Peranan Gerkatin Untuk Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas Tunarungu Di Kota Solo
Ranti Rahyu Kinanti rantirahyu@gmail.com
The research aim to know about Gerkatin roles in the equality of people with disability,especially people with deafness in Surakarta and also what Gerkatin achieved since being found. This research using theory of action from Talcott Parsons which is the actor pursuit objective in situation where norms directing how to choose alternatives ways and tools to achieve it.Method used in this research is case study. The technique to obtain sample is by using purposive sampling. To obtain data, researcher uses observation, interview, and documentation. The validity of data used was triangulation of source. Analysis technique the data used is namely model interactive analysis.The results of the study shows that Gerkatin implement activities that can help people with deafness to achieve equality. Gerkatin helps people with deafness disability so that they can develop talent, same rights, and socialize with citizens in general. By conducting the activities to achive equality of people with deafness disability, Gerkatin also wants to educate public about deafness and straighten their judge about people with deafness disability.In addition, the Government can understand the needs of people with deafness disability in the field of information and education, so that there is no longer discrimination about sign language, the mother tongue of people with deafness disability. This languange should be able to develop like Indonesian language. While doing their activities, Gerkatin also meet barriers such as external barrier (the lack of translator or interpreter gestures). As for the internal barriers is lack of active personnel which causes the schedule of activites cannot be done as planned.
A. Pendahuluan
Manusia disebut sebagai manusia normal apabila mempunyai organ
tubuh lengkap dan berfungsi dengan baik, mempunyai kepala, kaki/tangan, dan
organ layaknya seorang manusia. Itulah ajaran kenormalan yang berkembang
dalam masyarakat pada umumnya. Sementara bagi pihak yang tidak
memenuhi ideologi kenormalan, mereka umumnya disebut sebagai difabel
atau penyandang disabilitas. Difabel atau penyandang disabilitas adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat menggangu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik; penyandang disabilitas
mental; penyandang disabilitas fisik dan mental. Derajat kecacatan yang berbeda
antara satu penyandang disabilitas dengan yang lainnya membuat perbedaan
kompetensi diantara mereka. Dengan perbedaan tersebut, tentu hal itu
berpengaruh terhadap peluang masing-masing penyandang disabilitas dalam
mengakses lapangan pekerjaan yang tersedia. Berbagai upaya perlu di lakukan
untuk menyetarakan penyandang disabilitias sehingga mereka mendapatkan
hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan.
Tidak sedikit yayasan ataupun organisasi yang bergerak untuk kaum
difabel, salah satunya adalah Gerkatin. Gerkatin kepanjangan dari Gerakan untuk
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia yang dideklarasikan melalui Kongres
Nasional I pada tanggal 23 Pebruari 1981 di Jakarta. Gerkatin merupakan suatu
organisasi yang berazaskan Pancasila, berdasarkan UUD 1945, bersifat
organisasi penyandang disabilitas tunarungu satu-satunya di Indonesia yang
seluruhnya dikelola oleh penyandang disabilitas tunarungu. Saat ini, Gerkatin
telah mempunyai 28 DPD (Dewan Pengurus Daerah) dan 69 DPC (Dewan
Pengurus Cabang) di Indonesia. Juga didampingi interprener bahasa isyarat di
setiap acara dan di Solo sendiri Gerkatin dibuka pada tanggal 23 Februari 1982.
Gerkatin memiliki beberapa program kerja agar difabel memiliki hak dan
kewajiban yang setara dengan masyarakat lainnya. Organisasi ini juga
memberikan pengetahuan dan keterampilan bahasa isyarat kepada masyarakat.
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh Gerkatin agar penyandang disabilitas
tunarungu di Kota Solo mendapatkan kesetaraan hak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Gerkatin
untuk kesetaraan hak penyandang disabilitas tunarungu di Kota Solo.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini
yaitu Teori Aksi yang dikembangkan oleh Talcott Parsons sepenuhnya mengikuti
karya Weber (tindakan sosial). Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan
sosial dengan karakteristik sebagai berikut : 1) Adanya individu selaku aktor; 2)
Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tersebut.; 3) Aktor memiliki alternatif
cara, alat serta tehnik untuk mempunyai tujuan; 4) Aktor berhadapan dengan
sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakan dalam mencapai
tujuan; 5) Aktor dibawah kendali dari nilai nilai,norma-norma dan berbagai ide
abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.
