa).
Dipilih hari Kamis Wage malam Jumat Kliwon karena hari itu dianggap
baik. Menurut perhitungan secara tradisi, malam Jumat Kliwon itu membawa
berkah bagi warga masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan kepercayaan
penduduk bahwa hari Jumat Kliwon merupakan hari yang paling baik untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu menurut salah satu
warga hari tersebut juga hari yang paling baik untuk berkomunikasi dengan
leluhur.
Tempat yang digunakan untuk kegiatan upacara bersih desa di kampung
Bibis Kulon yaitu lingkungan atau sekitar halaman pundhen Mbah Meyek yang
merupakan pundhen utama kampung Bibis Kulon. Kegiatan upacara meliputi
kerja bakti, selamatan pundhen, kirab wayang, selamatan kampung dan
commit to user
Tempat pundhen Mbah Meyek berwujud sendhang atau sumur dan di
sekitarnya terdapat dua pohon, yaitu pohon putan dan pohon asem. Tempat ini
telah dibuat pagar tembok setinggi 1 meter dan berukuran 4x4 meter, serta
pintu masuknya dibuat gapura. Di luar pundhen terdapat halaman seluas
kurang lebih 150 m2 dan sudah difungsikan sebagai tempat upacara sejak dulu
sampai sekarang. ( Wawancara dengan Bapak Supadi, 19 Mei 2012 )
2. Pelaksanaan Upacara Bersih Desa Mbah Meyek
Upacara bersih desa di kampung Bibis Kulon dalam pelaksanaannya
meliputi 5 (lima) kegiatan yaitu : 1) kerja bakti, 2) selamatan pundhen, 3)
kirab wayang, 4) selamatan kampung dan 5) pertunjukkan wayang kulit sehari
semalam.
a. Kerja Bakti
Pelaksanaan pertama dalam rangkaian upacara bersih desa adalah kerja
bakti. Kegiatan kerja bakti ini biasanya dilakukan pada tiap hari Kamis Wage pagi
bulan Sura. Pada upacara bersih desa kampung Bibis Kulon tahun 2011, kegiatan
kerja bakti dilaksanakan pada hari Kamis Wage, kegiatan kerja bakti ini dimulai
pukul 06.00 dan berakhir sekitar pukul 10.00 WIB.
Kerja bakti merupakan kegiatan gotong royong bekerja sama untuk
kepentingan umum. Sifat dari kerja sama gotong royong adalah spontan tanpa
pamrih dan sudah menjadi kewajiban sosial setiap warga masyarakat.
Kerja bakti adalah aktivitas antara sejumlah besar warga untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan yang bersifat untuk kepentingan bersama bagi warga
commit to user
Kegiatan ini melibatkan semua warga masyarakat yang ikut andil di
dalamnya, untuk membersihkan dan merias janur di tempat pundhen – punden
kampung yang dibersihkan. Khusus pundhen Sumur Bandung dan Mbah
Meyek, karena wujudnya sumur sebagai sumber air maka airnya harus
dibersihkan. Kemudian masing – masing tempat itu dihiasi dengan janur
melengkung. Sebagian warga yang lain mempersiapkan prasarana untuk
membuat panggung pertunjukan wayang. Sementara panggung ditata,
sekeliling tempat yang akan digunakan untuk pentas wayang dihias dengan
umbul – umbul dan penerangan untuk memperindah tempat tersebut dan juga
para pedagang yang akan berdagang dan membuka stand bazarnya di daerah
tersebut.
Gerakan kebersihan ini yang digambarkan sebagai upacara bersih desa
secara fisik. Yaitu membersihkan desa ( kampung ) dari segala kotoran agar
seluruh anggota warga terbebas dari wabah penyakit. Di sisi lain ka mpung
Bibis Kulon akan terklihat bersih, sehat, rapi dan indah sesuai dengan program
kota Solo sebagai kota BERSERI ( Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah ). Hal
tersebut menjadikan nilai lebih untuk wisatawn yang ingin berkunjung karena
melihat tradisi yang masih berlangsung hingga sekarang.
b. Selamatan Pundhen
Selamatan pundhen merupakan rangkaian kegiatan yang kedua dalam
upacara bersih desa di Kampung Bibis Kulon. Kegiatan ini diadakan sekitar pukul
11.00 menjelang sholat Dzuhur, di dua tempat pundhen yaitu yang pertama di
commit to user
adapun yang memimpin selamatan pundhen ini yaitu kaum atau sesepuh kampung
yang bernama Mbah Prawirodjojo.
c. Satu takir berisi kedelai goreng.
d. Satu takir berisi rambak goreng.
e. Satu takir berisi cabai merah, bawang merah, dan garam.
f. Pisang ayu setangkep, yaitu pisang raja yang telah masak atau
menguning sebanyak satu pasang ( dua lirang )
g. Satu bungkus kembang setaman kembang setaman yang terdiri dari
bunga mawar, melathi dan kenanga.
h. Satu bungkus suruh ayu yang terdiri daun suruh, tembakau, gambir, dan
kapur.
i. Jajan pasar, yaitu berupa makanan dan buah – buahan yang dibeli dari
pasar seperti jadah, wajik, kacang, tape, salak, jambu, pisang, bengkoang,
dan lain-lain.
j. Ingkung ayam, yaitu satu ayam jantan yang dimasak secara utuh.
Setelah sesaji disiapkan di atas tikar yang terbentang di lingkungan pundhen
commit to user
kemudian kaum sesepuh membacakan ujub dan doa selamatan bagi warga kampung
Bibis Kulon. Setelah doa selesai kemudian para peserta selamatan dipersilahkan
untuk menikmati bersama nasi selamatan tersebut. Sebagian ada yang menyisihkan
nasi selamatan untuk dibawa pulang sebagai jatah bagi keluarganya yang ada di
rumah. Di Daerah Bibis tumbuh suatu kesadaran untuk berbagi rasa dengan yang
tinggal di rumah. Di samping itu juga untuk menjalin komunikasi di antara seluruh
warga yang hadir. Sehingga dapat memulihkan kembali kerukunan, rasa
kekeluargaan sesama warga. ( wawancara dengan Bapak Surono, 25 Mei 2012 )
Berdoa dalam selamatan merupakan tindakan keagamaan sebagai sarana
manusia untuk berkomunikasi kepada pencipta mereka yaitu Tuhan Yang Maha Esa
ataupun kekuatan gaib yang dianggap berkedudukan lebih tinggi dari pada manusia.
c. KirabWayang
Upacara kirab Wayang merupakan rangkaian kegiatan yang ke tiga dalam
setiap upacara bersih desa di Kampung Bibis Kulon. Kegiatan ini dilakukan pada
saat sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Wayang yang dikirabkan adalah wayang
yang akan digunakan untuk pentas Wayang Kulit, tetapi tidak semuanya dan hanya
terbatas pada tokoh-tokoh tertentu saja. Adapun tokoh-tokoh wayang yang
dikirabkan yaitu Pandawa Lima ( Puntadewa, Werkudara, Janaka, Nakulo dan
Sadewa ), Kresna, Bathara Guru, Bathara Narada, dan para Punakawan ( Semar,
Gareng, Petruk, Bagong ). Selain Wayang peralatan lain yang dibawa untuk
mendukung kesuksesan acara yaitu sebuah papan nama bertuliskan “ BERSIH
DESA KAMPUNG BIBIS KULON”, satu bendera Merah Putih, satu bendera