Norma-norma ini tidak menetapkannya pilihannya terhadap cara atau alat, akan
tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih, dan kemampuan inilah
yang disebut Parsons sebagai “Voluntarism”. Singkatnya voluntarisme adalah
kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat
dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor
menurut konsep voluntarisme adalah merupakan pelaku aktif dan kreatif serta
mempunyai kemampuan menilai dan memilih alternatif tindakan. Walaupun aktor
tidak memiliki kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam
memilih berbagai alternatif tindakan.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Gerkatin Kota Solo yang berada Jl. Surya no.
146, Jagalan Solo. Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Agustus
2015. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatid dengan
jenis pendekatan studi kasus (case study). Menurut (Yin, 2002 : 1) “Studi kasus
memiliki ciri-ciri pertanyaan berkenaan dengan how atau why, peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang diselidiki, fokus
penelitian terletak pada fenomena masa kini di dalam konteks kehidupan nyata”.
Dalam studi kasus yang dilakukan adalah bagaimana menyajikan pandangan
subjektif peneliti. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Kriteria sampel yang akan dijadikan informan hendaknya merupakan orang atau pihak yang bersangkutan langsung dengan kegiatan
Gerkatin Solo, sehingga mengetahui secara mendalam mengenai obyek penelitian.
Dalam penelitian yang mengkaji tentang peranan Gerkatin untuk mendapatkan
kesetaraan hak penyandang disabilitas tunarungu, yang menjadi informan adalah
Ketua Gerkatin, 4 infroman pengurus dan staff Gerkatin, 2 informan anggota
Gerkatin, 3 informan masyarakat yang mengetahui Gerkatin.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini dikelompokan menjadi
dua macam antara lain: 1) Data Primer yang terdiri dari hasil wawancara dengan
informan yang berperan aktif dengan objek penelitian seperti para pengurus
Gerkatin, difabel tunarungu sebanyak dua orang, masyarakat sekitar sebanyak tiga
orang pula.; 2) Data Sekunder yaitu dengan mencari data dari sumber-sumber
seperti; dari berbagai referensi buku, informasi dari internet, arsip serta dokumen
yang berhubungan dengan penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
antara lain 1) Observasi tidak berpatisipasi; 2)Wawancara mendalam; 3)
Dokumen. Untuk memastikan data yang diperoleh merupakan data yang valid
digunakan teknik trianggulasi. Dengan memanfaatkan teknik pengumpulan data
observasi tidak berpartisipasi (pengamatan) dan dokumen berupa arsip dari
Gerkatin Solo untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sebelumnya.
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data secara
15-19), yaitu: 1) Reduksi data (data reduction); 2) Penyajian data (data display); 3)
Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing/verification).dengan
menggunakan teknik analisis data interaktif proses pengumulan data dan proses
analisis data dapat dilakukan secara bersamaan. Apabila dalam proses analisis
dirasa terdapat kekurangan data maka peneliti akan kembali melalukan
pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan tersebut dilakukan secara
terus menerus hingga data yang dbutuhkan dirasa cukup untuk disajikan dalam
bentuk penulisan laporan akhir.
Dalam penelitian ini penulis telah mewawancarai sebanyak 9 informan. 1
informan yang merupakan Ketua Gerkatin, 4 infroman pengurus dan staff
Gerkatin, 2 informan anggota Gerkatin, 3 informan masyarakat yang mengetahui
tentang Gerkatin.
C. Hasil dan Pembahasan
Pemenuhan kesetaraan hak penyandang disabilitas khususnya tunarungu
tidak selalu menjadi tanggung jawab pemerintah namun pemerintah wajib
memberikan kemudahan bagi masyarakatnya untuk mencapai hal tersebut. Peran
pemerintah dalam membantu warga khususnya penyandang disabilitas merupakan
hal yang harus dilakukan karena dalam hal ini tidak bisa sejalan apabila kedua
belah pihak tidak tidak satu tujuan yang ingin di capai. Seperti di beberapa
fasilitas umum sudah membantu teman penyandang disabilitas tunarungu dalam
mengakses fasilitas tersebut, contohnya seperti di Terminal Tirtonadi sudah ada
juga di Bandara Adi Sumarmo sudah terlihat fasilitas yang memadai untuk
disabilitas tunarungu. Namun, yang sangat terlihat dan lebih diperhatikan adalah
fasilitas-fasilitas untuk tunadaksa atau fisik. Dalam hal ini, banyak yang mengira
tuli itu normal karena tidak ada kecacatan yang terlihat.
Tetapi ada beberapa fasilitas publik yang sangat penting yang tidak
diperhatikan oleh pemerintah yaitu di Rumah Sakit. Beberapa rumah sakit di Kota
Solo, tidak memiliki fasilitas penunjuk arah yang jelas dan di rumah sakit Kota
Solo tidak ada penerjamah bahasa isyarat.
Penyandang disabilitas tunarungu yang memiliki kekurangan
pendengaran secara tidak langsung akan berdampak ke suara mereka, sehingga
mereka tidak dapat berbicara yang cukup jelas. Keadaan seperti itu tidak terlalu
dipikirkan oleh teman tuli karena mereka memang berkomunikasi dengan cara itu.
Tetapi, banyak juga masyarakat yang mendukung teman-teman tuli terbukti
dengan adanya Deaf Volunteering Organization, organisasi penerjemah bagi tunarungu dan membantu teman-teman tuli untuk terus dapat berkomunikasi
dengan masyarakat normal lainnya. Gerkatin dan DVO selalu hadir
berdampingan, karena DVO-nya yang menjembatani komunikasi antara Gerkatin
dengan masyarakat normal lainnya. Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang
kesetaraan penyandang disabilitas tunarungu di Kota Solo, sebagai berikut:
Kegiatan yang pertama dalam bidang seni dan untuk kemampuan gambar
teman-teman Gerkatin yaitu Isyarart. Isyarart yaitu gabungan dari kata isyarat dan
art yang dimaksudkan adalah menggali bakat dalam bidang seni melalui isyarat.
Organization atau DVO yang bekerja sama dengan komunitas Sketsaku. Komunitas Sketsaku adalah komunitas yang beada dalam bidang kesenian
menggambar yang mengembangkan sayapnya di Jakarta dan Solo.
Kegiatan ini dibuka untuk umum tapi tujuan utamanya adalah membantu
teman-teman deaf dalam mencari potensi mereka. Kegiatan ini bertemakan dedikasi karyaseni melalui sketsa dan bahasa isyarat karena kegiatan ini
diperuntukan oleh teman-teman sketsaku dan Gerkatin yang memiliki
keterbatasan bicara. Setidaknya dalam kegiatan ini teman-teman Gerkatin
mendapatkan ilmu dari sketsaku, dan sketsaku dapat mempelajari bahasa isyarat
dari teman-teman Gerkatin.
Kegiatan ini juga merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh
Gerkatin yaitu Teater Isyarat. Teater isyarat yang dimaksudkan adalah teater yang
dilakukan tanpa bicara atau bisa dikatakan teater yang hanya dilakukan oleh
gerakan tubuh, dan hanya dinarasikan oleh pembicara. Tujuan diadakan kegiatan
ini adalah untuk membantu teman-teman tuli agar tidak dipandang sebelah mata
oleh masyarakat luas dan untuk menggali potensi-potensi yang ada dalam diri
anak-anak tuli tersebut. Setelah melakukan rapat akhirnya diputuskan teater ini
berjudul “Sudo Ora Sudo”, judul ini diambil dari bahasa Jawa yang artinya
“Kurang Tidak Kurang”.
Dalam kegiatan yang dilakukan Gerkatin, salah satu yang paling penting
ialah Pelatihan Bahasa Isyarat bagi masyarakat umum. Gunanya agar penyandang
disabilitas tunarungu dengan masyarakat normal lainnya bisa berkomunikasi
stasiun, bandara, dan jalanan umum lainnya. Dari itulah Gerkatin mengadakan
kegiatan rutin di Car Free Day di Jalan Slamet Riyadi yang tepatnya di dekat Pengadilan Negri Surakarta. Kegiatan di CFD ini bertujuan untuk
mensosialisasikan keberadaan bahasa isyarat yang menjadi kebutuhan bagi
tunarungu untuk berkomunikasi dengan masyarakat, tetapi yang menjadi masalah
adalah masyarakat belum tahu atau bingung cara berkomunikasi dengan
tunarungu. Untuk itu Gerkatin Solo memberikan kursus kilat bahasa isyarat
kepada yang berminat.
Selain kegiatan sosialisasi bahasa isyarat di CFD, adapun kegiatan
pelatihan bahasa isyarat di FKIP UNS. Awal muka diadakan kegiatan ini karena
ide dari Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Luar Biasa (HMP PLB) FKIP
Universitas Sebelas Maret. HMP PLB mengajak Gerkatin untuk mengadakan
pelatihan bahasa isyarat bagi mahasiswa maupun masyarakat umum yang ini
belajar bahasa isyarat ataupun menjadi seorang volunteer dalam membantu Masyarakat tuli dalam berkomunikasi. Tujuan dari diadakan kelas isyarat ini agar
teman-teman Pendidikan Luar Biasa (PLB) dapat mendampingi teman-teman tuli
untuk berkomunikasi kedepannya.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Aksi. Gerkatin
Solo dipandang sebagai wadah, media, alat bagi para individu untuk mencapai
tujuannya. Hakekatnya sebuah organisasi adalah terdapat pelaku (manusia) dan
tujuan. Peranan Gerkatin adalah untuk kesetaraan penyandang disabilitas
tunarungu di Kota Solo. Hal tersebut merupakan suatu tindakan sosial, yang mana
berorganisasi, berkumpul, bertukar pikiran sesuai dengan aturan dan tujuan
Gerkatin tersebut sehingga dapat memberikan rasa adil dan setara kepada tuna
rungu di Kota Solo. Peranan juga berkaitan dengan harapan-harapan dari
masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran juga
harapan-harapan yang dimiiki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau
orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau
kewajibannya. Sehingga Gerkatin Solo menjalankan perannya dipengaruhi
kondisi lingkungannya dan status yang dimiliki oleh individu-individu dalam
Gerkatin Solo. Sebagaimana yang diharapkan mengenai peran Gerkatin yaitu
untuk penyadaran dan penguatan hak-hak bagi tuna rungu sebagai warga negara
Indonesia, membantu teman-teman tuli untuk berorganisasi, menggali potensi dan
meningkatkan SDM tuna rungu serta memperkuatkan jaringan kerja sama dengan
badan sosial yang menangani penyandang tunarungu baik di dalam negeri maupun
luar negeri.
Dalam teori aksi Parsons mengungkapkan bahwa aktor mengejar tujuan
didalam situasi dimana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif
cara dan arah untuk mencapai tujuan, norma-norma itu tidak menetapkan
pilihannya terhadap cara atau alat. Disini Parsons mengarahkan pada volunterism,
yang mana sang aktor dapat menentukan dengan jalan mana memulai perubahan.
Di Gerkatin Solo memilih untuk terjun langsung ke hadapan masyarakat untuk
memperilhatkan sisi lain dari penyandang disabilitas tuna rungu dan dengan
kegiatan-kegiatan dalam menunjang kesetaraan penyandang disabilitas tuna rungu di Kota
Solo.
D. Kesimpulan
Penyandang disabilitas tunarungu merupakan seseorang yang mengalami
gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang
bervariatif. Dengan kekurangan tersebut mereka ingin mendapatkan kesetaraan
yang sama dengan masyarakat normal lainnya, maka dari itu dibukalah Gerkatin
cabang Surakarta yang organisasinya diurus oleh penyandang disabilitas
tunarungu. Peranan Gerkatin di Kota Solo untuk mewadahi teman-teman
penyandang disabilitas tunarungu agar mereka dapat mengembangkan bakat,
mendapatkan hak, dan mampu bersosialisasi dengan masyarakat normal lainnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh Gerkatin antara lain sosialisasi bahasa isyarat di
CFD, pelatihan bahasa isyarat di Kampus UNS, isyarart, dan Teater isyarat.
sosialisasi bahasa isyarat dilakukan agar masyarakat Kota Solo mengetahui bahwa
hak yang seharusnya didapatkan tunarungu dapatkan ialah juru bahasa isyarat dan
agar masyarakat mengetahui bagaimanacara berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat sehingga sosialisasi ini dilakukan pusat berkumpulnya masyarakat
Solo yaitu Car Free Day dan juga di kampus UNS. Adapun sekumpulan masyarakat yang tertarik untuk membantu penyandang disabilitas tunarungu
dalam berkomunikasi yaitu Deaf Volunteering Organization atau DVO.
Selain bahasa isyarat, kegiatan Gerkatin dibidang seni yaitu Isyarart dan
komunitas yang bergerak dalam bidang seni gambar. Dengan kegiatan ini
Gerkatin dapat melihat kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh teman-teman
tunarungu sehingga dapat dikembangkan bersama sketsaku. Selain isyarart,
kegiatan lainnya yaitu teater isyarat. teater yang berisikan teman-teman tunarungu
yang memiliki bakat dan kemampuan di bidang seni teater. Dengan pertunjukan
teater ini, teman-teman Gerkatin yakin bahwa ini adalah salah satu cara yang
ampuh untuk mengedukasi masyarakat mengenai tuli serta meluruskan pandangan
masyarakat mengenai tuli. Dan yang terpenting pemerintah dapat memahami
kebutuhan tuli dalam bidang informasi dan pendidikan agar tidak mendiskriminasi
bahasa isyarat, bahasa ibu tuli. Bahasa yang seharusnya dapat berkembang setara
dengan bahasa Indonesia.
Adapun hak-hak yang diperjuangkan oleh Gerkatin dan teman-teman
penyandang disabilitas yaitu hak informasi. Mereka tidak mendapatkan informasi
secara langsung seperti masyarakat normal lainnya. Mereka harus mendapatkan
juru bahasa di tempat-tempat umum agar mereka mendapatkan informasi yang
jelas. Gerkatin memiliki harapan besar terhadap RUU yang sedang mereka
perjuangkan agar pandangan masyarakat terhadap kaum penyandang disabilitas
dabar berubah dari objek menjadi subjek. Jika membuat peraturan yang
memandang disabilitas sebagai objek, lingkungan atau masyarakat pun akan
mengikutinya. Seharusnya disabilitas harus mejadi subjek pembangunan dan
dikembangkan potensinya. Padahal, penyandang disabilitas sebagai warga negara
termasuk hak pendidikan, pekerjaan, politik, informasi, perlindungan hukum, dan
lain sebagainya.
E. Daftar Pustaka Sumber Buku
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Abu Ahmadi. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta
Argyo Demartoto. 2005. Menyibak Sensitivitas Gender Dalam Keluarga Difabel. Surakarta: UNS Press
Hendropuspito, CD. 1989.Sosiologi Sistematik, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, 1987. Sosiologi Jilid I direrjemahkan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Miles, Mathew dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI Press.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nasikun. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Notonegoro. 1984. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT. Bina Aksara
Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda( penyadur : Drs. Alimandan ). Jakarta: CV. Rajawali
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali
Astrid S Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Cipta
Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : UNS Press
Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Veeger, K.J. , 1985. Realitas Sosial. Jakarta : PT. Gramedia
Yin, K Robert. 2002. Case Study Research Design and Methods. diterjemahkan oleh: Drs. M. Djauzi Mudzakir, MA. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Sumber Jurnal dan skripsi
Dewi, Kartika Surya. 2011. Pemberdayaan Difabel dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Melalui Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Skripsi. Solo. UNS (tidak diterbitkan)
Istikomah. 2008. Upaya SLB-B Wiyata Dharma I Tempel Dalam Mensosialisasikan Anak Tuna Rungu Di Masyarakat. Skripsi. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga (tidak diterbitkan)
Jurnal Perempuan Vol 65. 2010. Mencari ruang untuk difabel. Jurnal. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan
Naami A, Mikey-Iddrisu A. 2013. Empowering Persons with Disabilities to Reduce Poverty
Nade, Mark. Stave Wamhoff, Michael Wiseman. 2004. Disability, Welfare Reform, and Supplemental Security Income.
Nadiyah, Nur. 2014. Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Proses Interaksi Penyandang Cacat Tunarungu dan Tunanetra. Skripsi. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga (tidak diterbitkan)
Prasetyo, Suyanto. 2010. Peranan Modal Sosial Untuk Strategi Keberlangsungan Hidup Ekonomi Rumah Tangga Kaum Difabel Dalam SHG Solo, Skripsi. Solo. UNS (tidak diterbitkan)
Sumber Lainnya
Majalah Kentingan. Edisi September 2011. Surakarta LPM Kentingan
http://www.ssa.gov/policy/docs/ssb/v65n3/v65n3p14.html. akses; 19 April 2015
Difabel News “Peran Perempuan Difabel dalam Masyarakat. 2012. SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak) hal 3
http://pld.uin-suka.ac.id/2014/09/difabel-dan-penyandang-disabilitas.html . akses; 14 Agustus 2015